Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Hemoglobin
1.1.Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin merupakan pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah
merah, merupakan protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Berbentuk bulat
yang terdiri dari 4 sub unit mengandung heme (suatu derivate porifirin yang
mengandung besi) yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida yang secara kolektif
disebut globin (Ganong, 2002, Brunner & Suddart, 2001).

1.2.Anemia Pada Kehamilan


Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi
hemoglobin didalam sirkulasi darah. Kadar hemoglobin kurang dari 12 gram/dl untuk
wanita tidak hamil dan kurang dari 11 gram/dl untuk wanita hamil (Varney, 2006).
Anemia pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan darah
merah dan menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Pada trimester I dan III kadar
Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl, pada trimester II kadar hemoglobin kurang dari 10,5
gr/dl. Pada ibu hamil anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi
asam folat (Tarwoto, 2007).
Di Indonesia anemia pada kehamilan umumnya anemia defisiensi besi, yaitu
anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat
besi (Fe) untuk eritroposis tidak mencukupi.

Universitas Sumatera Utara

1.2.1. Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan


Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldesteron (Rukiah, 2010).
Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000
mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah
membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32
minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang
selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum kehamilan
berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami kekurangan zat besi
(Riswan, 2003).
Gangguan pencernaan dan absorbs zat besi bisa menyebabkan seseorang
mengalami anemia defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi didalam tubuh
mencukupi dan asupan nutrisi dan zat besi yang adikuat tetapi bila pasien mengalami
gangguan pencernaan maka zat besi tersebut tidak bisa diabsorbsi dan dipergunakan
oleh tubuh (Riswan, 2003).
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan keseimbangan zat
besi yang negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Pertama-tama untuk mengatasi keseimbanganyang negatif ini tubuh menggunakan

Universitas Sumatera Utara

cadangan besi dalam jaringan cadangan. Pada saat cadangan besi itu habis barulah
terlihat tanda dan gejala anemia defisiensi besi (Riswan, 2003).
Berkembangnya anemia dapat melalui empat tingkatan yang masing-masing
berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu. Tingkatan pertama
disebut dengan kurang besi laten yaitu suatu keadaan dimana banyaknya cadangan besi
yang berkurang dibawah normal namun besi didalam sel darah merah dari jaringan tetap
masih normal. Tingkatan kedua disebut anemia kurang besi dini yaitu penurunan besi
cadangan terus berlangsung sampai atau hampir habis tetapi besi didalam sel darah
merah dan jaringan belum berkurang. Tingkatan ketiga disebut dengan anemia kurang
besi lanjut yaitu besi didalam sel darah merah sudah mengalami penurunan namun besi
dan jaringan belum berkurang. Tingkatan keempat disebut dengan kurang besi dalam
jaringan yaitu besi dalam jaringan sudah berkurang atau tidak ada sama sekali
(Kusharto, 1992).

1.3.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Kehamilan


Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai ketiga dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
Status gizi ibu pada saat hamil mempengaruhi berat badan janin dalam
kandungan, apabila status gizi buruk, baik sebelum kehamilan dan selama kehamilan
akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR), disamping itu akan
mengakibatkan terhambatnya otak janin, anemia pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir
akan mudah terkena infeksi (Supariasa, 2001).
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15 % dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan kebutuhan wanita normal, peningkatan gizi untuk (mammae), volume darah
,plasenta,air ketuban dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikomsumsi ibu hamil
akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan sisanya 60% digunakan
untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal ibu hamil akan mengalami kenaikan berat
badan sebesar 11-13Kg. Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan makanan ibu hamil
meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan (Huliana, 2001)
Faktor umur ibu hamil berkontribusi terhadap kejadian anemia selama hamil,
Ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun masih membutuhkan zat besi lebih untuk
keperluan kebutuhan pertumbuhan diri sendiri dan juga untuk janinnya. Oleh karena itu,
hamil di usia 20 tahun dengan asupan gizi yang tidak adekuat memiliki resiko anemia
defisiensi besi penelitian Nelwanti (2005) menemukan bahwa ibu hamil yang menderita
anemia paling bayak pada usia resiko yaitu kurang dari 20 tahun sebesar 58%
(Nelwanti, 2005).
Paritas secara luas mencakup gravid/jumlah kehamilan yaitu kehamilan yang
berulang atau jumlah partus yang banyak lebih meningkat kejadian anemia akibat
banyaknya darah yang keluar selama proses persalinan, angka kejadian pada kehamilan
makin tinggi dengan semakin tingginya paritas (Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003).
Penelitian Sidabuke (2003) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan anemia pada ibu
hamil dengan paritas 5 sebesar 36,23%.
Jarak antara kehamilan yang pendek (kurang dari 2 tahun) mempunyai resiko
untuk menderita anemia menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi
keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih
karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk
memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Maka semakin pendek

