Anda di halaman 1dari 24

Gangguan Ginjal Akut

Kristali*
NIM 10.2010.358
23 Oktober 2012
Pendahuluan
Gangguan ginjal akut ( acute kidney injury) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat biasanya dalam beberapa hari yang
menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen
urea darah sebanyak 10mg/dl/hari dalam beberapa hari. Ganguan ginjal akut

dapat

disebabkan akibat lanjut penyakit-penyakit ekstrarenal (pre dan post renal) dan intrarenal
( intrinsik ). Penelitian menemukan hampir 80% mempunyai kelainan histopatologi neukrosis
tubular. GGA dapat mungkin ditemukan dimasyarakat (community acquired acute renal
failure) dan selama perawatan dirumah sakit ( hospital acquired acute renal failure).
Pemahaman mengenai definisi, klasifikasi etiologi dan patogenesis, juga mengenal
perjalanan penyakit merupakan landasan utama untuk keberhasilan penatalaksaan rasional
sebagai upaya untuk menurunkan angka mortalitas yang tinggi. Ketidak mampuan atau
keterlambatan atau keterlambatan menentukan diagnosis dini sering berakhir dengan gagal
multi organ.
Dengan demikian diperlukan suatu cara berpikir baru yang bermanfaat bagi
pengertian mekanisme timbulnya GGA, klasifikasi yang seragam pentahapan dari GGA yang
berdampak pada pengobatan dan penelitian dari GGA.

___________________________________________________________________________
*Alamat Korespondensi :
Kristali, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat, 11510. E-mail: kristali_linneus@yahoo.co.id

Skenario 1.
Seorang laki-laki 60 tahun, datang dengan keluhan muntah 7x/hari dan diare 7x/hari
sejak 2 hari yang lalu. Muntah isi makanan dan air, BAB cair, tidak ada ampas, warna coklat,
tidak ada lendir dan darah. 3 minggu lalu pasien mengalami nyeri tenggorokan disertai
demam 7 hari. Riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu, tidak teratur
minum obat. Riwayat penyakit batu ginjal 3 tahun yang lalu.
Hasil pemeriksaan:
TB : 170cm, BB : 65 kg, Keadaan Umum : tampak sakit sedang, TD : 150/90 mmHg, N:
90x/menit, RR : 18x/menit, Suhu : 37,2 C, Thorak : Cor/Pulmo, dalam batas normal,
Abdomen : bising usus (+) meningkat,Nyeri tekan(-),Rectal touche : Traba prostat membesar
Pemeriksaan Lab.
Kreatinin Serum : 3,2 pemeriksaan lainnya sedang menunggu hasil
Anamnesis
Anamnesis merupakan cara untuk mendapatkan keterangan data klinis tentang
keadaan penyakit seorang pasien melalui Tanya-jawab lisan (verbal). Dalam hal ini
ditanyakan keluhan serta keterangan lain yang dialami atau dirasakan oleh pasien tersebut.
Perlu diketahui khususnya seorang pasien penyakit ginjal tidak selalu mempunyai keluhan
langsung pada ginjalnya, sehingga dalam hal ini pemeriksa harus tetap waspada terhadap
gejala-gejala yang mungkin pernah ada, dan usahakan agar keluhan yang disampaikan dapat
2,4

menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis .


Anamnesis terdiri atas:

1. Keluhan Utama, yang menimbulkan perasaan dan pikiran pada pasien sehingga
datang meminta pertolongan medis.
2. Keluhan Tambahan, keluhan penyerta yang dirasakan pasien baik yang berhubungan
dengan penyakitnya atau penyakit lain yang diderita.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat sosio-ekonomi
Dalam kasus ini dari hasil anamnesis yang menjadi keluhan utama adalah muntah
5x/hari dan diare 10x/hari sejak 2 hari yang lalu. Muntah isi makanan dan air, BAB cair, tidak
2

ada ampas, warna coklat, tidak ada lendir dan darah.juga diketahui pasien. Juga diketahui
pasien punya riwayat kencing manis/ diabetes melitus dan darah tinggi/hypertensi sejak 5
tahun yang lalu, tidak teratur minum obat. Riwayat penyakit batu ginjal 3 tahun yang lalu.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang paling pertama yang dapat kita lakukan adalah pemeriksaan
tanda vital, dari pemeriksaan tanda vital didapat hasil sebagai berikut:

