Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Sejarah Puskesmas
Puskesmas Simpur berdiri sejak

tahun

1958

dengan wilayah kerja 11 kelurahan dan 4 Puskesmas


pembantu, berlokasi di JL. Kartini No. 24 Kel. Tanjung
Karang. Pada tahun 1970 pindah ke JL. Batu Sangkar No.
4 Kel. Kelapa Tiga dan tahun 1982 pindah lokasi ke JL.
Tamin No. 121 Kel. Kelapa Tiga dengan 2 Puskesmas
pembantu dan 6 kelurahan wilayah kerja, pada tahun
2009

Puskesmas

Simpur

berubah

status

menjadi

Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan 4 kelurahan


wilayah kerja tanpa puskesmas pembantu dan pada
tahun 2013 menjadi 3 kelurahan wilayah kerja.
4.1.2 Gambaran Wilayah Geografis dan Demografi
1. Gambaran Wilayah Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur seluas
238 Ha dan mempunyai 3 Kelurahan di Kecamatan
Tanjungkarang Pusat, yaitu:
1. Kelurahan kelapa Tiga
2. Kelurahan Pasir Gintung
3. Kelurahan Kaliawi Persada

Batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur :

54

55

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan


Sidodadi Kec. Kedaton
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan
Duria Payung Kec. Tanjungkarang Pusat
3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sk
dana Ham Kec. Tanjungkarang Barat
4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan G.
Sari Kec. Enggal
Secara Topografi merupakan dataran rendah dan
berbukit dengan aliran kali/sungai kecil.
2. Demografi
Data jumlah penduduk, jumlah KK, jumlah rumah dan
luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur
tahun 2014.
Tabel 4.1
Data Jumlah Penduduk, Jumlah KK, Jumlah Rumah
dan Luas Wilayah Per kelurahan di Wilayah Kerja
Puskesmas Rawat Inap Simpur tahun 2014
N
o
1
2
3

Kelurahan
Kelapa Tiga
Pasir Gintung
Kaliawi
Persada
Jumlah

Jumlah
Pendudu
k
13.080
7.032
5.278
25.390

Jumlah
Rumah

Jumlah
KK

1.352
1.006
783

3.008
1.706
1.891

Luas
Wilaya
h
67 Ha
56 Ha
15 Ha

3.141

6.605

238 Ha

56

4.2

Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Penelitian Univariat
Merupakan hasil persentase
responden

yang

terdiri

responden

dengan

dari

pemilihan

jawaban

distribusi
alat

dari

frekuensi

kontrasepsi,

dukungan suami, sikap dan penghasilan keluarga.


Tabel 4.2
Usia responden peserta KB aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung tahun 2014
Usia (tahun)
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Total

Frequency
1
1
14
7
5
8
9
20
8
15
19
20
33
19
16
17
39
64
315

Percent
0,3
0,3
4,4
2,2
1,6
2,5
2,9
6,3
2,5
4,8
6,0
6,3
10,5
6,0
5,1
5,4
12,4
20,3
100

Distribusi umur responden sebagian besar adalah


responden yang berusia 35tahun sebanyak 64 orang
(20,3%), sedangkan responden yang berusia 34 tahun
sebanyak 39 orang (12,4%), usia 30 tahun sebanyak 33
orang (10,5%), usia 29 dan 25 tahun masing masing
sebanyak 20 orang (6,3%), usia 28 dan 31 tahun

57

sebanyak 19 orang (6%), usia 33 tahun sebanyak 17


(5,4%), usia 32 tahun sebanyak 16 orang (5,1%), usia
20 tahun sebanyak 14 orang (4,4%), usia 24 tahun
sebanyak 9 orang (2,9%), usia 26 tahun sebanyak 8
orang (2,5%), usia 21 tahun sebanyak 7 orang (2,2%),
dan usia 18 dan 19 tahun masing masing sebanyak 1
orang (0,3%).
Tabel 4.3
Tingkat Pendidikan pada Peserta KB Aktif di Puskesmas
Simpur
Kota Bandar Lampung
Tahun 2014
Tingkat pendidikan
SMP
SMA
Total