Universitas Sumatera Utara

jarak kehamilan resiko terjadi anemia makin meningkat (Hasibuan, 1997 dalam
Sidabuke, 2003).
Faktor yang menggambarkan

tingkat sosio ekonomi salah satunya adalah

tingkat pendidikan dan pekerjaan. Tingkat sosio ekonomi yang rendah dapat
mempengaruhi kejadian anemia. Angka kejadian anemia pada ibu-ibu dengan kelompok
pekerjaan suami (petani, nelayan, pekerja lepas) lebih tinggi dari kelompok pekerjaan
suami (pegawai negeri, swasta dan dagang). Hal ini mencakup kemampuan dalam hal
membeli dan memenuhi makanan bergizi dan suplemen tambahan yang dibutuhkan
pada saat hamil (Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003). Ibu hamil yang berpendidikan
rendah menderita anemia sebanyak 60%, sedangkan ibu hamil yang berpendidikan
tinggi menderita sebanyak 17,4% (Fishkar dkk, 1993 dalam Nelwanti, 2004).
Pemeriksaan Antenatal Care, pada pemeriksaan antenatal dilakukan pemantauan
dan pemeriksaan terhadap keadaan anemia pada ibu hamil sehingga apabila ibu
menderita gejala anemia dapat dideteksi sedini mungkin dengan pemeriksaan antenatal
yang secara teratur untuk diberi penanganan segera. Pada pemeriksaan ini tablet
penambahan darah (tablet Fe) juga diberikan pada ibu yang tidak mengalami anemia
untuk mencegah terjadinya anemia. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan
bahwa jumlah penderita semakin menurun pada kelompok yang sering mengunjungi
klinik antenatal dan meningkat pada kelompok yang tidak melakukan pemeriksaan
antenatal (Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003).

1.4. Pengaruh Anemia Dalam Kehamilan


Pengaruh anemia kehamilan pada ibu dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan
terkena penyakit infeksi (Lubis, 2003). Resiko meninggal dalam proses persalinan 3,6

Universitas Sumatera Utara

kali lebih besar disbanding ibu hamil yang tidak anemia (Chi et al, 1981 dalam Riswan,
2003) terutama karena pendarahan dan atau sepsis. Dari beberapa penelitian di Asia
disimpulkan bahwa anemia memberikan kontribusi minimal 23% dari total kematian ibu
di Asia (Ross & Thomas dalam Lubis, 2003).
Pada saat proses persalinan, masalah yang timbul adalah persalinan sebelum
waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan dengan operasi cenderung
meningkat (Lubis, 2003).
Anemia pada ibu hamil juga mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Akibat
yang ditimbulkan seperti keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, anemia pada bayi asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan
berat badan rendah (BBLR) (Lubis, 2003).
Hal penelitian Lubis (2003) pada analisa bivariat anemia batas 9 gr/dl dan
anemia berat secara statistik tidak ditemukan nyata melahirkan bayi BBLR. Namun
untuk melahirkan bayi mempunyai resiko 3,081 kali. Sedangkan dari hasil analisa
multivariate

dengan

memperhatikan

masalah

riwayat

kehamilan

sebelumnya

menunjukkan bahwa ibu hamil penderita anemia berat memperoleh resiko untuk
melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi disbanding dengan yang tidak penderita anemia
berat.
Lee (2006) tentang status besi dan dihubungkan dengan hasil kehamilan pada
wanita hamil di Korea menjelaskan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang kadar Hb
rendah menunjukkan rata-rata lahir dengan kelahiran prematur, berat badan dan nilai
APGAR yang rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan ibu yang memiliki
tingkat Hb yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Diagnosis Anemia Pada Kehamilan