Tekanan Darah : 150/90 mmhg


Frekuensi Nadi:90x/menit
Frekuensi Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 37,2 C

Palpasi
Meskipun pada keadaan normal ginjal tidak dapat teraba pada pemeriksaan palpasi,
namun kemahiran pemeriksaan palpasi untuk meraba ginjal yang membesar tetap merupakan
hal yang penting unruk membantu diagnosa.
Pemeriksaan ginjal kiri
Pemeriksa harus berdiri di sebelah kiri pasien, dan meletakkan tangan kanan anda
pada bagian bawah tubuh pasien sejajar dengan iga ke-12, dengan ujung jari menyentuh sudut
kosto-vertebra, dan angkat telapak tangan tadi ke atas untuk menggeser ginjal kiri ke arah
anterior. Letakkan telapak tangan kiri anda pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel dengan
otot rektus abdominis, dan mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat puncak
inspirasi, tekanlah dalam dan kuat dengan tangan kiri anda ke arah kuadran kiri atas, tepat di
bawah kosta, dan usahakan untuk menangkap ginjal kiri di antara kedua tangan anda.
Kemudian mintalah pasien untuk mengeluarkan nafas, dan perlahan-lahan lepaskan tekanan
tangan kiri anda, rasakan pergerakan ginjal kiri kembali ke tempatnya semula. Bila ginjal
tersebut teraba, uraikan bagaimana ukurannya, bentuk dan adakah rasa nyeri.
Pemeriksaan ginjal kanan
Untuk memeriksa ginjal kanan pemeriksa harus pindah ke sebelah kanan pasien. Dan
prosedur pemeriksaan berjalan seperti pemeriksaan ginjal kiri, ginjal kanan normal mungkin
3

teraba terutama pada pasien yang kurus dan pada wanita yang sangat relaks. Kadang-kadang
ginjal kanan terletak lebih anterior, dan harus dibedakan dari liver, dimana tepi liver teraba
lebih runcing, sedangkan tepi bawah ginjal teraba lebih bulat.
Sebab-sebab pembesaran ginjal misalnya : hidronefrosis, kista dan tumor ginjal,
sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik.
Adanya massa pada sisi kiri, mungkin disebabkan karena splenomegali hebat atau
pembesaran ginjal kiri.
Perkusi
untuk menemukan rasa nyeri pada ginjal dapat dilakukan pemeriksaan perkusi dengan
kepalan tangan, selain dengan cara palpasi di atas. Letakkan tangan kiri anda pada daerah
kostovertebral belakanga, lalu pukul dengan permukaan ulnar tinju tangan kanan anda.
Gunakan tenaga yang cukup untuk menimbulkan persepsi tapi tanpa menimbulkan rasa nyeri
pada pasien normal. Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksaan ini dapat disebabkan
oleh pyelonefritis, tapi juga dapat disebabkan hanya karena rasa nyeri otot.
Pemeriksaan kandung kemih
Kandung kemih biasanya tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik abdomen, orang
normal, baru bila kandung kemih membesar sampa di atas simpisis pubis, barulah dapat
teraba. Pada palpasi puncak kandung kemih yang membesar terasa licin dan bulat, carilah
tanda-tanda nyeri. Pada pemerikaan perkusi, carilah daerah pekak (dullness) dan sampai
berapa tinggi di atas simpisis pubis.
Pembesaran kandung kemih dapat disebabkan karena obstruksi jalan keluar air seni
yang dapat disebabkan oleh striktura uretra, hipertrofi prostat, juga dapat disebabkan karena
obat-obatan yang diberi, dan gangguan saraf seperti stroke, sklerosis multiple dll. Bila
terdapat rasa nyeri suprapubik dapat ditemukan pada infeksi kandung kemih.

2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Pengukuran kreatinin serum berulang dapat memberikan informasi penyebab GGA.


