Anda di halaman 1dari 5

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT TERHADAP

KESEHATAN
(1)

Mufidah Dwi Suci Ningsih Jurusan Biologi FMIPA, Pekanbaru 1303122064,


mufidahdwisuciningsih@yahoo.com

Abstrak-Kebakaran hutan di Riau sebagian


besar terjadi dikawasan hutan rawa gambut
yang bertujuan untuk pembukaan lahan untuk
perkebunan maupun HTI. Kebakaran ini
menyebabkan pekatnya kabut asap yang
menyelimuti daerah Riau. Asap mengandung
Particulate Matter yang sudah mencapai level
berbahaya karena mengandung PM-10 yang
dapat masuk kedalam organ tubuh dan
menyebabkan
penyakit.
Perlu
adanya
penegakan hukum (UU) yang tegas agar adanya
efek jera dan bencana ini tidak berkelanjutan.
Kata Kunci : Undang-Undang, Kabut asap,
Kesehatan, Particulate Matter
Provinsi Riau adalah salah satu dari
delapan Propinsi di Sumatera yang terletak di
bagian timur yang sebagian besar merupakan
daratan rendah. Dari luas daratan Propinsi Riau
9.4 juta ha, sekitar 40% (3.9 juta ha) diantaranya
merupakan dataran rendah yang bergambut dan
sebagian diantaranya dipengaruhi oleh pasang
surut. Eksploitasi sumberdaya hutan secara
besar-besaran pada dua decade terakhir di
Propinsi Riau telah mengubah tat guna dari
kawasan hutan yang utuh menjadi kawasan
perkebunan dan transmigrasi, terutama di lahan
kering dan pasang surut dengan luas mencapai
lebih dari 2 juta ha. Dengan semakin terbatasnya
lahan kering, dalam 5 tahun terakhir, investor di
bidang perkebunan dan HTI mulai mengarah ke
lahan basah/bergambut (Darjono 2012)
Hutan rawa gambut merupakan
hutan rawa yang terbentuk dari sisasisa hewan dan tumbuhan yang
proses penguraianya sangat lambat
sehingga tanah gambut memiliki
kadungan bahan organik yang sangat
tinggi. Gambut terbentuk tatkala
bagian-bagian tumbuhan yang luruh
terhambat pembusukannya, biasanya

di
lahan-lahan berawa,
karena
kadar keasaman yang
tinggi
atau
kondisi anaerob di perairan setempat.
Tidak mengherankan jika sebagian
besar tanah gambut tersusun dari
serpih
dan
kepingan
sisa
tumbuhan, daun, ranting, pepagan,
bahkan kayu-kayu besar, yang belum
sepenuhnya
membusuk.
Kadangkadang
ditemukan
pula,
karena
ketiadaan
oksigen
bersifat
menghambat dekomposisi,
sisa-sisa
bangkaibinatang dan serangga yang
turut terawetkan di dalam lapisanlapisan gambut (Anonim 2015)
Lazimnya di dunia, disebut
sebagai gambut apabila kandungan
bahan organik dalam tanah melebihi
30%; akan tetapi hutan-hutan rawa
gambut di Indonesia umumnya
mempunyai kandungan melebihi 65%
dan kedalamannya melebihi dari
50cm. Tanah dengan kandungan
bahan organik antara 3565% juga
biasa
disebut muck.
Pertambahan
lapisan-lapisan gambut dan derajat
pembusukan (humifikasi) terutama
bergantung pada komposisi gambut
dan intensitas penggenangan. Gambut
yang terbentuk pada kondisi yang
teramat
basah
akan
kurang
terdekomposisi, dan dengan demikian
akumulasinya
tergolong
cepat,
dibandingkan dengan gambut yang
terbentuk di lahan-lahan yang lebih
kering. Sifat-sifat ini memungkinkan
para klimatologmenggunakan gambut
sebagai indikator perubahan iklim
pada masa lampau. Demikian pula,
melalui analisis terhadap komposisi
gambut, terutama tipe dan jumlah
penyusun bahan organiknya, para