Frequency
180
135
315

Percent
57,1
42,9
100

Tingkat pendidikan responden menunjukan sebagian


besar berpendidikan SMP yaitu sebanyak 180 orang
(57,1%), dan yang berpendidikan SMA sebanyak 135
orang (42,9%)
Tabel 4.4
Pekerjaan Istri pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung
Tahun 2014
Pekerjaan
wiraswasta
pegawai negeri/swasta
karyawan/buruh
tidak bekerja/IRT
Total

Frequency
15
3
14
283
315

Percent
4,8
1,0
4,4
89,8
100

58

Status
bekerja/IRT

pekerjaan
yaitu

ibu,

sebanyak

sebagian
283

besar

orang

tidak

(89,8%),

wiraswasta sebanyak 15 orang (4,8%), karyawan/buruh


sebanyak 14 orang (4,4%), dan pegawai negeri/swasta
sebanyak 3 orang (1%).

59

Tabel 4.5
Alat Kontrasepsi yang Digunakan pada Peserta
KB Aktif
di Wilayah Kerja Puskesmas Simpur
Tahun 2014
Alat kontrasepsi
Pil
Suntik
Kondom
Implan
IUD
MOW
Total
Penggunaan

Frequency
51
205
14
29
13
3
315
alat

kontrasepsi

Percent
16,2
65,1
4,4
9,2
4,1
1,0
100
sebagian

besar

menggunakan suntik yaitu sebanyak 205 orang (65,1%),


sedangkan pil diurutan kedua yaitu sebanyak 51 orang
(16,2%), sedangkan untuk alat kontrasepsi implant
sebesar 9,2%, kondom 4,4%, IUD 4,1% dan MOW 1%.
Table 4.6
Metode Kontrasepsi yang Digunakan Responden
pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung Tahun 2014
Metode kontrasepsi
non mkjp
MKJP
Total

Frequency
270
45
315

Percent
85,7
14,3
100

Proporsi responden yang menggunakan kontrasepsi


non jangka panjang sebanyak 270 orang ( 85,7%), dan
yang

menggunakan

kontrasepsi

sebanyak 45 orang (14,3%).

jangka

panjang

60

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung Tahun 2014
Tingkat pengetahuan
rendah
tinggi
Total

Frequency
149
166
315

Percent
47,3
52,7
100

Proporsi pengetahuan ibu tentang MKJP sebagian


responden berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 166
orang (52,7%) sementara yang berpengetahuan rendah
sebanyak 149 orang (47,3%).
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami
pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung Tahun 2014
Dukungan suami
kurang mendukung
mendukung
Total

Frequency
114
201
315

Percent
36,2
63,8
100

Proporsi dukungan suami hampir merata. Responden


dengan

dukungan

sebanyak

201

dukungan

suami

suami

orang
yang

yang

(63,8%)

kuat/mendukung
sementara

lemah/kurang

untuk

mendukung

sebanyak 114 orang (36,2%).


Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap
Responden
pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung Tahun 2014

61

Sikap
negatif
positif
Total

Frequency
156
159
315

Percent
49,5
50,5
100

Proporsi sikap ibu tentang MKJP sebagian besar


responden bersikap negative yaitu sebanyak 159 orang
(50,5%) sedangkan yang bersikap positif sebanyak 156
orang (49,5%).
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Keluarga
pada Peserta KB Aktif di Puskesmas Simpur
Kota Bandar Lampung Tahun 2014
Penghasilan keluarga
Rendah
Tinggi
Total

Frequency
253
62
315

Percent
80,3
19,7
100

Proporsi penghasilan keluarga yaitu sebanyak 253


orang

(80,3%)

berpenghasilan

rendah

sedangkan

sebanyak 62 orang (19,7%) berpenghasilan tinggi.


