Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian perilaku
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo, 2007 mengemukakan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
tanggapan dan respons. Ia membedakan adanya dua respons, yaitu pertama
Respondent respons atau flexive respons, ialah respons yang ditimbulkan
oleh rangsangan rangsangan tertentu. Perangsangan perangsangan yang
semacam ini disebut eliciting stimulasi, karena menimbulkan respons
respons yang relatif tetap dan respondent respons (respondent behaviour)
ini mencakup juga emosi respons atau emotional behaviour. Emotional
respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakan organisme yang
bersangkutan. Yang kedua operant respons atau instrumental respons,
adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang
tertentu. Perangsang seperti ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsangan perangsangan tersebut memperkuat respons yang
telah dilakukan oleh organisme.
Bentuk perilaku secara operasional perilaku dapat diartikan suatu
respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
objek tertentu. Respon ini berbentuk dua macam, yaitu pertama bentuk
pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, dalam hal ini adalah
seorang ibu peserta KB aktif ingin menggunakan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) meskipun ibu tersebut tidak menggunakan MKJP.

10

Perilaku ibu tersebut masih terselubung (covert behaviour). Yang kedua


yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Dalam
hal ini adalah ibu (peserta KB aktif) tersebut telah menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Oleh karena perilaku ibu ini sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behaviour.
2.1.2

Kontrasepsi
2.1.2.1 Pengertian kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra , artinya melawan
dan konsepsi , artinya pembuahan. Jadi, kontrasepsi berarti
mencegah bertemunya sperma dan ovum, sehingga tidak terjadi
pembuahan

yang

mengakibatkan

kehamilan

(Irianto,2013).

Kontrasepsi adalah pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel


sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang
telah dibuahi ke dinding rahim. (Mulyani, 2013). Kontrasepsi
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk
pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai
mahluk seksual (BKKBN, 2011). Kontrasepsi berasal dari kata
Kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi
adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan, maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah

terjadinya

kehamilan

sebagai

akibat

pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma tersebut


(BKKBN, 2014).
2.1.3

Macam macam metode kontrasepsi


2.1.3.1 Metode Sederhana

11

Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dengan senggama


terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan
alat/obat salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan
kondom, diafragma dan spermisida.
2.1.3.2 Metode Modern/Efektif
Terdapat tiga metode modern yaitu kontrasepsi hormonal
(pil, suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim/AKDR), kontrasepsi
mantap (medis operatif wanita/MOW dan medis operatif
pria/MOP).
2.1.4

Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi:


a. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam
kategori ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOW, dan MOP)
b. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk
dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode metode
lain selain metode yang termasuk dalam MKJP.

2.1.5

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang


2.1.5.1 Pengertian
Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang adalah kontrasepsi
yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun,
efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran
lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang
sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk
dalam kelompok ini adalah metoda kontrasepsi mantap (pria dan
wanita). implant, dan Intra Uterine Device (IUD). (BKKBN,
2009).

12

2.1.5.2 Penggolongan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang


Kelompok alat/cara KB modern menurut jangka waktu
efektivitas untuk MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang)
terdiri dari susuk (implant), sterilisasi pria (MOP), sterilisasi
wanita (MOW) serta, spiral/IUD.
2.1.5.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau biasa disebut Intra
Uterine Device (IUD) adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik
yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim, yang harus
diganti jika sudah digunakan selama periode tertentu.
Cara kerja IUD adalah dengan menghambat kemampuan
sperma untuk masuk ke tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi
sebelum ovum mencapai kavum uteri, IUD bekerja terutama
mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat
sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi

kemampuan

sperma

untuk

fertilisasi,

dan

memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.


Jenis AKDR CuT-380A (kecil, kerangka dari plastik yang
fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang
terbuat dari tembaga (Cu). Tersedia di Indonesia dan terdaapat
dimana- mana dan AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah
NOVA T (Schering).
Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi, sangat efektif
0,6 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1
kegagalan dalam 125 170 kehamilan).

13

AKDR mempunyai keuntungan yaitu dapat efektif segera


setelah pemasangan, metode jangka panjang (10 tahun proteksi
dari CuT-380A dan tidak perlu diganti), tidak perlu lagi mengingat
ingat, tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan
kenyamanan seksual karena tidak perlu taut hamil, tidak ada efek
samping hormonal, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI,
dapat dipasang setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak
terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau
lebih setelah haid terakhir), tidak ada interaksi dengan obat- obat,
membantu mencegah kehamilan ektopik, tidak ada efek samping
hormonal, tidak mahal jika ditinjau dari rasio biaya dan waktu
penggunaan kontrasepsi, dan metode yang nyaman, tidak perlu
disediakan setiap bulan dan pemeriksaan berulang.
Kerugian dari AKDR adalah efek samping umum terjadi
perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah tiga bulan), haid lebih lama dan lebih banyak,
pendarahan (spotting) antarmenstruasi, dan saat haid lebih sakit.
Komplikasi lain merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5
hari setelah pemasangan, pendarahan berat pada waktu haid atau di
antaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi
dinding uterus, tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS, tidak
baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
sering berganti pasangan, penyakit radang panggul terjadi sesudah
perempuan dengan IMS memkai AKDR. PRP dapat memicu

14

infertilitas,

Prosedur

medik,

termasuk

pemeriksaan

pelvik

diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut


selama pemasangan, sedikit nyeri dan pendarahan (spotting) terjadi
segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 12 hari, klien tidak dapatmelepas AKDR oleh dirinya sendiri.
Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR, mungkin
AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila
AKDR dipasang segera setelah melahirkan, tidak mencegah
terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk
mencegah kehamilan normal, dan perempuan harus memeriksa
posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini
perempuan

harus

memasukan

jarinya

ke

dalam

vagina,

sebagianperempuan tidak mau melakukan ini.