ahli arkeologi dapat


merekonstruksi
gambaran ekologi pada masa purba
(Anonim 2015)
Gambut lunak dan mudah untuk
ditekan. Bila ditekan , kandungan air
dalam gambut bisa dipaksa untuk
keluar. Bila dikeringkan, gambut
sangat
mudah
terbakar.
Definisi
Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No.
195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan dimana
hutan dilanda api sehingga mengakibatkan
kerusakan hutan dan hasil hutan yang
menimbulkan
kerugian
ekonomi
dan
lingkungannya. Kebakaran hutan merupakan
salah satu dampak dari semakin tingginya
tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan.
Dampak yang berkaitan dengan
kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup,
seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna,
tanah, dan air. Kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun
frekwensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda.
Dampak negatif pada lingkungan fisik antara
lain meliputi penurunan kualitas udara akibat
kepekatan asap yang memperpendek jarak
pandang sehingga mengganggu transportasi,
mengubah sifat fisika-kimia dan biologi tanah,
mengubah iklim mikro akibat hilangnya
tumbuhan, bahkan dari segi lingkungan global
ikut memberikan andil terjadinya efek rumah
kaca. Dampak pada lingkungan hayati antara
lain
meliputi
menurunnya
tingkat
keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi
alami, terganggunya produksi bahan organik dan
proses dekomposisi.
Dampak pada kesehatan yaitu timbulnya
asap yang mengganggu kesehatan masyarakat
terutama masyarakat miskin, lanjut usia, ibu
hamil dan anak balita seperti infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), asma bronkial,
bronkitis, pneumonia, iritasi mata dan kulit.
Dampak
sosial
yaitu
hilangnya
mata
pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan
masyarakat lokal (Kantor Meneg L.H., 1998).

Asap merupakan perpaduan atau


campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi
di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia
organik, nitrogen oksida dan mineral. Ribuan
komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri
dalam asap. Materi partikulat atau Particulate
Matter (PM) merupakan bagian penting dalam
asap kebakaran untuk pajanan jangka pendek
(jam atau mingguan). Materi partikulat adalah
partikel tersuspensi, yang merupakan campuran
partikel solid dan droplet cair. Karakteristik dan
pengaruh potensial materi partikulat terhadap
kesehatan tergantung pada sumber, musim, dan
keadaan cuaca. Materi partikulat dibagi menjadi:
Ukuran lebih dari 10 mm biasanya tidak
sampai ke paru; dapat mengiritasi mata,
hidung dan tenggorokan.
Partikel kurang atau sama dengan 10 mm;
dapat terinhalasi sampai ke paru.
Partikel kasar (coarse particles) berukuran
2,5 10 mm.
Partikel halus (fine particles) berdiameter
kurang dari 2,5 mm.
Partikel asap cenderung sangat kecil
dengan ukuran hampir sama dengan panjang
gelombang cahaya yang terlihat atau 0,4- 0,7
mm. Partikel asap tersebut hampir sama dengan
fraksi partikel PM2,5 sehingga dapat menyebar
dalam cahaya dan mengganggu jarak pandang.
Partikel halus dapat terinhalasi ke dalam paru
sehingga lebih berisiko mengganggu kesehatan
dibandingkan partikel lebih besar. Polutan lain
yang berbahaya adalah karbon monoksida yang
tidak berwarna, tidak berbau, yang dihasilkan
dari pembakaran kayu atau material organik
yang tidak sempurna. Kadar tertinggi karbon
monoksida adalah saat smoldering, khususnya
dekat api. Polutan udara lain yang dapat
mengiritasi saluran pernapasan yaitu akrolein,
formaldehid, dan benzena - karsinogen dalam
jumlah lebih rendah dibandingkan materi
partikulat dan karbon monoksida,
Penurunan kualitas udara sampai taraf
membahayakan kesehatan dapat menimbulkan

dan meningkatkan penyakit saluran napas


seperti infeksi saluran napas akut (ISPA).
Penderita ISPA di daerah bencana asap
meningkat 1,8 3,8 kali dibandingkan jumlah
penderita ISPA pada periode sama tahun-tahun
sebelumnya.8,10 Pada saat kebakaran hutan
tahun lalu, kualitas udara sudah pada tahap
membahayakan kesehatan dengan kadar debu
>1.490 g/m3 (batas yang diperkenankan 230
g/m3). Inhalasi merupakan satu-satunya jalur
pajanan yang menjadi perhatian kesehatan.
Pengaruh materi partikulat bentuk padat maupun
cair di udara sangat tergantung pada ukurannya.
Ukuran materi partikulat yang membahayakan
kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 10
m. Partikulat 5 m dapat langsung masuk ke
dalam paru dan mengendap di alveoli. Partikulat
>5 m juga berbahaya karena partikulat dapat
menganggu saluran pernapasan bagian atas dan
dapat menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan
bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergis
dengan gas SO2 di udara.13 Kondisi kronik
terpajan polusi udara beracun dengan
konsentrasi tinggi sedikit meningkatkan risiko
kanker.

Bagian
Pulmonologi
FKUI/RS
Persahabatan dan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) cabang Jakarta yang
berkunjung ke Palembang pada awal Oktober
1997 menemukan dari 158 orang yang
sebelumnya sehat, 128 orang (81%) mengeluh
batukbatuk, 38 orang (24,1%) mengeluh sesak
napas, 30 orang (19%) mengeluh batuk berdahak
dan 14 orang (8,9%) mengeluh nyeri dada. Dari
54 orang yang memiliki riwayat penyakit paru,
45 orang (83,3%) mengeluh batuk-batuk, 36
orang (66,7%) mengeluh berdahak dan 2 orang
(3,7%) mengeluh nyeri dada (Anonim 2012)
Sebagaimana dijelaskan dalam undangundang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan
pasal 50 huruf d, "setiap orang dilarang
membakar hutan". Pasal 78 ayat 3 ancaman
pidana penjara paling lama 15 tahun dengan
denda paling banyak 5 miliar rupiah. Pasal 78
ayat 4 ancaman pidana penjara paling lama 5
tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar
rupiah. Selain itu, beberapa ancaman lain bagi
pembakar lahan ada di UU no 18 tahun 2004
tentang perkebunan pasal 48 ayat 1 "bila dengan
sengaja membuka dan atau mengolah lahan
dengan cara pembakaran yang berakibat
terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi
lingkungan hidup, diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling
banyak 10 miliar rupiah. UU no 32 tahun 2009
tentang
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup, pasal 108 "melakukan
pembakaran lahan dengan cara membakar,

diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun


dan paling lama 10 tahun dan denda paling
sedikit 3 miliar rupiah paling banyak 10 miliar
rupiah. Serta KHUP pasal 187 "dengan sengaja
pembakaran, diancam pidana penjara 12 tahun".
"Larangan membakar hutan dan lahan ini
sebenarnya telah disampaikan Kapolda Riau Drs
Condro Kirono MM MHum dalam selembar
maklumat dengan nomor: MAK/1/III/2014
tentang larangan membakar lahan (Anonim
2015). Tentunya dengan semua pidana ini
seharusnya ditegakkan, agar menimbulkan efek
jera pada para pelaku dan bencana ini tidak
berkelanjutan.

REFERENSI
https://id.wikipedia.org/wiki/Gambut 2015
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 1998. Kebakaran Hutan dan
Lahan di Indonesia (Dampak, Faktor dan Evaluasi) Jilid 1. Jakarta
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_189Dampak%20Asap%20Kebakaran%20Hutan
%20pada%20Pernapasan.pdf 2012

http://www.goriau.com/berita/kep-meranti/ingat-pelakupembakaran-hutan-dan-lahan-dikenakan-pasal-berlapis.html 2015

Anda mungkin juga menyukai