4.2.2 Hasil Penelitian Bivariat
Tabel 4.11
Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
di Puskesmas Simpur Tahun 2014

Pengeta
huan
Tinggi
Rendah

Pemilihan MKJP
Non
MKJP
MKJP
n
%
n
%
135
134

90,
6
81,
3

14
31

9,4
18,
7

Total
n

149

100

166

100

P
Valu
e
0,
029

OR
(CI
95%)
2,214
(1,128
4,348)

62

Total

270

85,
7

45

14,
3

315

100

Hasil analisa hubungan pengetahuan ibu tentang


metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dengan
pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
diperoleh

informasi

berpengetahuan

tinggi

sebesar

dan

96,6%

bahwa

responden

yang

yang

menggunakan

MKJP

berpengetahuan

tinggi

yang

menggunakan non MKJP sebesar 9,4%. Hasil uji statistik


diperoleh nilai p = 0,029 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan secara signifikan
antara pengetahuan ibu tentang metode kontrasepsi
jangka

panjang

(MKJP)

dengan

pemilihan

metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita. Uji statistik


juga diperoleh informasi nilai OR sebesar 2,2 artinya
responden yang pengetahuan tentang MKJP tinggi
memiliki peluang sebesar 2,2 kali lebih besar untuk
memilih menggunakan MKJP disbanding responden yang
pengetahuan tentang MJKP rendah dengan tingkat
kepercayaan 95% diyakini bahwa nilai OR berada
diantara 1, 128 4,348.
Dukungan
Suami
Kurang
mendukung

Pemilihan MKJP
MKJP
Non
MKJP
n
%
n
%
97
85, 17 14,
1
9

Total
n
114

%
100

P
Value

63

mendukung

173

Total

270

86,
1
85,
7

28
45

13,
9
14,
3

201

100

315

100

0, 943

Hasil analisa hubungan dukungan suami dengan pemilihan


metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita diperoleh
informasi

bahwa

diantara

responden

yang

dukungan

suami

kuat/mendukung menggunakan MKJP sebesar 85,1% sedangkan yang


dukungan suaminya kuat/mendukung yang menggunakan non MKJP
sebesar 14,9%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,943 dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara
signifikan antara dukungan suami dengan pemilihan metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita.
Sikap
respond
en
Negatif
Positif
Total

Pemilihan MKJP
Non
MKJP
MKJP
n
%
n %
143 91, 1 8,3
7
3
127 79, 3 20,
9
2
1
270 85, 4 14,
7
5
3

Total
n
156

P
Valu
e

OR
(CI 95%)

0,
005

2,772
(1,394
5,512)

%
100

159

100

315

100

Hasil analisa hubungan sikap responden tentang


metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dengan
pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
diperoleh informasi bahwa responden yang bersikap
negatif

yang menggunakan MKJP sebesar 91,7% dan

yang bersikap negatif yang menggunakan non MKJP

64

sebesar 8,3%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,005


dengan

demikian

dapat

disimpulkan

bahwa

ada

hubungan secara signifikan antara sikap responden


terhadap metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) wanita. Uji statistik juga diperoleh informasi nilai
OR sebesar 2,7 artinya responden yang positif tentang
MKJP tinggi memiliki peluang sebesar 2,7 kali lebih
besar untuk memilih menggunakan MKJP dibanding
responden yang negatif tentang MJKP rendah dengan
tingkat kepercayaan 95% diyakini bahwa nilai OR
berada diantara 1, 354 5,512.

65

Penghasil
an
keluarga
Rendah

Pemilihan MKJP
MKJP
Non
MKJP
n
219

%
86,6

n
34

Tinggi

51

82,3

11

Total

270

85,7

45

%
13,
4
17,
7
14,
3

Total
P
Value
n
253

%
100
0, 506

63

100

315

100

Hasil analisa hubungan penghasilan keluarga dengan pemilihan


metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita diperoleh
informasi bahwa diantara responden yang berpenghasilan rendah yang
menggunakan MKJP sebesar 86,6% sedangkan yang berpenghasilan
rendah menggunakan non MKJP sebesar 13,4%. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,506 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan secara signifikan antara dukungan suami dengan
pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Univariat
4.3.1.1 Pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) wanita
hasil

penelitian

menggunakan

menunjukan

MKJP

sebesar

bahwa

responden

yang

14,3%

sedangkan

yang

menggunakan non MKJP sebesar 85,7% hasil penelitian ini


sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Fienalia A (2011) dengan judul faktor faktor yang
berhubungan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang (MJKP) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas

66

Kota Depok tahun 2011 dengan hasil responden yang


menggunakan metodekontrasepsi jangka panjang sebesar 66,7%
dan yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
sebesar 33,3%.
4.3.1.2 Pengetahuan tentang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan
pengetahuan

tinggi

sebesar

52,7%

sedangkan

yang

berpengetahuan rendah sebesar 47,3% hasil penelitian ini


sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Bernandus D, dkk (2012) dengan judul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolodengan
hasil responden dengan pengetahuan baik sebesar 56,3% dan
yang berpengetahuan kurang sebesar 43,8%.
4.3.1.3 Dukungan suami dengan pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) hasil penelitian menunjukan bahwa responden
dengan suami yang mendukung sebesar 63,8% sedangkan yang
kurang mendukung sebesar 36,2% hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Musdalifah,
dkk (2013) dengan judul Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemilihan Kontrasepsi Hormonal Pasutri Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lampa Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang
2013 dengan hasil responden yang lebih banyak mendapat
dukungan dari suami sebesar 93,4% dan yang dukungannya
lemah sebesar 6,6%.

67

4.3.1.4 Penghasilan keluarga dengan pemilihan

Metode Kontrasepsi

Jangka Panjang (MKJP) hasil penelitian menunjukan bahwa


responden dengan penghasilan rendah sebesar 80,3% sedangkan
yang penghasilan tinggi sebesar 19,7% hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari I,
dkk (2013) dengan judul Hubungan Tingkat Pendapatan
Keluarga Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik dengan
hasil responden yang hasil pendapatan keluarga tingkat atas atau
lebih besar 3 kali dari UMK sebesar 5,9% , mendapatan
menengah atau 2 kali dari UMK sebesar 29,4%, sedangkan yang
pendapatan bawah atau UMK sebesar 64,7%.
4.3.2

Bivariat
4.3.2.1 Analisis chi square diperoleh p value = 0,029 yang
berarti

ada

hubungan

antara

pengetahuan

dengan pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka


Panjang (MKJP) wanita di Puskesmas Simpur Kota
Bandar Lampung tahun 2014 dengan p value <
( 0,029 < 0,05).
Hasil perhitungan diatas
OR

2,214

juga didapat nilai

(1,128-4,348)

yang

berarti

pengetahuan yang tinggi berpeluang 2,2 kali lebih


besar

untuk

memilih

menggunakan

MKJP

dibandingkan dengan yang pengetahuan rendah.


Hasil
ini
sesuai
dengan
penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Bernandus D, dkk
(2012) dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan

68

Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailolodengan hasil
responden dengan pengetahuan baik sebesar 54 orang (56,3%)
dan yang berpengetahuan kurang sebesar 42 orang (43,8%).
yang berarti ada hubungan antara pengetahuan
dengan pemilihan AKDR bagi akseptor KB di
Puskesmas Jailolo dengan p value < (0,026 <
0,05).
Hasil perhitungan diatas juga didapat nilai
OR

2,971yang

berarti

pengetahuan

yang

tinggi/baik 2,9 kali mempunyai peluang memilih


AKDR bagi akseptor KBdi Puskesmas

Jailolo .

Dalam teori green (dalam Soekidjo 2010), bahwa


perilaku

seseorang

pengetahuan
untuk

yang

menerima

dipengaruhi

oleh

mempermudah

suatu

objek

faktor

seseorang

dalam

hal

ini

pemilihan kontrasepsi. Pengetahuan merupakan hasil


dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap

suatu

objek

tertentu

(Notoatmodjo,

2007).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai


hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan
kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions), dan penerangan
penerangan yang keliru (misinformations) (Soekanto, 2006).
Sumber sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan
akal-budi, pengalaman, sintetis budi, atau meragukan karena

69

tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti


( Soelaeman, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
melihat hasil pengelolahan data tersebut menunjukkan bahwa
responden berpengetahuan tinggi dalam pemilihan metode
kontrasepsi sehingga kebanyakan responden memilih metode
kontrasepsi

jangka

panjang

dalam

memilih

metode

kontrasepsi. Pengetahuan akseptor KB sangat erat kaitannya


terhadap pemilihan alat kontrasepsi, karena dengan adanya
pengetahuan yang tinggi terhadap metode kontrasepsi tertentu
akan merubah cara pandang akseptor dalam menentukan
kontrasepsi yang paling sesuai dan efektif digunakan sehingga
membuat pengguna KB lebih nyaman terhadap kontrasepsi
tersebut

dan

dengan

pengetahuan

yang

tinggi

dapat

menghindari kesalahan dalam pemilihan metode kontrasepsi


yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri. Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan responden pada saat
penelitian, hal tersebut disebabkan karena responden tidak tahu
tentang KB selain yang digunakannya, walaupun responden
masih ada yang berpengetahuan rendah tetapi kebanyakan dari
mereka menggunakan metode kontrasepsi yang tidak efektif
(non MKJP) jadi tidak semua yang berpengetahuan tinggi tepat
dalam menggunakan metode kontrasepsi.
4.3.2.2 Analisis chi square diperoleh p value = 0,943
yang berarti tidak ada hubungan antara dukungan

