Anda di halaman 1dari 92

Draft Buku Putih

Pertimbangan dalam membangun Prinsip Pokok dan Materi


kebijakan legislasi konvergensi
di Indonesia

Direktorat Jenderal PPI


Kementerian Komunikasi dan Informatika

Dilarang keras mengutip bagian buku untuk keperluan tertentu diluar keperluan akademis. Untuk
mengutip isi buku untuk keperluan lain harus seizin dari Ditjen PPI Kemkominfo.

Pejabat penghubung:
Gunawan Hutagalung,MT
Kepala Sub Direktorat Kelayakan Sistem Telekomunikasi
Email: guna005@kominfo.go.id
Hutagalung@postel.go.id

-1-

Pengantar
1. Latar Belakang Forum Konvergensi
Indonesia sebagai negara luas dengan jumlah penduduk yang besar merupakan suatu potensi bagi
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Salah satu hal penting penunjang pertumbuhan
perekonomian yang efektif dan merata adalah meratanya penyebaran informasi dan komunikasi
menjadikan peran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai penyalur informasi dan
komunikasi. Kebutuhan akan informasi dan komunikasi menjadi kebutuhan primer masyarakat,
terlebih bagi masyarakat yang mengandalkan informasi dan komunikasi sebagai pendongkrak
produktivitasnya. Untuk itu kebutuhan akan informasi dan komunikasi harus dijamin oleh pemerintah
bagi setiap warganya, karena konektivitas nasional diyakini dapat meningkatkan produktivitas
masyarakat yang akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya
saing bangsa.
Saat ini Indonesia bersiap memasuki era industri digital, dimana akan bertumpu berbagai layanan
konvergensi yang akan membentuk industri konvergensi. Layanan broadband yang memadai
merupakan salah satu faktor utama pendorong pengembangan industri konvergensi di suatu negara.
Industri konvergensi digital telah nyata menjadi faktor pendorong reformasi ekonomi menjadi lebih
baik di beberapa negara. Seperti halnya di Amerika Serikat dimana 21% dari total GDP (Gross Domestic
Product) dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley. Salah satu industri digital paling bertumbuh
di Amerika Serikat adalah bisnis Video Game dimana pada tahun 2012, bisnis digital ini menyumbang
GDP sebesar 6,2 Milyar USD.
Pada tahun 2012 sumbangan produk kreatif digital oleh industri konvergensi digital di Indonesia
mencapai 40% dari total pendapatan industri kreatif nasional, atau sekitar Rp. 288 Milyar dari total
573,9 Milyar. Dengan tingginya angkatan kerja di Indonesia, industri kenvergensi berbasis digital
seharusnya dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian negara melalui
pengurangan tingkat pengangguran.
Selain itu, pengembangan industri konvergensi berbasis digital juga diyakini akan meningkatkan daya
saing bangsa Indonesia, apabila industri konvergensi berbasis digital tersebut dapat meningkatkan
IPOLEKSOSBUDHANKAM. Guna mengarahkan pengembangan industri konvergen berbasis digital
untuk dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan IPOLEKSOSBUDHANKAM di
Indonesia, maka diperlukan intervensi dari pemerintah, terutama dalam pembentukan legal
framework yang tepat dalam mengembangkan industri konvergen berbasis digital di Indonesia.
Untuk mengantisipasi perkembangan teknologi, pasar dan juga regulasi pada era konvergensi ke
depan, maka forum konvergensi ini diselenggarakan dengan harapan untuk dapat menjadi titik awal
dari perumusahn rencana pemerintah ke depan dalam industri konvergensi.

-2-

2. Hasil yang ingin dicapai Forum Konvergensi


Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan Forum Konvergensi yang
dihadiri oleh berbagai kalangan dari industri ICT, yakni pelaku industri telekomunikasi, penyiaran,
internet, pemangku kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, pengamat ICT, dan akademisi,
dilaksanakan dalam rangka penyusunan kerangka kebijakan legislasi RUU Konvergensi. RUU
konvergensi sendiri telah mencapai kepada suatu perjalanan untuk persiapan Program Legislasi
Nasional pada tahun 2015 ini, setelah dirumuskan semenjak tahun 2009. RUU konvergensi ini
dirumuskan untuk menggantikan UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang dirasakan
sudah tidak relevan lagi dengan industri TIK yang berkembang pesat dan adanya pertumbuhan pada
layanan kepada penggunanya.
Sesuai dengan target NAWACITA oleh Presiden RI Joko Widodo bahwa dibutuhkan kerja keras
bersama untuk meningkatkan daya saing bangsa, maka Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi
dan Informatika berperan aktif dalam menumbuhkan industri yang dinaunginya untuk mencapai
pertumbuhan dan dapat memberikan feedback baik kepada bangsa dan negara.
Tantangan yang dihadapi pada industri TIK adalah pertumbuhan teknologi yang sangat cepat yang
terkadangkala tidak dapat diantisipasi oleh aturan yang ada, dan juga banyaknya permasalahan yang
muncul pada sektor telekomunikasi, penyiaran dan internet yang perlu diatasi melalui kerjasama antar
pihak antar sektor sehingga tidak terjadi missinterpretasi dalam pemahaman legislasi yang akan
dilaksanakan.
Agenda yang didiskusikan pada forum konvergensi tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Definisi Konvergensi
Layanan Konvergensi
Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi
Infrastruktur Konvergensi
Teknologi Konvergensi
Pemanfaatan Sumber Daya
Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
Model Bisnis Konvergensi
Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)
Peran Negara dalam Industri Konvergensi
Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi
Perlindungan Pengguna
Pertahanan dan Keamanan Negara
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya, Pemerintahan
dan Layanan Publik
16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
Seluruh topik diskusi tersebut akan menjadi topik yang diatur dalam UU konvergensi nantinya, dan
dalam forum konvergensi ini, seluruh pihak yang berada pada forum tersebut menjadi partisipan

-3-

dalam topik diskusi sesuai dengan keahliannya, dan sumbang saran maupun seluruh pertanyaan akan
ditampung sebagai pertimbangan akademis dan praktis dalam penyusunan RUU Konvergensi.
Tujuan dari forum konvergensi yang dilakukan adalah untuk mencari masukan dari berbagai pihak
mengenai konvergensi di Indonesia, masukan-masukan tersebut akan menjadi bahan bagi Pemerintah
dalam merumuskan legislasi yang baru dalam konteks konvergensi di Indonesia, yang bertujuan untuk
Membangun Industri Konvergensi berbasis Digital untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa.

Jakarta, September 2015

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika


Kementerian Komunikasi dan Informatika

-4-

DAFTAR ISI
Pengantar ............................................................................................................................................ - 1 1.

Latar Belakang Forum Konvergensi ........................................................................................ - 2 -

2.

Hasil yang ingin dicapai Forum Konvergensi........................................................................... - 3 -

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ v
BAB I Konvergensi ................................................................................................................................... 1
1.

Mengapa harus konvergen ......................................................................................................... 1

2.

Bentuk industri pada era konvergensi ........................................................................................ 6

3.

Orientasi negara pada layanan konvergensi/industri konvergen ............................................... 6

4.

Orientasi masyarakat pada layanan konvergen/industri konvergen........................................ 11

5.

Orientasi industri pada layanan konvergensi ........................................................................... 12

BAB II Pokok-Pokok Pikiran tentang Konvergensi ................................................................................. 14


1.

Definisi Konvergensi.................................................................................................................. 14

2.

Layanan Konvergensi ................................................................................................................ 15

3.

Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi ........................................................................ 16

4.

Infrastruktur Konvergensi ......................................................................................................... 17

5.

Teknologi Konvergensi .............................................................................................................. 17

6.

Pemanfaatan Sumber Daya ...................................................................................................... 18

7.

Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi ..................................................................... 18

8.

Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ................................................................................ 18

9.

Model Bisnis Konvergensi ......................................................................................................... 19

10.

Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) ............................................. 19

11.

Peran Negara dalam Industri Konvergensi ........................................................................... 19

12.

Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi .................................................................... 20

13.

Perlindungan Pengguna ........................................................................................................ 20

14.

Pertahanan dan Keamanan Negara ...................................................................................... 20

15.
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik ................................................................................................... 21
16.

Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ................................................. 21

17.

Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ................................................... 23

BAB III Opsi Bentuk Legislasi Konvergensi ............................................................................................ 25


i

1.

Perundangan Eksisting TIK ........................................................................................................ 25


a.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ............................................... 26

b.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) ....... 30

c.

Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen................................. 32

d.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha ..... 41

2.

Opsi Kebijakan Legislasi Konvergensi........................................................................................ 47


a.

Unifikasi................................................................................................................................. 47

b.

Harmonisasi dan Penyesuaian .............................................................................................. 47

3.

Opsi nama nomenklatur legislasi konvergensi ......................................................................... 48

BAB IV Arsitektur Naskah Akademis Legislasi Konvergensi .................................................................. 54


1.

Kajian Yuridis Normatif ............................................................................................................. 55


1)

Definisi Konvergensi.............................................................................................................. 55

2)

Pemanfaatan Sumber Daya .................................................................................................. 56

3)

Model Bisnis Konvergensi ..................................................................................................... 58

4)

Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) ............................................. 58

5)

Peran Negara dalam Industri Konvergensi ........................................................................... 62

6)

Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi .................................................................... 63

7)

Perlindungan Pengguna ........................................................................................................ 63

8) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,


Pemerintahan dan Layanan Publik ............................................................................................... 63
9)

Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ................................................. 66

10)

Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ............................................... 67

11)

Badan regulator ................................................................................................................ 68

2.

Kajian Yuridis Empiris ................................................................................................................ 69


1)

Definisi Konvergensi.............................................................................................................. 70

2)

Layanan Konvergensi ............................................................................................................ 73

3)

Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi .................................................................... 73

4)

Infrastruktur Konvergensi ..................................................................................................... 74

5)

Teknologi Konvergensi .......................................................................................................... 75

6)

Pemanfaatan Sumber Daya .................................................................................................. 76

7)

Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi ................................................................. 76

8)

Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ............................................................................ 77

9)

Model Bisnis Konvergensi ..................................................................................................... 77

10)

Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi) ......................................... 77

11)

Peran Negara dalam Industri Konvergensi ....................................................................... 77

12)

Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi ................................................................ 78


ii

13)

Perlindungan Pengguna .................................................................................................... 78

14)

Pertahanan dan Keamanan Negara .................................................................................. 78

15)
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik ............................................................................................... 78
16)

Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ............................................. 79

17)

Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi ............................................... 79

3.

Kajian Tren masa depan ............................................................................................................ 80

4.