GGA prerenal ditandai dengan kadar berfluktuasi yang parallel dengan perubahan fungsi
hemodinamik. Kreatinin meningkat drastis (24 sampai 48 jam) pada pasien dengan GGA
akibat iskemik, atheroembolisasi, dan paparan kontras radiologik. Kadar kreatinin puncak
dapat terlihat setelah 3 sampai 5 hari pada nephropati kontras dan kembali pada kadar dasar
setelah 5 sampai 7 hari. Sebaliknya, pada GGA iskemik dan penyakit atheroembolic, kadar
kreatinin mencapai puncak setelah 7 sampai 10 hari. Peningkatan awal kreatinin serum
biasanya muncul setelah 2 minggu terapi aminoglikosida dan cisplatin dan kemungkinan
menunjukkan dibutuhkannya akumulasi zat ini dalam sel sebelum GFR menurun
Hyperkalenia, hyperphospatenia, hypocalcemia, dan peningkatan asam urat serum dan
kadar kreatinin kinase menunjukkan diagnosis rhabdomyolisis. Hyperuricemia [>890 umol/L
(>15 mg/dL)] yang berkaitan dengan hyperkalemia, hyperphosphatemia, dan peningkatan
kadar peredaran enzim intraseluler seperti laktat dehidrogenase mengindikasikan adanya
nephropaty urat akut dan tumor lysis syndromesetelah menjalani kemoterapi. Anion serum
dan osmolal gap yang luas (osmolalitas serum terukur dikurangi dengan osmolaltas serum
yang dihitung dari konsentrasi natrium, glukosa, dan ureum) mengindikasikan adanya anion
atau osmole yang tidak biasanya dalam sirkulasi dan merupakan tanda dari keracunan
ethylene glycol atau methanol. Anemia berat tanpa disertai perdarahan meningkatkan
kemungkinan adanya hemolisis, multiple myeloma, atau microangiopathi trombotik.
Eosinofilia sistemik menandakan adanya nephritis interstitial allergic dan juga tanda penyakit
atheroembolic dan polyangiitis nodosa.
Radiologi
Pencitraan saluran kemih dengan USG sangat berguna menyingkirkan diagnosis GGA
postrenal. CT-Scan dan MRI merupakan modalitas alternative yang dapat digunakan. Dimana
dilatasi pelvicaliceal sering terjadi pada obstruksi saluran kemih (~98% sensitivitas), dilatasi
dapat tidak ditemukan pada permulaan obstruksi dan pada penekanan diluar sistem ureter
(missal pada fibrosis retriperitoneal dan neoplasia). Retrograde pyelography adalah
investigasi yang lebih definitive pada kasus yang kompleks dan memberikan lokalisasi
spesifik lokasi obstruksi. Foto polos abdomen, dengan tomography jika perlu, adalah teknik
skrining awal pada pasien yang dicurigai mempunyai batu saluran kemih. USG Doppler dan
magnetic resonance angiography berguna untuk menilai keadaan arteri dan vena ginjal pada

pasien yang dicurigai adanya obstruksi vaskulet, bagaimanapun angiographi dengan kontras
biasanya dibutuhkan untuk diagnosis definitif.
Biopsi
Biopsi hanya dilakukan pada keadaan dimana kemungkinan diagnosis GGA postrenal
dan prerenal telah disingkirkan dan penyebab dari GGA renal belum diketahui. Biopsi ginjal
penting pada saat pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan diagnosis
selain trauma iskemik atau nephrotoksik yang kemudian dapat menjadi pedoman terapi
khusus untuk penyakit tersebut. Misalnya glomerulonephritis, vasculitis, sindrom hemolitikuremik, purpura thrombotik thrombositopenia, dan interstitial nephritis allergic.
1. Working diagnosis
Gagal Ginjal Akut
Terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain, mata sembab,
edema tungkai, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, oliguria, kencing merah
atau darah (hematuria), sering kencing.
Epidemiologi
Gagal ginjal akut lebih sering terjadi tetapi insidennya tergantung dari defenisi yang
digunakan dan dalam penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika, terdapat 172
kasus gagal ginjal akut berat (konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500 mikromol/L) dalam
per juta orang dewasa setiap tahun, dengan 22 kasus per juta yang mendapat dialysis akut.
Gagal ginjal akut lebih sering terjadi pada umur tua. Gagal ginjal akut prerenal dan nekrosis
tubular akut iskemik terjadi bersamaan sekitar 75% pada kasus gagal ginjal akut.
Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal
(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi
akut). 1

Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :

Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare,


asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3%

neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.


Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium,

tamponade jantung, dan emboli paru.


Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septik, anafilaksis dan cedera, dan pemberian

obat antihipertensi.
Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan
obat anastesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi
pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme,

trombosis, dan vaskulitis.


Pada wanita hamil disebabkan oleh perlengketan plasenta dan perdarahan postpartum
yang biasanya terjadi pada trimester 3.

Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) disebabkan oleh :

Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,
vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis

ginjal, dan toksemia kehamilan.


Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,
proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, dan

vaskulitis.
Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin,
siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras
radiografik,

logam

mioglobulinuria,

berat,

hemolisis

hidrokarbon,
dengan

anaestetik),

rabdomiolisis

dengan

hemoglobulinuria,

hiperkalsemia,

protein

mieloma, nefropati rantai ringan,


Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,
rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,
leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif
(leukemia, limfoma, sarkoidosis).

Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :

Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura
bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan
bola jamur bilateral.
7

Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker
kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih neurogenik.

Patofisiologi
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula
Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Dalam keadaan
normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu
mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini
adalah :

Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen


Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta
perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi
arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi
ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu
lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent
mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan
air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi
kerusakan struktural dari ginjal.4
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat
seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi
pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung.

Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan keadaan yang merupakan
resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler),
penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus
yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis.4
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandinE2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20%
dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor
pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.4

Gambar 2. Batu pada ginjal


Diunduh dari www.wikipedia.com
9

Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan gagal ginjal akut adalah mencegah terjadinya
kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya
sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan
post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan curah
jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut
pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik,
memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat
badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan
volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid
sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obatobat yang mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa
diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada
GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan
kalium.1

Terapi khusus gagal ginjal akut


Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume,
asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi dilakukannya dialisa
adalah :

Oligouria : produksi urine < 2000 ml dalam 12 jam


Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
Asidemia : pH < 7,0
Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
10

Hipertermia
Keracunan obat

Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut :

Energy 2030 kcal/kgBW/d


Carbohydrates 35 (max. 7) g/kgBW/d
Fat 0.81.2 (max. 1.5) g/kgBW/d
Protein (essential dan non-essential amino acids)
Terapi konservatif 0.60.8 (max. 1.0) g/kgBW/d
Extracorporeal therapy 1.01.5 g/kgBW/d
CCRT, in hypercatabolism Up to maximum 1.7g/kgBW/d
Gagal ginjal akut post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi

misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan
yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.7

Komplikasi

Pengobatan

Kelebihan volume intravaskuler

Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)


Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan

Hiponatremia
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia

hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari
diuretic hemat kalium
Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >
15 mmol/L, pH >7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml

Nutrisi

larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan
klinik lama atau katabolik
Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
Pencegahan Primer
11

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari
berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya gagal ginjal akut, antara lain :1

Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan

olahraga teratur.
Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus
dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat

dikurangi.
Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada

trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.


Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang

akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.


Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring fungsi

ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini
suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko terkena
gagal ginjal akut. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit gagal
ginjal akut. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan gagal
ginjal akut seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus
segera diatasi. Gagal ginjal akut prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu
timbulnya gagal ginjal akut renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita
gagal ginjal akut prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh,
untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena
gagal ginjal renal.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus gagal ginjal akut yang
sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari.
12

Maka untuk mencegah terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau
dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan
produk buangan metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah
terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan
pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu
diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada
gagal ginjal oligurik. Penyakit gagal ginjal akut jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya
besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan
memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap
melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika
ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati.
Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai,
perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),
jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya
sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.
Hipertensi
Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM) dimana diperkirakan
prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati
tekanan darah tinggi. Merokok adalah faktor risiko utama untuk mobilitas dan mortalitas
Kardiovaskuler.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya
4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50%
diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk
menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan
90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan
yang terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah
peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan
13

menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok, stres dan
lain-lain.1
Pada lebih dari 90% kasus tidak ditemukan penyebab tertentu dan hipertensi tersebut
dikenal sebagai hipertensi esensial. Etiologinya mungkin multifaktorial. Patogenesis pasti
tampaknya sangat kompleks dengan interaksi berbagai variable, mungkin pula predisposisi
genetik. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya bertambahnya usia, stress, kebiasaan
merokok, asupan garam berlebihan, obesitas, asupan alkohol berlebihan.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya
bersifat

non-spesifik,

misalnya

sakit

kepala

atau

pusing.