70

suami
Jangka

dengan
Panjang

pemilihan
(MKJP)

Metode

wanita

di

Kontrasepsi
Puskesmas

Simpur Kota Bandar Lampung tahun 2014.


Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfat bagi
individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen dalam
Setiadi, 2008). Dukungan sosial keluarga adalah suatu proses
hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam
semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga
mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,
sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka
dalam kehidupan. Studi studi tentang dukungan keluarga
telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial sebagai koping
keluarga, baik dukungan dukungan yang bersifat eksternal
maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial
keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga,
sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi,
tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga
internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara
kandung, atau dukungan dari anak (Friedman dalam Setiadi,
2008). Dalam hal ini dukungan suami terhadap alat kontrasepsi
yang akan dipilih dan digunakan oleh istrinya.
Penelitian ini tidak mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Musdalifah, dkk (2013) dengan judul

71

Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi


Hormonal Pasutri Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa
Kecamatan

Duampanua

Kabupaten

Pinrang

2013

Duampanua Kabupaten Pinrang tahun 2012. Hasil penelitian


menunjukkan ada hubungan antara dukungan suami dengan
pemilihan alat kontrasepsi dengan nilai p = 0,000.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Ayunda S (2013) menunjukan bahwa Hasil uji statistik
didapatkan nilai p value (0.099) berarti tidak ada hubungan
antara dukungan suami dengan pemilihan metode kontrasepsi
oleh PUS Di Desa
Peunyerat Kecamatan Banda Raya Banda Aceh.
Hal ini dimungkinkan karena berdasarkan wawancara
yang dilakukan terhadap responden kebanyakan dari mereka
mengatakan bahwa suami menyerahkan sepenuhnya kepada
responden tentang metode kontrasepsi apa yang akan mereka
gunakan, suami mendukung apa pun keputusan yang
responden ambil terkait dengan pemilihan metode kontrasepsi.
4.3.2.3 Analisis chi square pada df=1, =0,05 diperoleh
Pvalue=0,005 yang berarti ada hubungan antara
sikap

responden

dengan

pemilihan

Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) wanita di


Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung tahun
2014 dengan p value < (0,005 < 0,05).
Hasil perhitungan diatas juga didapat nilai
OR = 2,772 (1,394-5,512) yang berarti sikap

72

positif

berpeluang 2,7 kali lebih besar untuk

memilih

menggunakan

MKJP

dibandingkan

dengan yang sikap negatif.


Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang
masih

tertutup

terhadap

suatu

stimulus

atau

objek

(Notoatmodjo, 2007). Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo,


2007. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku.sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, buka merupakan reaksi
terbuka. Sikap merupakan reaksi terhadap suatu objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang,
tidak senang atau perasaan biasa biasa saja (netral) dari
seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian
situasi, orang orang atau kelompok. Kalau yang diambil
terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut
sikap poritif, sedangkan kalau perasaan tidak senang, sikap
negatif. Kalau tidak timbul perasaan apa apa berarti sikapnya
netral. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu Affect,
Behaviour, dan Cognition. Affect adalah perasaan yang timbul
(senang, tak senang), Behaviour adalah perilaku yang
mengikuti

