Dilarang keras mengutip bagian buku untuk keperluan tertentu diluar keperluan akademis. Untuk
mengutip isi buku untuk keperluan lain harus seizin dari Ditjen PPI Kemkominfo.
Pejabat penghubung:
Gunawan Hutagalung,MT
Kepala Sub Direktorat Kelayakan Sistem Telekomunikasi
Email: guna005@kominfo.go.id
Hutagalung@postel.go.id
-1-
Pengantar
1. Latar Belakang Forum Konvergensi
Indonesia sebagai negara luas dengan jumlah penduduk yang besar merupakan suatu potensi bagi
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Salah satu hal penting penunjang pertumbuhan
perekonomian yang efektif dan merata adalah meratanya penyebaran informasi dan komunikasi
menjadikan peran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai penyalur informasi dan
komunikasi. Kebutuhan akan informasi dan komunikasi menjadi kebutuhan primer masyarakat,
terlebih bagi masyarakat yang mengandalkan informasi dan komunikasi sebagai pendongkrak
produktivitasnya. Untuk itu kebutuhan akan informasi dan komunikasi harus dijamin oleh pemerintah
bagi setiap warganya, karena konektivitas nasional diyakini dapat meningkatkan produktivitas
masyarakat yang akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya
saing bangsa.
Saat ini Indonesia bersiap memasuki era industri digital, dimana akan bertumpu berbagai layanan
konvergensi yang akan membentuk industri konvergensi. Layanan broadband yang memadai
merupakan salah satu faktor utama pendorong pengembangan industri konvergensi di suatu negara.
Industri konvergensi digital telah nyata menjadi faktor pendorong reformasi ekonomi menjadi lebih
baik di beberapa negara. Seperti halnya di Amerika Serikat dimana 21% dari total GDP (Gross Domestic
Product) dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley. Salah satu industri digital paling bertumbuh
di Amerika Serikat adalah bisnis Video Game dimana pada tahun 2012, bisnis digital ini menyumbang
GDP sebesar 6,2 Milyar USD.
Pada tahun 2012 sumbangan produk kreatif digital oleh industri konvergensi digital di Indonesia
mencapai 40% dari total pendapatan industri kreatif nasional, atau sekitar Rp. 288 Milyar dari total
573,9 Milyar. Dengan tingginya angkatan kerja di Indonesia, industri kenvergensi berbasis digital
seharusnya dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian negara melalui
pengurangan tingkat pengangguran.
Selain itu, pengembangan industri konvergensi berbasis digital juga diyakini akan meningkatkan daya
saing bangsa Indonesia, apabila industri konvergensi berbasis digital tersebut dapat meningkatkan
IPOLEKSOSBUDHANKAM. Guna mengarahkan pengembangan industri konvergen berbasis digital
untuk dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan IPOLEKSOSBUDHANKAM di
Indonesia, maka diperlukan intervensi dari pemerintah, terutama dalam pembentukan legal
framework yang tepat dalam mengembangkan industri konvergen berbasis digital di Indonesia.
Untuk mengantisipasi perkembangan teknologi, pasar dan juga regulasi pada era konvergensi ke
depan, maka forum konvergensi ini diselenggarakan dengan harapan untuk dapat menjadi titik awal
dari perumusahn rencana pemerintah ke depan dalam industri konvergensi.
-2-
Definisi Konvergensi
Layanan Konvergensi
Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi
Infrastruktur Konvergensi
Teknologi Konvergensi
Pemanfaatan Sumber Daya
Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
Model Bisnis Konvergensi
Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)
Peran Negara dalam Industri Konvergensi
Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi
Perlindungan Pengguna
Pertahanan dan Keamanan Negara
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya, Pemerintahan
dan Layanan Publik
16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
Seluruh topik diskusi tersebut akan menjadi topik yang diatur dalam UU konvergensi nantinya, dan
dalam forum konvergensi ini, seluruh pihak yang berada pada forum tersebut menjadi partisipan
-3-
dalam topik diskusi sesuai dengan keahliannya, dan sumbang saran maupun seluruh pertanyaan akan
ditampung sebagai pertimbangan akademis dan praktis dalam penyusunan RUU Konvergensi.
Tujuan dari forum konvergensi yang dilakukan adalah untuk mencari masukan dari berbagai pihak
mengenai konvergensi di Indonesia, masukan-masukan tersebut akan menjadi bahan bagi Pemerintah
dalam merumuskan legislasi yang baru dalam konteks konvergensi di Indonesia, yang bertujuan untuk
Membangun Industri Konvergensi berbasis Digital untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa.
-4-
DAFTAR ISI
Pengantar ............................................................................................................................................ - 1 1.
2.
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ v
BAB I Konvergensi ................................................................................................................................... 1
1.
2.
3.
4.
5.
Definisi Konvergensi.................................................................................................................. 14
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik ................................................................................................... 21
16.
17.
1.
b.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) ....... 30
c.
d.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha ..... 41
2.
Unifikasi................................................................................................................................. 47
b.
3.
Definisi Konvergensi.............................................................................................................. 55
2)
3)
4)
5)
6)
7)
10)
11)
2.
Definisi Konvergensi.............................................................................................................. 70
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik ............................................................................................... 78
16)
17)
3.
4.
Penutup................................................................................................................................................. 82
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Konvergensi pada TIK .......................................................................................................... 1
Gambar 2 : Jaringan Konvergensi untuk seluruh Kebutuhan Industri ................................................... 3
Gambar 3 : Rantai Efek Broadband bagi kehidupan negara .................................................................. 4
Gambar 4 : Revenue per User Media Sosial ........................................................................................... 7
Gambar 5 : Proyeksi Keuntungan Media Sosial di Indonesia.................................................................. 8
Gambar 6 : Kebutuhan pengaturan Industri Konvergensi ...................................................................... 9
Gambar 7 : Gambaran industri sektor TIK, dan Undang-Undang yang sudah ada ............................... 25
Gambar 8 : Analisa TES Konvergensi..................................................................................................... 55
Gambar 9 : Roadmap Konvergensi Australia ........................................................................................ 56
Gambar 10 : Perubahan rezim kebijakan spektrum frekuensi ............................................................. 57
Gambar 11 : Integrasi Upstream dan Downstream Konvergensi ......................................................... 58
Gambar 12 : pendekatan horizontal regulasi ....................................................................................... 62
Gambar 13 : Arsitektur smart city......................................................................................................... 66
Gambar 14 : Kebijakan Konvergensi United Kingdom .......................................................................... 67
Gambar 15 : Regulator dan Regulasi di USA, UK, dan Korea Selatan ................................................... 68
Gambar 16 : Konvergensi ...................................................................................................................... 71
Gambar 17 : Konvergensi platform layanan ......................................................................................... 72
Gambar 18 : Hub IP Nasional ................................................................................................................ 73
Gambar 19 : Rencana Palapa Ring ........................................................................................................ 74
Gambar 20 : Payment Gateway Nasional ............................................................................................. 75
Gambar 21 : Tol Laut Indonesia ............................................................................................................ 75
Gambar 22 : Machine Type Communication ........................................................................................ 76
Gambar 23 : Telco Emerging Market menuju Konvergensi .................................................................. 80
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Pros dan Cons opsi nomenklatur RUU mengenai konvergensi .............................................. 51
Tabel 2 : Benchmark Pemanfaatan Sumber Daya................................................................................. 57
Tabel 3 : Benchmark Kebijakan Cross-Ownership di negara lain .......................................................... 59
Tabel 4 : Benchmark Kebijakan Industri di negara lain ......................................................................... 59
Tabel 5 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain........................................................... 59
Tabel 6 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain........................................................... 60
Tabel 7 : Badan regulator di US, UK dan Korea Selatan ........................................................................ 68
Tabel 8 : Benchmark regulator telekomunikasi dan penyiaran di inggris............................................. 69
BAB I Konvergensi
1. Mengapa harus konvergen
Perkembangan teknologi khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menyebabkan
peningkatan kebutuhan akan layanan oleh pengguna semakin meningkat. Seperti contoh, dimana
saat ini dunia tengah bersiap menyambut era teknologi 5G. Pada generasi pertama (1G), pengguna
hanya dapat menikmati layanan voice; kemudian pada 2G yang memungkinkan pengguna
menikmati layanan voice, SMS, dan layanan data, namun kecepatannya masih belum optimal.
Sampai pada era 5G yang secara khusus didesign untuk mesin dan bukan hanya untuk manusia.
5G merupakan suatu platform yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti
traffic safety control, critical infrastructure, industrial processes, public safety, dll.1
Lahirnya teknologi baru seperti halnya yang disebutkan diatas merupakan salah satu faktor
pendorong urgensi lahirnya layanan konvergensi di Indonesia. Dalam era konvergensi terdapat
beberapa tipe konvergensi yang akan terjadi, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Terminal/Device Convergent
Network Access Convergent
Communication Service Convergent
Content/Application Convergent
Corporate/social Convergent
Berikut gambar yang menjelaskan mengenai konvergensi yang terjadi pada beberapa sektor.
Saat ini smartphone dapat mendeliver beberapa service sekaligus dalam satu perangkat kecil.
Dulu kita tidak pernah terbayang dapat menonton televisi menggunakan perangkat Ponsel yang
1
2
dimiliki. Namun dengan adanya device convergence, saat ini masyarakat dapat menonton TV,
internet dengan hanya menggunakan satu perangkat smartphone. Kedepan juga akan ada IOT
(Internet of Things), artinya kedepan semua perangkat rumah tangga akan terkoneksi dengan
jaringan internet yang memungkinkan seseorang dapat menyalakan AC jarak jauh, artinya mesin
akan saling terkoneksi dan berkomunikasi melalui jaringan internet.
Selanjutnya, terkait network convergence, saat ini memungkinkan satu satu perangkat jaringan
dapat mendeliver beberapa layanan yang berbeda. Misalnya saja seperti layanan Tripleplay yang
saat ini disediakan oleh satu perangkat jaringan, namun dapat mendeliver layanan internet, TV
kabel, Voice, dan layanan lainnya secara bersama-sama. Artinya semua access technology
digunakan untuk mengakses berbagai layanan.
Kemudian ada communication service convergence, semua transport protokol yang digunakan
saat ini berbasis IP. Dulu VOIP dianggap haram, namun saat ini hal tersebut digunakan untuk
mengurangi cost. Pemanfaatan IP harus sangat berhati hati, karena sangat terkait dengan
kedaulatan RI, mengingat Protocol ini dibuat oleh negara tertentu. Seperti halnya China yang
mulai menyadari terkait pemanfaatan IP, mereka membuat protocol sendiri guna melindungi
kedaulatan negara.
Selanjutnya adalah content aplication convergence. Web, aplikasi, VOIP sudah terlalu banyak saat
ini dan unregulated. Disini yang menjadi opportunity bagi Global OTT. Dengan modal yang tidak
terlalu besar karena sebagian besar dari mereka tidak membangun server di Indonesia, namun
dapat memperoleh keuntungan yang besar dan menduduki jaringan operator tanpa adanya
kerjasama dengan operator telekomunikasi di Indonesia.
Dan yang terakhir adalah corporate/social convergence. Saat ini pertemuan dapat dilakukan
secara tidak langsung menggunakan media internet. Sehingga mendrive perubahan bisnis model
ke arah yang lebih efisien bagi perusahaan.
Segala bentuk konvergen sebagaimana dimaksud di atas akan secara alamiah terjadi seiring
dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan terjadinya evolusi layanan untuk saling
berkonvergensi dalam memenuhi kebutuhan pengguna, baik pengguna individu, korporasi,
ataupun pemerintah.
Pada era konvergen, dimana dimungkinkan adanya network convergent dan evolusi teknologi
(teknologi 5G) memungkinkan satu jaringan digunakan oleh beberapa industri dengan
menggunakan frekuensi yang sama.3
Dengan dimungkinkannya situasi sebagaimana dijelaskan pada gambar di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada era konvergen efisiensi industri akan semakin meningkat, terutama dari
sisi cost reduction. Dengan begitu, pada era konvergensi harga layanan diprediksi akan semakin
murah karena biaya penyediaan layanan akan semakin rendah dengan banyaknya bundling
layanan. Sehingga, akan meningkatkan penetrasi layanan karena harga layanan akan lebih
affordable bagi masyarakat.
Salah satu faktor pendorong utama dalam pengembangan industri konvergensi adalah
peningkatan penetrasi infrastruktur broadband. Peningkatan penetrasi dan kecepatan broadband
akan meningkatkan penggunaan layanan konvergensi, yang secara langsung ataupun tidak
langsung akan meningkatkan productivity masyarakat. selain itu, efek yang dirasakan melalui
peningkatan penetrasi dan kecepatan broadband yaitu menaikkan kegiatan ekonomi, menaikan
inovasi, komunikasi lebih cepat, dan lain-lain.5
4
5
b. Menetapkan sanksi yang berat kepada Pengelola Gedung atau Kawasan yang
melakukan praktek ekslusivitas seperti berupa pencabutan IMB atau Izin
Usaha.
2. Upaya Jangka Menengah
Pemerintah Pusat dan Daerah, perlu mendorong percepatan pembangunan
infrastruktur komersial yang dibangun pelaku usaha melalui penyiapan infrastruktur
pasif dalam bentuk Saluran/ducting Bersama khususnya pada jalur utama dalam
kota, serta Tiang Bersama untuk kepentingan penempatan instalasi kabel juga pada
titik tertentu dapat dimanfaatkan bersama untuk kepentingan instalasi micro cell
pole.
3. Upaya Jangka Panjang
Pemerintah Pusat dan Daerah bersama para pelaku industry TIK mengusahakan
bersama dalam bentuk konsorsium penyediaan Jaringan Backbone berbasis kabel
serat optic yang bersifat neutral menghubungkan seluruh Ibukota Propinsi,
Kotamadya, Kabupaten, Kecamatan bahkan sampai ke pedesaan.
Perkembangan industri konvergen berbasis digital mendorong terbukanya berbagai
peluang kerja, peluang dan inovasi bisnis, produk, layanan dan meningkatkan efisiensi
bisnis serta pelayanan publik. Layanan Telekomunikasi sebaga pintu akses ke layanan
Konvergensi Digital
juga telah menjadi kebutuhan masyarakat modern. Pilar
pengembangan telekomunikasi adalah tersedianya akses, infrastruktur jaringan, layanan,
perangkat pengguna dan aplikasi. Karena aksesnya yang demikian luas dan luar biasa,
kerentanan dalam penyelenggaraan Layanan Telekomunikasi juga berdampak sangat luas
bagi konsumen.8
Kebutuhan akan layanan konvergensi oleh masyarakat sudah sangat mendesak seiring dengan
evolusi teknologi ICT yang memungkinkan terjadinya konvergensi berbagai layanan digital. Oleh
karena itu, industri konvergensi berbasis digital perlu dimonetisasi oleh pemerintah guna menjaga
irama perkembangan industri ini terus tumbuh positif. Regulasi atau kebijakan perlu disusun
secara fleksibel untuk membiarkan industri konvergen ini dapat berkembang secara bebas.
Perkembangan industri konvergen berbasis digital akan menjadi pondasi awal dalam perubahan
budaya dan masyarakat. Dengan adanya konvergensi ini teknologi akan bergeser menjadi
kebutuhan dasar bagi manusia. Konvergensi mendorong kemajuan teknologi semakin
berkembang aplikasi layanan yang mampu mempermudah pekerjaan manusia semakin banyak.
Dengan adanya kemajuan teknologi dan didorong dengan adanya konvergensi ini, orang-orang
semakin mudah dan bebas untuk berekspresi.9
8
9
10
dimonetisasi dengan baik oleh pemerintah, maka akan memberikan dampak yang sangat masif
terhadap perekonomian negara.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar serta memiliki pengguna internet
yang telah mencapai 34,9% dari jumlah populasi pada tahun 2014. Indonesia juga merupakan
pengakses sosial media yang cukup besar, hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai target
besar dari global OTT, terlebih hingga saat ini Indonesia belum mempunyai konten OTT yang
mampu menyaingi global OTT. Facebook, Twitter dan penyedia konten lainnya ternyata memiliki
keuntungan yang cukup besar dari penggunanya. Facebook mendapatkan keuntungan 2 USD per
user, Linked In memperoleh keuntungan 1,5 USD, dan Twitter mendapatkan 1 USD Per User.
Keuntungan yang didapat tersebut, apabila dikalikan denagan jumlah pengguna di Indonesia,
maka keuntungan yang didapat oleh global OTT adalah sebagai berikut.
13
Melihat keuntungan yang sangat besar dari global OTT terhadap market yang ada di Indonesia,
merupakan sebuah potensi yang sangat besar apabila pemerintah dapat konsen bersama sama
dengan penyedia konten untuk mengembangkan konten dalam negeri yang dapat bersaing di
Indonesia.
Namun yang menjadi alasan mengapa konten-konten di dalam negeri tidak dapat berkembang
besar adalah karena penyediaan layanan konten merupakan bisnis jangka panjang. Penyedia
konten misalnya seperti google, baru memperoleh keuntungan setelah 5 tahun beroperasi.
Artinya, sebelum mereka mendapatkan keuntungan, mereka terus menggunakan modal yang
besar untuk beroperasi. Bisnis penyediaan konten hanya dapat dilakukan oleh perusahaan dengan
modal yang sangat besar, hal tersebutlah yang membuat penyedia konten di Indonesia sulit untuk
bersaing dengan penyedia konten global. Untuk itu perlu adanya dukungan yang kuat dari seluruh
stakeholder guna mengembangkan industri konten dalam negeri.
Untuk itu, terkait dengan konvergensi, maka ada beberapa hal yang harus diregulasi oleh
pemerintah untuk mengembangkan industri konvergensi di Indonesia. Berikut hal-hal yang perlu
dilakukan oleh pemerintah dalam hal regulasi.
14
Dengan begitu, terdapat korelasi yang kuat antara pengembangan industri konvergen berbasis
digital dengan perekonomian suatu negara. Dimana pengembangan industri konvergen berbasis
digital yang kuat, akan memberikan keuntungan yang sangat besar terhadap sustainibilitas
perekonomian suatu negara.
Pengembangan industri konvergen berbasis digital harus diarahkan guna meningkatkan daya
saing bangsa Indonesia. Parameter daya saing bangsa adalah dengan terpenuhinya kondisi
ipoleksosbudhankan naisonal yang seimbang dan stabil.16 Industri konvergen berbasis digital
haruslah memberikan nilai lebih yang positif bagi setiap aspek negara.
Teknologi Informasi dan Komunikasi dewasa ini dapat mempengaruhi perubahan ideologi suatu
bangsa. Pemanfaatan TIK yang positif akan membawa masyarakat ke arah positif, begitu pula
sebaliknya informasi yang negatif akan membawa masyarakat menuju kepada disintegrasi dan
juga polarisasi antar masyarakat. pemanfaatan TIK yang positif artinya memberikan manfaat yang
baik bagi kehidupan masyarakat, sehingga dalam jangka waktu tertentu akan mengubah ideologi
atau pola pikir masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu, peran negara dalam mendorong
pemanfaatan TIK yang lebih efektif dan efisien oleh masyarakat sangat diperlukan.
Selanjutnya terkait dengan aspek politik, pemanfaatan aplikasi TIK terbukti dapat memberikan
dampak positif dalam iklim politik dalam negeri. Saat ini peran TIK berbasis digital dalam dunia
politik sudah sangat jelas terlihat, misalnya dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
pada Tahun 2014, dimana pemanfaatan TIK sebagai media kampanye sudah sangat masif
dilakukan oleh kedua calon Presiden dan Wakil Presiden. Pengguna internet yang semakin besar
merupakan faktor utama yang menyebabkan prilaku kampanye para peminpin negeri ini mulai
mamanfaatkan dunia cyber dalam mempengaruhi calon pemilih, dan hal tersebut akan terus
berkembang seiring dengan peningkatan penetrasi layanan internet di Indonesia. Selain itu,
15
16
pemanfaatan aplikasi TIK yang handal kedepan juga dapat menurunkan biaya demokrasi suatu
negara. Kedepan dengan aplikasi TIK yang handal, proses pemilihan umum dapat menggunakan
aplikasi TIK yang jauh lebih murah, cepat, dan lebih aman apabila diproteksi dengan baik.
Aspek selanjutnya terkait ekonomi, telah banyak data dan fakta yang menyebutkan bagaimana
perkembangan industri konvergensi berbasis digital memberikan dampak positif bagi peningkatan
perekonomian suatu negara. Amerika Serikat, sebagai negara adidaya dengan perekonomian yang
kuat memiliki industri digital yang cukup besar, dimana 21% dari total GDP (Gross Domestic
Product) dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley. Salah satu industri digital paling
bertumbuh di Amerika Serikat adalah bisnis Video Game dimana pada tahun 2012, bisnis digital
ini menyumbang GDP sebesar 6,2 Milyar USD.
Selanjutnya dari sisi pemerintahan, layanan digital diyakini dapat memberikan keuntungan yang
sangat besar dalam menciptakan efisiensi dalam operasional pemerintahan. Aplikasi
pemerintahan seperti e-monitoring, e-office, e-health, dll terbukti dapat meningkatkan efisiensi
sitem birokrasi pemerintahan serta dapat menghemat anggaran yang cukup besar. Dengan begitu,
penghematan anggaran tersebut dapat dialokasikan kepada pembangunan infrastruktur yang
dapat berimpak secara langsung terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
e-government sebagai salah satu bentuk aplikasi yang dihasilkan melalui lahirnya layanan
konvergen berbasis digital merupakan aplikasi pelayanan masyarakat yang seharusnya dapat
diaplikasikan diseluruh instrument pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan layanan publik seperti perizinan,
pengurusan dokumen kependudukan, dan layanan publik lainnya. E-goverment dapat terlaksana
dengan adanya pemahaman bersama untuk pemanfaatan setiap aplikasi oleh aparat pemerintah
dan juga masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, yang akan terwujud apabila diperoleh
pemerataan infrastruktur broadband dan penerapan aplikasi e-goverment yang bermanfaat bagi
masyarakat dan juga pengembangan edukasi aparat pemerintah dan masyarakat.
selanjutnya dari sektor kesehatan, layanan konvergen berbasis digital menawarkan pelayanan
kesehatan yang lebih berkualitas dan memberikan kemudahan bagi masyarakat. Menurut Dr. D.
Anwar Musadad, tantangan yang dihadapi dalam agenda pembangunan pasca 2015 antara lain:
1. Mengakhiri kemiskinan.
2. Memberdayakan Anak Perempuan, Kaum Perempuan dan Pencapaian Kesetaraan
Gender.
3. Meningkatkan Mutu Pendidikan dan Penerapan Belajar Seumur Hidup.
4. Menjamin Hidup Sehat.
5. Menjamin Ketahanan Pangan dan Gizi Baik.
6. Menjamin Tersedianya Akses Air Bersih dan Sanitasi.
7. Membangun Ketahanan Energi Berkelanjutan.
8. Menciptakan Lapangan Kerja, Penghidupan Berkelanjutan, dan Pertumbuhan
Berkeadilan.
9. Mengelola Aset Sumber Daya Alam secara Berkelanjutan.
10. Meningkatkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan efektif.
11. Menjamin Kehidupan Bermasyarakat yang Aman dan Damai.
10
12. Menciptakan Lingkungan Global yang Kondusif sebagai Katalisator Pembiayaan Jangka
panjang.
Target-target tersebut diatas mustahil untuk dicapai dalam waktu dekat tanpa bantuan aplikasi
digital yang membantu masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Aplikasi
berbasis digital memungkinkan masyarakat untuk dapat berkonsultasi secara online dengan
dokter, memungkinkan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan secara tepat waktu
dan lebih pasti tanpa perlu mengantri.
Semakin berkembangnya teknologi yang diiringi dengan semakin kompleksnya kebutuhan dan
harapan pelanggan terhadap layanan konvergensi berbasis digital, menggiring penyelenggara
untuk terus berinovasi menyediakan layanan sesuai dengan ekspektasi dan mengikuti keinginan
pelanggan. Pada era konvergensi pelanggan atau masyarakat semakin menginginkan layanan yang
dapat meningkatkan kualitas hidup, seperti halnya M2M. oleh karena itu infrastruktur dan
teknologi yang memungkinkan untuk menyediakan layanan seperti yang diinginkan oleh
pelanggan harus terus dikembangkan oleh pelaku industri.
Fokus selanjutnya yang menjadi keinginan masyarakat terhadap industri konvergen berbasis
digital adalah layanan yang berkualitas, aman, dan harga yang terjangkau. Dengan adanya
17
18
11
network convergent dimana satu infrastruktur atau jaringan dapat digunakan oleh beberapa
penyelenggara dalam industri konvergen, maka akan menurunkan biaya penyedia layanan kepada
pengguna. Dengan begitu layanan yang diberikan kepada pengguna akan lebih terjangkau. Terkait
ekspekstasi masyarakat terhadap layanan yang berkualitas dan keamanan dalam mengakses
layanan, maka perlu campur tangan regulator yang kuat sehingga dapat megintervensi dalam
menentukan standar kualitas layanan dan keamanan sehingga memberikan kenyamanan kepada
masyarakat dalam mengakses layanan konvergensi.
19
12
13
menyatukan seluruh informasi dan media dalam rangka adanya kreasi konten yang komplit
dan terpadu, Dr. Ir. Endroyono, ITS
penggabungan teknologi komunikasi, komputasi dan konten yang semula diskrit, terpisah
dan menggunakan platform yang berbeda, mulai mendominasi kehidupan masyarakat,
usaha dan pemerintahan, Surya Tarmizi, USU
kemampuan dari berbagai jaringan yang berbeda untuk menyalurkan layanan yang sama
atau kemampuan dari suatu jaringan untuk menyalurkan berbagai jasa yang berbeda M. De
La Torre, C. Rush, Key Regulatory Issues in the Era of Convergence, June 2006,
Telecommunications Management Group, ATSI
kondisi yang menciptakan efisiensi bandwith dan routing dan mulai dicirikan dengan
terjadinya interkoneksi IP antar infrastruktur dan platform aplikasi, PT. Tritech Consult
ICT konvergensi terdiri dari device konvergen, network konvergen, lalu service dan aplikasi
konvergen. Intinya dari konvergen adalah seseorang dapat mendeliver semua service
dimanapun dan kapanpun, APJII
Konvergensi teknologi, termasuk Internet of Things, perlu diimbangi dengan pemahaman
dan perlindungan privasi yang memadai, ICT Watch
gabungan dari layanan sebelumnya yang masuk dalam kategori telekomunikasi,
penyiaran, internet serta jasa multimedia lainnya, APJATEL
digunakan pada jaringan dan layanan TIK untuk menggambarkan suatu keadaan dimana
semua layanan tercakup menyatu dalam satu jaringan dan semua jaringan mampu
menyediakan semua jenis layanan, Polhukkam
penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan
diarahkan kedalam satu titik tujuan. Konvergensi media menyatukan computing
(memasukkan data melalui komputer), communication (komunikasi), dan content (isi
materi). Dimana Konvergensi Media menjadi bagian dalam Strategi Pengembangan Kota
menjadi Smart City., Pemda Malang
Penyatuan infrastruktur ICT, telekomunikasi, dan penyiaran dalam satu media transmisi
(pipe backbone) yang dikenal dengan konvergensi akan melahirkan konsekuensi terhadap
teknis, model bisnis dan regulasi, MNC Media
Media convergence, dimana media lama dan media baru menyatu dalam kekinian. Media
lama akan tetap ada dimana media akar rumput (blog, forum, dll) dan media korporasi
(radio, TV, majalah, koran) bersinggungan. Dimana kekuatan media massa (radio, tv,
majalah) dan media consumer (media sosial, dll) saling berintegrasi, Radio Republik
Indonesia
konvergensi merupakan penyatuan berbagai tipe media di dalam suatu infrastruktur
platform digital. Konvergensi dapat berupa dalam segala wujud layanan dan bisnis model
yang sudah terjadi saat ini dan sudah mempengaruhi gaya hidup, Telkom
penggabungan konten yang berbeda-beda jenis dan karakternya, seperti teks, gambar,
suara, video, games, aplikasi dan konten lainnya dalam satu layanan terpadu yang bisa
14
diterima dalam satu perangkat penerima yang jenisnya berbeda-beda (smartphone, Tabelt,
PC, smart tv, smartwatch), Trans TV
penggabungan beberapa platform infrastruktur yang berbeda-beda seperti telepon dan
internet dalam satu jaringan infrastruktur tunggal, Trans TV
tersedia untuk any people, diakses oleh any terminal dan menawarkan atau mengirimkan
any service, Menko Perekonomian
konvergensi infrastruktur jaringan dan diversifikasi layanan konten/aplikasi yang dapat
memenuhi tiga fungsi yaitu telekomunikasi, telekomunikasi/internet, dan
broadcasting/penyiaran, Kemenko Polhukkam
penggabungan dua buah hal berbeda yang berbau media-media teknologi informasi dan
komunikasi yang sudah ada untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu tujuan
yang mengarah pada penciptaan produk-produk yang aplikatif yang mampu
melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi, ITB
irisan antara telekomunikasi, computing, dan konten/publishing, KPPU
kemampuan satu atau lebih jaringan untuk membawa services yang berbeda-beda. Atau
konvergensi dapat diartikan sebagai penggabungan beberapa industri di area komunikasi,
yang sebelumnya dianggap terpisah baik dari sisi komersil maupun dari sisi teknologi,
ASPILUKI
keadaaan menuju satu titik pertemuan, memusat (kkbi), atau coming together of two or
more distinct entities or phenomena (whatis), the act of convrging and especially moving
toward union or uniformity (whebster), sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa konvergensi/konvergen adalah menyatunya berbagai macam bidang/hal
dalam satu wadah, Telkom University
kondisi ideal dari suatu kondisi (state), Smart Fren
Convergence can be understood as the progressive merger of traditional broadcast and
internet services. Internet content has entered the traditional TV screen which at the same
time lost its role as unique possibility to consume audiovisual content at home, Telkom
2. Layanan Konvergensi
Berikut adalah Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:
- e-Commerce, eBook, online video, social network, Cloud, Mobile Application, Online Gaming,
Music, Software dan IT services, M2M, Dr.Ir. Endroyono, ITS
- Internet of Things, konsep/skenario dimana suatu objek yang memiliki kemampuan untuk
mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia atau
manusia ke komputer. IoT telah berkembang dari konvergensi teknologi nirkabel, microelectromechanical systems (MEMS), dan Internet, Surya Tarmizi, USU
- e-pelayaran, e-fishing, e-cuaca, e-agriculture, e-kesehatan, cloud computing, ATSI
- smart home, wearables, smart city, smat grid, industrial internet, connected car, connected
health, smart retail, smart suppl chain, smart farming, ICT watch
- Smart Economy, Smart Mobility, Smart People, Smart Living, Smart Live, & Smart
Goverment, Pemda Malang
- E-Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), E-Budgeting (penganggaran biaya), EProject Planing (perencanaan Kegiatan), E-Procurement (pengadaan Barang/jasa, E-Delivery
15
4. Infrastruktur Konvergensi
Menjelaskan tentang jenis-jenis infrastruktur konvergansi yang dibutuhkan dalam upaya
pengembangan industri konvergensi berbasis digital di Indonesia, berikut strategi
pengembangannya.
Berikut adalah pandangan mengenai Infrastruktur Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
Fiber optik, data centre, monitoring data centre, Disaster Recovery, Pemda DIY
- 1) Infrastruktur Telekomunikasi bergerak menjadi infrastruktur dan layanan yang menjadi
basis penyediaan semua aplikasi termasuk aplikasi komputasi dan penyiaran; 2) Penyiaran
mulai bertransformasi ke arah reposisi industri penyiaran digital. Industri penyiaran digital di
Indonesia dengan negara-negara maju lainnya memiliki karakteristik sangat berbeda. Dunia
telekomunikasi di negara-negara maju diawali dengan kematangan fixed line yang kemudian
di back up dengan seluler sebagai wireless back up. Sedangkan yang terjadi di Indonesia ketika
penyebaran PSTN belum merata dengan presentase rendah, namun sudah ditimpa wireless
seluler yang kemudian berkembang pesat. Dalam dunia penyiaran, di Eropa dan Amerika
bukan berbasis free to air namun berbasis kabel; 3) Teknologi komputasi menggunakan
jaringan telekomunikasi yang ditopang data center dan cloud MNC media
- mature, menjembatani kemudahan, kecepatan dan keterjangkauan layanan konvergensi
kepada masyarakat secara nasional, Tritech Consult
- Payment Gateway, Finnet
- Sistem Logistik Nasional, IMT
- Single National Broadband Network, dalam perencanaan dan pengelolaannya perlu sinergi,
Indosat
5. Teknologi Konvergensi
Menjelaskan mengenai perkembangan teknologi yang mendukung konvergensi dan juga rencana
implementasi di Indonesia yang bermanfaat bagi terciptanya ekosistem digital konvergensi di
Indonesia.
Berikut adalah pandangan mengenai teknologi Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:
teknologi 5G akan menjadi teknologi konvergensi wireless masa depan, Adit Kurniawan, ITB
; Rina Puji Astuti, Telkom University
- Near-Field Communications(NFC) (Ultra Wide band (UWB),Radio Frequency Identification
(RFID)), Hotspots (DECT,WiFi,WiMax,OFDM), Celluar (GSM, CDMA,LTE), Broadcast (Digital
17
18
20
15. Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik
Menjelaskan mengenai optimalisasi dan utilisasi layanan konvergensi untuk kegiatan yang
berkaitan dan juga memperkuat sektor ekonomi, budaya, pemerintahan dan layanan publik
melalui teknologi telekomunikasi konvergen.
Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- kebijakan konvergensi dalam TIK meng optimalkan informasi ekonomi,sosial dan budaya
khususnya eknomi dapat memberi potensi bisnis dan mengakibatkan nya tercipta nya suatu
pasar baru yang mendorong perkembangan suatu ekonomi berbasis industri manufaktur
menjadi era ekonomi digital yang berbasiskan Informasi TIK sehingga pemerintah pun
mempunyai kontribusi terhadap publik, Tritech Consult
- E-Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), E-Budgeting (penganggaran biaya), EProject Planing (perencanaan Kegiatan), E-Procurement (pengadaan Barang/jasa, E-Delivery
(pengiriman barang/Jasa), E-Controlling (pengendalian), E-Performance (pengukuran
kinerja), Pemda DIY
bijaksana dan komprehensif. Bisnis model terkait dengan masalah perpajakan, aliran dana,
dan perolehan keuntungan. Menciptakan internet positif, dengan memberikan pendidikan
pada konsumen, Telkom
Road Map e commerce, RPP e commerce, lembaga akreditasi e-commerce, IdEA
kebijakan transisi dari pembayaran tunai menjadi non-tunai, regulasi KYC dnan AML, Telkom
kebijakan mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual, UGM
kebijakan mengenai perlindungan data pribadi, UNPAD
1) infrastruktur sumber daya Umum untuk jaringan telekomunikasi cara suatu hak,
Spectrum, Nomor; 2) Interkoneksi; 3) Pemutusan jumlah monopoli; 4) Pengaruh peluang
untuk node monopoli dalam jaringan; 5) Pencapaian pembangunan jaringan infrastruktur
yang lebih cepat, Kemenko Perekonomian
pembangunan postur pertahanan negara juga harus diarahkan untuk dapat memanfaatkan
ruang angkasa dan ruang siber bagi kepentingan pertahanan negara serta mampu
menghadapi ancaman; pembangunan pertahanan siber; pembangunan kemampuan Network
Centric Warfare (NCW); Pembinaan potensi dan pemberdayaan wilayah pertahanan di bidang
telematika, akselerasi perancangan RUU; industry konvergensi perlu mempertimbangkan
beberapa aspek, diantaranya aspek keseimbangan, aspek kemandirian, aspek regulasi, aspek
keamanan, aspek penyebaran, aspek geostrategic, aspek dinamika ancaman, dan aspek
pertahanan wilayah, Kementerian Pertahanan
defence and security infrastructure, critical infrastructure dan public institution
infrastructure, Kementerian Polhukkam
broadband menjadi bagian modernisasi ekonomi, Ensemble
Ownership of the network, Intellectual Property Rights, Market definitions, Capital
expenditure, Consumer protection, UI
1. Peraturan terkait Teknologi Digital dan Sistem Informasi di Industri Asuransi 2. Cross selling
/ bundling product antara asuransi dengan industri keuangan lainnya 3. Kewajiban Mengenali
Nasabah 4. Rating Agency 5. Pembayaran Premi Melalui Digital Payment Gate 6. Kerahasiaan
Data Nasabah 7. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Asosiasi Asuransi Umum
kebijakan pemanfaatan sumber daya secara bersama dan memperkenalkan fleksibilitas
spektrum, H3I
23
24
Gambar 7 : Gambaran industri sektor TIK, dan Undang-Undang yang sudah ada22
Dari gambaran sederhana di atas, nampak bahwa lingkup pengaturan dari masing-masing aturan
perundangan yang telah ada secara prinsip sudah sesuai dengan peruntukannya masing-masing.
Namun demikian, dalam kenyataan di lapangan, beberapa pasal ada yang kurang aplicable dan ada
pula yang masih tumpang-tindih sehingga memerlukan upaya perbaikan dan harmonisasi.
22
25
23
Untuk selanjutnya dalam kajian ini disebut dengan Undang-undang Penyiaran 2002
Asril Sitompul, Op. Cit., hlm 28
25
Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
26
Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
24
26
Danrivanto Budhijanto, Op. Cit. hlm 52, diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan
Telekomunikasi 2000
28 Ibid. diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
29 Ibid.hlm. 54, diatur dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
30 Ibid. diatur dalam Pasal 60 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
31 Ibid. diatur dalam Pasal 61 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
32 Pasal 1 huruf 13 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan
Orbit Satelit. Bandingkan dengan Pasal 1 butir 8 Undang-undang Penyiaran 2003, yang dimaksud dengan
spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat
di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam
terbatas.
27
besarnya oleh Negara Republik Indonesia untuk kemakmuran rakyat melalui administrasi yang
dilakukan oleh Pemerintah33.
Salah satu contoh kasus yang terkait bidang penyiaran dan hukum telekomunikasi adalah
tentang The Geneva 2006 Frequency Plan Agreement, yang merupakan perjanjian
internasional yang dibuat oleh ITU (International Telecommunication Union). Ketentuan ini
berisi adanya kewajiban bagi seluruh negara anggota dunia harus menggunakan siaran digital
dan hal ini juga diwajibkan bagi Indonesia sebagai negara anggota untuk beralih dari tv analog
ke tv digital. Migrasi dari tv analog ke digital ini sangat terkait dengan penyelenggaraan
penyiaran dan spektrum frekuensi radio yang digunakan, yang sangat terkait dengan
pembahasan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus dan penggunaan spektrum
frekuensi.
Sebagai bagian yang terkait dengan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi maka
muatan RUU Telekomunikasi harus diharmonisasikan dengan Muatan UU Penyiaran. Dengan
muatan RUU Telekomunikasi yang telah diuraikan di atas, maka perlu diharmonisasikan
dengan pengaturan yang terkait dengan sistem penyiaran, sistem Penyiaran mengarah dari
sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital. Sistem penyiaran digital ditetapkan oleh
Menteri.
Penyelenggara penyiaran digital terdiri dari:
a.
b.
Penyelenggara Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam UndangUndang Penyiaran. Penyelenggara Infrastruktur merupakan penyediaan menara, sedangkan
Penyelenggara Multipleksing merupakan penyediaan layanan jaringan (mux broadcast) pada
penyelenggaraan telekomunikasi untuk penyaluran program siaran digital terestrial untuk
penerimaan tetap tidak berbayar. Penyelenggara Multipleksing wajib:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Meminta izin penggunaan spektrum frekuensi radio untuk setiap zona layanannya
memenuhi komitmen pembangunan sarana dan prasarana yang mencakup seluruh
wilayah jangkauan siaran dalam zona layanannya
mencegah terjadinya interferensi dengan Penyelenggara Multipleksing lain pada
wilayah jangkauan siaran yang sama dan wilayah jangkauan siaran yang
bersebelahan;
menyediakan perangkat sistem multipleks,
menggunakan sistem transmisi dan jaringan pendukung lainnya yang diselenggarakan
oleh penyelenggara telekomunikasi.
menggunakan alat dan perangkat yang telah memenuhi persyaratan teknis sesuai
peraturan perundang-undangan.
28
Dalam pelaksanaan siaran, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik wajib
mematuhi ketentuan isi siaran yang menyangkut :
Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran
Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak
khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang
tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan
klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan
golongan tertentu.
Isi siaran dilarang :
o bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
o menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika
dan obat terlarang; atau
o mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
internasional.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
31
d.
32
Apabila penyelenggara telekomunikasi adalah istilah yang setara dengan produsen dalam
hukum perlindungan konsumen, maka istilah yang setara dengan konsumen dalam hukum
telekomunikasi adalah pengguna telekomunikasi. Dalam hukum telekomunikasi pengguna
telekomunikasi terdiri dari dua jenis yaitu pemakai dan pelanggan. Pemakai adalah istilah bagi
pengguna telekomunikasi, dengan tidak dikategorikan sebagai pelanggan. Contohnya, dalam
suatu perusahaan yang menggunakan koneksi internet melalui fasilitas wi-fi, maka fasilitas
tersebut akan digunakan oleh semua orang yang ada dalam perusahaan yang disebut dengan
pemakai. Namun, pemakai ini tidak melakukan kontrak berlangganan dengan internet
provider secara masing-masing. Kontrak berlangganan hanya dilakukan oleh perusahaan
tersebut yang merupakan pelanggan telekomunikasi.
Berdasarkan contoh tersebut, maka yang disebut dengan pelanggan adalah pengguna
telekomunikasi yang terkategorisasi sebagai pelanggan dengan adanya perjanjian atau
kontrak berlangganan. Contohnya adalah pengguna telepon seluler. Kontrak berlangganan
telepon seluler hanya mengikat antara provider dengan pelanggan, tanpa dikenal istilah
pemakai tanpa adanya kontrak berlangganan.
Dalam undang-undang telekomunikasi 1999, diatur mengenai hak pengguna telekomunikasi
yaitu dalam Pasal 14, sebagai berikut37:
setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan
telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku
Pasal di atas hanya menegaskan adanya hak yang sama antara para pengguna telekomunikasi
tanpa menjelaskan lebih lanjut terdiri atas apa sajakah hak dari pengguna telekomunikasi, baik
penyelenggaraan jasa maupun jaringan telekomunikasi. Pasal ini pun hanya menyebutkan
bahwa persamaan hak antar pengguna telekomunikasi didasarkan pada perundang-undangan
yang berlaku, tanpa menjelaskan dalam penjelasan undang-undang ini, peraturan perundangundangan apakah yang dimaksud.
Berbeda dengan hak pengguna telekomunikasi, undang-undang telekomunikasi 1999 cukup
mengatur tentang kewajiban penyelenggara telekomunikasi dalam beberapa pasal, yaitu yang
diatur dalam Pasal 17-22. Pasal 17 mengatur bahwa setiap penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi, wajib meyediakan pelayanan telekomunikasi
berdasarkan prinsip38:
1. Pelayanan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna
2. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
3. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
Selanjutnya Pasal 18- 21 mengatur secara rinci mengenai kewajiban penyelenggara jaringan
dan/atau jasa telekomunikasi sebagai berikut:39
1. Melakukan pencatatan dan merinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan
oleh pengguna telekomunikasi
2. Menjamin kebebasan dalam memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan
kebutuhan telekomunikasi
37 Pasal 14 Undang-undang Telekomunikasi 1999
38 Pasal 17 Undang-undang Telekomunikasi 1999
39 Pasal 18-21 Undang-undang Telekomunikasi 1999
33
3.
4.
Memberikan prioritas terkait keamanan, keselamatan jiwa manusia dan harta benda,
bencana alam, marabahaya, dan wabah penyakit
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang bertantangan dengan kepentingan umum, kesusilaan,
keamanan atau ketertiban umum
Berdasarkan prinsip dan kewajiban yang melekat pada penyelenggara telekomunikasi, baik
penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, maka terhadap pelanggaran kewajiban
penyelenggara telekomunikasi dan tidak terpenuhinya hak dari pengguna telekomunikasi
maka menimbulkan tanggung jawab bagi penyelenggara tekomunikasi. Tanggung jawab
penyelenggara tekomunikasi diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999,
yang mengatur bahwa tanggung jawab itu mencul apabila40:
1. Adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi
2. Adanya kerugian dari kesalahan dan kelalaian tersebut
3. Dapat mengajukan ganti rugi terhadap penyelenggara telekomunikasi
4. Wajib memberikan ganti rugi kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian.
Dalam Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999 tidak disebutkan secara jelas prinsip
tanggung jawab apa yang berlaku terhadap pelanggaran kewajiban penyelenggaran
telekomunikasi. Prinsip tanggung jawab merupakan suatu hal yang biasa diatur terkait dengan
bentuk ganti rugi yang harus diberikan oleh penyelenggara telekomunikasi.
Dalam penjelasan Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999, dijelaskan bahwa bentuk
ganti rugi yang dapat diajukan oleh pengguna telekomunikasi dapat dilaksanakan melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya para
pihak untuk menyelesaikan dengan cepat. Apabila dengan cara tersebut tidak selesai maka
dapat diajukan melalui pengadilan. Seperti yang telah diketahui bahwa mediasi, konsiliasi dan
arbitrase merupakan bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau yang biasa disebut
dengan alteratif penyelesaian sengketa yang diatur berdasarkan Undang-undang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dalam praktiknya terkait dengan perlindungan konsumen dalam bidang telekomunikasi selain
mengacu pada beberapa ketentuan dalam Undang-undang Telekomunikasi 1999,
keterbatasan pengaturannya membuat para penegak hukum juga harus meninjau ketentuan
perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999.
Undang-undang perlindungan konsumen adalah instrumen hukum yang secara positif
dirancang untuk memberi jaminan kepastian perlindungan hukum bagi konsumen41.
Undang-undang perlindungan konsumen pada dasarnya banyak mengatur mengenai pelaku
usaha dan lebih mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen sebagai hak-hak
dasarnya untuk mencapai keadilan, yang diharapkan untuk dapat meningkatkan harkat dan
martabat konsumen yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
34
kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, di lain pihak
akan menumbuhkan pelaku usaha yang bertanggung jawab42.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama bersama berdasarkan 5 (lima) prinsip yang relevan
dalam pembangunan nasional, yaitu43:
1. Prinsip Manfaat
2. Prinsip Keadilan
3. Prinsip Keseimbangan
4. Prinsip Keamanan dan Keselamatan Konsumen
5. Prinsip Kepastian Hukum
Secara umum dan mendasar hubungan antara produsen (perusahaan penghasil barang dan/
atau jasa) dengan konsumen (pemakai akhir dari barang dan atau jasa untuk diri sendiri atau
keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan
tersebut terjadi karena kedua memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain44.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain,
dan tidak untuk diperdagangkan45. Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, mengatur
mengenai hak-hak konsumen yaitu dalam Pasal 4, sebagai berikut 46:
a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
42Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik, Penerbit Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm 320
43 Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
44 Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000 hlm 36
45 Pasal 1 huruf 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
46 Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
35
Sebagai balance selain hak konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban. Hal ini
dimaksudkan agar konsumen memiliki kepastian dan perlindungan hukum yang optimum bagi
dirinya. Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
sebagai berikut:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa masalah
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan
utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/ atau jasa yang penggunaannya tidak
memberikan kenyamanan terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan
konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin
bahwa suatu barang dan/ atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
membahayakan konsumen penggunaannya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih
barang dan/ atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang
benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk
didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti
rugi47.
Selain hak dan kewajiban konsumen, Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengatur
mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha. Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
mendefinisikan pelaku usaha sebagai berikut:
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi
Berdasarkan pengertian pelaku usaha di atas, maka yang dimaksud dengan pelaku usaha tidak
hanya para produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/ atau jasa yang tunduk pada
Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, melainkan juga para rekanan termasuk para
agen, distributor, serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan
pemasaran barang dan/ atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/ atau
pengguna barang dan/ atau jasa48.
Untuk menciptakan kenyaman berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan
atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada para pelaku usaha diberikan hak
berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, sebagai berikut:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
47 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, hlm. 30
48 Ibid. hlm. 5
36
49 Celina Tri Siwi Kristyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 92
37
Prinsip tanggung jawab hukum yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen
1999 terbagi menjadi tanggung jawab yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha,
pembuktian dan penyelesaian sengketa50.
Bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
diatur secara spesifik dalam Pasal 23, yang berbunyi sebagai berikut:
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat
3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal ini khusus mengatur hak konsumen untuk menggugat pelaku usaha yang menolak,
dan/atau tidak memberi tanggapan, dan/ atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen
1999. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat diajukan melalui badan penyelesaian sengketa
konsumen maupun mengajukannya ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.
Badan penyelesaian sengketa konsumen merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999. Metode penyelesaian
sengketa yang ditawarkan merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan seperti mediasi dan konsiliasi. Masalah penyelesaian sengketa ini diatur secara
khusus pada bab X yaitu Pasal 45-Pasal 48.
Dalam Undang-undang Telekomunikasi 1999, tidak dikenal lembaga penyelesaian sengketa
bagi pengguna telekomunikasi. Maka banyak dari pengguna telekomunikasi yang juga
mengajukan keberatannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Walaupun demikian,
angka dari kasus telekomunikasi yang diselesaikan melalui BPSK bukan merupakan angka yang
signifikan.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa tindakan pelaku usaha dalam telekomunikasi
atau penyelenggara telekomunikasi yang berkaitan dengan ketentuan dan peraturan tentang
perlindungan konsumen, diantaranya:
1. Klausula Baku
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Klausula baku adalah pecantuman
syarat-syarat yag ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha yang dicantumkan dalam
kontrak dalam hal ini kontrak berlangganan jasa telekomunikasi. Apabila kita perhatikan
maka kontrak berlangganan jasa telekomunikasi merupakan kontrak baku sehingga dalam
penyusunan RUU Telekomnikasi perlu diperhatikan ketentuan dan larangan yang
mengatur tentang klausula baku yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen 1999. Menurut Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Penyelenggara telekomunikasi diperkenankan menggunakan klausula baku asalkan tidak
melanggar ketentuan51.
2. Pemutusan Hubungan Telekomunikasi52
Pemutusan hubungan telekomunikasi merupakan gangguan teknis yang sering terjadi
sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi konsumen dan menurut Undangundang perlindungan konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan
50 Gunawan Widjaja, Op Cit. hlm.65
51 Asril Sitompul, Hukum Telekomunikasi Indonesia, Books Teracce & Library, Bandung, 2005, hlm. 152
52 Ibid. hlm 153
38
kompensasi apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian dan mekanisme pemberian kompensasi seharusnya dicantumkan
secara jelas di dalam kontrak . Selanjutnya Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk
potongan pembayaran tagihan atau dengan memberi sejumlah uang yang dikreditkan
terhadap tagihan kepada pelanggan pada bulan tertentu apabila pemutusan hubungan
terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian pelanggan dan berlangsung untuk jangka
waktu yang relatif lama.
3. Penggantian nomor telepon dan kegagalan pelayanan53
Penggantian nomor telepon merupakan suatu perbuatan yang tidak dapatdilakukan
sepihak oleh penyelenggara telekomunikasi atas kemauannya sendiri. Sedangkan
kegagalan pelayanan pernah terjadi ketika PT Telkom dan mitranya PT Metra
meluncurkan kartu telepon salamyang akan digunakan dalam program haji bagi jemaah
Indonesia. Namun penyelenggaraannya terganggu sehingga tidak dapat berfungsi. PT
Telkom dan PT Metra melakukan permohonan maaf dan berjanji akan memberikan
refund atas biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk ganti rugi.
Selain ketiga bentuk di atas, dewasa ini kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang
terkait dengan aspek perlindungan konsumen cukup banyak. Hal ini salah satunya terkait
dengan bentuk jasa yang ditawarkan oleh penyelenggara telekomunikasi. Sebagai contoh
adanya penyebaran SMS spam di Indonesia. Penyebaran sms spam ini sangat mengganggu
pengguna telekomunikasi terutama sangat menganggu privasi. Dalam kasus ini
penyelenggara telekomunikasi dapat dikenakan prinsip tanggung jawab berdasarkan
kesalahan (based on fault liability), dan dapat dikenakan kompensasi dan ganti rugi
karena adanya unsur kesalahan dan kelalaian. Tindakan penyelenggara telekomunikasi ini
telah melanggar ketentuan Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Telekomunikasi 1999 dan
Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999. Terkait dengan data yang
dianggap melanggar privasi oleh penyelenggara telekomunikasi hal ini juga melanggar
ketentuan Pasal 39 Undang-undang Telekomunikasi 1999, bahwa setiap penyelenggara
telekomunikasi diharuskan untuk membuat suatu pengamanan dan perlindungan
terhadap informasi dan sarana telekomunikasi.
Kasus lainnya masih terkait dengan aspek perlindungan konsumen dalam hukum
telekomunikasi adalah mengenai kasus yang melibatkan Randy dan Dian dalam penjualan
ipad tanpa buku manual yang dijual melalui forum jual beli situs www.kaskus.co.id. Dalam
kasus ini tersangka didakwa telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf j Undangundang Perlindungan Konsumen yang mengatur perbuatan yang dilarang oleh pelaku
usaha, salah satunya adalah tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia. Selain itu, kedua nya juga didakwa dengan
Undang-undang Telekomunikasi Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 52, karena ipad belum
dikategorikan sebagai alat elektronik komunikasi resmi54.
Masih terkait dengan penyelenggara telekomunikasi dan perlindungan konsumen,
permasalahan lain yang muncul adalah tentang adanya jaminan layanan (QoS) oleh
penyelenggara jasa telekomunikasi internet yang tidak sesuai dengan perjanjian
berlangganan. Permasalahan ini muncul dengan semakin meningkatnya penggunaan
53 Ibid. hlm. 154
54http://megapolitan.kompas.com/read/2011/07/04/11080545/inilah.kronologi.kasus.ipad.tanpa.manual,
diunduh pada tanggal 23 Maret 2013, pukul 20.00 WIB
39
internet di Indonesia, namun terjadi penurunan kualitas layanan yang diberikan oleh
penyedia layanan internet menyebabkan kerugian bagi para pelanggan internet. Mulai
dari terganggunya jaringan, berkurangnya kecepatan, berkurangnya kapasitas download,
dan lain sebagainya. Quality of Service seharusnya merupakan kewajiban dari
penyelenggara telekomunikasi untuk memberikan layanan yang sebaik-baiknya bagi
pengguna telekomunikasi. Hal ini merupakan pelanggaran kewajiban penyelenggara
telekomunikasi berdasarkan Undang-undang Telekomunikasi, dan kewajiban pelaku
usahan berdasarkan Undang-undan Perlindungan konsumen yang dapat dimintai
pertanggungjawaban dan ganti rugi.
Kasus yang baru saja terjadi terkait dengan perlindungan konsumen dalam bidang
telekomunikasi adalah putusnya koneksi jaringan smartfren. Apabila smartfren terbukti
melanggar dan bersalah maka pihak operator dapat dikenakan sanksi dan wajib
membayar gantirugi kepada pengguna telekomunikasi. Koneksi ini terputus karena
koneksi jaringan bawah lautnya yang terkena jangkar dari kapal sehingga memutuskan
koneksi internet ke jalur internasional. Kasus ini mirip dengan kasus yang pernah terjadi
pada Telkomsel tahun 2007. Pada waktu itu Telkomsel memberikan gantirugi kepada
pelanggan dan memberikan program diskon kepada pelanggan sebagai bentuk
kompensasi. Dalam hal ini smartfren diharuskan dengan cepat melakukan pengakuan dari
pihak korporat kepada publik55.
Sejalan dengan globalisasi dan semakin terbukanya pasar nasional sehingga banyaknya
akses pengguna luar terhadap produk nasional 56 maka di setiap negara telah ada
perlindungan terhadap konsumen termasuk Indonesia melalui Undang-Undang No 8
Tahun 1999 . Dalam undang-undang ini pemerintah memberikan perlindungan terhadap
konsumen termasuk mendorong kesadaran konsumen dan mengawasi tanggung jawab
pelaku usaha. Dalam undang-undang ini terdapat dua (2) prinsip dasar perlindungan
yaitu57 :
a. Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat dan standar
yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen;
b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar atau tidak akurat yang
menyesatkan konsumen.
Akan tetapi dalam kenyataannya keluhan terhadap layanan telekomunikasi menduduki
peringkat tertinggi untuk tahun 2010 hingga 2013 yaitu dengan munculnya kasus
pencurian pulsa melalui pesan singkat (SMS) broadcast, pop-screen, voice broadcast
sehingga pada medio tahun 2011 ATSI (Asosiasi Telepon Seluler Indonesia) menyataan
menghentikan layanan penawaran konten premium dan atas Anjuran BRTI melalui
Menurut Sarwoto, komitmen menghentikan promosi layanan premium didasarkan pada
Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) No. 177 Tahun 2011
tertanggal 14 Oktober 2011 kepada seluruh operator layanan telekomunikasi.58
55http://inet.detik.com/read/2013/03/36/142716/2204074/328/kominfo-smartfren-bisa-kena -sanksi-harus-gantirugi, diunduh pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 12.00 WIB
56 Ade Maman Suherman., Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, 1997, hlm 62-63.
57 Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
58http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/10/17/lt7dt1-sembilan-operator-hentikansementara-layanan-sms-premium, diakses tanggal 1 Juni, 2013.
40
d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Penyelengaraan telekomunikasi di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan
dengan diberlakukannya Undang-undang telekomunikasi 1999 pada tanggal 8 September
2000. Sebelum diberlakukannya Undang-undang telekomunikasi 1999, kondisi regulasi
penyelenggaraan telekomunikasi lebih bernuansa monopolisitik, anti kompetisi, dan orientasi
lebih kepada operator. Negara pada saat itu sangat mendominasi peran sebagai regulator
sekaligus sebagai operator. Berdasarkan Undang-undang telekomunikasi 1989 penyelenggara
telekomunikasi hanya Badan Usaha Milik Negara yang diberikan izin untuk melakukan
penyelenggaraan telekomunikasi dasar sebagai hak eksklusif. Hal dimaksud tentunya
memunculkan kondisi yang tidak kondusif bagi persaingan usaha di bidang telekomunikasi59.
Pemberlakuan Undang-undang telekomunikasi 1999 dapat diartikan sebagai upaya
mengubah kondisi-kondisi yang tidak kondusif dimaksud, setidak-tidaknya merupakan respon
positif dalam menghadapi era persaingan global dan kepentingan masyarakat luas. Undangundang telekomunikasi 1999 secara umum memiliki nuansa yang anti monopoli, memberikan
ruang bagi kompetisi usaha dan lebih berorientasi bagi kepentingan konsumen serta
pengguna telekomunikasi60.
Undang-undang telekomunikasi 1999 tersebut memiliki konsekuensi ditata ulangnya kembali
sektor telekomunikasi oleh pemerintah dengan menghapus segala bentuk praktik
telekomunikasi yang dilakukan oleh PT Telkom dan PT Indosat. Pemerintah telah pula
membuka peluang bagi munculnya berbagai perusahaan baru yang bergerak dalam bidang
telekomunikasi. Pemerintah memberi kesempatan yang sama baik BUMN maupun pihak
swasta untuk turut berpartisipasi dalam menggarap dan mengembangkan sektor
telekomunikasi yang selama ini dimonopoli pemerintah melalui PT Telkom dan PT Indosat61.
Namun kemudian, Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Perhubungan mengeluarkan
pengumuman, Departemen Perhubungan Nomor PM. 2 Tahun 2004 tanggal 30 Maret 2004
yang secara resmi menyatakan bahwa monopoli di kedua bidang penyelenggaraan tersebut
segera diakhiri62.
Berkembangnya perusahaan baru dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi
seluler. Perusahaan-perusahaan tersebut yakni PT Satelindo tahun 1993, PT Telkomsel 1995,
PT Excelcomindo Pratama (XL) tahun 1996, PT Indosat Multi Media Mobile (IM3) tahun 2001,
PT Mobile-8 Telecom dan PT Bakrie Telecom Tahun 2003, PT Sampoerna Telekomunikasi
Indonesia Tahun 2005, PT Hutchison CPT dan PT SmartTelecom tahun 2007 dan PT Natriindo
Telepon Seluler (NTS) tahun 200863.
Banyaknya perusahaan yang menggarap sektor telekomunikasi ini tentunya membuat
persaiangan antar sesama operator menjadi sangat ketat. Mendasarkan pada perlunya daya
saing terhadap pesaingnya maka operator telekomunikasi membuat berbagai bentuk kegiatan
promosi kepada masyarakat selaku konsumen.
Kegiatan promosi ini berupa perluasan jangkauan operator, perbaikan kualitas jaringan
operator, pemutakhiran teknologi baru, penambahan fitur terbaru, promosi pulsa gratis,
59 Danrivanto Budhijanto, Op.Cit. hlm. 37
60 Ibid.hlm 38
61 Lihat Asril Sitompul, Op Cit. hlm. 139
62 Ibid.hlm. 140
63 Penjelasan putusan KPPU Tanggal 18 Juni 2008, Perkara No. 26/KPPU-L/2007 tentang Kartel SMS hlm 7-14
41
berbagai macam bonus, persaingan tarif yang meliputi tarif internet yang sangat murah, tarif
telepon (voice) dan SMS (short message service) yang sangat murah bahkan gratis ke sesama
dan keluar operator, serta berbagai bentuk kegiatan atau promosi lainnya.
Untuk mendorong kompetisi di bidang telekomunikasi , Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan beberapa pengaturan yang merubah pengaturan terdahulu yang masih
dipengarugi oleh era monopoli dan sudah sesuai lagi untuk diterapkan dalam lingkungan
kompetisi diantara termasuk regulasi yang ada di dalam Rencana Dasar Teknis Nasional (FTP)
tahun 2000 dengan kode akses SLJJ dan SLI dan tentang penyelenggara jasa SLJJ dan SLI yang
diinginkan oleh pengguna atau pelanggan jasa telekomunikasi64.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 33 Tahun 2004 tentang
Pengawasan Kompetisi Yang Sehat Dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Penyelenggara
Jasa Teleponi Dasar. Keputusan Menteri ini meliputi penetapan kriteria operator yang
mempunyai posisi dominan dalam pengertian Undang-undang dan larangan
menyalahgunakan posisi dominan tersebut. Larangan menggunakan posisi dominan tersebut
meliputi pula tindakan dumping, subsidi silang, pemblokiran, menghalangi atau mempersulit
interkoneksi, tied sale, dan tindakan yang berupa transfer pricing yang melanggar prinsip
kompetisi65.
Seperti yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, bahwa Undang-undang telekomunikasi
1999 memiliki tujuan utama yaitu untuk menghilangkan pengelolaan yang eksklusif dan untuk
mendukung persaingan dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi. Sebagai
payung hukum dalam sektor telekomunikasi, undang-undang ini memberikan mandat dan
kebijakan untuk persaingan dalam setiap ketentuan telekomunikasi. Berikut adalah beberapa
ketentuan yang mendukung persaingan usaha (pro-competitive) berdasarkan Undang-undang
Telekomunikasi 199966:
1. Pasal 10 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (larangan praktik monopoli). Pasal ini
mengatur bahwa dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
dianara penyelenggara telekomunikasi.
2. Pasal 16 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (pelayanan universal). Pasal ini mengatur
bahwa setiap penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi memiliki kewajiban untuk
memberikan kontribusi pelayanan universal, dalam bentuk penyediaan sarana dan
prasarana telekomunikasi dan/atau kompensasi lain. Berdasarkan WTO reference paper,
kewajiban pelayanan universal tidak akan menimbulkan persaingan selama dilakukan
secara transparansi, tanpa diskriminasi.
3. Pasal 11 Undang-undang Telekomunikasi 1999, pasal ini mengatur perizinan. Setiap
penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan dengan mendapat izin dari menteri dengan
memperhatikan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak
diskriminasi serta diselesaikan dalam waktu yang singkat.
4. Pasal 25 Undang-undang Telekomunikasi 1999, pasal ini mengatur bahwa setiap
penyelenggara telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
64 Asril Sitompul, Op.Cit. hlm. 141
65 Ibid. hlm. 142
66 Bahar&Partners, Competition in Telecommunication Business, Bahar&Partners, Jakarta, 2011, hlm. 95
42
67 Ibid.hlm.96
68 Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha dalam Implementasi Teori dan Praktik, Unpad Press, Bandung,
2010, hlm 37.
69 Sutan Remy Sjahdeini, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 10, 2000, hlm.17
70 Isis Ikhwansyah, Op.Cit., hlm. 38
43
i.
j.
Perjanjian tertutup
Perjanjian dengan pihak luar negeri
44
memperoleh keuntungan lebih tinggi, dan atau dapat dengan menciptakan hambatan
masuk dengan tujuan untuk menghambat dan atau menghilangkan persaingan73.
Berdasarkan Undang-undang persaingan usaha 1999, pelaksanaan persaingan usaha
yang sehat berada dibawah pengawasan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha),
yang memiliki kewenangan untuk mengawasi persaingan usaha disetiap industri
termasuk sektor telekomunikasi. Secara umum, tanggung jawab dari KPPU adalah
untuk memastikan adanya persaingan usaha yang sehat di setiap industri. Terkait
dengan kewenangannya undang-undang ini memberikan kewenangan kepada KPPU
untuk memberikan sanksi biasanya berupa sanksi administratif kepada badan yang
melakukan bisnis dan melanggar ketentuan Undang-undang Persaingan Usaha
199974.
Kasus yang menimpa PT Telkom sebagai incumbent operator di sektor telekomunikasi
merupakan perusahaan yang tidak luput dari tuduhan melakukan tindakan monopoli. Kasuskasus yang diadukan ke KPPU diantaranya adalah pemblokiran akses sambungan
internasional. Salah satu kasus persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi, yang menjadi
perhatian KPPU adalah adanya tindakan pemblokiran terhadap kode akses SLI 001 dan 008
milik PT Indosat oleh PT Telkom. KPPU dalam pertimbangannya menyatakan bahwa blocking
adalah menutup akses yang seharusnya tidak ditutup. Setelah melalui proses pemeriksaan
KPPU menjatuhkan putusan yaitu bahwa PT Telkom secara sah dan menyakinkan telah
melanggar Pasal 15 ayat 3 Undang-undang Persaingan Usaha 1999, Pasal 19 huruf a dan b,
memerintahkan kepada PT Telkom untuk menghentikan tindakan yang menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terkait dengan putusan ini PT Telkom
mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Bandung dimana PT Telkom berdomisili, dan
Pengadilan Negeri Bandung menerima keberatan PT Telkom dan membatalkan keputusan
KPPU75.
Kasus telekomunikasi lain yang ditangani KPPU, adalah mengenai kepemilikan saham Temasek
di Indosat dan Telkomsel. Temasek melalui dua anak usahanya yakni Singtel dan Singapore
Technologies Telemedia Pte. Ltd (STT) memiliki saham di dua perusahaan telekomunikasi di
Indonesia. Singtel memiliki saham 35 persen di Telkomsel. Sementara STT menguasai 41, 94
persen saham Indosat. Perkara ini diputuskan dengan no perkara 7/KPPU-L/2007. KPPU dalam
kasus ini menyatakan Temasek terbukti melanggar ketentuan Pasal 27 huruf 1 Undangundang Persaingan Usaha 1999. Pasal 27 mengatur bahwa pelaku bisnis dilarang memiliki
saham mayoritas dibeberapa perusahaan sejenis yang bergerak di bidang usaha yang sama di
pasar yang sama, atau membentuk beberapa perusahaan dengan sektor bisnis yang sama jika
kepemilikan tersebut mengakibatkan pelaku usaha mengontrol 51 % dari market share untuk
produk atau jasa tertentu. Dalam kasus ini selain Temasek sebagai terlapor, pihak Telkomsel
juga merupakan pihak terlapor dengan dugaan pelanggaran Pasal 17 dan 25 ayat 1 huruf b
Undang-undang Persaingan Usaha 199976.
Kasus lain terkait dengan persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi adalah terkait
penolakan penggeseran kanal 3G yang dilakukan oleh telkomsel. Seperti yang diketahui
73 Isis Ikhwansyah. Loc Cit
74 Bahar & Partners, Op. Cit. hlm. 97
75 Asril Sitompul, Op.Cit. hlm. 144
76http://inet.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/11/tgl/19/time/174703/idnews/854655/idkanal/39
9, diunduh pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 12.00
45
77 Sarwoto Atmosutarno (Direktur Utama Telkomsel) dalam berita Kominfo RI telkomsel didesak agar geser
kanal 3G, Rabu, 2 November 2011, www.detiknet.com
78 Siaran Pers No. 44/PIH/ KOMINFO/4/2010/ tentang Peringatan Ulang Bagi Para Penyelenggara
Telekomunikasi terhadap Larangan Promosi Tarif Gratis Layanan Telekomunikasi SMS untuk lintas operator
(off net) dan Perang Tarif secara tidak proporsional berdasarkan data kuantitatif keluhan dan pengaduan
pengguna layanan telekomunikasi , www.depkominfo.go.id
79 Siaran Pers No. 39/PIH.KOMINFO/1/2009/ tentang Penjelasan Lebih lanjut mengenai larangan pengiriman
SMS lintas operator secara gratis, www.depkominfo.go.id
46
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur mengenai praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Undang-undang ini telah mengatur beberapa kegiatan yang dilarang yaitu
: Monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,
kepemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan suatu perusahaan.
Akan tetapi dalam praktik bisnis telekomunikasi di Indonesia banyak diwarnai oleh tindakan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana telah diputus oleh KPPU (Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha).
dan perlu dukungan infrastruktur yang tepat. Regulator berperan sebagai wasit yang baik
untuk menjaga kepentingan pemerintah, industri, dan masyarakat berjalan dengan seimbang
dengan mendorong lahirnya proses perumusan, penetapan, dan penegakan regulasi yang
transparan.
Harmonisasi mungkin merupakan pilihan yang paling tepat untuk Indonesia, dengan langkah
harmonisasi konvergensi, maka pemerintah tidak hanya mengkonsep 1 RUU mengenai
konvergensi, namun juga perlu melakukan penyesuaian kepada UU lain yang saling berkaitan
(UU penyiaran dan ITE) supaya tidak terjadi tumpang tindih pengaturan yang akan membawa
kepada inkonsistensi legislasi di Indonesia.
48
Dalam penyusunan legislasi yang baru mengenai konvergensi, pemerintah dapat menggunakan
beberapa opsi pilihan nomenklatur legislasi konvergensi sebagai berikut:
a. RUU Konvergensi
Penyatuan teknologi dan beragamnya model bisnis industri TIK secara global dikenal luas
sebagai apa yang disebut dengan convergence, konvergensi secara global didefinisikan oleh
penyatuan industri telekomunikasi, penyiaran dan internet dalam hal infrastruktur, teknologi,
dan juga pasar yang sudah saling beririsan dan suatu saat menjadi pasar yang menyatu.
Terminologi konvergensi juga dipergunakan secara luas baik dalam hal kajian (directive,
consultation, dll) di negara lain, bahkan di beberapa negara seperti jepang dan taiwan sudah
memperkenalkan Convergence Act dalam pengaturan industri dibawahnya.
Penggunaan nomenklatur Konvergensi merupakan nomenklatur yang sangat jelas
menggambarkan adanya penyatuan, namun juga sangat tepat apabila RUU konvergensi ini
menjadi RUU yang bersifat harmonisasi dengan UU eksisting yakni Penyiaran dan ITE.
b. RUU Telematika
Telematika mulai dikenal sebagai penggabungan dari Telekomunikasi dan Informatika.
Telematika berkembang setelah mulai bercampurnya layanan telekomunikasi dan internet,
dan didukung dengan perkembangan teknologi perangkat yang mendukung terjadinya
konvergensi layanan tersebut.
Istilah telekomunikasi mengacu kepada telekomunikasi secara murni yakni pengiriman
informasi komunikasi (2 arah) secara jarak jauh, sedangkan Informatika memiliki pengertian
yang lebih luas yakni proses diseminasi informasi melalui media Penyiaran dan Internet.
Penggunaan nomenklatur RUU Telematika dipilih karena telematika sudah mencakup seluruh
teknologi dan layanan yang ditangani oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dan
nomenklatur Telematika akan dapat mengakomodir apabila akan dibuat satu Undang-Undang
atau unifikasi dari UU untuk Telekomunikasi, Penyiaran, dan Internet.
49
50
Opsi-opsi tersebut perlu dikaji melalui pendekatan kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan
juga adanya dampak terhadap kondisi eksisting. Pendekatan kelebihan dan kekurangan dilihat secara
kualitatif untuk memberikan gambaran terhadap masing-masing opsi, terutama melihat kepada
kesesuaian terminologi nama nomenklatur, filosofi nama nomenklatur, dan juga dampak yang
diakibatkan kepada legislasi terkait lainnya, yakni UU ITE dan UU Penyiaran.
Tabel 1 : Pros dan Cons opsi nomenklatur RUU mengenai konvergensi
Nomenklatur
legislasi
RUU konvergensi
Pros
Cons
RUU Telematika
RUU Konvergensi
Telematika
- Konvergensi Telematika
merupakan penekanan bahwa
RUU ini merupakan penyatuan
dari industri Telekomunikasi
dan Informatika
51
RUU Digitalisasi
RUU
Telekomunikasi
Digital
- Telekomunikasi digital
menggambarkan pengaturan
telekomunikasi di era full digital
atau berbasis IP
- Nama nomenklatur
telekomunikasi sudah kurang
relevan dengan perkembangan
konvergensi yang terjadi, dan juga
digitalisasi merupakan
keniscayaan namun akan
memerlukan waktu yang lebih
panjang mengingat switch
teknologi pada daerah nonlucrative akan lebih memerlukan
waktu lebih lama.
RUU Media
Konvergensi
52
- Dapat mengakomodir
Telekomunikasi sebagai
layanan dasar dan dipadukan
dengan layanan multimedia
sebagai layanan value added
dari layanan dasar
53
pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa depan.
Untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan hukum diperlukan kerja sama dengan
berbagai komponen lembaga terkait, baik di dalam maupun di luar negeri.
Penyusunan legislasi konvergensi memerlukan landasan yang kuat untuk memastikan bahwa legislasi
ini memang dibutuhkan oleh stakeholder dan dapat menjawab terhadap permasalahan-permasalahan
yang terjadi, serta legislasi yang disusun dapat memberikan kerangka pijak bagi pengaturan industri
konvergensi yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.
Landasan perancangan naskah akademis legislasi konvergensi dilaksanakan dengan pendekata empiris
dan normatif. Pendekatan empiris merupakan pendekatan yang dilakukan dengan melakukan
penelitian kepada stakeholder terkait dengan metode interview yakni melalui agenda Forum
Konvergensi. Sedangkan pendekatan normatif merupakan pendekatan yang dilakukan dengan
metode benchmark dari negara lain terkait dengan pengaturan terkait dengan konvergensi.
1) Definisi Konvergensi
Hampir semua negara mendefinisikan konvergensi yang terjadi adalah konvergensi antara
Penyiaran, Telekomunikasi dan Internet. Konvergensi 3 bidang tersebut akan menciptakan
perangkat yang semakin konvergen, dan juga ada penyatuan dari segmen pasar.
Dari gambar diatas, menunjukkan bahwa perkembangan konvergensi di negara lain terjadi
pada rantai nilai penyiaran (broadcast), telekomunikasi (communication provider), perangkat
pengguna, dan juga konvergensi pada penggunanya sendiri.
80
55
Berbeda dengan beberapa negara lainnya, Jepang dan Taiwan mendefinisikan konvergensi
terbatas pada layanan telekomunikasi dan penyiaran. konvergensi dapat didefinisikan melalui
3 perspektif, yaitu perspektif teknologi, ekonomi, dan dari perspektif regulator. Dari perspektif
teknologi, saat ini layanan broadband tidak hanya dapat disediakan melalui DSL, tetapi juga
oleh modem kabel. Saat ini, penyedia layanan telekomunikasi juga dapat menyediakan
layanan televisi. Teknologi yang memungkinkan hal tersebut dapat terjadi.
Selanjutnya dari perspektif ekonomi, layanan konvergensi adalah gabungan dari beberapa
layanan yang dapat disediakan oleh satu penyedia layanan, seperti layanan triple-play atau
bahkan quadruple-play pada satu platform yang sama. Serta yang terakhir dari perspektif atau
sudut pandang regulator, layanan konvergensi memberikan tantangan tersendiri, karena tidak
hanya di Jepang dan di Taiwan, tetapi juga negara lainnya memiliki regulasi yang terpisah
mengenai telekomunikasi, penyiaran, TV kabel, TV satelit, dan lain sebagainya. Sehingga
memberikan tantangan tersendiri untuk mengatur legal fremework yang tepat bagi
pengembangan layanan konvergensi.
81
ACMA
56
Selain mengarah kepada spectrum fleksibilitas, pemanfaatan spektrum di negara lain juga
sudah mulai mendorong pemanfaatan spektrum frekuensi yang unlicense sehingga
memberikan fleksibilitas penggunaan kepada pengguna.
Tabel 2 : Benchmark Pemanfaatan Sumber Daya
Negara
US
UK
Korea Selatan
Jerman
82
57
58
Negara
US
UK
Korea Selatan
Cross-ownership
- Telco diregulasi, sedangkan ISP tidak diregulasi (registrasi)
- Regulasi konten yang tidak ketat (light touch)
- Menyerahkan kepada pasar yang ada untuk mendeliver layanan
apapun
- Ofcom memberikan regulasi yang ketat pada masalah sosial terkait
perlindungan konsumen
- Corss-ownership tidak diatur secara rigid
Tabel 4 : Benchmark Kebijakan Industri di negara lain
Negara
US
UK
Korea Selatan
Kebijakan industri
Duopoli telekomunikasi oleh AT&T dan Verizon
Open access bagi perusahaan kabel yang signifikan untuk
memberikan kemudahan masuk bagi penyelenggara jasa
Jaringan akses yang sudah konvergen
Kompetisi yang tidak ketat di rural area
Pasar broadband kompetitif
Open access untuk broadband provider
Pasar broadband kompetitif
Negara
Jepang
Taiwan
Struktur industri
-
Layer terminal
Layer jaringan
Layer platform
Layer konten/aplikasi
Layer infrastruktur
Layer platform layanan
Layer konten dan aplikasi
59
Desain Pasar
India
-
Konten Digital
Basic
Mobile
ISP
UASL
MVNO
ILD
NLD
Wholesale Menara
Wholesale Satelit
VSAT
- Retail
Content
(Konten Digital)
- Retail
Bandwidth
(Basic, Mobile, ISP,
UASL, MVNO)
- Wholesale Bandwidth
(ILD, NLD)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Wholesale
Satelit,
VSAT)
Malaysia
- Network Facilities
Providers (NFP);
- Network
Service
Providers (NSP);
- Application Service
Provider;
- Content
Applications Service
Providers.
- Retail
Content
(Content
Applications Service
Providers)
- Retail
Aplikasi
(Application Service
Provider)
- Retail
Bandwidth
(Application Service
Provider)
- Wholesale
Bandwidth
(Application Service
Provider)
- Wholesale
Infrastruktur
(Content
Applications Service
Providers)
Thailand
-
Konten Digital
VoIP
Seluler
Fixed Line
ISP
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale Menara
Wholesale Fiber Optik
Wholesale Satelit
- Retail
Content
(Konten Digital)
- Retail Aplikasi (VoIP)
- Retail
Bandwidth
(Seluler, Fixed Line,
ISP, MVNO)
- Wholesale
Bandwidth
(NAP,
IXP,MNO)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Fiber Optik, Satelit)
60
Australia
USA
Jerman
Kesimpulan
Fixed Mobile
Mobile
ISP
MVNO
Konten Digital
VoIP
Wholesale
Menara
- Wholesale Fiber
Optik
- Wholesale Satelit
- Retail Bandwidth
(Fixed
Mobile,
Mobile,
ISP,
MVNO)
- Retail
Konten
(Konten Digital)
- Retail
Aplikasi
(VoIP)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale
Menara,
Fiber
Optik, Satelit)
- Retail
Content
(Konten Digital)
- Retail
Aplikasi
(Konten Aplikasi)
- Retail
Bandwidth
(Seluler, Fixed Line,
ISP, MVNO)
- Wholesale
Bandwidth
(NAP,
IXP,MNO)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Fiber Optik, Satelit)
Konten Digital
Konten Aplikasi
Seluler
Fixed Line
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale Menara
Wholesale
Fiber
Optik
- Wholesale Satelit
Konten Digital
Seluler
Fixed Line
ISP
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale
Menara
Wholesale Fiber
Optik
Wholesale Satelit
Retail
Content
(Konten Digital)
Retail
Aplikasi
(Konten Aplikasi)
Retail Bandwidth
(Seluler,
Fixed
Line, ISP, MVNO)
Wholesale
Bandwidth (NAP,
IXP,MNO)
Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale
Menara,
Fiber
Optik, Satelit)
Konten Digital
Seluler
Fixed Line
ISP
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale Menara
Wholesale Fiber Optik
Wholesale Satelit
Parameter
Fokus Kebijakan dan
regulasi utama
Komposisi pasar
India
Malaysia
Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Merger dan Akuisisi
Roaming Nasional
Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Merger dan Akuisisi
- Network Facilities
Providers
(134
(individual),
20
(Class));
- Network
Service
Providers
(131
(individual),
22
(Class));
- Application Service
Provider
(541
(Class));
- Content
Applications Service
Providers
(39
(individual),
27
(Class))
Thailand
-
Australia
Persaingan Usaha
Infrastruktur
Sharing
Open Access
MVNO
Kartu Perdana
Merger dan Akuisisi
61
USA
Jerman
Kesimpulan
Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Tariff
Roaming Nasional
- Persaingan Usaha
- Infrastruktur
Sharing
- Open Access
- MVNO
- Merger
dan
Akuisisi
- Roaming Nasional
- Konten
Digital
(tidak dibatasi)
- Seluler (4)
- Fixed Line (8
major; 184 Local)
- ISP (11)
- MVNO (163)
- NAP, IXP (17)
- MNO (4)
- Wholesale
Menara (5)
- Wholesale Fiber
Optik (2)
- Wholesale Satelit
(2)
- Persaingan Usaha
- Infrastruktur
Sharing
- Open Access
- MVNO
- Kartu Perdana
- Merger
dan
Akuisisi
- Roaming
Nasional
-
Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Merger dan Akuisisi
Roaming Nasional
Kesimpulannya, peran negara yang dapat diambil dalam mendukung pengembangan layanan
konvergensi untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan menyiapkan framework
regulasi yang dapat mendukung pengembangannya. Perlu ada kajian yang lebih komprehensif
bagaimana bentuk legal layanan konvergensi yang tepat diterapkan di Indonesia dengan
melihat kondisi industri di Indonesia.
Evolusi teknologi
Konsen bisnis dan perkembangan pasar
Kebutuhan atau permintaan pengguna/masyarakat
Kebijakan dan regulasi
7) Perlindungan Pengguna
Di India, melalui The Telecom Consumer Protection Regulation 2012, diatur beberapa point
yang berhubungan dengan perlindungan konsumen telekomunikasi. Beberapa isu yang diatur
diantaranya mengenai : presentasi dan marketing voucer (start-up kit, voucer, warna band di
kertas voucer), penyampaian pesan mengenai produk kepada konsumen (informasi lengkap
mengenai voucer kepada pelanggan pra-bayar, informasi kepada pelanggan pra-bayar terkait
usage mereka, rincian penggunaan sebelumnya sehubungan dengan koneksi pra-bayar,
menyediakan fasilitas yang menyediakan informasi mengenai account konsumen, tarif
layanan premiun dan value added services).
Di Jerman, Undang-Undang Telekomunikasi Jerman telah dikembangkan sesuai Paket
Telekomunikasi 2002 menyebabkan perubahan mendasar pada hukum telekomunikasi
Jerman sebelumnya dan diimplementasikan ke UU Telekomunikasi Jerman (TKG) pada 22 Juni
2004. Sejak itu, perubahan selanjutnya telah dilakukan (misalnya, pada retensi data)
perubahan dari TKG pada 3 Mei 2012 semakin memperkuat hak konsumen, misalnya dalam
hal transparansi biaya layanan telekomunikasi dan pembebanan biaya (seperti yang berkaitan
dengan jaringan dan regulasi spektrum. Perubahan 1 Juli 2013 secara substansial
memperpanjang hak otoritas keamanan untuk memantau komunikasi mobile dan secara
online.
63
dengan TIK untuk memudahkan aktivitas masyarakat dari aspek kepemerintahan, pendidikan,
kebudayaan, tempat tinggal, mobilitas, perekonomian, bersosialisasi, dll.
Konsep smart city berawal dari keinginan masyarakat OECD untuk menurunkan kadar polusi
di negaranya, dengan mengurangi ketergantungan akan carbon (BBM, dll) dan mulai
mendorong penggunaan transportasi massal maupun tradisional seperti sepeda, bis, ketika
konsep smart city bisa merubah pandangan dan kultur masyarakat mengenai efisiensi dan
efektivitas dalam berkegiatan.
Ada banyak definisi dari smart city dan hingga saat ini belum ada definisi yang baku, namun
umumnya kota dapat disebut smart city ketika investasi modal sosial dan manusia,
infrastruktur transportasi serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK/ICT) mampu
mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi,
dengan pemanfaatan sumber daya alam yang yang bijak, melalui tata kelola pemerintahan
yang partisipatif.
Beberapa definisi smart city dari pandangan akademis adalah:
1.
2.
Sebuah kota menjadi smart ketika investasi dalam masyarakat dan sosial,
transportasi tradisional dan infrastruktur ICT yang modern akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan terciptakan kualitas kehidupan yang tinggi, denga
kebijakan yang baik akan sumber daya alam, melalui peran serta pemerintah
(Caragliu, 2009).
3.
Sebuah kota yang memiliki proyeksi yang baik mengenai ekonomi, masyarakat
pemerintahan, transportasi, lingkungan dan hunian, dibangun pada..
1.
2.
Amsterdam smart city menggunakan teknologi inovatif dan kemauan untuk merubah
perilaku yang berkaitan dengan konsumsi energi untuk menghentikan tujuan
kerusakan iklim global. Amsterdam smart city merupakan pendekatan yang universal
untuk desain dan pertumbuhan yang berkesinambungan, program yang ekonomis
yang akan mengurangi penggunaan carbon dari kota tersebut (Amsterdam Smart
city, 2009).
64
Untuk negara berkembang smart city akan menjadi solusi terhadap permasalahan urbanisasi
beserta masalah yang mengikutinya seperti kemacetan, kriminal, sampah, kesehatan,
transportasi, lapangan kerja dan lain-lain, sedangkan di negara maju, smart city menjawab
kebutuhan masyarakat untuk mengurangi polusi udara, emisi karbon, dan sejenisnya.
Smart city berperan meningkatkan kehidupan dengan konektivitas inteligent antara manusia
dan masyarakat, ketersambungan yang unlimited, ubiquitous (dimana saja, kapan saja),
dimana manusia, perangkat dan aplikasi saling berinteraksi, dan nilai komunitas dan
pertumbuhan finansial memiliki prioritas yang sama melalui harga yang equal pada seluruh
layanan yang terjangkau bagi seluruh komunitas.
Dari difinisi-definisi smart city di atas, konsep smart city adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dalam pengembangan smart city yang dilakukan di kota Birmingham, komponen yang
menyusun arsitektur smart city terdiri dari 6 (enam) layer yakni tujuan, masyarakat,
ekosistem, infrastruktur lunak, system perkotaan, infrastruktur keras seperti pada gambar
dibawah.
65
84
http://theurbantechnologist.com, 2012
66
Yang dilakukan oleh UK adalah adanya reformasi pada 5 hal yang menjadi tugas dari regulator
konvergensi yakni ofcom:
a. Perizinan bergeser dari izin penyelenggaraan menjadi registrasi dan authorisasi bagi
pasar yang memiliki sifat pasar mudah untuk keluar dan masuk
b. Pengelolaan spektrum frekuensi memiliki pendekatan berbasis pasar, dimana akan
membuka kemungkinan spectrum trading antar penyelenggara, dan mendorong
pemanfaatan spektrum unlicense
c. Perizinan bergeser dari yang detail menjadi lebih transparan dan lebih liberal dengan
mendorong industry self-regulation
d. Regulasi konten digeser ke tier-3 struktur regulatory (dilaksanakan dengan regulator
media) untuk mengantisipasi adanya gap dan overlap pengaturan
e. Kepemilikan media menjadi lebih liberal.
85
67
Negara
US
UK
Korea Selatan
Tabel dibawah menggambarkan gambaran regulator konvergensi di US, UK dan Korea Selatan.
86
68
Telecommunications
Industry
Economic
Regulation:
Content
Regulation:
Competition
Regulation:
Spectrum
RA
Regulation:
Source : Based on DTI (1998), page 20
Broadcasting Industry
DTI, OFTEL, Radiocommunications Agency
("RA"), Dept. of Culture, Media and Sport
("DCMS"), Independent Television
Commission ("ITC")
DCMS, ITC, HO (obscenity), BBC, 54C,
Broadcasting Standards Commission, British
Board of Film Classification, Radio Authoriy,
BBC
DTI, Oftel, OFT, MMC, ITC and Radio
Authority (provision of licensed and
connected services, cross-media ownership),
Oftel and ITC (shared juridiction on EPGs)
RA, ITC
Keputusan yang diambil dalam penyusunan legal framework layanan konvergensi di Jepang
adalah dengan mengintegrasikan kembali regulasi yang terkait dengan telekomunikasi, radio,
Wire Telecommunications Law, Laws Concerning Wire Broadcasting Telephones Business,
Laws and Ordinances Concerning Measures against Illegal and Harmful Information, the
Broadcast Law, the Law to Regulate the Operation of the Cable Radio Broadcasting Services,
the Cable Television Broadcast Law, dan the Law Concerning the Broadcasting of
Telecommunication Services.
2.
3.
4.
5.
Kajian yuridis empiris ini merupakan kesimpulan dari pelaksanaan Forum Konvergensi yang
menjadi kebutuhan pengaturan mendasar era konvergensi di Indonesia, forum konvergensi ini
diikuti oleh berbagai stakeholder dari:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pemerintah
Penyelenggara telekomunikasi
Komunitas/asosiasi
Vendor perangkat telekomunikasi
Masyarakat
Akademisi legal, teknis dan ekonomi
1) Definisi Konvergensi
Dari hasil forum konvergensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi dari konvergensi
adalah suatu kondisi dimana telah terjadi penyatuan teknologi, layanan bahkan kerangka
pengaturan regulasi, dimana penyatuan tersebut terjadi pada bidang telekomunikasi,
70
penyiaran, internet, perbankan, hiburan, dan bidang lainnya yang memberikan layanan
multimedia kepada pengguna akhir.
Konvergensi akan terjadi pada seluruh industri TIK yakni sebagai berikut:
A. Konvergensi teknologi
Perkembangan teknologi seperti LTE-Broadcast maupun DVB-Terestrial contohnya
sudah dapat memberikan akses telekomunikasi, internet dan penyiaran kepada
penggunanya. Konvergensi ini teknologi ini menjadi awal dari konvergensi yang akan
terjadi pada layer-layer diatasnya, karena perkembangan teknologi yang menjadi
trigger dari perkembangan layanan, infrastruktur, regulasi, bahkan pengguna akhir
yang akan sangat terdampak.
B. Konvergensi infrastruktur
Gambar 16 : Konvergensi87
87
Cisco
71
D. Konvergensi regulasi
Konvergensi regulasi merupakan langkah negara-negara dalam mensikapi adanya
konvergensi infrastruktur dan layanan, dimana pemerintah di negara-negara tersebut
mulai mencari solusi untuk dapat mengatur industri yang telah konvergen dengan
regulasi yang dapat mengatur perkembangan konvergensi. Selain regulasi, ada
beberapa negara yang juga menkonvergensikan regulatornya untuk mendapatkan
pengawasan aturan yang konvergen.
E. Konvergensi Pengguna
Konvergensi infrastruktur dan layanan akan menciptakan konvergensi pengguna,
dimana pada kondisi eksisting pengguna tersegmentasi secara ekslusif di suatu
layanan atau infrastruktur, maka dengan konvergensi infrastruktur dan layanan,
pengguna juga akan konvergen. Konvergensi pengguna terlihat sebagai contohnya
dengan berlangganan layanan internet broadband di rumah, maka pengguna sudah
dapat menikmati siaran televisi, internet dan menggunakan semua layanan konten
dan aplikasi yang ada.
88
www.techteledata.com
72
2) Layanan Konvergensi
Dari hasil forum konvergensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan konvergensi sangat
beragam dan diimplementasikan di seluruh bidang perekonomian suatu negara. Terjadinya
konvergensi infrastruktur yang memungkinkan terjadinya konvergensi layanan ini yang
menjadikan TIK menjadi infrastruktur meta yang menjadi tulang punggung dari seluruh
pertumbuhan ekonomi di segala bidang. Contohnya:
a. Bidang pemerintahan (e-government, e-procurement, e-budgeting, e-musrenbang, econtrolling, e-performance, dan lain sebagainya)
b. Bidang industri manufaktur (automasi perangkat produksi, sistem RFID sebagai
pelacak lokasi barang,
c. Bidang perikanan (aplikasi pencitraan satelit untuk mengetahui sebaran ikan tangkap
di laut)
d. Bidang kesehatan (rekam medis online, operasi jarak jauh, konsultasi online, dll)
e. Bidang pendidikan (e-learning, pembelajaran jarak jauh, e-book, dll)
f. Bidang pertanian (aplikasi informasi produk pertanian online, lumbung pertanian
online, dll)
g. Dan aplikasi di bidang perekonomian lainnya.
Platform Hub IP nasional tersebut akan menjadi sentral/pusat bagi kebutuhan interkoneksi
berbasis IP secara nasional. Kebutuhan Hub IP adalah untuk memenuhi kondisi implementasi
89
Telekom-ICSS
73
infrastruktur IP yang berbasis kepada multi-platform dan memerlukan adanya suatu sistem
pengintegrasi antar berbagai Pihak.
Hub IP nasional bukan hanya sekedar memberikan interkoneksi pada level switching, namun
juga dapat memberikan konektivitas nasional (interkoneksi pada layer transport) dan juga
kebutuhan interkoneksi pada level layanan.
4) Infrastruktur Konvergensi
Berdasarkan hasil dari forum konvergensi, dapat disimpulkan bahwa dari segi infrastruktur,
sekarang pun telah terjadi konvergensi baik infrastruktur fisik (kabel, menara, sentral, dll)
hingga ke infrastruktur yang bersifat software (billing, customer service, dll). Kebutuhan yang
mendasar pada kondisi konvergensi ke depan adalah bahwa indonesia akan memerlukan
suatu infrastruktur baru penunjang konvergensi di setiap bidang, contohnya adalah payment
gateway untuk menunjang perbankan, sistem logistik nasional untuk menunjang logistik, dan
platform infrastruktur lainnya. Kebutuhan konvergensi bagi pemerintah harus menjadi titik
balik perluasan penetrasi layanan kepada masyarakat, sehingga sangat dibutuhkan suatu
infrastruktur nasional dimana harus ada peran pemerintah bersama-sama dengan industri
untuk dapat merealisasikan jaringan broadband nasional ini.
a. Infrastruktur broadband nasional
90
Telkom Indonesia
74
5) Teknologi Konvergensi
Berdasarkan forum konvergensi, teknologi konvergensi akan semakin menyatukan industri
yang berbeda-beda (telekomunikasi, penyiaran dan internet), teknologi telekomunikasi dan
internet sudah merupakan suatu kesatuan sistem yang konvergen, dan ke depan teknologi
yang pada awalnya digunakan hanya untuk telekomunikasi ataupun penyiaran akan dapat
menawarkan seluruh layanan juga, contohnya adalah LTE-Broadcast yang dapat memberikan
layanan penyiaran di atas infrastruktur telekomunikasi, dan DVB-T yang menawarkan layanan
telekomunikasi dan internet di atas infrastruktur penyiaran.
91
75
Komunikasi antar perangkat akan menjadi arah teknologi ke depan, dimana otomasi akan
terjadi di semua sektor industri, dan konvergensi teknologi akan menciptakan efisiensi industri
dan masyarakat yakni dengan biaya yang lebih efisien, konsumsi energi lebih rendah, serta
reliabilitas dan availabilitas yang tinggi.
92
Ericsson
76
15) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik
Hadirnya berbagai teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintahan
memberikan kemudahan bagi berjalannya layanan publik. Dpat dirasakan secara langsung
pada kota Bandung, Malang, Surabaya, yogyakarta dan lainnya bahwa pemanfaatan teknologi
konvergensi ini langsung memberikan dampak efisiensi dan juga kemudahan dalam hal
birokrasi. Contohnya adalah pengaturan lalu lintas yang terintegrasi TIK, pengurusan izin-izin
yang terpusat melalui pelayanan digital, dan lain sebagainya.
78
79
Perkembangan teknologi yang demikian cepat tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan alih
teknologi dan riset dari industri dalam negeri. Industri telekomunikasi dalam negeri sejak dekade
80-an dalam keadaan mandek (stagnan), sehingga ketergantungan terhadap pihak luar sangat
besar. Indonesia hanya menjadi negara pemakai dan pembeli produk-produk luar negeri.
Perkembangan teknologi yang demikian pesat juga telah melahirkan konvergensi jasa-jasa baru
yang tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi akan tetapi telah meluas kepada ke arah
media (penyiaran) dan informatika yang di Indonesia untuk penopang seluruh layanan disemua
sektor termasuk jasa keuangan, perbankan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, komunikasi,
sosial, budaya dan politik. Jasa siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara
atau lembaga penyiaran, akan tetapi telah dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi
melalui jaringan yang ada dan di akses menggunakan perangkat (terminal) telekomunikasi.
Perkembangan teknologi konvergensi sudah memungkinkan layanan penyiaran berjalan di atas
infrastruktur telekomunikasi dan penyiaran sebagai contoh adalah layanan online broadcast yang
dapat dinikmati melalui internet dan menggunakan perangkat telepon pintar; layanan internet
juga sudah dapat dilangsungkan melalui infrastruktur penyiaran yakni DVB-T2; dan juga telah
hadir teknologi generasi keempat yang telah menyasar segmen telekomunikasi dan penyiaran
yakni LTE-Broadcast.
93
80
Definisi konvergensi
Layanan Konvergensi
Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi
Infrastruktur Konvergensi
Teknologi Konvergensi
Pemanfaatan Sumber Daya
Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
Model Bisnis Konvergensi
Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)
Peran Negara dalam Industri Konvergensi
Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi
Perlindungan Pengguna
Pertahanan dan Keamanan Negara
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik
16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
81
Penutup
Penyusunan buku putih forum konvergensi ini dilakukan dengan peran dan keterlibatan publik dalam
memberikan gambaran dan masukan untuk rencana penyusunan legislasi Rancangan UndangUndang terkait Konvergensi TIK. Pendekatan tersebut dilakukan dalam rangka mengumpulkan materi
dari berbagai stakeholder terkait baik dari Akademisi, Vendor, Operator, Konsultan, Kementerian
terkait dan Pemerintah daerah sehingga materi yang disusun mencerminkan kebutuhan seluruh
stakeholder dan dapat dipertanggung jawabkan secara publik.
Harapan yang diinginkan dengan buku ini adalah supaya dapat memberikan gambaran yang utuh
mengenai penyusunan legislasi konvergensi beserta pertimbangan secara akademis dan best-practice
bagi semua pihak.
Dalam penyusunan buku putih forum konvergensi ini, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pembicara yang berpartisipasi dalam rangkaian acara forum konvergensi, PT. Telekomunikasi
Indonesia Tbk. yang menjadi Host forum konvergensi dan seluruh panitia yang terlibat dalam
kelancaran dan kesuksesan acara forum konvergensi hingga tersusunnya buku putih forum
konvergensi ini.
82