Pada tahap awal, hipertensi diduga ditandai oleh peningkatan curah jantung dengan resistensi
perifer yang normal. Dengan berkembangnya hipertensi, resistensi perifer meningkat dan
curah jantung kembali normal. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien
hipertensi adalah:
Jantung
Otak
Penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer
Retinopati
Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrhophy/LVH) mungkin timbul bahkan
pada hipertensi ringan, dan berhubungan dengan meningkatnya risiko disfungsi jantung,
aterosklerosis, aritmia, dan kematian mendadak.4,5
Penatalaksanaan pasien hipertensi adalah agar tercapainya penurunan tekanan darah
<140/90> 140 mmHg) atau hipertensi maligna (disertai edema papil) harus diobati dirumah
sakit. Tekanan darah harus diturunkan bertahap dengan beta blocker oral atau bloker kanal
kalsium.7
Pencegahan hipertensi secara sederhana dapat dilakukan dengan Olahraga yang
cukup, olahraga yang dapat dilakukan contohnya seperti jogging, aerobik, dan olahraga
ringan lainnya. Selain dapat memperlancar peredaran darah, olahraga dapat pula membakar
lemak sehingga tidak kelebihan berat badan. Tidak merokok, menghentikan merokok secara
total mungkin sulit dilakukan, tetapi peluang untuk kembali merokok lebih kecil jika
dibanding dengan cara mengurangi perlahan-lahan. Suksesnya seseorang untuk berhenti
merokok tergantung pada niat dari dalam diri perokok itu sendiri. Tidak minum minuman
14

beralkohol, hipertensi dapat dihindari dengan tidak mengkonsumsi alkohol. Minuman


beralkohol banyak macamnya, baik yang dibuat oleh pabrik maupun tradisional. Semuanya
akan membahayakan bagi penderita hipertensi. Oleh karena itu hindarilah minum minuman
beralkohol. Mengatur pola makan dengan baik, seperti diet rendah garam dan rendah
kolesterol. Cukup istirahat dan tidak stress, istirahat dapat mengurangi ketegangan dan
kelelahan otot bekerja sehingga mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran. Oleh karena
tekanan darah dapat meningkat jika orang sedang stress, maka hindarkanlah kegiatan atau
tempat yang dapat menyebabkan stress. Berekreasilah ke tempat-tempat sejuk agar dapat
mengurangi stress.
Diabetes Melitus
Dalam anamnesis akan ditemukan beberapa keluhan khas diabetes mellitus, yaitu
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dilelaskan
penyebabnya. Ada juga keluhan diabates yang tidak khas seperti, lemah, kesemutan, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.1,2
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi antropometri (tinggi badan, berat badan,
lingkar pinggang), tekanan darah, tanda neuropati seperti mata ( visus, lensa mata dan
retina ), gigi dan mulut, keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), serta pemeriksaan kulit
dan kuku.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk
DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat
keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi > 4000 gr, riwayat DM pada
kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat diikuti dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Cara pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah :

Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.


Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
Perikasa glukosa darah puasa.
Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam

waktu 5 menit.
Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak merokok.

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >
200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan glukosa
15

darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal.1
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis
yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis
yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang
dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak
yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita diabetes
mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka
mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.1,9
Penyakit kencing manis pada umumnya disebabkan oleh konsumsi makanan yang
tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obat tertentu.
Diabetes Mellitus Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).9
Diabetes Mellitus Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
16

insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun
terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur.9
Penderita diabetes

tipe 1 umumnya

menjalani

pengobatan

terapi

insulin

(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah
dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet). Pada
penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan
pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah
menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan
berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet
akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak
mengatasi pengontrolan kadar gula darah.7,9
2. Diagnosis banding
Chronic Kidney Disease
Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus. Dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda
kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan
radiologis. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan
jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama lebih dari 3 bulan.

17

Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD) meliputi suatu proses


patofisiologis dengan etiologi yang beragam yang berhubungan kelainan fungsi ginjal dan
penurunan progresif GFR.
Stadium
Risiko meningkat
Stadium 1