perasaan

itu

(mendekat,

menghindar),

dan

Cognition adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus, tidak

73

bagus). Manusia dapat mempunyai bermacam macam sikap


terhadap berbagai macam macam hal (objek sikap). Karena
sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah ubah sesuai
dengan keadaan lingkungan di sekitar yang bersangkutan pada
saat saat dan tempat yang berbeda beda. Dalam sikap
tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang
membedakannya dari pengetahuan misalnya. Sikap tidak
hilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi, sikap
berbeda dengan refleks atau dorongan. Sikap tidak hanya
terdiri atas satu macam saja, melainkan bermacam macam,
sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi perhatian
orang yang bersangkutan.
Proses pembentukan dan perubahan sikap. Sikap dapat
terbentuk atau berubah melalui empat macam cara:
1. Adopsi adalah kejadian kejadian dan peristiwa peristiwa
yang terjadi berulang ulang dan terus menerus, lama
kelamaan secara bertahap diserap ke dalam individu dan
mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2. Diferensiasi : dengan berkembangnya

intelegensi,

bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya


usia, maka ada hal hal yang tadinya dianggap sejenis,
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap
objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3. Integrasi : pembentukan sikap di sini terjadi secara
bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang

74

berhubungan dengan satu hal tertentu sehingga akhirnya


terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
4. Trauma adalah pengalaman yang tiba tiba, mengejutkan,
yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang
bersangkutan. Pengalaman pengalaman yang traumatis
dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap :
1. Faktor internal : yaitu faktor faktor yang terdapat dalam
diri orang yang bersangkutan, seperti faktor pilihan. Pilihan
ini ditentukan oleh motif motif dan kecenderungan
kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah
kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan
membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.
2. Faktor eksternal : selain faktor faktor yang terdapat dalam
diri sendiri, maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh
faktor faktor yang ada diluar, yaitu :
a. Sifat objek, sikap itu sendiri, bagus, atau jelek dan
sebagainya.
b. Kewibawaan : orang yang mengemukaan suatu sikap.
c. Sifat orang orang atau kelompok yang mendukung
sikap tersebut.
d. Media
komunikasi

yang

digunakan

dalam

menyampaikan sikap.
e. Situasi pada sikap itu dibentuk.
Makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin
cepat terbentuknya sikap (Sarwono, 2013).
Ada dua pembagian kerangka pemikiran mengenai sikap
yaitu tradisional dan modern. Tiga kerangka pemikiran
secara tradisional mengenai sikap :

75

1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli


psikologi seperti Louis Thurstone(1982), Rensis Likert
(1932), dan Charles osgood, enurut mereka, sikap adalah
suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang

terhadap

suatu

objek

adalah

perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan


tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih
spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan sikap
sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap
suatu objek psikologis (Edwards, 1957).
2. Kerangka pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli
seperti Chave (1982), Borgandus (1931), LaPierre
(1934), Mead (1934), dan Gordon Allport (1935) yang
konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks.
Menurut kelompok pemikiran ini, sikap merupakan
semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa
kesiapan yang dimaksudkan merupakan semacam
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respons. LaPierre (1934)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara

76

sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial


yang telah terkondisikan.
3. Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang
berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme).
Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan
konstelasi komponen komponen kognitif, afektif, dan
konatif yang saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord
dan Backman (1964), misalnya, mendefinisikan sikap
sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

77

Ada dua pendekatan guna klasifikasi tentang sikap :


1. Pendekatan yang pertama adalah yang memandang
sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, perilaku dan
kognitif sebagai suatu objek. Ketiga komponen tersebut
secara bersama mengorganisasikan sikap individu.
Pendekatan ini, yang terurai diatas dikenal dengan nama
skema triadik, disebut juga pendekatan tricomponent.
2. Pendekatan kedua timbul dikarenakan adanya
ketidakpuasan atas penjelasan mengenai inkonsistensi
yang terjadi di antara ketiga komponen kognitif, afektif,
dan perilaku dalam membentuk sikap. Oleh karena itu
pengikut pendekatan ini memandang perlu untuk
membatasi konsep sikap hanya pada aspek afektif saja
(single component). Definisi yang mereka ajukan
mengatakan bahwa sikap tidak lain adalah afek atau
penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek.
Definisi Petty dan Cacioppo secara lengkap mengatakan
sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia
terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu
isu. Sikap merupakan suatu konstrak multidimensional
yang terdiri atas kognisi, afeksi, dan konasi (Azwar,
2013).
Hasil

ini

sesuai

dengan

penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Asmawahyunita,


S.Kep (2010) dengan judul Hubungan Sikap Ibu Tentang
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Dengan Pemilihan Alat

78

Kontrasepsi Dalam Rahim Di Rsia Kumalasiwi Pecangaan


Kabupaten Jepara Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden bersikap mendukung sebanyak 71
responden (50.7%) dan sebagian kecil responden memilih
AKDR sebanyak 17 responden (12.1%). Ada hubungan antara
sikap ibu dengan pemilihan AKDR dengan hasil p value
0,045.
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan
sebagian besar responden bersikap mendukung
namun tidak memilih metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP). Hal ini berarti
responden

mendukung

namun

meski sikap
belum

tentu

responden tersebut memilih metode kontrasepsi


jangka panjang karena mereka tidak mau tahu
alat kontrasepsi lain selain yang mereka gunakan.
4.3.2.4 Analisis chi square diperoleh p value=0,506
yang

berarti

tidak

ada

hubungan

penghasilan rendah dengan pemilihan

antara
Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) wanita di


Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung tahun
2014.
Penghasilan keluarga adalah segala bentuk balas karya
yang

diperoleh

sebagai

imbalan

atau

balas-jasa

atas

sumbangan seseorang terhadap proses produksi. Konkretnya


penghasilan keluarga dapat bersumber pada: Usaha sendiri,

79

misalnya berdagang (wiraswasta), bekerja pada orang lain


(misalnya karyawan atau buruh), dan hasil dari milik misalnya
punya sawah atau rumah disewakan. Penghasilan keluarga
dapat diterima dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
barang disebut in natura misalnya tunjangan beras, hasil dari
sawah atau dari pekarangan sendiri atau fasilitas fasilitas
(misalnya rumah dinas, pengobatan gratis). Selain penghasilan
(balas karya dan hasil milik dsb) mungkin masih ada
penerimaan uang masuk lain, misalnya berupa :uang pension
bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada
pemerintah atau instansi lain, sumbangan atau hadiah dan
pinjaman atau hutang, ini merupakan uang masuk, tetapi pada
suatu saat akan harus dikembalikan.
Gaji pokok (untuk pegawai negeri atau menurut
ketentuan PGPS), ditambah macam macam tunjangan
merupakan gaji kotor atau bruto. Upah/gaji bruto tersebut
belum tentu semua diterima oleh yang bersangkutan sebab gaji
kotor biasanya masih dikurangi dengan bermacam-macam
potongan, misalnya untuk pajak, dana hari tua dll, yang tinggal
disebut gaji bersih atau take home pay. Demikian pula
halnya dengan laba usaha : penerimaan kotor baru merupakan
laba bersih setelah dikurangi semua ongkos- ongkos (Gilarso,
T, 2008).
Berdasarkan hasil penetapan Upah Minimum Kota
(UMK), Kota Bandar Lampung mengalami kenaikan UMK

80

dari yang sebelumnya pada tahun 2013 sebesar Rp1,165 juta


menjadi Rp1,550 juta di tahun 2014 tiap bulannya sehingga
besarnya pendapatan untuk penghasilan keluarganya tinggi 2
kali

diatas

Upah

Minimum

Kota

(UMK)

(http://www.radarlampung.co.id, 2014).
Penelitian ini di dapatkan hasil yang berbeda
dengan penelitian Wulandari, I dkk (2013) karena
terdapat hubungan antara pendapatan keluarga
dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik di BPM Puji Utomo
Desa Kedung Jeruk, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten
Karanganyar.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Imron R (2010) dengan judul Determinan pemakaian
alat kontrasepsi IUD pada akseptor KB di wilayah kerja
Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten
Lampung Selatan propinsi Lampung tahun 2010 diperoleh
hasil uji statistik dengan p value = 0,327, maka dapat
disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara status
ekonomi dengan pemakaian IUD.
Hal ini dimungkinkan karena

pengumpulan data

penelitian ini menggunakan pertanyaan langsung dan


tidakmenggali dengan pertanyaan secara mendalam, peneliti
hanya menanyakan hasil pendapatan rata rata perbulannya
tanpa menanyakan pengeluaran serta penghasilan lain yang di
dapat selain pendapatan perbulan, sehingga jawaban yang
diberikan hanya berdasarkan perkiraan responden saja.

81

Anda mungkin juga menyukai