1.5.1. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis dari anemia pada kehamilan yang disebabkan karena
kekurangan zat besi sangat bervariasi walaupun tanpa gejala, anemia dapat
menyebabkan tanda gejala seperti letih, sering mengantuk, malaise, pusing, lemah, nyeri
kepala, luka pada lidah, kulit pucat, konjungtiva, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu
makan, mual dan muntah (Varney, 2006).
Menentukan seseorang mengalami anemia melalui pemeriksaan fisik sangatlah
sulit karena banyak pasien yang asintomatis. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan anemia pasti.

1.5.2. Pemeriksaan Laboratorium


1.5.2.1.Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang dingunakan secara luas untuk menetapkan
prevalensi anemia (Nyoman, 2002). Keuntungan metode pemeriksaan Hb adalah
mudah, sederhana dan penting bila kekurangan besi tinggi, seperti pada kehamilan
sedangkan keterbatasan pemeriksaan Hb adalah spesifitasnya kurang yaitu sekitar 6599% dan sensifitasnya 80-90% (Riswan, 2003).
Anemia pada ibu hamil berdasarkan pemeriksaan dan pengawasan Hb dengan
Sahli dapat digolongkan berdasarkan berat ringannya terbagi menjadi : anemia berat jika
Hb 7gr %, anemia sedang jika kadar Hb antara 7 sampai 8 gr % dan bila anemia ringan
jika kadar Hb antara 9 sampai 10 gr % (Manuaba, 2001).
Metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana
adalah metode Sahli dan sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di beberapa Rumah
sakit. Pada metode sahli, hemoglobin dihidrolisis dibentuk dengan HCL menjadi

Universitas Sumatera Utara

forroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera
bereaksi dengan ion CL membentuk Ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau
hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna
standard, karena membandingkan pengamatan dengan mata secara langsung tanpa
menggunakan alat, maka subjektivitas hasil pemeriksaan sangat berpengaruh hasil
pembacaan (Supariasa dkk, 2001).

1.6.Penatalaksanaan Anemia Pada Kehamilan


Ada sejumlah kasus anemia dapat memperburuk kehamiln, apabila hasil
pengkajian riwayat atau uji laboratorium menunjukkan kelainan maka perlu
mengevaluasi wanita tersebut untuk menentukan etiologi anemian dan kemudian
menyusun rencana penatalaksanaan (Varney, 2006). Oleh karena itu perlu segera
dilakukan terapi anemia dengan tujuan untuk mengoreksi kurangnya massa hemoglobin
dan mengembalikan simpanan besi.
Pada saat hamil kebutuhan tubuh ibu terhadap besi meningkat untuk memenuhi
kebutuhan fetal, plasenta dan pertambahan massa eritrosit. Bila cadangan besi ibu tidak
mencukupi pada waktu belum dan sesudah kehamilan serta asupan gizi yang tidak
adikuat selama kehamilan maka mengakibatkan ibu mengalami anemia defesiensi besi.
Oleh karena itu perlu segera dilakukan terapi anemia dengan tujuan untuk mengoreksi
kurangnya massa hemoglobin dan mengembalikan simpanan besi. Terapi yang
dilakukan yaitu:

1.6.1. Diet kaya zat besi dan Nutrisi yang adekuat.


Diet yang dianjurkan pada pasien yang anemia adalah diet kaya zat besi. Pada
dasarnya zat besi dari makanan didapat dalam dua bentuk yaitu zat besi heme (yang