Fungsi Ginjal

Laju

Filtrasi

Glomerulus

Normal
Normal/meningkat

(mL/menit/1,73m2)
> 90, terdapat faktor risiko
> 90, terdapat kerusakan
ginjal, proteinuria menetap,
kelainan

sedimen

urin,

kelainan kimia darah dan urin,


kelainan
Stadium 2
Penurunan ringan
Stadium 3
Penurunan sedang
Stadium 4
Penurunan berat
Stadium 5
Gagal ginjal
Tabel 3. Klasifikasi gagal ginjal kronik

pada

pemeriksaan

radiologi.
60 89
30 59
15 29
< 15

Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah nephron
yang signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah end-stage renal
disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi zat toksin, air, dan
elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga terjadi sindrom uremikum.
Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sehingga diperlukan
pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui terapi penggantian ginjal, dapat berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.1
Etiologi
Di amerika serikat penyebab tersering CKD adalah nefropati diabetikum, yang
merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan
penyebab tersering CKD pada usia tua, dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal sebagai
akibat penyakit vaskular mikro dan makro ginjal. Nefrosklerosis progresif terjadi dengan cara
yang sama seperti pada penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular. Berikut tabel
4 merupakan etiologi yang dapat menyebabkan CKD.
Penyakit vaskular

Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli, nephrosclerosis


hipertensi, thrombosis vena renalis
18

Penyakit glomerulus primer

Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan segmental


glomerulosclerosis

(FSGS),

minimal

change

disease,

membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly progressive


Penyakit glomerulus sekunder

(crescentic) glomerulonephritis
Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis,

scleroderma,

granulomatosis,
endocarditis,

Goodpasture

syndrome,

postinfectious
hepatitis

and

Wegener

glomerulonephritis,
C,

syphilis,

human

immunodeficiency virus (HIV), parasitic infection, pemakaian


heroin,

gold,

penicillamine,

amyloidosis,

neoplasia,

thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), hemolyticuremic syndrome (HUS), Henoch-Schnlein purpura, Alport
Penyakit tubulo-interstitial

syndrome, reflux nephropathy


Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri,
parasit),

Sjgren

syndrome,

hypokalemia

kronik,

hypercalcemia kronik, sarcoidosis, multiple myeloma cast


nephropathy, heavy metals, radiation nephritis, polycystic
Obstruksi saluran kemih

kidneys, cystinosis
Urolithiasis,
benign

prostatic

hypertrophy,

tumors,

retroperitoneal fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder


tabel 4. Etiologi cronic kidney disease
Patogenesis
Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan yaitu, merupakan
mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan selanjutnya
seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonephritis, atau pajanan zat
toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium dan juga merupakan mekanisme
kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nephron yang tersisa.5
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi
adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
19

progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis reninangiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.5
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%
akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.5
Faktor risiko gagal ginjal kronik
Sangatlah penting untuk mengetahui faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD,
sekalipun pada individu dengan GFR yangnormal. Faktor risiko CKD meliputi hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasma, usia lanjut, keturunan
afrika, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal ginjal akut, penggunaan obatobatan jangka panjang, berat badan lahir rendah, dan adanya proteinuria, kelainan sedimen
urin, infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu saluran kemih atau kelainan struktural saluran
kemih. Keadaan status sosioekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan
faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD

20

Nefrolithiasis
Dilaksanakan dengan cara bertanya atau mendapatkan informasi dari pasien itu sendiri,
beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan untuk mendukung diagnosis pada skenario ini
adalah :

Di lokasi mana saja, pasien merasakan nyeri?


Lokasi nyeri khas pada ginjal adalah di daerah CVA(Costo Vertebra Angle)

Apa saja faktor pemberat nyeri dan onsetnya?


Untuk membantu menegakkan diagnosis.

Apakah pasien ketika berkemih urinnya bewarna merah seperti darah?


membantu menegakkan diagnosis.

Apakah pasien pernah mengalami keluhan utama seperti ini sebelumnya?


membantu menegakkan diagnosis.

Apakah pasien pernah merasa seperti kencing berpasir?


membantu menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ginjal patologis secara umum:

Inspeksi

Palpasi : Untuk mengetahui apakah ada pembesaran

: Melihat adanya bekas pembedahan.

ginjal. Normalnya tidka etraba kecuali pad aorang yang


sangat kurus, ginjal kanan kutub bawah akan teraba. Tes
balotement. Selain itu juga dilakukan perabaan supra
simfisis untuk mengetahui apakah terdapat perabaan
batu dan kandung kemih yang terasa nyeri.1

Perkusi

: Dilakukan pengetukan di daerah CVA.

Untuk mengetahui ada nyeri atau tidak.


21

Gambar 1. Letak Batu Ginjal.