AKDR dapat digunakan oleh wanita Usia reproduktif,
keadaan nulipara, menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka
panjang, menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi,
setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya, setelah mengalami
abortus dan tidak terlihat adanya infeksi, resiko rendah dari IMS,
tidak menghendaki metode hormonal, tidak menyukai untuk
mengingat ingat minum pil setiap hari, tidak menghendaki
kehamilan setelah 1 5 hari senggama. Pada umumnya Ibu dapat
menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif. AKDR dapat
digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya:
Perokok, pascakeguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak

15

terlihat

adanya

infeksi,

sedang

memakai

antibiotika

atau

antikejang, gemuk ataupun yang kurus, sedang menyusui. Begitu


juga ibu dalam keadaan seperti dibawah ini dapat menggunakan
AKDR : Penderita tumor jinak payudara, penderita kanker
payudara, pusing pusing,sakit kepala, tekanan darah tinggi,
parises di tungkai atau di vulva, penderita penyakit jantung
(termasuk penyakit jantung katup dapat diberi antibiotika sebelum
pemasangan AKDR), pernah menderita stroke, penderita diabetes,
penderita penyakit hati atau empedu, malaria, skistosomiasis (tanpa
anemia), penyakit Tiroid, epilepsi, nonpelvik TBC, setelah
kehamilan ektopik, dan setelah pembedahan pelvik.
AKDR tidak diperkenankan digunakan oleh wanita hamil,
pendarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi),
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga
bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau
abortus septik, kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor
jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri, penyakit
trofoblas yang ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat
genital, ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
Pemasangan AKDR dapat dilakukan kapan saja dalam
siklus haid selama yakin tidak hamil, pemasangan setelah
persalinan, setelah keguguran atau aborsi, dan beberapa hari
setelah haid terakhir (Rinawati dkk, 2013).

16

Kelemahan dari penggunaan IUD adalah perlunya kontrol


kembali untuk memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke
waktu.waktu kontrol IUD yang harus diperhatikan adalah : 1bulan
pasca pemasangan, 3 bulan kemudian, setiap 6 bulan berikutnya,
dan bila terlambat haid 1 minggu.
a. AKDR dengan Progestin
Jenis AKDR yang mengandung hormon steroid adalah
Prigestase yang mengandung Progesteron dari Mirena yang
mengandung Levonorgestrel.
Cara

kerjanya

adalah

Endometrium

mengalami

transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga mengganggu


implantasi,

mencegah

terjadinya

pembuahan

dengan

mengeblok bersatunya ovum dengan sperma, mengurangi


jumlah sperma yang mencapai tuba falopii dan menginaktifkan
sperma.
Efektivitas, sangat efektif, yaitu 0,5 1 kehamilan per 100
perempuan selama satu tahun pertama penggunaan.
Keuntungan kontrasepsi, efektif dengan proteksi jangka
panjang (satu tahun), tidak mengganggu hubungan suami istri,
tidak berpengaruh terhadap ASI, kesuburan segera kembali
sesudah AKDR diangkat, efek samping sangat kecil, dan
memiliki efek sistemik yang sangat kecil.
Keuntungan nonkontrasepsi, mengurangi nyeri haid, dapat
diberikan

pada

usia

perimenopause

bersamaan

dengan

17

pemberian

estrogen,

endometrium,

untuk

mengurangi

pencegahan

jumlah

darah

hiperplasia
haid,

sebagai

pengobatan alternatif pengganti operasi pada pendarahan uterus


disfungsional dan adenomiosis, merupakan kontrasepsi pilihan
utama pada perempuan perimenopause, dan tidak mengandung
progestin kerjanya terutama lokal pada endometrium.
Keterbatasan,

diperlukan

pemeriksaan

dalam

dan

penyaringan infeksi genitalia sebelum pemasangan AKDR,


diperlukan tenaga terlatih untuk pemasangan dan pencabutan
AKDR, klien tidak dapat menghentikan sendiri setiap
saat,sehingga sangat tergantung pada tenaga kesehatan, pada
penggunaan jangka panjang dapat terjadi amenorea, dapat
terjadi perforasi uterus pada saat insersi (< 1/1000 kasus),
kejadian kehamilan ektopik relatif tinggi, bertambahnya risiko
mendapat

penyakit

menyebabkan

radang

infertilitas,

panggul
mahal,

sehingga
progestin

dapat
sedikit

meningkatkan risiko trombosis sehingga perlu hati hati pada


perempuan perimenopause. Resiko ini lebih rendah bila
dibandingkan

dengan

pil

kombinasi,

progestin

dapat

menurunkan kadar HDL-kolesterol pada pemberian jangka


panjang sehingga perlu hati hati pada perempuan dengan
penyakit kardiovaskuler, memperburuk perjalanan penyakit
kanker payudara, progestin dapat mempengaruhi jenis jenis

18

tertentu

hiperlipidemia,

dan

progestin

dapat

memicu

pertumbuhan miom uterus.


AKDR boleh digunakan dengan Progestin adalah usia
reproduktif, telah memiliki anak maupun belum, menginginkan
kontrasepsi yang efektif jangka panjang untuk mencegah
kehamilan, sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi,
pascakegugugran dan tidak ditemukan tanda tanda radang
panggul, tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal
kombinasi, sering lupa menggunakan pil, usia perimenopause
dan dapat digunakan bersamaan dengan pemberian estrogen,
dan mempunyai risiko rendah mendapatkan penyakit menular
seksual.
AKDR tidak boleh menggunakan Progestin yaitu hamil
atau diduga hamil, pendarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya, menderita vaginitis, salpingitis, endrometritis,
menderita penyakit radang panggul atau pascakeguguran
septik, kelainan kongenital rahim, miom submukosum, rahim
yang sulit di gerakan, riwayat kehamilan ektopik,penyakit
trofoblas ganas, terbukti menderita penyakit tuberkulosis
panggul, kanker genitalia/payudara, sering ganti pasangan, dan
gangguan toleransi glukosa. Progestin menyebabkan sedikit
peningkatan kadar gula dan kadar insulin.
Pemasangan AKDR dengan Progestin adalah setiap waktu
selama siklus haid, jika ibu tersebut dapat dipastikan tidak