Universitas Sumatera Utara

didapati pada hati, daging, ikan) zat besi non heme (yang didapati pada padi-padian,
buncis, kacang polong yang dikeringkan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau
seperti bayam, daun ubi dan kangkung). Zat besi heme menyumbangkan sejumlah kecil
zat besi (hanya sekitar 10-15%). Namun demikian zat besi heme diserap dengan baik
dimana 10-35% yang di makan akan masuk kedalam peredaran darah. Zat besi non
heme atau zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan merupakan bagian terbesar yang
dikonsumsi sehari-hari, namun diserap dengan buruk (hanya sekitar 2-8%) (Tan, 1996).
Makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti the dan kopi
sebaiknya dihindari. Sedangkan makanan yang mengandung vitamin C seperti buahbuahan sebaiknya diberikan untuk membantu peningkatan penyerapan zat besi (Riswan,
2003).

1.6.2. Pemberian zat besi oral


Preparat zat besi oral yang biasa diberikan pada ibu hamil adalah : Ferrous
sulfonat, glukonat dan fumarat. Prinsip pemberian terapi zat besi oral ini tidak hanya
untuk mencapai nilai hemoglobin yang normal tetapi juga memperbaiki cadangan besi
didalam tubuh. Cara pemberian zat besi oral ini berbeda-beda pendapat. Maurer
menganjurkan pemberian zat besi selama 2-3 bulan setelah hemoglobin menjadi normal.
Beutler mengemukakan bahwa yang penting dalam pengobatan dengan zat besi adalah
agar pemberiannya terus dilakukan sampai morfologi darah tepi menjadi normal dan
cadangan besi dalam tubuh terpenuhi. Pendapat yang lain mengatakan biasanya dalam
4-6 minggu perawatan hematokrit meningkat sampai nilai yang diharapkan, peningkatan
biasanya dimulai minggu kedua. Peningkatan retikulosit 5-10 hari setelah pemberian
terapi besi bisa memberikan bukti awal untuk peningkatan produksi sel darah merah.

Universitas Sumatera Utara

Sebelum dilakukan pengobatan harus dikalkulasikan terlebih dahulu jumlah zat


besi yang dibutuhkan. Misalnya hemoglobin sebelumnya adalah 6 gr/dl, maka
kekurangan hemoglobin adalah 12 6 = 6gr/dl, sehingga kebutuhan zat besi adalah : 6 x
200 mg. kebutuhan besi untuk mengisi cadangan adalah 500 mg, maka dosis Fe secara
keseluruhan adalah 1200 + 500 = 1700 mg. maka pemberian dapat berupa Fero sulfat : 3
tablet / hari, @ 300 mg mengandung 600 mg Fe atau Fero glukonat: 5 tablet/hari, @ 300
mg mengandung 37 mg Fe atau bisa juga Fero Fumarat : 3 tablet / hari, @ 200 mg
mengandung 67 mg Fe. Maka respon hasil yang tercapai adalah Hb meningkat 0,3-1 gr
perminggu. Pemberian zat besi oral ini juga member efek samping berupa konstipasi,
berak hitam, mual dan muntah (Riswan, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Werdiningsih Tahun 2001 di Yogyakarta,
melaporkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe kurang dari 90 tablet selama
kehamilan mempunyai resiko 2 kali menderita anemia kkurangan zat besi dibandingkan
dengan ibu hamil yang mengkonsumsi lebih dari 90 tablet.

1.6.3. Pemberian zat besi par-enteral


Metode sederahana 250 mg besi elemental sebanding dengan 1 gram Hb.
pemberian zat besi secara parenteral jarang dilakukan karena mempunyai efek samping
yang banyak seperti; nyeri, inflamasi, phlebitis ,demam,atralgia, hipotensi,dan reaksi
analfilaktik. Indikasi dari pemberian parenteral yaitu anemia devfisiensi berat
,mempunyai efek samping pada pemberian oral ,gangguan absorbs.mempunyai efek
samping pada pemberian oral ,gangguan adsorbsi .pemberiannya dapat diberikan secara
intramuscular maupun intravena ( Riswan,2003)