Pemeriksaan penunjang
1. Computed tomography (CT)
CT helikal tanpa kontras adalah teknik pencitraan yang dianjurkan pada pasien yang
diduga menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
teknik pencitraan lainnya, antara lain: tidak memerlukan material radiokontras, dapat
memperlihatkan bagian distal ureter, dapat mendeteksi batu radiolusen (seperti batu asam
urat), batu radio-opaque, dan batu kecil sebesar 1-2 mm, dan dapat mendeteksi hidronefrosis
dan kelainan ginjal dan intra-abdomen selain batu yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
pada pasien. Pada penelitian yang dilakukan terhadap 100 pasien yang datang ke UGD
dengan nyeri pinggang, CT helikal memiliki sensitivitas 98%, spesifisitas 100%, dan nilai
prediktif negatif 97% untuk diagnosis batu ureter.
2. Ultrasonografi ginjal
Ultrasonografi memiliki kelebihan karena tidak menggunakan radiasi, tetapi teknik ini
kurang sensitif dalam mendeteksi batu dan hanya bisa memperlihatkan ginjal dan ureter
proksimal. Penelitian retrospektif pada 123 pasien menunjukkan bahwa, dibandingkan
dengan CT Helikal sebagai gold standard, ultrasonografi memiliki sensitivitas 24% dan
spesifisitas 90%. Batu dengan diameter lebih kecil dari 3 mm juga sering terlewatkan dengan
ultrasonografi.

22

Radiografi Konvensional (kidney-ureter-bladder view) tidak cukup untuk menegakkan


diagnosis karena tidak memperlihatkan batu pada ginjal atau ureter (walaupun batu radioopaque kecil) dan tidak memberikan informasi mengenai kemungkinan adanya obstruksi.11-13
3. Intravenous pyelography (IVP)
Intravenous pyelography (IVP) memiliki sedikit keuntungan pada nefrolitiasis,
meningkatkan risiko pasien terhadap infusi radiokontras dan gagal ginjal akut akibat kontras,
dan memberikan hanya sedikit informasi dibandingkan CT helikal tanpa kontras.
4. Renogram
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukkan faal kedua ginjal secara terpisah pada batu
ginjal bilateral atau bila ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang
masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tundak bedah pada
ginjal yang sakit.
5. Urogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batu radiolusen sebagai defek pengisian (filling)
(batu asam uran, xantin, 2-8-dihidroksiadenin ammonium urat). Selain itu dapat
menunjukkan lokasi dalam sisitim kolektikus serta menunjukkan kelainan anatomis.
6. Uji laboratorium
Uji kimia darah dan urine 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat,
kreatinin, natrium, pH, dan volume total merupkan bagian dari upaya diagnostik. Riwayat
diet dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan untuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada pasien. pH dibawah 7,5
merupakan lithiasis karena infeksi dan pH di bawah 5,5 merupakan lithiasis karena asam urat.
Pemeriksaan sedimen urin adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu.
Kultur urine untuk menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Faal ginjal (Ureum, Creatinin) mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal dan
untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP.
Pemeriksaan mikroskopik urin melihat hematuria dan kristal.
23

Kesimpulan
Penyakit ginjal adalah penyakit yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Fungsi
ginjal yang menjadi pusat kehidupan tubuh harus dijaga sebaik mungkin. Apabila terdapat
kelainan atau gejala klinis yang dirasakan mengarah pada ginjal, segera datang ke rumah
sakit untuk mengetahui masalah pasti yang sedang terjadi agar prognosis yang didapatkan
lebih baik. Perlu juga dipantau apabila terdapat riwayat-riwayat penyakit tertentu yang
menjadi faktor resiko terjadinya gagal ginjal. Penanganan dini dapat membantu untuk
mencapai baiknya prognosis
Daftar Pustaka
1. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. 2010. Jakarta : Interna Publishing
2. Bickley S. Lynn. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates 5 th edition.
2008. Jakarta : EGC
3. Staf pengajar fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. 2006. Jakarta : Binapura Aksara
4. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit
6th ed. 2006. Jakarta : EGC
5. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. 2007. Jakarta :
EGC
6. Greenberg I. Michael. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. 2007. Jakarta : Penerbit
Erlangga
7. Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Farmakologi dan Terapi. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. Sjamsuhidajat R, Jong de Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd edition. 2005. Jakarta : EGC
9. Sulaiman Ali H, Akbar Nurul H, Lesmana A. Laurentius, Noer Sjaifoellah H. M. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Hati 1st ed. 2007. Jakarta : Jayabadi.

24

Anda mungkin juga menyukai