19

hamil, sesudah melahirkan, dalam waktu 48 jam pertama pasca


persalinan, 6 8 minggu, ataupun lebih sesudah melahirkan,
dan segera sesudah induksi haid, pasca keguguran spontan,atau
keguguran buatan, dengan syarat tidak terdapat bukti bukti
adaanya infeksi.
b. AKDR post-plasenta
Program insersi AKDR (IUD) postpartum dimana pasien
mendapat insersi AKDR pasca persalinan. Program tersebut
tidak pernah dikembangkan lagi. Dengan adanya cara yang
relatif baru yaitu insersi AKDR post-plasenta mungkin
mempunyai harapan dan kesempatan bagi banyak ibu yang
tidak ingin hamil lagi. Teknik ini cukup aman. Hanya sebagian
kecil (3-8%) ibu menginginkan anak lagi. Bagi Indonesia
dengan kesulitan hidup yang cukup tinggi (30%) miskin, dan
banyaknya unmet need (8,6%) maka teknologi ini perlu
ditawarkan. Pasien hendaknya mendapat konseling sebelum
persalinan. Pemasangan AKDR dapat dilakukan juga pada saat
seksio

sesarea.

Peningkatan

penggunaan

AKDR

akan

mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan di masa depan,


sehingga akan mengurangi angka kematian ibu di Indonesia.
Efektivitas AKDR post-plasenta telah dibuktikan tidak
menambah risiko infeksi, perforasi, dan pendarahan. Diakui
bahwa ekspulsi lebih tinggi (6-10%) dan ini harus disadari oleh
pasien; bila mau akan dapat dipasangkan lagi. Kemampuan

20

penolong meletakan di fundus amat memperkecil risiko


ekspulsi.

Oleh

karena

itu

diperlukan

pelatihan

dan

kontraindikasi pemasangan post-plasenta ialah: ketuban pecah


lama, infeksi intrapartum, pendarahan postpartum.
Teknologi AKDR umumnya jenis Cu-T dimasukan ke
dalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir.
Penolong telah menjepit AKDR di ujung jari tengah dan
telunjuk yang selanjutnya menyusuri sampai ke fundus dan
pastikan bahwa AKDR diletakan dengan benar difundus.
Tangan kiri penolong memegang fundus dan menekan ke
bawah. Jangan lupa memotong benang AKDR sepanjang 6 cm
sebelum insersi.
AKDR pascapersalinan merupakan metode yang aman,
efektif dan nyaman bagi sebagian besar perempuan. Untuk
perempuan yang kurang mendapat akses ke klinik reproduksi
atau fasilitas kesehatan, AKDR pascaplasenta merupakan
kesempatan yang paling baik untuk mengontrol fertilitas
pascapersalinan. Keuntungan lain adalah motivasi yang tinggi
untuk menjaga kesehatan dan membantu tumbuhkembang bayi
dan jaminan untuk tidak segera hamilkembali. Hal hal
penting yang harus diperhatikan untuk AKDR pascapersalinan
adalah konseling AKDR seharusnya sudah diberikan selama
ibu

hamil

pemasangan

melakukan
AKDR

asuhan

pasca

antenatal,

persalinan

pelaksanaan

harus

memiliki

21

kompetensi untuk melaksanakan hal tersebut karena tingkat


ekspulsi berhubungan erat dengan teknik insersi dan
kompetensi petugas, dan perlu dilakukan kontrol ulang (4 6
minggu) untuk memastikan AKDR masih ada di kavum uteri.
2.1.5.4 Implant
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi yang dipasang
dibawah kulit (Hanafi dalam Rinawati dkk, 2013). Implant adalah
suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang
dibungkus dalam kapsul silastic silicon (polydimethylsiloxane) dan
dipasang dibawah kulit. (Rinawati dkk, 2013). Implant adalah
metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan
apat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga lima tahun
(BKKBN, 2011).
Cara kerjanya menebalkan mukus serviks sehingga tidak
dapat dilewati oleh sperma, terganggunya endometrium sehingga
sulit terjadinya implantasi, dan mencegah penetrasi sperma.
Implant merupakan salah satu kontrasepsi efektif yang
pernah dibuat. Angka kehamilan pada tahun pertama hanya 0,2 per
100 perempuan dan angka kumulatif pada tahun kelima hanya 1,6.
Implant mempunyai tiga jenis yaitu norplant (terdiri dari 6
batang silastik medik (polydimethylsiloxane) yang fleksibel dimana
kedua ujungnya ditutup dengan penyumbat sintetik yang tidak
mengganggu kesehatan klien, panjang batang 34mm dengan
diameter 2,4mm yang diisi dengan 36mg Levonorgestrel dan lama

22

kerjanya 5 tahun), implanon dan sinoplant (terdiri dari 1 batang


putih lentur dengan panjang kira kira 40mm dan diameter 2mm,
yang diisi dengan 68mg 3-keto-desogestrel dan lama kerjanya 3
tahun), Jadena dan indoplant (terdiri dari 2 batang yang diisi
dengan 75mg Levonorgestrel dengan lama kerjanya 3 tahun).
Keuntungan yang dimiliki oleh implant adalah daya guna
tinggi, perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun, pengembalian
tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan implant, bebas
dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu saat senggama, tidak
mengganggu produksi ASI, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan
kebutuhan. Keuntungan implant secara non kontrasepsi adalah
mengurangi nyeri haid, pendarahan atau bercak pendarahan
diantara siklus haid, melindungi terjadinya kanker endometrium,
menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara, melindungi
diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul, dan
menurunkan angka kejadian endometriosis.
Kekurangan implant, implant harus dipasang dan diangkat
oleh petugas kesehatan yang terlatih, petugas kesehatan harus
dilatih khusus, harga implant yang mahal, implant sering
mengubah pola haid, implant dapat terlihat dibawah kulit.
Efek samping implant adalah perubahan pola haid berupa
pendarahan bercak (spotting), hipermenorea, atau meningkatnya
jumlah darah haid, serta amenorea.