2. Berat Janin

Universitas Sumatera Utara

2.1.Pertumbuhan Berat Janin


Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial pertumbuhan,
diferensiasi, dam maturasi. Jaringan sel yang ditentukan oleh kemampuan substrak oleh
ibu. Transfer substrak melalui plasenta dan potensi pertumbuhan janin oleh yang
dikembalikan oleh genon (Cuningham dkk, 2005).
Taksiran berat badan janin merupakan pemantauan terhadap pertumbuhan janin
apakah normal atau tidak. Pertumbuhan janin dibagi menjadi 3 fase pertumbuhan sel
yang berurutan (Lin dan Forgas, 1998), fase awal hyperplasia terjadi selama 16 minggu
pertama dan ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara cepat. Fase kedua yang
berlangsung sampai minggu ke 32 meliputi hyperplasia dan hipertropisel. Setelah usia
gestasi 32 minggu pertumbuhan janin berlangsung melalui hipertropisel dan pada fase
inilah sebagian besar deposisi lemak dan glikogen terjadi, laju pertumbuhan janin yang
setara selama 3 fase pertumbuhan sel ini adalah dari 5 gr/hari pada usia 15 minggu, 15
20 gr/hari pada minggu ke 24 dan 30 35 gr/hari pada gestasi 34 minggu (Cuningham
dkk, 2005).
Berikut tahapan perkembangan berat badan dan panjang janin sesuai dengan usia
kehamilan:

Usia Kehamilan

Panjang Janin

Berat Badan Janin

(Minggu)

(centi meter)

(gram)

0,4-0,5

0,4

2,5-3

12

6-9

19

16

11,5-13,5

100

Universitas Sumatera Utara

20

16-18,5

300

24

23

600

28

27

1100

30-31

31

1800-2100

36

35

2900

40

40

3200

Sumber : (Bobak, dkk, 2004).


Karakteristik bayi berat badan lahir normal >2500 gram, berat badan lahir
rendah 1500 2500 gram dan berat badan lahir sangat rendah <1500 (Saifuddin, 2001).

2.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berat Badan Janin


Pertumbuhan janin ditentukan oleh banyak faktor baik genetik maupun
lingkungan.

2.2.1. Faktor Genetik


Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang bayi. Anak dengan kehamilan kembar berat badan bayi yang baru
lahir pada anak kembar lebih rendah dengan berat badan bayi yang tidak kembar
(Supariasi, 2001).

2.2.2. Faktor Eksternal (Lingkungan)


Factor lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari
konsepsi sampai lahir, antara lain :
Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan

Universitas Sumatera Utara

normal. Apabila status ibu buruk baik sebelum kehamilan dan selama kehamilan akan
menyebabkan berat bayi rendah (BBLR).
Disamping itu akan menyebabkan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi
baru lahir, bayu lahir mudah terinfeksi, abortus dan sebagainya. Dengan kata lain
kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan
selama hamil. Ada beberapa cara yang dingunakan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil untuk memantau pertambahan berat badan dan mengukur kadar Hb (Lubis, 2007).
Penambahan usia kehamilan searah dengan pertumbuhan janin, makin besar usia
kehamilan maka berat janin makin bertambah sehubungan dengan perubahan-perubahan
fisik dan organogenesis pada janin (Mochtar, 1998).
Toksin atau zat kimia, masa organogenesis adalah masa yang sangat peka
terhadap zat teratogen. Berbagai jenis obat-obatan yang bersifat teratogen itu antara lain
thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti kanker, dan lain sebagainya dapat
menyebabkan kelainan bawaan. Ini juga berlaku bagi bayi ibu hamil yang perokok berat
atau premium, alcohol kronis sering melahirkan bayi berat badan lahir rendah, lahir
mati, cacat dan retardasi mental (Soetjningsih, 1995 dalam Damanik, 2005).
Endokrin, hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin
adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroit, insulin dan peptide lainnya
(Soetjningsih, 1995 dalam Damanik, 2005). Hormon yang dihasilkan dari kelenjar tiroit
seperti TRH (Thyroid Releasing Hormon), T3, T4, sudah diproduksi oleh janin sejak
minggu ke-12. Jenis hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroit ini termasuk hormon
pertumbuhan (Growth hormone). Oleh karena itu apabila terjadi kelainan pada kelenjar
ini, produksi hormon akan terganggu yang mengakibatkan pertumbuhan terhambat
(Suparisa, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan


kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali atau cacat bawaan lainnya. Efek dari radiasi
dapat mengakibatkan cacat bawaan pada anak (Soetjningsih, 1995 dalam Damanik,
2005).
Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
(Toxoplasma Rubella, Cytamegalivirus, Herpes simpleks) yang dapat mengakibatkan
perkembangan abnormal pada bayi (Soetjningsih, 1995 dalam Damanik, 2005).
Stress, sebaiknya ibu hamil menghindari terjadinya Sress. Bila mengalami stress,
akan mempengaruhi tumbuh kembang janin yaitu berupa cacat bawaan dan kelainan
jiwa (Supariasa, 2001).

2.3.Identifikasi Berat Badan Janin


2.3.1. Tinggi Fundus Uteri
Identifikasi berat janin dapat dingunakan dengan berbagai pengukuran. Salah
satu pengukuran yang dingunakan adalah menggunakan rumus Niswander. Pengukuran
Niswander ini menggunakan hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri yaitu dengan
pemeriksaan palpasi Leopold I yang bertujuan untuk menentukan tinggi fundus uteri,
menentukan usia kehamilan, menentukan usia janin yang terdapat pada area fundus.
Cara pemeriksaan palpasi Leopold I sebagai berikut, ibu hamil yang akan diperiksa
dalam keadaan tidur terlentang, pemeriksa menghadap ibu hamil, kedua tangan meraba
bagian fundus dan mengukur berapa tinggi fundus uteri. Kemudian meraba bagian apa
yang ada di fundus, jika teraba benda bulat melenting mudah digerakkan maka itu
adalah kepala, namun jika teraba benda bulat, besar, lunak, tidak melenting dan susah
digerakkan maka itu adalah bokong (Sulistywati, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Setelah Leopold I diketahui maka taksiran berat badan janin dapat diketahui
dengan menggunakan Rumus Niswander yaitu:
Taksiran Berat Janin (TBJ) = 1,12 (TFU 7,7) x 100 gr

(Mangie, 2010)

2.3.2. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) adalah suatu alat non infasif yang memungkinkan
visualisasi janin dalam uterus (in Utero) untuk menginformasikan pertumbuhan janin
terhambat atau tidak serta mendeteksi kelainan structural tertentu (Hendersan & Jones,
2001). Cara kerja USG adalah dengan menghantarkan gelombang suara dengan
frekuensi antara 3,5 to 7,0 Megahertz ke janin atau pembuluh darah dan akan
dipantulkan kembali dalam bentuk gambar yang dapat kita lihat di monitor USG
(Adenin, 2006).

2.3.2.1. Pemeriksaan USG Pada Kehamilan Trimester II dan III


Kadang-kadang letak dan presentasi janin dengan pemeriksaan Leopold sulit
ditentukan, misalnya pasien yang gemuk, kehamilan preterm, hidramnion dan
sebagainya. Pada situasi demikian pemeriksaan USG sangat membantu diaknosis,
disamping juga mencari kemungkinan faktor penyebab kelainan letak atau presentasi
janin. Pada kehamilan preterm terutama pada trimester II, letak dan presentasi janin
belum stabil, sehingga pada pemeriksaan USG akan terlihat berubah-ubah. Pada akhir
trimester III, bagian terendah janin mulai memasuki pintu atas panggul sehingga letak
dan presentasi janin biasanya tidak berubah lagi (Wiknjosastro, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Pada pemeriksaan trimester ketiga maka pengukuran biometri janin perlu


diketahui untuk memantau pertumbuhan janin yaitu:
Diameter biparietal (DBP) merupakan parameter yang umum digunakan untuk
menentukan usia kehamilan, terutama pada kehamilan trimester kedua. Selama periode
tersebut laju pertumbuhan DBP sangat cepat dan mempunyai variasi yang relatif kecil.
Tulang kepala janin tipis akan mempermudah teknik dan memperkecil kesalahan dalam
pengukuran.
Secara kasar, perhitungan usia kehamilan berdasarkan DBP adalah:
DBP

Faktor:

X4

X4

X4

X4

X4

X4

X4

X4

Koreksi

+5

+3

+2

+1

Usia

13

15

18

21

24

28

32

36

(cm)

hamil
(minggu)
(Wiknjosastro, 2006).