Materi Legislasi Konvergensi..................................................................................................... 81

Penutup................................................................................................................................................. 82

iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Konvergensi pada TIK .......................................................................................................... 1
Gambar 2 : Jaringan Konvergensi untuk seluruh Kebutuhan Industri ................................................... 3
Gambar 3 : Rantai Efek Broadband bagi kehidupan negara .................................................................. 4
Gambar 4 : Revenue per User Media Sosial ........................................................................................... 7
Gambar 5 : Proyeksi Keuntungan Media Sosial di Indonesia.................................................................. 8
Gambar 6 : Kebutuhan pengaturan Industri Konvergensi ...................................................................... 9
Gambar 7 : Gambaran industri sektor TIK, dan Undang-Undang yang sudah ada ............................... 25
Gambar 8 : Analisa TES Konvergensi..................................................................................................... 55
Gambar 9 : Roadmap Konvergensi Australia ........................................................................................ 56
Gambar 10 : Perubahan rezim kebijakan spektrum frekuensi ............................................................. 57
Gambar 11 : Integrasi Upstream dan Downstream Konvergensi ......................................................... 58
Gambar 12 : pendekatan horizontal regulasi ....................................................................................... 62
Gambar 13 : Arsitektur smart city......................................................................................................... 66
Gambar 14 : Kebijakan Konvergensi United Kingdom .......................................................................... 67
Gambar 15 : Regulator dan Regulasi di USA, UK, dan Korea Selatan ................................................... 68
Gambar 16 : Konvergensi ...................................................................................................................... 71
Gambar 17 : Konvergensi platform layanan ......................................................................................... 72
Gambar 18 : Hub IP Nasional ................................................................................................................ 73
Gambar 19 : Rencana Palapa Ring ........................................................................................................ 74
Gambar 20 : Payment Gateway Nasional ............................................................................................. 75
Gambar 21 : Tol Laut Indonesia ............................................................................................................ 75
Gambar 22 : Machine Type Communication ........................................................................................ 76
Gambar 23 : Telco Emerging Market menuju Konvergensi .................................................................. 80

iv

DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Pros dan Cons opsi nomenklatur RUU mengenai konvergensi .............................................. 51
Tabel 2 : Benchmark Pemanfaatan Sumber Daya................................................................................. 57
Tabel 3 : Benchmark Kebijakan Cross-Ownership di negara lain .......................................................... 59
Tabel 4 : Benchmark Kebijakan Industri di negara lain ......................................................................... 59
Tabel 5 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain........................................................... 59
Tabel 6 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain........................................................... 60
Tabel 7 : Badan regulator di US, UK dan Korea Selatan ........................................................................ 68
Tabel 8 : Benchmark regulator telekomunikasi dan penyiaran di inggris............................................. 69

BAB I Konvergensi
1. Mengapa harus konvergen
Perkembangan teknologi khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menyebabkan
peningkatan kebutuhan akan layanan oleh pengguna semakin meningkat. Seperti contoh, dimana
saat ini dunia tengah bersiap menyambut era teknologi 5G. Pada generasi pertama (1G), pengguna
hanya dapat menikmati layanan voice; kemudian pada 2G yang memungkinkan pengguna
menikmati layanan voice, SMS, dan layanan data, namun kecepatannya masih belum optimal.
Sampai pada era 5G yang secara khusus didesign untuk mesin dan bukan hanya untuk manusia.
5G merupakan suatu platform yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti
traffic safety control, critical infrastructure, industrial processes, public safety, dll.1
Lahirnya teknologi baru seperti halnya yang disebutkan diatas merupakan salah satu faktor
pendorong urgensi lahirnya layanan konvergensi di Indonesia. Dalam era konvergensi terdapat
beberapa tipe konvergensi yang akan terjadi, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Terminal/Device Convergent
Network Access Convergent
Communication Service Convergent
Content/Application Convergent
Corporate/social Convergent

Berikut gambar yang menjelaskan mengenai konvergensi yang terjadi pada beberapa sektor.

Gambar 1 : Konvergensi pada TIK 2

Saat ini smartphone dapat mendeliver beberapa service sekaligus dalam satu perangkat kecil.
Dulu kita tidak pernah terbayang dapat menonton televisi menggunakan perangkat Ponsel yang

1
2

Yulianto Naserudin, Ericsson


Henry Kasyfi S, APJII

dimiliki. Namun dengan adanya device convergence, saat ini masyarakat dapat menonton TV,
internet dengan hanya menggunakan satu perangkat smartphone. Kedepan juga akan ada IOT
(Internet of Things), artinya kedepan semua perangkat rumah tangga akan terkoneksi dengan
jaringan internet yang memungkinkan seseorang dapat menyalakan AC jarak jauh, artinya mesin
akan saling terkoneksi dan berkomunikasi melalui jaringan internet.
Selanjutnya, terkait network convergence, saat ini memungkinkan satu satu perangkat jaringan
dapat mendeliver beberapa layanan yang berbeda. Misalnya saja seperti layanan Tripleplay yang
saat ini disediakan oleh satu perangkat jaringan, namun dapat mendeliver layanan internet, TV
kabel, Voice, dan layanan lainnya secara bersama-sama. Artinya semua access technology
digunakan untuk mengakses berbagai layanan.
Kemudian ada communication service convergence, semua transport protokol yang digunakan
saat ini berbasis IP. Dulu VOIP dianggap haram, namun saat ini hal tersebut digunakan untuk
mengurangi cost. Pemanfaatan IP harus sangat berhati hati, karena sangat terkait dengan
kedaulatan RI, mengingat Protocol ini dibuat oleh negara tertentu. Seperti halnya China yang
mulai menyadari terkait pemanfaatan IP, mereka membuat protocol sendiri guna melindungi
kedaulatan negara.
Selanjutnya adalah content aplication convergence. Web, aplikasi, VOIP sudah terlalu banyak saat
ini dan unregulated. Disini yang menjadi opportunity bagi Global OTT. Dengan modal yang tidak
terlalu besar karena sebagian besar dari mereka tidak membangun server di Indonesia, namun
dapat memperoleh keuntungan yang besar dan menduduki jaringan operator tanpa adanya
kerjasama dengan operator telekomunikasi di Indonesia.
Dan yang terakhir adalah corporate/social convergence. Saat ini pertemuan dapat dilakukan
secara tidak langsung menggunakan media internet. Sehingga mendrive perubahan bisnis model
ke arah yang lebih efisien bagi perusahaan.
Segala bentuk konvergen sebagaimana dimaksud di atas akan secara alamiah terjadi seiring
dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan terjadinya evolusi layanan untuk saling
berkonvergensi dalam memenuhi kebutuhan pengguna, baik pengguna individu, korporasi,
ataupun pemerintah.
Pada era konvergen, dimana dimungkinkan adanya network convergent dan evolusi teknologi
(teknologi 5G) memungkinkan satu jaringan digunakan oleh beberapa industri dengan
menggunakan frekuensi yang sama.3

Yulianto Naserudin, Ericsson

Gambar 2 : Jaringan Konvergensi untuk seluruh Kebutuhan Industri 4

Dengan dimungkinkannya situasi sebagaimana dijelaskan pada gambar di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada era konvergen efisiensi industri akan semakin meningkat, terutama dari
sisi cost reduction. Dengan begitu, pada era konvergensi harga layanan diprediksi akan semakin
murah karena biaya penyediaan layanan akan semakin rendah dengan banyaknya bundling
layanan. Sehingga, akan meningkatkan penetrasi layanan karena harga layanan akan lebih
affordable bagi masyarakat.
Salah satu faktor pendorong utama dalam pengembangan industri konvergensi adalah
peningkatan penetrasi infrastruktur broadband. Peningkatan penetrasi dan kecepatan broadband
akan meningkatkan penggunaan layanan konvergensi, yang secara langsung ataupun tidak
langsung akan meningkatkan productivity masyarakat. selain itu, efek yang dirasakan melalui
peningkatan penetrasi dan kecepatan broadband yaitu menaikkan kegiatan ekonomi, menaikan
inovasi, komunikasi lebih cepat, dan lain-lain.5

4
5

Yulianto Naserudin, Ericsson


AT. Hanuranto, Telkom University

Gambar 3 : Rantai Efek Broadband bagi kehidupan negara 6

Mengingat sangat pentingnya pengembangan infrastruktur TIK sebagai infrastruktur


utama pengembangan industri konvergen berbasis digital di Indonesia, maka
pengembangan infrastruktur TIK perlu difasilitasi oleh pemerintah melalui kebijakan dan
regulasi. Saat ini, meskipun infrastruktur TIK sangat strategis, namun masih belum
dianggap sebagai infrastruktur strategis, seperti infrastruktur jalan, jembatan, terminal,
bandara, dan listrik. Selain itu, mahalnya pembangunan infrastruktur terutama regulatory
cost menghambat pembangunan infrastruktur TIK, selain biaya pungli (pungutan liar) yang
menjadikan biaya investasi infrastruktur TIK membengkak 20% - 30%.Saat ini, investasi
pemerintah secara langsung terhadap pembangunan infrastruktur TIK Indonesia masih
relatif kecil, mayoritas pembangunan dilaksanakan oleh Industri. Padahal infrastruktur TIK
(Broadband) adalah aset strategis bangsa atau aset nasional untuk dapat meningkatkan
daya saing bangsa.7
Pembangunan infrastruktur TIK berbasis broadband perlu diakselerasi oleh pemerintah.
terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengakselerasi
pembangunan infrastruktur TIK berbasis broadband di Indonesia, antara lain upaya jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Berikut penjabaran dari strategi tersebut:
1. Upaya Jangka Pendek
a. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat menerbitkan ketentuan dan
kemudahan tentang Ijin Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah baik yang
dikuasai maupun yang telah disisihkan ke dalam Badan Usaha Milik
Negara/Daerah untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh seluruh pelaku
industry TIK dalam rangka percepatan penyebaran Jaringan broadband akses
ke seluruh wiayah Indonesia.
6
7

AT. Hanuranto, Telkom University


Lukman Adjam, APJATEL

b. Menetapkan sanksi yang berat kepada Pengelola Gedung atau Kawasan yang
melakukan praktek ekslusivitas seperti berupa pencabutan IMB atau Izin
Usaha.
2. Upaya Jangka Menengah
Pemerintah Pusat dan Daerah, perlu mendorong percepatan pembangunan
infrastruktur komersial yang dibangun pelaku usaha melalui penyiapan infrastruktur
pasif dalam bentuk Saluran/ducting Bersama khususnya pada jalur utama dalam
kota, serta Tiang Bersama untuk kepentingan penempatan instalasi kabel juga pada
titik tertentu dapat dimanfaatkan bersama untuk kepentingan instalasi micro cell
pole.
3. Upaya Jangka Panjang
Pemerintah Pusat dan Daerah bersama para pelaku industry TIK mengusahakan
bersama dalam bentuk konsorsium penyediaan Jaringan Backbone berbasis kabel
serat optic yang bersifat neutral menghubungkan seluruh Ibukota Propinsi,
Kotamadya, Kabupaten, Kecamatan bahkan sampai ke pedesaan.
Perkembangan industri konvergen berbasis digital mendorong terbukanya berbagai
peluang kerja, peluang dan inovasi bisnis, produk, layanan dan meningkatkan efisiensi
bisnis serta pelayanan publik. Layanan Telekomunikasi sebaga pintu akses ke layanan
Konvergensi Digital
juga telah menjadi kebutuhan masyarakat modern. Pilar
pengembangan telekomunikasi adalah tersedianya akses, infrastruktur jaringan, layanan,
perangkat pengguna dan aplikasi. Karena aksesnya yang demikian luas dan luar biasa,
kerentanan dalam penyelenggaraan Layanan Telekomunikasi juga berdampak sangat luas
bagi konsumen.8
Kebutuhan akan layanan konvergensi oleh masyarakat sudah sangat mendesak seiring dengan
evolusi teknologi ICT yang memungkinkan terjadinya konvergensi berbagai layanan digital. Oleh
karena itu, industri konvergensi berbasis digital perlu dimonetisasi oleh pemerintah guna menjaga
irama perkembangan industri ini terus tumbuh positif. Regulasi atau kebijakan perlu disusun
secara fleksibel untuk membiarkan industri konvergen ini dapat berkembang secara bebas.
Perkembangan industri konvergen berbasis digital akan menjadi pondasi awal dalam perubahan
budaya dan masyarakat. Dengan adanya konvergensi ini teknologi akan bergeser menjadi
kebutuhan dasar bagi manusia. Konvergensi mendorong kemajuan teknologi semakin
berkembang aplikasi layanan yang mampu mempermudah pekerjaan manusia semakin banyak.
Dengan adanya kemajuan teknologi dan didorong dengan adanya konvergensi ini, orang-orang
semakin mudah dan bebas untuk berekspresi.9

8
9

Ir. Ardiansyah Parman, BPKN


Donny B.U, ICT Watch

2. Bentuk industri pada era konvergensi


Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat merupakan faktor
pendorong tersedianya layanan konvergensi. Pada era konvergensi diyakini bentuk industri akan
berubah. Perubahan bentuk industri akan ditandai dengan akan adanya perubahan struktur pasar
dalam industri konvergensi. Dalam industri konvergen, maka dimungkinkan akana danya
intergrasi usaha, baik integrasi vertikal maupun integrasi horizontal.10
Integrasi horizontal merupakan hal yang biasa terjadi, integrasi horizontal ini dapat terjadi secara
alamiah ataupun melalui kebijakan dari pemerintah. integrasi horizontal yang terjadi secara
alamiah biasanya terjadi karena persaingan usaha yang ketat sehingga mengakibatkan satu
penyelenggara tidak dapat lagi bersaing dan dalam kurun waktu tertentu mengalami kerugian,
sehingga diakuisisi atau melakukan merger dengan penyelenggara lainnya.
Sedangkan integrasi vertikal terjadi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi terutama bagi pelaku
industri yang menikmati skala ekonomi yang besar serta untuk meningkatkan market powernya
bagi penyelenggara dominan melalui ekspansi ke hulu dan hilir. Secara sederhana, dalam industri
konvergen pelaku usaha dapat dibedakan menjadi dua pelaku utama:
a. Penyedia infrastruktur dan jaringan;
b. Penyedia layanan/konten
Hal tersebut dikarenakan pada next generation network, penyedia layanan akan menjadi
independen dan terpisah dari penyediaan infrastruktur agar dapat lebih cepat dan lebih
ekonomis.11 Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pada era konvergensi pasar akan
terkonsolidasi sehingga membuat penyediaan layanan konvergen menjadi lebih ekonomis dan
fleksibel.
Model bisnis dalam era konvergensi akan semakin kompleks dari yang semula cukup simpel.12
Akan terdapat banyak kerjasama anta penyedia layanan TIK, serta dimungkinkan adanya akuisisi,
merger, atau konsolidasi antar penyedia layanan untuk meningkatkan nilai ekonomis penyediaan
layanan konvergensi. Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan kerangka hukum yang dapat
memfasilitasi perubahan model bisnis pada era konvergensi.

3. Orientasi negara pada layanan konvergensi/industri konvergen


Layanan konvergensi dapat terdeliver dengan baik kepada pengguna apabila infrastruktur
broadband yang dibangun sudah cukup memadai. Infrastruktur broadband yang memadai diyakini
banyak pihak dapat memberikan benefit kepada negara melalui peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang didrive melalui peningkatan produktivitas masyarakat. Menurut survei yang
dilakukan oleh Bank Dunia, bahwa peningkatan 10% penetrasi broadband, akan meningkatkan
GDB suatu negara hingga 1,38%. Selain itu, industri konvergen berbasis digital apabila

10

Andi Fahmi Lubis, Universitas Indonesia


Wang, Kan and Du, 2010
12
Joseph Garo, Telkom Infra
11

dimonetisasi dengan baik oleh pemerintah, maka akan memberikan dampak yang sangat masif
terhadap perekonomian negara.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar serta memiliki pengguna internet
yang telah mencapai 34,9% dari jumlah populasi pada tahun 2014. Indonesia juga merupakan
pengakses sosial media yang cukup besar, hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai target
besar dari global OTT, terlebih hingga saat ini Indonesia belum mempunyai konten OTT yang
mampu menyaingi global OTT. Facebook, Twitter dan penyedia konten lainnya ternyata memiliki
keuntungan yang cukup besar dari penggunanya. Facebook mendapatkan keuntungan 2 USD per
user, Linked In memperoleh keuntungan 1,5 USD, dan Twitter mendapatkan 1 USD Per User.

Gambar 4 : Revenue per User Media Sosial13

Keuntungan yang didapat tersebut, apabila dikalikan denagan jumlah pengguna di Indonesia,
maka keuntungan yang didapat oleh global OTT adalah sebagai berikut.

13

Henry Kasyfi S, APJII

Gambar 5 : Proyeksi Keuntungan Media Sosial di Indonesia 14

Melihat keuntungan yang sangat besar dari global OTT terhadap market yang ada di Indonesia,
merupakan sebuah potensi yang sangat besar apabila pemerintah dapat konsen bersama sama
dengan penyedia konten untuk mengembangkan konten dalam negeri yang dapat bersaing di
Indonesia.
Namun yang menjadi alasan mengapa konten-konten di dalam negeri tidak dapat berkembang
besar adalah karena penyediaan layanan konten merupakan bisnis jangka panjang. Penyedia
konten misalnya seperti google, baru memperoleh keuntungan setelah 5 tahun beroperasi.
Artinya, sebelum mereka mendapatkan keuntungan, mereka terus menggunakan modal yang
besar untuk beroperasi. Bisnis penyediaan konten hanya dapat dilakukan oleh perusahaan dengan
modal yang sangat besar, hal tersebutlah yang membuat penyedia konten di Indonesia sulit untuk
bersaing dengan penyedia konten global. Untuk itu perlu adanya dukungan yang kuat dari seluruh
stakeholder guna mengembangkan industri konten dalam negeri.
Untuk itu, terkait dengan konvergensi, maka ada beberapa hal yang harus diregulasi oleh
pemerintah untuk mengembangkan industri konvergensi di Indonesia. Berikut hal-hal yang perlu
dilakukan oleh pemerintah dalam hal regulasi.

14

Henry Kasyfi S, APJII

Gambar 6 : Kebutuhan pengaturan Industri Konvergensi 15

Dengan begitu, terdapat korelasi yang kuat antara pengembangan industri konvergen berbasis
digital dengan perekonomian suatu negara. Dimana pengembangan industri konvergen berbasis
digital yang kuat, akan memberikan keuntungan yang sangat besar terhadap sustainibilitas
perekonomian suatu negara.
Pengembangan industri konvergen berbasis digital harus diarahkan guna meningkatkan daya
saing bangsa Indonesia. Parameter daya saing bangsa adalah dengan terpenuhinya kondisi
ipoleksosbudhankan naisonal yang seimbang dan stabil.16 Industri konvergen berbasis digital
haruslah memberikan nilai lebih yang positif bagi setiap aspek negara.
Teknologi Informasi dan Komunikasi dewasa ini dapat mempengaruhi perubahan ideologi suatu
bangsa. Pemanfaatan TIK yang positif akan membawa masyarakat ke arah positif, begitu pula
sebaliknya informasi yang negatif akan membawa masyarakat menuju kepada disintegrasi dan
juga polarisasi antar masyarakat. pemanfaatan TIK yang positif artinya memberikan manfaat yang
baik bagi kehidupan masyarakat, sehingga dalam jangka waktu tertentu akan mengubah ideologi
atau pola pikir masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu, peran negara dalam mendorong
pemanfaatan TIK yang lebih efektif dan efisien oleh masyarakat sangat diperlukan.
Selanjutnya terkait dengan aspek politik, pemanfaatan aplikasi TIK terbukti dapat memberikan
dampak positif dalam iklim politik dalam negeri. Saat ini peran TIK berbasis digital dalam dunia
politik sudah sangat jelas terlihat, misalnya dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
pada Tahun 2014, dimana pemanfaatan TIK sebagai media kampanye sudah sangat masif
dilakukan oleh kedua calon Presiden dan Wakil Presiden. Pengguna internet yang semakin besar
merupakan faktor utama yang menyebabkan prilaku kampanye para peminpin negeri ini mulai
mamanfaatkan dunia cyber dalam mempengaruhi calon pemilih, dan hal tersebut akan terus
berkembang seiring dengan peningkatan penetrasi layanan internet di Indonesia. Selain itu,
15
16