23

Implant dapat digunakan oleh wanita umur reproduktif (20


35 tahun), telah memiliki anak sesuai yang diinginkan atau tidak
ingin tambah anak lagi tetapi saat ini belum mau menggunakan
kontrasepsi mantap, menghendaki kontrasepsi yang memiliki
efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka
panjang, pascapersalinan dan sedang menyusui bayinya yang
berusia 6 minggu atau lebih. Sedangkan yang tidak boleh
menggunakan implant adalah wanita hamil atau diduga hamil,
pendarahan pervagina yang belum jelas penyebabnya,ada benjolan
atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat
menerima perubahan pola haid yang terjadi, mioma uterus dan
kanker payudara, ibu yang memiliki riwayat hipertensi, dan ibu
yang memiliki riwayat diabetes melitus.
2.1.6

Kontrasepsi Mantap
2.1.6.1 Pengertian
Kontrasepsi

mantap

merupakan

salah

satu

metode

kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong


saluran telur (pada perempuan) dan saluran sperma (pada lakilaki). Dengan cara ini, proses reproduksi tidak lagi terjadi dan
kehamilan akan terhindar untuk selamanya karena sifatnya yang
permanen (Rinawati dkk, 2013).
Operasi tubektomi ada beberapa macam cara antara lain
kuldoskopik,

kolpotomi,

posterior,

laparoskopi,

dan

minilaparotomi. Cara yang sering dipakai di Indonesia adalah

24

laparoskopi dan minilaparotomi. Keuntungan yang dimiliki oleh


kontrasepsi mantap yaitu mempunyai efektivitas paling tinggi
diantara metode kontrasepsi lainnya, mengakhiri keseburan
selamanya, tidakperlu perawatan khusus, dan tidak memiliki
kontraindikasi.
Kontrasepsi mantap sesuai untuk pasangan yang tidak ingin
menambah anak lagi, ibu pascapersalinan, ibu menyusui, tidak
ingin menggunakan kontrasepsi yang harus dipakai atau disiapkan
setiap waktu, perempuan dengan gangguan kesehatan yang
bertambah berat jika terjadi kehamilan, dan pengguna kontrasepsi
yang menimbulkan gangguan pola haid.
Efek samping yang ditemukan jarang sekali ditemukan baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Komplikasi tubektomi
infeksi luka, demam pasca operasi (380), luka pada kandung kemih
(intestinal jarang terjadi), hermatoma (subkutan), emboli gas yang
diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi), rasa sakit pada
lokasi pembedahan, dan pendarahan superfinial. Pada vasektomi
pendarahan, hematoma, infeksi, granuloma sperma.
a. Metode Operatif Wanita (MOW).
Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan
yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk
melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah
seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.

25

Tubektomi termasuk metode efektif dan tidak menimbulkan


efek samping jangka panjang. Efektivitas tubektomi: kurang
dari satu kehamilan per 100 (5 per 1000) perempuan pada
tahun pertama penggunaan, pada 10 tahun penggunaan, terjadi
sekitar 2 kehamilan per 100 perempuan (18 19 per 1000
perempuan), efektivitas kontraseptif terkait juga dengan teknik
tubektomi (penghambatan atau oklusi toba) tetapi secara
keseluruhan, efektivitas tubektomi cukup tinggi dibandingkan
metode kontrasepsi lainnya. Metode dengan efektivitas tinggi
adalah tubektomi minilaparotomi pascapersalinan.
Efek samping, resiko, dan komplikasi jarang sekali
ditemukan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Keuntungannya mempunyai efek protektif terhadap kehamilan
dan penyakit radang panggung (PID). Beberapa studi
menunjukan efek protektif terhadap kanker ovarium. Resiko,
walaupun jarang tetapi dapat terjadi komplikasi tindakan
pembedahan dan anestesi. Penggunaan anestesi lokal sangat
mengurangi resiko yang terkait dengan tindakan anestesi
umum.
Salah persepsi yang harus dikoreksi terkait tubektomi
yaitu tidak menyebabkan pengguna menjadi lemah, tidak
menimbulkan nyeri pinggang, uterus atau abdomen yang
berkepanjangan,

bukan

prosedur

pengangkatan

uterus

(histerektomi), tidak menyebabkan gangguan keseimbangan

26

hormon,

tidak

menyebabkan

pola

haid

(metroragia,

polimenore), tidak menambah menoragia, nafsu makan atau


berat badan, tidak menurunkan libido, dan mengurangi risiko
kehamilan ektopik.
Tubektomi sesuai untuk pasangan yang tidak ingin
menambah anak lagi, ibu pascapersalinan, ibu menyusui, tidak
ingin menggunakan kontrasepsi yang harus dipakai atau
disiapkan setiap waktu, perempuan dengan gangguan kesehatan
yang bertambah berat jika terjadi kehamilan, pengguna
kontrasepsi yang menimbulkan gangguan pola haid.
Enam hal penting dalam konseling tubektomi, masih ada
berbagai jenis kontrasepsi jika klien belum mantap untuk
tubektomi, tubektomi adalah prosedur bedah minor, selain
menguntungkan, tubektomi juga memiliki risiko, setelah
tubektomi, klien tidak dapat hamil lagi, tubektomi bersifat
permanen, klien dapat (setiap saat) membatalkan pilihan untuk
menggunakan tubektomi selama prosedur tubektomi belum
dilaksanakan.
Mekanisme kerja tubektomi adalah dengan mengoklusi
tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
Teknik melakukan MOW, tahap persiapan pelaksanaan
yaitu

informed consent (persetujuan tindakan) mutlak

diperlukan,

riwayat

medis

kesehatan,

pemeriksaan

27

laboratorium, pengosongan kandung kencing asepsis dan


antisepsis daerah abdomen anesteri.
Teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi antara lain:
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan pengambilan tuba yang
dilakukan melalui sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada
daerah bawah perut (subrapubik) maupun pada lingkar
pusat bawah (sub umbilikal), baik dilakukan untuk masa
interval maupun pascapersalinan. Setelah tuba di dapat
kemudian dikeluarkan,diikat dan dipotong sebagian. Setelah
itu dinding perut ditutup kembali,luka sayatan ditutup
dengan kasa yang kering dan steril dan apabila tidak
ditemukan masalah yang berarti pasien dapatdipulangkan
setelah 2 4 jam, relatif murah,dan dapat dilakukan oleh
dokter yang terlatih khusus operasi ini aman dan efektif
(Rinawati, 2013).
b. Laparoskopi
Prosedur laparoskopi membutuhkan tenaga Spesialis
Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang telah dilatih
secara khusus agar dapat dilakukan 6 8 minggu
pascapersalinan

atau

setelah

abortus.