Lingkaran kepala, ukuran lingkaran kepala merupakan alternatif lain untuk


menentukan usia kehamilan, pada keadaan dimana ukuran DBP kurang dapat dipercaya,
misalnya karena adanya kompresi kepala. Lingkaran kepala dapat dihitung berdasarkan
rumus:

Lingkar kepala = (DBP + DOF) x 1, 57

Dimana :

DBP = Diameter biparetal


DOF = diameter oksipitofrontal

(Wiknjosastro, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Femur merupakan tulang panjang yang bentuknya kompak sehingga mudah


diidentifikasi dan tidak mengalami deformasi oleh kompresi. Secara kasar perhitungan
usia kehamilan berdasarkan panjang femur adalah:
Femur

Faktor:

X5

X5

X5

X5

X5

X5

X5

Koreksi

+6

+4

+3

+2

+1

19

23

27

31

35

40

(cm)

Usia hamil 16
(minggu)

(Wiknjosastro, 2006).
Lingkaran perut, dibanding dengan DBP, lingkaran kepala, dan femur maka
lingkar perut paling tidak akurat bila dipakai bila menentukan usia kehamilan. Ukuran
lingkar perut lebih sering digunakan untuk menentukan besar/berat janin dan
mengevaluasi laju pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2006).
Lain-lain, penentuan usia kehamilan dapat juga dilakukan dengan menggunakan
parameter biometri janin lainnya. Seperti jarak biorbita, panjang humerus, panjang
tabia-fibula, panjang radius ulna, lebar sereberum, ukuran jantung, ukuran ginjal, dan
ukuran limpa (Wiknjosastro, 2006).
Sebetulnya tidak ada parameter tunggal yang dapat dipakai untuk menentukan
usia kehamilan secara akurat. Oleh karena itu semakin banyak parameter biometri yang
digunakan, hasilnya akan lebih akurat. Namun dalam pekerjaan sehari-hari, tidak semua
parameter biometri diukur untuk penentuan usia kehamilan, oleh karena tidak praktis.
Parameter yang paling sering digunakan adalah ukuran DBP dan femur. Penentuan usia
kehamilan berdasarkan pengukuran beberapa biometri janin (Wiknjosastro, 2006).
Usia Kehamilan

Parameter Biometri

Ketepatan

3-5 minggu

Universitas Sumatera Utara

Usia Kehamilan

Parameter Biometri

Ketepatan

5-6 minggu

Diameter kantong gestani

1 minggu

7-11 minggu

Jarak kepala bokong

3-7 minggu

12-20 minggu

Diameter biparietal

1 minggu

Femur

1 minggu

Diameter biparietal

2 minggu

Femur

2 minggu

Lingkar perut

3 minggu

Diameter biparietal

3,5 minggu

Femur

4 minggu

Lingkar perut

4 minggu

21-30 minggu

>30 minggu

Hasil pemeriksaan USG biasanya diberikan kepada pasien dalam bentuk salina
berupa foto janin berukuran 10 x 10 cm, berwarna hitam putih, bergaris-garis bentuk
tertentu dan terdapat beberapa kode dibawahnya. Beberapa tulisan atau kode tersebut
diantaranya BPD (bilateral diameter) berisikan data tentang ukuran diameter janin, FL
(femur length) merupakan ukuran panjang femur/tulang paha, CRL (crow-rump length)
berupa ukuran kepala sampai bokong, AC (abdominal circumference) atau ukuran
lingkar abdomen/perut (Djuwantono, 2006).
Mesin USG sudah dilengkapi dengan perhitungan otomatis hingga dapat
menunjukkan umur kehamilan dan perkiraan berat badan janin. Hasil tersebut kemudian
akan dibandingkan dengan siklus haid pasien untuk memastikannya (Djuwantono,
2006).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai