KESEHATAN
(1)
di
lahan-lahan berawa,
karena
kadar keasaman yang
tinggi
atau
kondisi anaerob di perairan setempat.
Tidak mengherankan jika sebagian
besar tanah gambut tersusun dari
serpih
dan
kepingan
sisa
tumbuhan, daun, ranting, pepagan,
bahkan kayu-kayu besar, yang belum
sepenuhnya
membusuk.
Kadangkadang
ditemukan
pula,
karena
ketiadaan
oksigen
bersifat
menghambat dekomposisi,
sisa-sisa
bangkaibinatang dan serangga yang
turut terawetkan di dalam lapisanlapisan gambut (Anonim 2015)
Lazimnya di dunia, disebut
sebagai gambut apabila kandungan
bahan organik dalam tanah melebihi
30%; akan tetapi hutan-hutan rawa
gambut di Indonesia umumnya
mempunyai kandungan melebihi 65%
dan kedalamannya melebihi dari
50cm. Tanah dengan kandungan
bahan organik antara 3565% juga
biasa
disebut muck.
Pertambahan
lapisan-lapisan gambut dan derajat
pembusukan (humifikasi) terutama
bergantung pada komposisi gambut
dan intensitas penggenangan. Gambut
yang terbentuk pada kondisi yang
teramat
basah
akan
kurang
terdekomposisi, dan dengan demikian
akumulasinya
tergolong
cepat,
dibandingkan dengan gambut yang
terbentuk di lahan-lahan yang lebih
kering. Sifat-sifat ini memungkinkan
para klimatologmenggunakan gambut
sebagai indikator perubahan iklim
pada masa lampau. Demikian pula,
melalui analisis terhadap komposisi
gambut, terutama tipe dan jumlah
penyusun bahan organiknya, para
Bagian
Pulmonologi
FKUI/RS
Persahabatan dan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) cabang Jakarta yang
berkunjung ke Palembang pada awal Oktober
1997 menemukan dari 158 orang yang
sebelumnya sehat, 128 orang (81%) mengeluh
batukbatuk, 38 orang (24,1%) mengeluh sesak
napas, 30 orang (19%) mengeluh batuk berdahak
dan 14 orang (8,9%) mengeluh nyeri dada. Dari
54 orang yang memiliki riwayat penyakit paru,
45 orang (83,3%) mengeluh batuk-batuk, 36
orang (66,7%) mengeluh berdahak dan 2 orang
(3,7%) mengeluh nyeri dada (Anonim 2012)
Sebagaimana dijelaskan dalam undangundang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan
pasal 50 huruf d, "setiap orang dilarang
membakar hutan". Pasal 78 ayat 3 ancaman
pidana penjara paling lama 15 tahun dengan
denda paling banyak 5 miliar rupiah. Pasal 78
ayat 4 ancaman pidana penjara paling lama 5
tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar
rupiah. Selain itu, beberapa ancaman lain bagi
pembakar lahan ada di UU no 18 tahun 2004
tentang perkebunan pasal 48 ayat 1 "bila dengan
sengaja membuka dan atau mengolah lahan
dengan cara pembakaran yang berakibat
terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi
lingkungan hidup, diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling
banyak 10 miliar rupiah. UU no 32 tahun 2009
tentang
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup, pasal 108 "melakukan
pembakaran lahan dengan cara membakar,
REFERENSI
https://id.wikipedia.org/wiki/Gambut 2015
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 1998. Kebakaran Hutan dan
Lahan di Indonesia (Dampak, Faktor dan Evaluasi) Jilid 1. Jakarta
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_189Dampak%20Asap%20Kebakaran%20Hutan
%20pada%20Pernapasan.pdf 2012
http://www.goriau.com/berita/kep-meranti/ingat-pelakupembakaran-hutan-dan-lahan-dikenakan-pasal-berlapis.html 2015