Laparoskopi

sebaiknya digunakan untuk jumlah pasien yang memadai


karena peralatan dan biaya pemeliharaan cukup mahal.
Indikasi tubektomi,umur lebih dari 26 tahun, anak
lebih dari 2 orang, yakin telah mempunyai keluarga dengn
jumlah

yang

diinginkan,

ibu

pascapersalinan,

ibu

28

pascakeguguran, pasien paham dan setuju dengan prosedur


KB tubektomi.
Kontraindikasi tubektomi, tidak ada ovulasi, kondisi
kesehatan yang berat seperti stroke, darah tinggi atau
diabetes, keadaan kesehatan yang tidak baik, dimana
kehamilan

memperburuk

kesehatannya,

pendarahan

pervaginal yang belum jelas, infeksi organ organ pelvik


yang luas dan berat, tuba yang sehat terlalu pendek (kurang
dari 4 cm), tidak boleh menjalani proses pembedahan,
pasien masih ragu dan belum setuju dengan kontrasepsi
tubektomi.
c. Vasektomi
Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki
yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk
melakukan vasektomi sehingga diperlukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan lainnya untuk memastikan apakah
seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.
Vasektomi disebut juga sebagai metode kontrasepsi operatif
lelaki, metode permanen untuk pasangan tidak ingin anak
lagi, metode ini membuat sperma (yang disalurkan melalui
vas deferens) tidak dapat mencapai vesikula seminalis yang
pada saat ejakulasi dikeluarkan bersamaan dengan cairan
semen. Untuk oklusi vas deferens, diperlukan tindakan inisi
kecil (minor) pada daerah rafe skrotalis, penyesalan
terhadap vasektomi, tidak segera memulihkan fungsi
reproduksi karena memerlukan tindakan pembedahan ulang.

29

Vasektomi termasuk metode efektif dan tidak


menimbulkan efek samping jangka panjang. Efektivitas
vasektomi, setelah masa pengosongan sperma dari vesikula
seminalis (20 kali ejakulasi menggunakan kondom) maka
kehamilan hanya terjadi pada 1 per 100 perempuan pada
tahun pertama penggunaan, pada mereka yang tidak dapat
memastikan (analisis sperma) masih adanya sperma pada
ejakulat atau tidakpatuh menggunakan kondom hingga 20
kali ejakulasi maka kehamilan terjadi pada 2 3 per 100
perempuan pada tahun pertama penggunaan, selama 3 tahun
penggunaan, terjadi sekitar 4 kehamilan per 100 perempuan,
bila terjadi kehamilan pascavasektomi, kemungkinannya
adalah : pengguna tidak menggunakan metode tambahan
(barrier)

saat

senggama

dalam

bulan

pertama

pascavasektomi, oklusi vas deferens tidak tepat, dan


rekanalisasi spontan.
Keterbatasan vasektomi, permanen (non-reversible)
dan timbul masalah bila klien menikah lagi, bila tak siap ada
kemungkinan

penyesalan

dikemudian

hari,

perlu

pengosongan depot sperma di vesikula seminalis sehingga


perlu 20 kali ejakulasi, resiko dan efek samping pendarahan
kecil, ada nyeri/rasa tak nyaman pascabedah, perlu tenaga
pelaksana terlatih, dan tidak melindungi klien terhadap PMS
(misalnya : HVB, HIV/AIDS).

30

Tidak ada efek samping jangka pendek dan jangka


panjang, walaupun jarang sekali, dapat terjadi nyeri skrotal
dan testikular berkepanjangan (bulanan atau tahunan).
Komplikasi segera dapat berupa hematoma intraskrotal dan
infeksi. Teknik vasektomi tanpa pisau (VTP) sangat
mengurangi kejadian infeksi pascabedah.
Vasektomi dapat digunakan untuk

pria

usia

reproduktif (biasanya < 50 tahun), tidak ingin anak lagi,


menghentikan fertilitas ingin metode kontrasepsi yang
sangat efektif dan permanen, istrinya mempunyai masalah
usia, paritas atau kesehatan kehamilan dapat menimbulkan
risiko kesehatan atau mengancam keselamatan jiwanya,
memahami asas sukarela dan memberi persetujuan tindakan
medik untuk prosedur tersebut, dan merasa yakin bahwa
mereka

telah

diinginkan.
Indikasi,
menghentikan

mendapatkan

jumlah

keluarga

yang

vasektomi

merupakan

upaya

untuk

fertilitas

dimana

fungsi

reproduksi

merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria


dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas
keluarga.
Teknik vasektomi ada dua cara yaitu teknik
konvensional vasektomi yang lazim dilakukan dengan cara
memotong pipa saluran sel benih, kemudian mengikat
kedua ujung potongannya. Karena pipa alit ini ada pada
kedua belah sisi buah zakar, pemotongan dilakukan pada

31

kedua belah sisi. Caranya, dengan membius lokal dengan


suntikan pada kulit sebelah pinggir kantong buah zakar
setelah meraba lokasi pipa sel benihnya. Pada bagian ini
lalu disayat beberapa sentimeter untuk menemukan sang
pipa. Pipa lalu ditarik keluar dan dipotong. Kemudian,
masing masing ujung pipanya diikat, lalu dimasukan
kembali ke dalam kantong zakar. Bekas luka sayatan dijahit.
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran
(cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu sayatan lebih
dulu (no scapel vasektomy), melainkan dengan jarum
khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada
lokasi pipa sel benih berada, dan setelah pipanya ketemu,
dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama sama membuat
buntu pipa penyalur benih. Sekarang dikenal pula teknik
dengan menggunakan klip (Vasklip). Dengan klip khusus
sebesar butir beras, pipa sel benih dijepit. Ini sudah dipakai
di AS sejak tahun 2002, dan disahkan oleh FDA, tetapi
hanya berlaku di kalangan AS saja (Rinawati dkk, 2013).
Faktor faktor dalam pemilihan metode kontrasepsi
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007),

perilaku

dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu :


a. Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor ini
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal
hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang

32

dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial


ekomoni dsb.
b. Faktor pemungkin (enabling factor, faktor ini menckup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat.
c. Faktor penguat (reinforcing factor), faktor ini meliputi
faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan, undang undang,peraturan peraturan,
baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait
dengan kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi
adalah efetivitas, keamanan, frekuensi pemakaian, efek
samping, serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan
kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut,
pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta
peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi
tersebut, faktor lainnya adalah frekuensi melakukan
hubungan seksual (Sulistyawati, 2012). Alasan utama tidak
menggunakan alat/cara KB. Secara umum, alasan utama
terkait dengan hak setiap perempuan untuk mempunyai
anak sehingga tidak menggunakan KB. Alasan tidak
menggunakan KB karena masalah fertilitas dan ingin punya
anak mengindikasi kelompok yang tidak memerlukan KB.
Alasan lainnya seperti masalah kepercayaan, dilarang

33

suami/keluarga, kurang pengetahuan, masalah akses alat


KB, takut efek samping dan alasan tidak nyaman
(Riskesdas, 2013).
2.2 Pengetahuan
Merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).
1. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan
(beliefs), takhayul (superstitions), dan penerangan penerangan yang
keliru (misinformations) (Soekanto, 2006).
Sumber sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan
akal-budi, pengalaman, sintetis budi, atau meragukan karena tak adanya
sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti ( Soelaeman, 2006).
2.3 Dukungan suami
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfat bagi individu
yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan
tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya (Cohen dalam Setiadi, 2008). Dukungan sosial keluarga adalah
suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam
semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi
dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan
dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Studi studi tentang dukungan
keluarga telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial sebagai koping
keluarga, baik dukungan dukungan yang bersifat eksternal maupun internal
terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain

34

sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial,


kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial
keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara
kandung, atau dukungan dari anak (Friedman dalam Setiadi, 2008). Dalam hal
ini dukungan suami terhadap alat kontrasepsi yang akan dipilih dan digunakan
oleh istrinya.
2.4 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Newcomb
dalam Notoatmodjo, 2007. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.sikap itu masih merupakan reaksi tertutup,
buka merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan reaksi terhadap suatu objek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap
(attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau
perasaan biasa biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu
itu bisa benda, kejadian situasi, orang orang atau kelompok. Kalau yang
diambil terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap
poritif, sedangkan kalau perasaan tidak senang, sikap negatif. Kalau tidak
timbul perasaan apa apa berarti sikapnya netral. Sikap dinyatakan dalam tiga
domain ABC, yaitu Affect, Behaviour, dan Cognition. Affect adalah perasaan
yang timbul (senang, tak senang), Behaviour adalah perilaku yang mengikuti
perasaan itu (mendekat, menghindar), dan Cognition adalah penilaian terhadap

35

objek sikap (bagus, tidak bagus). Manusia dapat mempunyai bermacam


macam sikap terhadap berbagai macam macam hal (objek sikap). Karena
sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan di sekitar yang bersangkutan pada saat saat dan tempat yang
berbeda beda. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.
Inilah yang membedakannya dari pengetahuan misalnya. Sikap tidak hilang
walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi, sikap berbeda dengan refleks atau
dorongan. Sikap tidak hanya terdiri atas satu macam saja, melainkan
bermacam macam, sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi
perhatian orang yang bersangkutan.
Proses pembentukan dan perubahan sikap
Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam cara :
1. Adopsi adalah kejadian kejadian dan peristiwa peristiwa yang terjadi
berulang ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap
diserap ke dalam individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2. Diferensiasi : dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya
pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal hal yang
tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari
jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3. Integrasi : pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap, dimulai
dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu
sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
4. Trauma adalah pengalaman yang tiba tiba, mengejutkan, yang
meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.
Pengalaman pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan
terbentuknya sikap.

36

Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap :


1. Faktor internal : yaitu faktor faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan, seperti faktor pilihan. Pilihan ini ditentukan oleh motif
motif dan kecenderungan kecenderungan dalam diri kita. Karena harus
memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan
membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.
2. Faktor eksternal : selain faktor faktor yang terdapat dalam diri sendiri,
maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor faktor yang ada
diluar, yaitu :
a. Sifat objek, sikap itu sendiri, bagus, atau jelek dan sebagainya.
b. Kewibawaan : orang yang mengemukaan suatu sikap.
c. Sifat orang orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut.
d. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
e. Situasi pada sikap itu dibentuk.
Makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat
terbentuknya sikap (Sarwono, 2013).
Ada dua pembagian kerangka pemikiran mengenai sikap yaitu
tradisional dan modern. Tiga kerangka pemikiran secara tradisional mengenai
sikap :
1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone(1982), Rensis Likert (1932), dan Charles osgood, enurut
mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih
spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat afek
positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Edwards, 1957).
2. Kerangka pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti Chave
(1982), Borgandus (1931), LaPierre (1934), Mead (1934), dan Gordon

37

Allport (1935) yang konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks.


Menurut kelompok pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara cara tertentu. Dapat
dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan semacam
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respons. LaPierre (1934) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri
dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap
stimuli sosial yang telah terkondisikan.
3. Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi
kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut kerangka pemikiran ini
suatu sikap merupakan konstelasi komponen komponen kognitif, afektif,
dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan
berperilaku terhadap suatu objek. Secord dan Backman (1964), misalnya,
mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan
(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
Ada dua pendekatan guna klasifikasi tentang sikap :
1. Pendekatan yang pertama adalah yang memandang sikap sebagai
kombinasi reaksi afektif, perilaku dan kognitif sebagai suatu objek. Ketiga
komponen tersebut secara bersama mengorganisasikan sikap individu.
Pendekatan ini, yang terurai diatas dikenal dengan nama skema triadik,
disebut juga pendekatan tricomponent.
2. Pendekatan kedua timbul dikarenakan adanya ketidakpuasan atas
penjelasan mengenai inkonsistensi yang terjadi di antara ketiga komponen

38

kognitif, afektif, dan perilaku dalam membentuk sikap. Oleh karena itu
pengikut pendekatan ini memandang perlu untuk membatasi konsep sikap
hanya pada aspek afektif saja (single component). Definisi yang mereka
ajukan mengatakan bahwa sikap tidak lain adalah afek atau penilaian
positif atau negatif terhadap suatu objek.
Definisi Petty dan Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap
adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang
lain, objek, atau isu isu. Sikap merupakan suatu konstrak
multidimensional yang terdiri atas kognisi, afeksi, dan konasi (Azwar,
2013).
2.5 Penghasilan keluarga
Penghasilan keluarga adalah segala bentuk balas karya yang diperoleh
sebagai imbalan atau balas-jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses
produksi. Konkretnya penghasilan keluarga dapat bersumber pada: Usaha
sendiri, misalnya berdagang (wiraswasta), bekerja pada orang lain (misalnya
karyawan atau buruh), dan hasil dari milik misalnya punya sawah atau rumah
disewakan. Penghasilan keluarga dapat diterima dalam bentuk uang maupun
dalam bentuk barang disebut in natura misalnya tunjangan beras, hasil dari
sawah atau dari pekarangan sendiri atau fasilitas fasilitas (misalnya rumah
dinas, pengobatan gratis). Selain penghasilan (balas karya dan hasil milik dsb)
mungkin masih ada penerimaan uang masuk lain, misalnya berupa :uang
pension bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada
pemerintah atau instansi lain, sumbangan atau hadiah dan pinjaman atau

39

hutang, ini merupakan uang masuk, tetapi pada suatu saat akan harus
dikembalikan.
Gaji pokok (untuk pegawai negeri atau menurut ketentuan pangkat
golongan pegawai negeri sipil (PGPS) ), ditambah macam macam tunjangan
merupakan gaji kotor atau bruto. Upah/gaji bruto tersebut belum tentu semua
diterima oleh yang bersangkutan sebab gaji kotor biasanya masih dikurangi
dengan bermacam-macam potongan, misalnya untuk pajak, dana hari tua dll,
yang tinggal disebut gaji bersih atau take home pay. Demikian pula halnya
dengan laba usaha : penerimaan kotor baru merupakan laba bersih setelah
dikurangi semua ongkos- ongkos (Gilarso, T, 2008).
Berdasarkan hasil penetapan Upah Minimum Kota (UMK), Kota
Bandar Lampung mengalami kenaikan UMK dari yang sebelumnya pada
tahun 2013 sebesar Rp1,165 juta menjadi Rp1,550 juta di tahun 2014 tiap
bulannya sehingga besarnya pendapatan untuk penghasilan keluarganya tinggi
2

kali

diatas

Upah

Minimum

Kota

(UMK)

(http://www.radarlampung.co.id, 2014).
2.6 Penelitian terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rizali I, dkk (2013) dengan judul Faktor
Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik Di
Kelurahan Mattoangin Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2013
Analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat
dengan uji statistik Chi-square dan koefisien phi f. Hasil penelitian
diperoleh bahwa umur (p =0,023, f = 0,164), pendidikan (p = 0,000, f =
0,307), pengetahuan (p = 0,000, f = 0,341), jumlah anak hidup (p = 0,019, f

40

= 0,169), ketersediaan alat kontrasepsi (p = 0,016, f = 0,173), dukungan


petugas kesehatan (p=0,000,f=0,347),kesepakatan suami dan istri (p =
0,002, f = 0,225) dan efek samping (p = 0,033, f = 0,351) memiliki
hubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Bernandus D, dkk (2012) dengan judul
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolo secara
univariat, bivariat dan multivariat menggunakan SPSS Ver.20 dengan uji
Chi-Square dan kemaknaan = 0,05. Dari hasil analisis bivariat terdapat
hubungan antara variabel usia, pendidikan, pengetahuan, tarif pelayanan,
persetujuan pasangan, budaya dengan pemilihan AKDR di Puskesmas
Jailolo sedangkan pekerjaan, ekonomi dan tarif pelayanan tidak
berhubungan. Hasil analisis multivariat dari lima variabel independen yang
berhubungan menunjukkan bahwa pendidikan yang paling dominan dalam
pemilihan AKDR dengan nilai P = 0,161. Simpulan: pada akseptor KB
aktif di Puskesmas Jailolo 27 Desember 2012 19 Januari 2013, faktor
usia, pendidikan, pengetahuan, tarif pelayanan, persetujuan pasangan, dan
budaya mempunyai hubungan dengan pemilihan AKDR; dan yang paling
berperan adalah faktor pendidikan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Asmawahyunita, S.Kep

(2010) dengan

judul Hubungan Sikap Ibu Tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Rsia Kumalasiwi
Pecangaan Kabupaten Jepara Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden bersikap mendukung sebanyak 71 responden
(50.7%) dan sebagian kecil responden memilih AKDR sebanyak 17

41

responden (12.1%). Ada hubungan antara sikap ibu dengan pemilihan


AKDR dengan hasil p value 0,045.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Musdalifah, dkk (2013) dengan judul
Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi Hormonal
Pasutri Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa Kecamatan Duampanua
Kabupaten Pinrang 2013 Duampanua Kabupaten Pinrang tahun 2012. Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan antara umur dengan pemilihan alat
kontrasepsi dengan nilai p = 0,008, ada hubungan antara dukungan suami
dengan pemilihan alat kontrasepsi dengan nilai p = 0,000, ada hubungan
antara efek samping dengan pemilihan alat kontrasepsi dengan nilai p =
0,010, ada hubungan antara pemberian informasi dengan pemilihan alat
kontrasepsi dengan nilai p = 0,006.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari I, dkk (2013) dengan judul
Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi Suntik Hasil uji statistik bahwa H0 ditolak karena nilai x
hitung > x tabel, yaitu 7,727 > 5,591 atau nilai signifikansi hasil uji statistik
dengan menggunakan Chi Squaretest di peroleh nilai P = 0,021 < a (0,05)
maka ada hubungan yang signifikan tingkat pendapatan keluarga dengan
pemilihan alat kontrasepsi suntik di BPM Puji Utomo Desa Kedung Jeruk,
Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Putriningrum R (2010) dengan judul
Faktor faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemilihan kontrasepsi KB
suntikdi BPS Ruvina Surakarta Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
ke enam faktor yang diteliti ada 4 faktor yang mempunyai pengaruh yaitu
faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor jumlah anak, faktor peran
suami.

42

7. Penelitian yang dilakukan oleh Imron R (2010) dengan judul Determinan


pemakaian alat kontrasepsi IUD pada akseptor KB di wilayah kerja
Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan
propinsi Lampung tahun 2010. Hasil penelitian menyimpulkan dari 350
responden, yang memakai IUD sebanyak 155 responden (44,3%), dan dari
delapan variabel yang diteliti di dapatkan hasil: usia (p value=0,940),
paritas (p value=0,001), spasing (p value=0,013), pendidikan (p
value=0,024), pekerjaan (p value=0,015), ekonomi (p value=0,327),
dukungan suami (p value=0,001), dan rumor (p value=0,001). Variabel
paling dominan dalah paritas dengan hasil multivariat p value=0,000
dengan OR=11,330.
8. Penelitian yang dilakukan oleh Fienalia R (2011) dengan judul faktor
faktor yang berhubungan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang (MJKP) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok
tahun 2011. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara umur ibu
(p value = 0,007 dan OR 2,5), jumlah anak hidup (p value = 0,000 dan OR
3,9), kelengkapan pelayanan KB (p value = 0,000 dan OR 5,6), jarak ke
tempat pelayanan KB (p value = 0,001 dan OR 4,3), biaya penggunaan alat
kontrasepsi (p value = 0,000 dan OR 2,6), dan pengetahuan tentang MKJP
(p value = 0,004 dan OR 2,6).
9. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu I, dkk (2013) dengan judul
Hubungan Beberapa Karakteristik Wanita Pasangan Usia Subur (Pus)
Peserta Kb Aktif Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik Di
Kelurahan Kramas Kecamatan Tembalang Triwulan I Tahun 2013. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang KB

43

dan alat kontrasepsi wanita P (p=0.008). Sedangkan faktor umur wanita


PUS (p=1.000), tingkat pendidikan (p=1.000), pekerjaan (p=0.771),
paritas(p=0.762), dukungan suami(p=1.000) tidak berhubungan dengan
pemilihan metode kontrasepsi suntik di Kelurahan Kramas.
10. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunda S dengan judul FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi oleh
PUS di Desa Peunyerat Kecamatan Banda Rayabanda Aceh. Hasil
menunjukan menunjukkan bahwa variable independen yang berhubungan
dengan pemilihan metode kontrasepsi adalah Dukungan Suami dari 18
responden (100%) yang mendapatkan dukungan suami , menggunakan
metode kontrasepsi efektif sebanyak 12 responden (66.7%) dengan nilai
(P=0,099), Pengetahuan dari 36 responden (100%) yang berpengetahuan
tinggi, menggunakan metode kontrasepsi efektif sebanyak 22 responden
(61.1%) dengan nilai (P=0,030), Pendidikan dari 9 responden (100%) yang
berpendidikan tinggi, menggunakan metode kontrasepsi efektif sebanyak 7
responden (77.8%) dengan nilai (P=0,037). Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa dukungan suami tidak ada hubungan dengan
pemilihan metode kontrasepsi sedangkan pengetahuan, dan pendidikan ada
hubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi.
2.7 Kerangka Teori
Tahap 4

Tahap 3

Intervensi keselarasan

penilaian pendidikan dan ekologi

komunikasi langsung
kepada masyarakat,
pasien,mahasiswa,

Faktor Predisposisi
(Predisposing Factors)
Pengetahuan
Sikap
kepercayaan
nilai
Persepsi

Geneti
k

44

karyawan

Kompone
n
Pendidika
n
kesehatan
Program
Kesehata

komunikasi tidak

Faktor pendukung
(reinforsing factor)

langsung melalui
staff,pelatihan,

penilaian

-sikap dan perilaku


konsultasi,umpan balik kesehatan dan
lainnya,
individu,teman,
sebaya, orang tua,

administrasi

pelatihan, komunitas

tahap 5

Faktor Pemungkin
(Enabling factors)
Ketersediaan sumber
daya kesehatan
Akses sumber daya
kesehatan
Peraturan,prioritas dan
komitmen
pemerintah/masyara
kat terhadap
kesehatan
- Ketrampilan petugas
yang berhubungan
dengan perilaku

Kebijakan
dan kebijakan
peratura ,organisasi, penegakann
Hukum, pedoman,
Organisa
Alokasi sumber daya
si
-

Perilaku
(sikap) dari
individu,
kelompok
atau

Faktor
lingkungan
Psikologi
Sosial
ekonomi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


Sumber: Lawrence W. Green, Health Program Planning: An Educational and
Ecological Approach, 2005

2.8 Kerangka Konsep Penelitian


Variabel Independen

Variabel Dependent

Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
-Sikap

Faktor Penguat
(Reinforcing factors)
- Dukungan suami
-Penghasilan keluarga

Pemilihan MKJP
wanita pada
peserta KB aktif

45

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) wanita pada peserta KB aktif, menurut teori Lawrence Green (2005)
2.9 Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) wanita pada peserta KB aktif
2. Tidak ada hubungan sikap dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) wanita pada peserta KB aktif
3. Ada hubungan dukungan suami dengan pemilihan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) wanita pada peserta KB aktif
4. Tidak ada hubungan penghasilan keluarga dengan pemilihan metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita pada peserta KB aktif

Anda mungkin juga menyukai