Henry Kasyfi S, APJII


Marsekal Pertama TNI Ir. Prakoso, Kemenko Polhukkam

pemanfaatan aplikasi TIK yang handal kedepan juga dapat menurunkan biaya demokrasi suatu
negara. Kedepan dengan aplikasi TIK yang handal, proses pemilihan umum dapat menggunakan
aplikasi TIK yang jauh lebih murah, cepat, dan lebih aman apabila diproteksi dengan baik.
Aspek selanjutnya terkait ekonomi, telah banyak data dan fakta yang menyebutkan bagaimana
perkembangan industri konvergensi berbasis digital memberikan dampak positif bagi peningkatan
perekonomian suatu negara. Amerika Serikat, sebagai negara adidaya dengan perekonomian yang
kuat memiliki industri digital yang cukup besar, dimana 21% dari total GDP (Gross Domestic
Product) dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley. Salah satu industri digital paling
bertumbuh di Amerika Serikat adalah bisnis Video Game dimana pada tahun 2012, bisnis digital
ini menyumbang GDP sebesar 6,2 Milyar USD.
Selanjutnya dari sisi pemerintahan, layanan digital diyakini dapat memberikan keuntungan yang
sangat besar dalam menciptakan efisiensi dalam operasional pemerintahan. Aplikasi
pemerintahan seperti e-monitoring, e-office, e-health, dll terbukti dapat meningkatkan efisiensi
sitem birokrasi pemerintahan serta dapat menghemat anggaran yang cukup besar. Dengan begitu,
penghematan anggaran tersebut dapat dialokasikan kepada pembangunan infrastruktur yang
dapat berimpak secara langsung terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
e-government sebagai salah satu bentuk aplikasi yang dihasilkan melalui lahirnya layanan
konvergen berbasis digital merupakan aplikasi pelayanan masyarakat yang seharusnya dapat
diaplikasikan diseluruh instrument pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan layanan publik seperti perizinan,
pengurusan dokumen kependudukan, dan layanan publik lainnya. E-goverment dapat terlaksana
dengan adanya pemahaman bersama untuk pemanfaatan setiap aplikasi oleh aparat pemerintah
dan juga masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, yang akan terwujud apabila diperoleh
pemerataan infrastruktur broadband dan penerapan aplikasi e-goverment yang bermanfaat bagi
masyarakat dan juga pengembangan edukasi aparat pemerintah dan masyarakat.
selanjutnya dari sektor kesehatan, layanan konvergen berbasis digital menawarkan pelayanan
kesehatan yang lebih berkualitas dan memberikan kemudahan bagi masyarakat. Menurut Dr. D.
Anwar Musadad, tantangan yang dihadapi dalam agenda pembangunan pasca 2015 antara lain:
1. Mengakhiri kemiskinan.
2. Memberdayakan Anak Perempuan, Kaum Perempuan dan Pencapaian Kesetaraan
Gender.
3. Meningkatkan Mutu Pendidikan dan Penerapan Belajar Seumur Hidup.
4. Menjamin Hidup Sehat.
5. Menjamin Ketahanan Pangan dan Gizi Baik.
6. Menjamin Tersedianya Akses Air Bersih dan Sanitasi.
7. Membangun Ketahanan Energi Berkelanjutan.
8. Menciptakan Lapangan Kerja, Penghidupan Berkelanjutan, dan Pertumbuhan
Berkeadilan.
9. Mengelola Aset Sumber Daya Alam secara Berkelanjutan.
10. Meningkatkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan efektif.
11. Menjamin Kehidupan Bermasyarakat yang Aman dan Damai.

10

12. Menciptakan Lingkungan Global yang Kondusif sebagai Katalisator Pembiayaan Jangka
panjang.
Target-target tersebut diatas mustahil untuk dicapai dalam waktu dekat tanpa bantuan aplikasi
digital yang membantu masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Aplikasi
berbasis digital memungkinkan masyarakat untuk dapat berkonsultasi secara online dengan
dokter, memungkinkan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan secara tepat waktu
dan lebih pasti tanpa perlu mengantri.

4. Orientasi masyarakat pada layanan konvergen/industri konvergen


Pada era konvergesi semua perubahan ditentukan oleh prilaku pelanggan. Harapan pelanggan
dalam era konvergensi yaitu kebebasan dalam memiliki, tidak peduli tentang jaringan, mudah
digunakan, dan bisa menikmati layanan yang baru. Aspek-aspek yang dilihat oleh pelanggan
diantaranya kenyamanan (tampilan dan nuansa sama pada berbagai perangkat), layanan personal
(layanan individu untuk pengguna), Independence (setiap akses, perangkat, Lokasi atau waktu),
ketersediaan (kapan dan bagaimana bisa dihubungi).17
Kedepan masyarakat membutuhkan suatu layanan yang dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensinya dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam hal peningkatan produktivitas
masyarakat. Pemanfaaran aplikasi berbasis digital yang tepat secara langsung dapat berdampak
kepada peningkatan produktifitas masyarakat. Seperti diketahui, saat ini e-commerce di Indonesia
sedang berkembang cukup pesat, nilai transaksi e-commerce pada tahun 2014 mencapai 12 miliar
USD. E-commerce akan terus berkembang pada tahun tahun berikutnya apabila permasalahan
utama yang menghambat perkembangan e-commerce dapat diselesaikan oleh seluruh
stakeholder. Beberapa permasalahan yang menghambat perkembangan e-commerce di
Indonesia, antara lain:18
1.
2.
3.
4.
5.

Minimnya kepercayaan dari masyarakat dengan sistem online


Penetrasi akses broadband yang rendah
Mahalnya berlangganan fixed broadband
Penetrasi pembayaran elektronik dan promosi
Terbatasnya logistik

Semakin berkembangnya teknologi yang diiringi dengan semakin kompleksnya kebutuhan dan
harapan pelanggan terhadap layanan konvergensi berbasis digital, menggiring penyelenggara
untuk terus berinovasi menyediakan layanan sesuai dengan ekspektasi dan mengikuti keinginan
pelanggan. Pada era konvergensi pelanggan atau masyarakat semakin menginginkan layanan yang
dapat meningkatkan kualitas hidup, seperti halnya M2M. oleh karena itu infrastruktur dan
teknologi yang memungkinkan untuk menyediakan layanan seperti yang diinginkan oleh
pelanggan harus terus dikembangkan oleh pelaku industri.
Fokus selanjutnya yang menjadi keinginan masyarakat terhadap industri konvergen berbasis
digital adalah layanan yang berkualitas, aman, dan harga yang terjangkau. Dengan adanya

17
18

Joseph Garo, Telkom Infra


Suhari Harliman, Ensemble

11

network convergent dimana satu infrastruktur atau jaringan dapat digunakan oleh beberapa
penyelenggara dalam industri konvergen, maka akan menurunkan biaya penyedia layanan kepada
pengguna. Dengan begitu layanan yang diberikan kepada pengguna akan lebih terjangkau. Terkait
ekspekstasi masyarakat terhadap layanan yang berkualitas dan keamanan dalam mengakses
layanan, maka perlu campur tangan regulator yang kuat sehingga dapat megintervensi dalam
menentukan standar kualitas layanan dan keamanan sehingga memberikan kenyamanan kepada
masyarakat dalam mengakses layanan konvergensi.

5. Orientasi industri pada layanan konvergensi


Pada era konvergensi, layanan TIK akan terkonvergensi dan dideliver kepada masyarakat secara
bundling. Namun, konvergensi yang terjadi tidak hanya pada level layanan, pada level
infrastruktur atau jaringan juga akan terkonvergensi. saat ini sudah memungkinkan satu satu
perangkat jaringan dapat mendeliver beberapa layanan yang berbeda. Misalnya saja seperti
layanan Tripleplay yang saat ini disediakan oleh satu perangkat jaringan, namun dapat mendeliver
layanan internet, TV kabel, Voice, dan layanan lainnya secara bersama-sama. Artinya semua
access technology digunakan untuk mengakses berbagai layanan.19
Pemanfaatan satu network oleh beberapa penyedia layanan akan meningkatkan efisiensi
penyediaan layanan oleh penyedia layanan TIK. Sehingga penyediaan layana konvergensi kedepan
akan lebih ekonomis karena biaya penyediaan akan lebih dapat ditekan melalui pemanfaatan
infrastruktur atau jaringan secara bersama.
Selanjutnya perkembangan teknologi ke depan, khususnya teknologi 5G memungkinkan adanya
konsep one network, many industries.20 Kedepan dengan adanya teknologi 5G memungkinkan
satu jaringan digunakan oleh beberapa industri dan menggunakan satu jenis frekuensi yang sama.
Kedepan tidak perlu alokasi frekuensi sendiri untuk mobil, dan frekuensi tersendiri untuk industri
elektronik. Semua industri akan menggunakan satu alokasi frekuensi yang sama dan kemudian di
slice sesuai dengan jenis industri yang menggunakan. Untuk itu, regulasi kedepan diperlukan
untuk mengatur dan mengakomodir hal ini.
5G memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi lainnya yang sebenarnya didesign untuk
mesin dan bukan hanya untuk manusia. Semua industri akan menggunakan satu alokasi frekuensi
yang sama dan kemudian di slice sesuai dengan jenis industri yang menggunakan dan untuk
kedepannya diperlukan suatu regulasi yang mengatur hal tersebut, sehingga ada regulasi yang
dapat melegalkan praktek spectrum pooling pada era konvergensi.
Saat ini sektor TIK merupakan sektor penyumbang PNBP terbesar kedua di Indonesia.21 Mayoritas
disumbang oleh BHP frekuensi yang dibayar oleh penyedia layanan TIK. Dengan adanya teknologi
konvergensi yang memungkinkan pemanfaatan spektrum frekuensi secara bersama, maka akan
terdapat efisiensi yang besar dari sisi industri TIK, serta pemerintah dapat mengalokasikan kembali
spektrum frekuensi tersebut untuk pengembangan mobile broadband sebagai salah satu fokus
pemerintahan saat ini.

19

Henry Kasyfi S, APJII


Yulianto Naserudin, Ericsson
21
Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika
20

12

Industri konvergensi merupakan transformasi industri telekomunikasi, internet, dan media. Ke


depan ketiga sektor tersebut akan mengarah pada digitalisasi. Digitalisasi ketiga sektor tersebut
akan memberikan efisiensi yang cukup besar bagi industri untuk meningkatkan economic value
dari penyediaan layanan konvergensi. Saat ini tiga layanan tersebut sudah dapat dinikmati oleh
masyarakat melalui satu perangkat dan diprediksi akan terus berkembang seiring dengan
peningkatan penetrasi infrastruktur yang memadai dan harga layanan yang semakin terjangkau.

13

BAB II Pokok-Pokok Pikiran tentang Konvergensi


1. Definisi Konvergensi
Berikut adalah definisi Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:
-

menyatukan seluruh informasi dan media dalam rangka adanya kreasi konten yang komplit
dan terpadu, Dr. Ir. Endroyono, ITS
penggabungan teknologi komunikasi, komputasi dan konten yang semula diskrit, terpisah
dan menggunakan platform yang berbeda, mulai mendominasi kehidupan masyarakat,
usaha dan pemerintahan, Surya Tarmizi, USU
kemampuan dari berbagai jaringan yang berbeda untuk menyalurkan layanan yang sama
atau kemampuan dari suatu jaringan untuk menyalurkan berbagai jasa yang berbeda M. De
La Torre, C. Rush, Key Regulatory Issues in the Era of Convergence, June 2006,
Telecommunications Management Group, ATSI
kondisi yang menciptakan efisiensi bandwith dan routing dan mulai dicirikan dengan
terjadinya interkoneksi IP antar infrastruktur dan platform aplikasi, PT. Tritech Consult
ICT konvergensi terdiri dari device konvergen, network konvergen, lalu service dan aplikasi
konvergen. Intinya dari konvergen adalah seseorang dapat mendeliver semua service
dimanapun dan kapanpun, APJII
Konvergensi teknologi, termasuk Internet of Things, perlu diimbangi dengan pemahaman
dan perlindungan privasi yang memadai, ICT Watch
gabungan dari layanan sebelumnya yang masuk dalam kategori telekomunikasi,
penyiaran, internet serta jasa multimedia lainnya, APJATEL
digunakan pada jaringan dan layanan TIK untuk menggambarkan suatu keadaan dimana
semua layanan tercakup menyatu dalam satu jaringan dan semua jaringan mampu
menyediakan semua jenis layanan, Polhukkam
penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan
diarahkan kedalam satu titik tujuan. Konvergensi media menyatukan computing
(memasukkan data melalui komputer), communication (komunikasi), dan content (isi
materi). Dimana Konvergensi Media menjadi bagian dalam Strategi Pengembangan Kota
menjadi Smart City., Pemda Malang
Penyatuan infrastruktur ICT, telekomunikasi, dan penyiaran dalam satu media transmisi
(pipe backbone) yang dikenal dengan konvergensi akan melahirkan konsekuensi terhadap
teknis, model bisnis dan regulasi, MNC Media
Media convergence, dimana media lama dan media baru menyatu dalam kekinian. Media
lama akan tetap ada dimana media akar rumput (blog, forum, dll) dan media korporasi
(radio, TV, majalah, koran) bersinggungan. Dimana kekuatan media massa (radio, tv,
majalah) dan media consumer (media sosial, dll) saling berintegrasi, Radio Republik
Indonesia
konvergensi merupakan penyatuan berbagai tipe media di dalam suatu infrastruktur
platform digital. Konvergensi dapat berupa dalam segala wujud layanan dan bisnis model
yang sudah terjadi saat ini dan sudah mempengaruhi gaya hidup, Telkom
penggabungan konten yang berbeda-beda jenis dan karakternya, seperti teks, gambar,
suara, video, games, aplikasi dan konten lainnya dalam satu layanan terpadu yang bisa
14

diterima dalam satu perangkat penerima yang jenisnya berbeda-beda (smartphone, Tabelt,
PC, smart tv, smartwatch), Trans TV
penggabungan beberapa platform infrastruktur yang berbeda-beda seperti telepon dan
internet dalam satu jaringan infrastruktur tunggal, Trans TV
tersedia untuk any people, diakses oleh any terminal dan menawarkan atau mengirimkan
any service, Menko Perekonomian
konvergensi infrastruktur jaringan dan diversifikasi layanan konten/aplikasi yang dapat
memenuhi tiga fungsi yaitu telekomunikasi, telekomunikasi/internet, dan
broadcasting/penyiaran, Kemenko Polhukkam
penggabungan dua buah hal berbeda yang berbau media-media teknologi informasi dan
komunikasi yang sudah ada untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu tujuan
yang mengarah pada penciptaan produk-produk yang aplikatif yang mampu
melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi, ITB
irisan antara telekomunikasi, computing, dan konten/publishing, KPPU
kemampuan satu atau lebih jaringan untuk membawa services yang berbeda-beda. Atau
konvergensi dapat diartikan sebagai penggabungan beberapa industri di area komunikasi,
yang sebelumnya dianggap terpisah baik dari sisi komersil maupun dari sisi teknologi,
ASPILUKI
keadaaan menuju satu titik pertemuan, memusat (kkbi), atau coming together of two or
more distinct entities or phenomena (whatis), the act of convrging and especially moving
toward union or uniformity (whebster), sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa konvergensi/konvergen adalah menyatunya berbagai macam bidang/hal
dalam satu wadah, Telkom University
kondisi ideal dari suatu kondisi (state), Smart Fren
Convergence can be understood as the progressive merger of traditional broadcast and
internet services. Internet content has entered the traditional TV screen which at the same
time lost its role as unique possibility to consume audiovisual content at home, Telkom

2. Layanan Konvergensi
Berikut adalah Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:
- e-Commerce, eBook, online video, social network, Cloud, Mobile Application, Online Gaming,
Music, Software dan IT services, M2M, Dr.Ir. Endroyono, ITS
- Internet of Things, konsep/skenario dimana suatu objek yang memiliki kemampuan untuk
mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia atau
manusia ke komputer. IoT telah berkembang dari konvergensi teknologi nirkabel, microelectromechanical systems (MEMS), dan Internet, Surya Tarmizi, USU
- e-pelayaran, e-fishing, e-cuaca, e-agriculture, e-kesehatan, cloud computing, ATSI
- smart home, wearables, smart city, smat grid, industrial internet, connected car, connected
health, smart retail, smart suppl chain, smart farming, ICT watch
- Smart Economy, Smart Mobility, Smart People, Smart Living, Smart Live, & Smart
Goverment, Pemda Malang
- E-Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), E-Budgeting (penganggaran biaya), EProject Planing (perencanaan Kegiatan), E-Procurement (pengadaan Barang/jasa, E-Delivery

15

(pengiriman barang/Jasa), E-Controlling (pengendalian), E-Performance (pengukuran


kinerja), Pemda DIY
layanan e-pendidikan berbasis suara, data, video, gambar (multimedia), Pustokkom
transportasi masa depan, smart home, Qualcomm
CPE Trading (IT hardware), Mobile Device Trading, ICT Security Services, M2M Solution
Services, Mobility Services, Enterprise PI Services, CPE Services, PINS Telkom
layanan automation perangkat dan mesin produksi, Telkom
e-wallet, e-money, Finnet
Cloud, Analytic, Mobility, Social media, Telkom
Finance/Banking, Travel & Tourism, Health/Medical, Regional Development, Manufacturing,
Government service, Disaster management media & cultural, Education & training, Kemenko
Perekonomian
Network security assessment and design; private LAN; surveillance system; secure internet
access; secure end-point solution; DRC system; secure web application; cyber intelligence,
Telkom
24 hours online service, Business Intelligent Dashboard, Centralized Health Information
database (medical record), BPJS Kesehatan
location based service, e-commerce, entertainment service, connected devices, non-cash
payment service, XL

3. Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi


Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- penguatan regulasi bisnis dan teknologi, pengayaan kemampuan SDM melalui capacity
building (PT, Litbang, komunitas), investor dan penyelenggara, Dr.Ir. Endroyono, ITS
- multi stakeholder engangement, privacy protection, information literacy, development, ICT
watch
- pengembangan sumber daya manusia, penyusunan regulasi yang memadai, modernisasi
sistem, digitalisasi Informasi, penggunaan smart computing, pemanfaatan media baru untuk
proses diseminasi informasi dan komunikasi, integrasi sistem yang semula diprioritaskan pada
fasilitas umum Pemerintah Kota Malang akan ditingkatkan pada jaringan sosial, bisnis dan
ekonomi badan usaha dan swasta, pemberdayaan masyarakat untuk mendukung terciptanya
konten informasi lokal sebagai promosi potensi daerah, Pemda Malang
- Vertical Convergence (contohnya adalah dengan pembelian tiket secara online ataupun
melalui handphone), Horizontal Convergence (contohnya adalah penggunaan aplikasi yang
cenderung ghost mobile dimana penggunaan berbagai aplikasi dalam satu mobile phone),
Protocol Convergence (Dikarenakan di masa depan semuanya akan berbasis IP maka
diperlukan protokol untuk konvergensi), Physical Convergence (Physical convergence ini lebih
condong pada infrastruktur), Application Convergence (contohnya adalah dalam mengakses
satu halaman web kita dapat mengakses voice, text dan video), Kemenko Perekonomian
- Cryptography (pengkodean informasi dari bentuk aslinya menjadi sandi yaitu bentuk yang
tidak dapat dipahami pihak lain), One Time Password (OTP) (password yang hanya dapat
digunakan sekali saja), Firewall (mengatur beberapa aliran lalulintas antara jaringan komputer
dan trus level yang berbeda), Kemenko Polhukkam
16

Multiplatform (aplikasi dikunci dalam platform yang berbeda-beda), Responsive (namun di


Indonesia tidak ada yang mengurusi framework untuk responsive), Browser based (tidak bisa
dikunci oleh platform), Cloud based, Light, ASPILUKI
Konvergensi lisensi (terutama lisensi jasa/layanan) (memudahkan setiap perizinan yang
muncul dari layanan-layanan baru), Kemudahan akses Layanan triple play, Smartfren
tatanan Platform - Hub Nasional yang berperan menyediakan fungsi integrasi - replikasi atas
resource informasi nasional, proses peningkatan kualitas layanan, kecepatan pengelolaan
disiplin cyber dan keamanan informasi, pengurangan resource infrastruktur / delivery
informasi, kemudahan business model dan menjaga monetizing dilevel lokal / domestik,
Telkom

4. Infrastruktur Konvergensi
Menjelaskan tentang jenis-jenis infrastruktur konvergansi yang dibutuhkan dalam upaya
pengembangan industri konvergensi berbasis digital di Indonesia, berikut strategi
pengembangannya.
Berikut adalah pandangan mengenai Infrastruktur Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
Fiber optik, data centre, monitoring data centre, Disaster Recovery, Pemda DIY
- 1) Infrastruktur Telekomunikasi bergerak menjadi infrastruktur dan layanan yang menjadi
basis penyediaan semua aplikasi termasuk aplikasi komputasi dan penyiaran; 2) Penyiaran
mulai bertransformasi ke arah reposisi industri penyiaran digital. Industri penyiaran digital di
Indonesia dengan negara-negara maju lainnya memiliki karakteristik sangat berbeda. Dunia
telekomunikasi di negara-negara maju diawali dengan kematangan fixed line yang kemudian
di back up dengan seluler sebagai wireless back up. Sedangkan yang terjadi di Indonesia ketika
penyebaran PSTN belum merata dengan presentase rendah, namun sudah ditimpa wireless
seluler yang kemudian berkembang pesat. Dalam dunia penyiaran, di Eropa dan Amerika
bukan berbasis free to air namun berbasis kabel; 3) Teknologi komputasi menggunakan
jaringan telekomunikasi yang ditopang data center dan cloud MNC media
- mature, menjembatani kemudahan, kecepatan dan keterjangkauan layanan konvergensi
kepada masyarakat secara nasional, Tritech Consult
- Payment Gateway, Finnet
- Sistem Logistik Nasional, IMT
- Single National Broadband Network, dalam perencanaan dan pengelolaannya perlu sinergi,
Indosat

5. Teknologi Konvergensi
Menjelaskan mengenai perkembangan teknologi yang mendukung konvergensi dan juga rencana
implementasi di Indonesia yang bermanfaat bagi terciptanya ekosistem digital konvergensi di
Indonesia.
Berikut adalah pandangan mengenai teknologi Konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:
teknologi 5G akan menjadi teknologi konvergensi wireless masa depan, Adit Kurniawan, ITB
; Rina Puji Astuti, Telkom University
- Near-Field Communications(NFC) (Ultra Wide band (UWB),Radio Frequency Identification
(RFID)), Hotspots (DECT,WiFi,WiMax,OFDM), Celluar (GSM, CDMA,LTE), Broadcast (Digital
17

Audio Broadcasting (DAB),Digital Multimedia Broadcasting (DMB), Digital Video Broadcasting


(DVB-H)), Network Intelligence yang terdistribusi, Surya Tarmizi, USU
Platform hub nasional, menciptakan efisiensi bagi penyelenggaraan internet nasional baik
efisiensi biaya maupun bandwidth, Tritech Consult
Implementasi konvergensi secara real di bidang media (infrastruktur) yaitu adanya hybrid
broadcast broadband television (HbbTV), Trans TV
ubiquitous connectivity, smart pipe, aggregation dan opnnes, vertical & cloud service,
Huawei

6. Pemanfaatan Sumber Daya


Identifikasi sumber daya yang akan dipergunakan untuk layanan konvergensi berikut dengan
rencana pemanfaatan sumber daya secara optimal dan efisien, dan juga kebijakan dan regulasi
yang dapat mendorong pemanfaatan sumber daya yang efisien.
Berikut adalah Pendekatan Pemanfaatan Sumber daya telekomunikasi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- spektrum frekuensi harus dibuka untuk pemanfaatan >60GHz untuk kebutuhan devicedevice communication, Adit Kurniawan, ITB
- kebutuhan kebijakan dan regulasi fleksibilitas spektrum frekuensi, SDPPI

7. Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi


Menjelaskan mengenai rencana industri telekomunikasi dalam mengimplementasikan layanan
konvergensi ke depan dan juga pendekatan bisnis, teknis dan regulasi untuk mengawal
implementasi layanan konvergensi.
Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- perkembangan TIK yang bermuara pada konvergensi layanan komunikasi dan informasi
memberi inspirasi bagi akademisi dan peneliti untuk melakukan penilitian di sekitar
pemanfaatan TIK dan implikasi nya bagi masyarakat. Dan hal ini akan mendorong muncul nya
era Ekonomi Digital, Tritech Consult
- arsitektur keamanan: autentikasi, integritas, kerahasiaan, non-repudiation, access control,
audit, BPJS Kesehatan

8. Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)


Menjelaskan kebijakan dan regulasi yang akan ditempuh untuk dapat meningkatkan peran dalam
negeri dalam perkembangan layanan konvergensi di Indonesia melalui pemanfaatan perangkat
produksi dalam negeri.
Berikut adalah Pandanga mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) berdasarkan hasil
forum konvergensi:
- TKDN menjadi kunci utama dalam mengembangkan ekosistem nasional dan penguasaan
teknologi, Tritech Consult

18

9. Model Bisnis Konvergensi


Menjelaskan model bisnis ideal dalam penyediaan layanan digital berbasis konvergensi, agar
dapat optimal dan berdaya saing secara global.
Berikut adalah pandangan mengenai Model Bisnis Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- Model bisnis konvergensi akan berubah dari industri yang one-sided menjadi two-sided
relation Utomo Sarjono Putro, SBM ITB
- Konvergensi akan menciptakan Model Bisnis yang Multi-Sided, KPPU

10. Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)


Menjelaskan tentang penyelenggaraan bisnis industri telekomunikasi ke depan, yakni mengenai
rencana restrukturisasi struktur industri telekomunikasi dan lisensi penyelenggaraan yang efektif
dan efisien di Indonesia.
Berikut adalah pandangan terhadap penyelenggaraan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
Industri Konvergen akan merger secara vertikal dan horizontal menjadi satu raksasa
monopoli, penyelenggaraan konvergensi secara sederhana dapat dipisahkan menjadi dua
pelaku utama yakni Penyedia infrastruktur dan jaringan serta Penyedia layanan/konten.
Dalam sisi horizontal akan terjadi kecenderungan integrasi, Dalam sisi vertikal akan terjadi
kecenderungan disintegrasi. Ekspansi vertikal dapat meningkatkan efisiensi ekonomi
terutama bagi pelaku industri yang menikmati skala ekonomi yang besar, Operator/pelaku
industri yang telah memegang posisi monopoli/dominan dalam suatu jaringan dapat
meningkatkan market powernya melalui ekspansi ke hulu dan hilir, UI
- penyusunan perangkat peraturan yang jelas, konsisten, tidak diskriminatif. Penciptaan
kompetisi yang sehat dan setara. Reformasi penarikan layanan dari berbasis jarak dan waktu
menjadi volume dan kualitas. Dan harus memperhatikan UNIFIED ACCESS LICENSING biaya
penggunaan (BHP) frekuensi untuk layanan seluler dan FWA akan sama, Tritech Consult

11. Peran Negara dalam Industri Konvergensi


Menjelaskan peran negara yang dapat dilakukan dalam menunjang perkembangan industri
konvergensi berbasis digital.
Berikut adalah Peran negara dalam industri konvergensi berdasarkan hasil forum konvergensi:
1) Wajib melindungi Warga Negara, Hak Asasi Manusia, dan Kedaulatan Negara, 2) Jaminan
keterbukaan informasi publik untuk parsitipasi publik dan pengawasan oleh masyarakat serta
jaminan keotentikan informasi publik, 3) Kelancaran Pelayanan Publik dan
Interoperabilitasnya yang mempunyai keamanan dan ketahanan terhadap serangan atau
ancaman, 4) Transparansi kewenangan yang sesuai dengan maksud dan tujuan serta sesuai
dengan prinsip hukum (efektifitas), 5) Optimalisasi dan Efisiensi Sumber Daya yang
mensejahterakan masyarakat, khususnya pembelanjaan negara untuk dinamika modernitas
sistem penyadapan (satu gerbang untuk semua kewenangan), 6) Jaminan akuntabilitas
penyelengaraan sistem pemerintahan, 7) Kondisi kesiagaan dan reaksi cepat tanggap
terhadap setiap potensi ancaman dan serangan untuk memberikan keamanan bagi penduduk,
bangsa dan Negara, Kemenko Polhukkam
19

mengawasi penyelenggara kegiatan di bidang telematika/konvergensi di era kompestisi


harus adil fair, dan "equal level playying field".telematika untuk mempersatukan bangsa,
sektor swasta dan iklim usaha, Tritech Consult
1) Negara berkewajiban menyelaraskan antara kepentingan publik dan kepentingan usaha
dari industri konvergensi yang terdiri dari multi dimensi, demi terciptanya iklim usaha bidang
konvergensi media yang kondusif, 2) Regulasi yang dibuat oleh negara harus mendukung
semua stake holder konvergensi dalam mencapai tujuannya tersebut serta mampu
memberikan perlindungan hukum kepada pelaku industri, mengembangkan kompetisi yang
sehat, dan tetap update dengan kemajuan teknologi, 3) Selain itu, Negara juga perlu
mempersiapkan rencana jangka panjang (masterplan) yang visioner dan tanggap terhadap
perkembangan industri media, baik dari sisi konten maupun teknologi, 4) Masterplan
menjelaskan tentang peluang usaha industri konvergensi media, studi keekonomian industri,
serta pemetaan perkembangan teknologi dan SDM, 5) Memberikan perlindungan kepada
masyarakat terhadap pengaruh buruk konvegensi, Trans TV

12. Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi


Menjelaskan mengenai peran masyarakat dalam industri konvergensi telekomunikasi di
Indonesia.
Berikut adalah Peran masyarakat dalam industri konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- empowerment dari pengguna untuk dapat memanfaatkan layanan aplikasi konvergensi
seperti merubah cash menjadi non-cash, Bank Indonesia
- pengguna harus memberikan informasi yang valid terkait dengan terjadinya keamanan pada
transaksi konvergensi Asosiasi Asuransi

13. Perlindungan Pengguna


Menjelaskan mengenai pentingnya implementasi kebijakan dan regulasi perlindungan pengguna
telekomunikasi di Indonesia, dan juga rencana implementasi kebijakan dan regulasi perlindungan
pelanggan ke depan.
Berikut adalah pandangan mengenai perlindungan pengguna pada konvergensi berdasarkan hasil
forum konvergensi:
- mampu memberikan pemenuhan standar dan perlu nya jaminan hak publik dalam
pengaturan konvergensi media TIK, Tritech Consult
- mensyaratkan keterbukaan informasi atas produk dan jasa yang diperdagangkan serta
kewajiban menyelenggarakan sistem elektronik yang andal dengan aspek kemanan yang
prudensial, BPKN

14. Pertahanan dan Keamanan Negara


Menjelaskan peran peran industri konvergen berbasis digital dalam upaya menjaga pertahanan
dan keamanan negara pada matra ciber. Termasuk mengantisipasi potensi gangguan pertahanan
dan keamanan negara yang mungkin terjadi.
Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:

20

Keamanan Aplikasi (Application Security), Keamanan/Ketahanan Informasi (Information


Security), Keamanan Jaringan (Network security), Pemulihan Bencana (Disaster recovery /
business continuity planning), Pendidikan dan Pelatihan (End User Education), Kemenko
Polhukkam
Penyelenggara dan pemerintah harus mampu membatasi dan merumuskan kebijakan dan
regulasi keamanan negara dalam hal Penyadapan, Tritech Consult
1) Peran pada penyelenggaraan fungsi penangkalan ancaman siber/telematika (Mendukung
terwujudnya efek psikologis untuk mencegah dan meniadakan ancaman siber/telematika,
dari dalam negri maupun luar negri, Mendukung pembangunan dan pembinaan kemampuan
dan daya tangkal negara), 2) Peran pada penyelenggaraan fungsi penindakan ancaman
siber/telematika, 3) Peran pada penyelenggaraan fungsi penanggulangan ancaman
siber/telematika, Kementerian Pertahanan
1) Memiliki personel Kemenhan/TNI yang mempunyai kompetensi cyber operation, yaitu
diantaranya cyber pasif (defence), cyber intelligence (media monitoring, propaganda,
analisis), cyber aktif (attack). 2) Memiliki infrastruktur, aplikasi dan tata kelola, cyber di
Kemenhan/TNI yang akan menjadi pusat kendali dan pendukung kegiatan Cyber Operation,
Telkom

15. Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik
Menjelaskan mengenai optimalisasi dan utilisasi layanan konvergensi untuk kegiatan yang
berkaitan dan juga memperkuat sektor ekonomi, budaya, pemerintahan dan layanan publik
melalui teknologi telekomunikasi konvergen.
Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- kebijakan konvergensi dalam TIK meng optimalkan informasi ekonomi,sosial dan budaya
khususnya eknomi dapat memberi potensi bisnis dan mengakibatkan nya tercipta nya suatu
pasar baru yang mendorong perkembangan suatu ekonomi berbasis industri manufaktur
menjadi era ekonomi digital yang berbasiskan Informasi TIK sehingga pemerintah pun
mempunyai kontribusi terhadap publik, Tritech Consult
- E-Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), E-Budgeting (penganggaran biaya), EProject Planing (perencanaan Kegiatan), E-Procurement (pengadaan Barang/jasa, E-Delivery
(pengiriman barang/Jasa), E-Controlling (pengendalian), E-Performance (pengukuran
kinerja), Pemda DIY

16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi


Menjelaskan mengenai kebijakan yang diperlukan untuk mendorong implementasi konvergensi
supaya tercipta industri konvergensi yang efektif dan efisien baik dari sektor terkait dan sektor
TIK.
Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- kebijakan pembebasan spektrum frekuensi, Adit Kurniawan, ITB
- Mengatur penyediaan Jaringan backbone nasional, Mengatur penyediaan jaringan akses
(mobile & fixed), Mengatur hubungan antara Jaringan dengan Aplikasi & Konten, Mengatur
21

Gerbang NKRI dunia-cyber, Mengatur penyelenggaraan telekomunikasi tidak bertanggung


jawab atas isi/materi konten, Mengatur penyelenggaraan telekomunikasi oleh OTT global,
pengaturan tarif jasa konvergensi, ATSI
(1) pengaturan hukum dan regulasi, (2) pembinaan dan pengawasan bisnis industry, (3) self
regulasi dikalangan bisnis-industry (4) sistem dan lembaga keamanan informasi yang efektif
(5) pelatihan, kampanye awareness, sosialisasi dan edukasi konsumen. Adapun langkah post
transaksi bisa meliputi (1) pembuatan daftar hitam (2) penyelesaian sengketa (3) blokir akses,
akun atau rekening (4) advokasi, konsultasi dan pendampingan (5) penegakan hukum., BPKN
keamanan privacy atas konvergensi, pengembangan konvergensi khususnya IoT dibuat untuk
menjadi lebih personal salah satunya dengan melakukan penjejakan perilaku melalui
persistent identifier, ICT watch
1) Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat menerbitkan ketentuan dan kemudahan
tentang Ijin Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah baik yang dikuasai maupun yang telah
disisihkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk dimanfaatkan seoptimal
mungkin oleh seluruh pelaku industry TIK dalam rangka percepatan penyebaran Jaringan
broadband akses ke seluruh wiayah Indonesia, 2) Menetapkan sanksi yang berat kepada
Pengelola Gedung atau Kawasan yang melakukan praktek ekslusivitas seperti berupa
pencabutan IMB atau Izin Usaha, 3) percepatan pembangunan infrastruktur komersial yang
dibangun pelaku usaha melalui penyiapan infrastruktur pasif dalam bentuk Saluran/ducting
Bersama khususnya pada jalur utama dalam kota, serta Tiang Bersama untuk kepentingan
penempatan instalasi kabel juga pada titik tertentu dapat dimanfaatkan bersama untuk
kepentingan instalasi micro cell pole, 4) bentuk konsorsium penyediaan Jaringan Backbone
berbasis kabel serat optic yang bersifat neutral menghubungkan seluruh Ibukota Propinsi,
Kotamadya, Kabupaten, Kecamatan bahkan sampai ke pedesaan, APJATEL
pembentukan badan siber nasional, Kemenko Polhukkam
Incentives in developing broadband infrastructures, speed up IBP (Keppres 96/2014),
Regulatory reform toward convergence regulations, Develop national ecosystem of
convergence industry, Empowering Association in Self Regulatory Industry (MIKTI, APJII,
MASTEL, APPUI etc), Widi Amanasto
indonesia perlu memiliki agenda riset aplikatif yang focus pada bidang-bidang tertentu
dengan melibatkan konvergensi teknologi tik untuk meningkatkan daya saing kompetitif
perekonomian berdasarkan keunggulan sumber daya alam dan sdm yang berkualitas sesuai
rpjmn 20152019, Puspitek
research and development untuk handset lokal, Tata Sarana
kebijakan tambahan yaitu IMEI Kontrol disisi OPERATOR SELULAR, agar PONSEL selundupan
tidak bisa dipakai di Indonesia, Polytron
1) USO untuk ICT di bidang Pendidikan dalam bentuk pengurangan BHP Dalam upaya
penyediaan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah yang susah dijangkau, pemerintah
diharapkan memberikan kemudahan dalam hal pengurangan BHP, 2) Kebijakan multi-years
contract untuk layanan internet Sekolah, Dengan adanya kebijakan tender tiap tahunnya,
maka akan mempersulit bagi supplier dan demand, dimana ketika proyek masih diperlukan
dalam jangka panjang harus melakukan tender ulang. Hal ini tentu akan kurang efisien, 3)
Standarisasi Sistem Manajemen Sekolah, 4) Standarisasi ID Siswa, Telkom
regulasi yang melindungi media industri dengan melakukan sesuatu terhadap piracy secara
sistematis. Digital divide kaitannya dengan kesenjangan digital harus disikapi dengan lebih
22

bijaksana dan komprehensif. Bisnis model terkait dengan masalah perpajakan, aliran dana,
dan perolehan keuntungan. Menciptakan internet positif, dengan memberikan pendidikan
pada konsumen, Telkom
Road Map e commerce, RPP e commerce, lembaga akreditasi e-commerce, IdEA
kebijakan transisi dari pembayaran tunai menjadi non-tunai, regulasi KYC dnan AML, Telkom
kebijakan mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual, UGM
kebijakan mengenai perlindungan data pribadi, UNPAD
1) infrastruktur sumber daya Umum untuk jaringan telekomunikasi cara suatu hak,
Spectrum, Nomor; 2) Interkoneksi; 3) Pemutusan jumlah monopoli; 4) Pengaruh peluang
untuk node monopoli dalam jaringan; 5) Pencapaian pembangunan jaringan infrastruktur
yang lebih cepat, Kemenko Perekonomian
pembangunan postur pertahanan negara juga harus diarahkan untuk dapat memanfaatkan
ruang angkasa dan ruang siber bagi kepentingan pertahanan negara serta mampu
menghadapi ancaman; pembangunan pertahanan siber; pembangunan kemampuan Network
Centric Warfare (NCW); Pembinaan potensi dan pemberdayaan wilayah pertahanan di bidang
telematika, akselerasi perancangan RUU; industry konvergensi perlu mempertimbangkan
beberapa aspek, diantaranya aspek keseimbangan, aspek kemandirian, aspek regulasi, aspek
keamanan, aspek penyebaran, aspek geostrategic, aspek dinamika ancaman, dan aspek
pertahanan wilayah, Kementerian Pertahanan
defence and security infrastructure, critical infrastructure dan public institution
infrastructure, Kementerian Polhukkam
broadband menjadi bagian modernisasi ekonomi, Ensemble
Ownership of the network, Intellectual Property Rights, Market definitions, Capital
expenditure, Consumer protection, UI
1. Peraturan terkait Teknologi Digital dan Sistem Informasi di Industri Asuransi 2. Cross selling
/ bundling product antara asuransi dengan industri keuangan lainnya 3. Kewajiban Mengenali
Nasabah 4. Rating Agency 5. Pembayaran Premi Melalui Digital Payment Gate 6. Kerahasiaan
Data Nasabah 7. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Asosiasi Asuransi Umum
kebijakan pemanfaatan sumber daya secara bersama dan memperkenalkan fleksibilitas
spektrum, H3I

17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi


Menjelaskan mengenai regulasi yang diperlukan untuk mendorong implementasi konvergensi
supaya tercipta industri konvergensi yang efektif dan efisien. Regulasi dalam sektor terkait dan
regulasi dari penyelenggaraan konvergensi.
Berikut adalah Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi berdasarkan hasil forum
konvergensi:
- 1) Menjamin kompetisi yang fair antara penyedia jaringan telekomunikasi dan layanan dalam
satu platform yang konvergen, 2) Memungkinkan kompetisi di model bisnis vertikal dan
inovasi, 3) Menjaga tingkat persaingan dan netralitas teknologi, 4) Menjaga kepentingan
pelanggan, 5) Membuat regulasi yang fleksibel, terbuka tetapi konsisten, termasuk dalam
program USO, 6) Memungkinkan proses regulasi yang dilakukan juga secara konvergen,
termasuk penyiapan SDM penunjang industri konvergensi, Dr.Ir. Endroyono, ITS

23

1. Pengaturan penyelenggaraan layanan , 2. Pengaturan pertahanan dan keamanan


sibernetik , 3. Pengaturan perlindungan konsumen. Hal ini mencakup perlindungan konsumen
terhadap fraud yang sistemik, karena sifat dari sistem digital, Konvergensi Digital dan
telekomunikasi digital yang umumnya dibuat secara terpusat sehingga bila terjadi fraud atau
kegagalan system akan berdampak pada konsumen dalam cakupan yang luas. , Integrasi
sektor telekomunikasi dan informatika termasuk penyiaran. Tidak dimasukkannya sektor
penyiaran di dalam RUU Konsvergensi Digital yang selama ini disiapkan dikhawatirkan akan
menyebabkan penyempitan makna Konvergensi Digital yang berujung pada hambatan bagi
mekanisme persaingan sehat untuk peningkatan nilai tambah bagi konsumen dan bagi
perekonomian nasional, BPKN
national digital ecosystem yang netral, MVNO/NO, open akses jaringan, dukungan keuangan
domestic, APJII
Lisensi, Interkonesi, QoS and Security, Net-Neutrality, Outsourcing, Scarce Resources,
Regulatory Charges and Right of Way, Merger & Acquisition, Akses Universal, Perlindungan
Konsumen, Persaingan Usaha, Kelembagaan Regulator, Widi Amanasto
tower jaringan, fasilitasi ducting bersama, Pemprov Jabar
1) Penerapan TDKN utk 4G, 2) Penerapan IMEI kontrol, 3) Penetapan standard ponsel
Indonesia; PCBA dan aplikasi dalam ponsel, 4) Migrasi 2G ke 3G, pengurangan jaringan 2G, 5)
Dis-insentive produksi ponsel 2G dan penggunaannya, Polytron
regulasi yang memungkinkan fleksibilitas spektrum, karena ke depan spektrum frekuensi
secara fleksibel bisa dipakai untuk teknologi dan layanan apapun, Ericsson
1) Prinsip Fair Use/Fair Dealing, 2) Copyright permission, 3) Free use vs. permission culture
4) Public Domain, UGM
1) Prinsip perlindungan (Pembatasan dalam pengumpulan data pribadi; Kesepakatan; Proses
pengelolaan dan pengungkapan data pribadi harus sesuai dengan tujuan; Kualitas data /
Integritas Data; Keamanan data pribadi; Akurasi; Akses Data;Retensi; 2) Mekanisme, 3) Hak
dan kewajiban, 4) Lembaga, 5) Sanksi, UNPAD
Economic Regulation, Content Regulation, Competition Regulation, Spectrum Regulation,
KPPU
1) Product Regulation, 2) Microprudential (soundness of an entity), 3) Regulation of
Competition, 4) Infrastructure Regulation (payment system, securities exchanges, and
reinsurance facilities, with focus on market), 5) Macroprudential & Safety net (soundness of
the sector), 6) Consumer Protection Regulation, 7) Public Policy Regulation, 8) AML/TF
Regulation KPPU
spectrum sharing, spectrum pooling, MVNO, National Roaming, H3I
Evaluasi PNBP, terutama BHP Frekuensi, Paket Regulasi Persaingan Sehat anti Predatory
Pricing, Evaluasi rantai nilai industri, termasuk OTT, Paket Regulasi Harmoni Jaringan dengan
OTT Nasional, Paket Regulasi Perlindungan dalam Bisnis Global, dan Koordinasi antar
Kementerian & Lembaga agar Regulasi 1-Pintu, Indosat
Licensing, Quality of services, Security requirements, Privacy requirements, Obligations (e.g.
USO, corporate tax obligations) Telkom

24

BAB III Opsi Bentuk Legislasi Konvergensi


1. Perundangan Eksisting TIK
Konvergensi industri digital TIK bukan hanya berbicara mengenai ruang lingkup telekomunikasi,
namun juga ada beberapa ranah industri yang akan saling berkaitan secara erat. Dari definisi, layanan
konvergensi dan penyelenggaraan layanan konvergensi dimana konvergensi merupakan platform
multi dimensi industri, maka penyusunan RUU konvergensi untuk menggantikan UU Telekomunikasi
sangat perlu mempertimbangkan adanya UU lain yang berkaitan, yakni UU Penyiaran, UU ITE, UU
Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, dan juga UU yang lain.
Untuk memberi gambaran yang menyeluruh tentang cakupan undang-undang konvergensi yang akan
dibuat, berikut disajikan keterkaitan konvergensi dengan undang-undang yang sudah ada.

Gambar 7 : Gambaran industri sektor TIK, dan Undang-Undang yang sudah ada22

Dari gambaran sederhana di atas, nampak bahwa lingkup pengaturan dari masing-masing aturan
perundangan yang telah ada secara prinsip sudah sesuai dengan peruntukannya masing-masing.
Namun demikian, dalam kenyataan di lapangan, beberapa pasal ada yang kurang aplicable dan ada
pula yang masih tumpang-tindih sehingga memerlukan upaya perbaikan dan harmonisasi.

22

Naskah Akademis RUU Telekomunikasi

25

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran


Penyiaran merupakan salah satu penyelenggaraan telekomunikasi khusus berdasarkan
Undang-undang Telekomunikasi 1999 yang saat ini diatur berdasarkan Undang-undang No. 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran23. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah pihak-pihak yang
melakukan kegiatan telekomunikasi dan diatur secara khusus dalam Undang-undang
Telekomunikasi 1999.
Menurut Asril Sitompul kegiatan telekomunikasi adalah memberikan Layanan telekomunikasi
yang terdiri dari
kegiatan penyediaan dan pelayanan sarana dan/atau fasilitas
telekomunikasi24. Sedangkan menurut Undang-Undang Telekomunikasi menggolongkan
penyedia telekomunikasi ke dalam tiga (3) jenis pelayanan yaitu penyedia jaringan, penyedia
layanan dan penyedia telekomunikasi khusus.
Dalam mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi ini, Pemerintah Republik
Indonesia telah menyusun Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur mengenai
penyelenggaraan telekomunikasi yaitu Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi. Perlunya dibuat Peraturan Pemerintah tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi ini karena dianggap perlunya suatu peraturan untuk
menjabarkan ketentuan Penyelenggaraan telekomunikasi yang sudah diatur dalam Undangundang Telekomunikasi 1999. Hal ini juga mengingat karena penyelenggaraan telekomunikasi
yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat serta memperlancar dan meningkatkan hubungan antar negara harus
senantiasa ditingkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu untuk cara untuk meningkatkan
kualitas pelayanan di bidang telekomunikasi adalah dengan membuat pengaturan yang dapat
memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi25.
Selain penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, Peraturan Pemerintah ini juga
mengatur mengenai Penyelenggaraan telekomunikasi khusus diselenggarakan untuk
keperluan sendiri, pertahanan keamanan negara dan penyiaran. Penyelenggaraan
telekomunikasi ini diselenggarakan apabila penyelenggaraannya tidak dapat dipenuhi oleh
penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi, lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh
penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi serta kegiatannya memerlukan jaringan
telekomunikasi tersendiri dan terpisah. Selanjutnya penyelenggaraan telekomunikasi khusus
dibatasi untuk tidak melakukan penyelenggaraan telekomunikasi di luar peruntukkannya,
disambungkan ke jaringan telekomunikasi lainnya dan memungut biaya dalam bentuk apapun
atas pengoperasiannya26.
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi, diatur bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan, instansi
pemerintah dan badan hukum selain penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan adalah
penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi kebutuhan perseorangan misalnya amatir
radio dan komunikasi radio antar penduduk. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk
keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan telekomunikasi untuk pelaksanaan

23

Untuk selanjutnya dalam kajian ini disebut dengan Undang-undang Penyiaran 2002
Asril Sitompul, Op. Cit., hlm 28
25
Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
26
Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
24

26

tugas-tugas umum instansi tersebut, misalnya komunikasi departemen atau komunikasi


pemerintah daerah27.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk dinas khusus adalah penyelenggaraan
telekomunikasi untuk mendukung kegiatan dinas yang bersangkutan antara lain, kegiatan
navigasi, penerbangan atau metrologi. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk badan
hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta atau koperasi,
misalnya telekomunikasi Perbankan, telekomunikasi pertambangan atau telekomunikasi
perkeretaapian28.
Untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus, pemohon diwajibkan untuk mengajukan
permohonan izin tertulis kepada Menteri. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk
keperluan perseorangan dan dinas khusus tidak memerlukan izin prinsip. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara tidak memerlukan izin
prinsip dan izin penyelenggaraan29.
Penyiaran merupakan jenis dari penyelenggaraan telekomunikasi khusus, maka untuk
penyiaran permohonan izin telekomunikasi khusus, pemohon wajib memenuhi persyaratan
berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang penyiaran, mempunyai
kemampuan sumber dana, sumber daya manusia di bidang penyiaran30.
Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan
penyiaran, menteri mengumumkan peluang usaha dalam menyelenggarakan telekomunikasi
khusus untuk keperluan penyiaran kepada masyarakat secara terbuka. Pengumuman
sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat31:
a. Jumlah penyelenggara
b. Lokasi dan cakupan penyelenggara
c. Persyaratan dan tata cara permohonan izin
d. Tempat dan waktu pengajuan permohonan izin
e. Biaya-biaya yang harus dibayar
f. Kriteria seleksi dan evaluasi untuk penetapan calon penyelenggara telekomunikasi.
g. Penetapan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran
dilakukan melalui seleksi.
Selain Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan telekomunikasi,
penyelenggaraan penyiaran yang juga menggunakan spektrum frekuensi radio, diatur secara
lebih khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. Spektrum Frekuensi radio adalah kumpulan pita frekuensi
radio32. Dalam penyelenggaraan penyiaran spektrum frekuensi radio digunakan sebesar27

Danrivanto Budhijanto, Op. Cit. hlm 52, diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan
Telekomunikasi 2000
28 Ibid. diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
29 Ibid.hlm. 54, diatur dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
30 Ibid. diatur dalam Pasal 60 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
31 Ibid. diatur dalam Pasal 61 Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi 2000
32 Pasal 1 huruf 13 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan
Orbit Satelit. Bandingkan dengan Pasal 1 butir 8 Undang-undang Penyiaran 2003, yang dimaksud dengan
spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat
di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam
terbatas.

27

besarnya oleh Negara Republik Indonesia untuk kemakmuran rakyat melalui administrasi yang
dilakukan oleh Pemerintah33.
Salah satu contoh kasus yang terkait bidang penyiaran dan hukum telekomunikasi adalah
tentang The Geneva 2006 Frequency Plan Agreement, yang merupakan perjanjian
internasional yang dibuat oleh ITU (International Telecommunication Union). Ketentuan ini
berisi adanya kewajiban bagi seluruh negara anggota dunia harus menggunakan siaran digital
dan hal ini juga diwajibkan bagi Indonesia sebagai negara anggota untuk beralih dari tv analog
ke tv digital. Migrasi dari tv analog ke digital ini sangat terkait dengan penyelenggaraan
penyiaran dan spektrum frekuensi radio yang digunakan, yang sangat terkait dengan
pembahasan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus dan penggunaan spektrum
frekuensi.
Sebagai bagian yang terkait dengan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi maka
muatan RUU Telekomunikasi harus diharmonisasikan dengan Muatan UU Penyiaran. Dengan
muatan RUU Telekomunikasi yang telah diuraikan di atas, maka perlu diharmonisasikan
dengan pengaturan yang terkait dengan sistem penyiaran, sistem Penyiaran mengarah dari
sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital. Sistem penyiaran digital ditetapkan oleh
Menteri.
Penyelenggara penyiaran digital terdiri dari:
a.
b.

Penyelenggara Program Siaran; dan


Penyelenggara Infrastruktur.

Penyelenggara Program Siaran terdiri atas:


a.
b.
c.

Penyelenggara Program Siaran Publik


Penyelenggara Program Siaran Swasta
Penyelenggara Program Siaran Komunitas

Penyelenggara Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam UndangUndang Penyiaran. Penyelenggara Infrastruktur merupakan penyediaan menara, sedangkan
Penyelenggara Multipleksing merupakan penyediaan layanan jaringan (mux broadcast) pada
penyelenggaraan telekomunikasi untuk penyaluran program siaran digital terestrial untuk
penerimaan tetap tidak berbayar. Penyelenggara Multipleksing wajib:
a.
b.
c.

d.
e.
f.

Meminta izin penggunaan spektrum frekuensi radio untuk setiap zona layanannya
memenuhi komitmen pembangunan sarana dan prasarana yang mencakup seluruh
wilayah jangkauan siaran dalam zona layanannya
mencegah terjadinya interferensi dengan Penyelenggara Multipleksing lain pada
wilayah jangkauan siaran yang sama dan wilayah jangkauan siaran yang
bersebelahan;
menyediakan perangkat sistem multipleks,
menggunakan sistem transmisi dan jaringan pendukung lainnya yang diselenggarakan
oleh penyelenggara telekomunikasi.
menggunakan alat dan perangkat yang telah memenuhi persyaratan teknis sesuai
peraturan perundang-undangan.

33 Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Penyiaran 2002

28

Penyelenggara Multipleksing hanya dapat bekerja sama dengan Penyelenggara Program


Siaran pada tiap wilayah jangkauan siaran yang berada di dalam zona layanannya.
Penyelenggara Multipleksing mengutamakan penggunaan perangkat produksi dalam negeri.
Penyelenggara Multipleksing dapat memperoleh izin pada lebih dari 1 (satu) zona layanan.
Untuk meningkatkan kualitas penerimaan siaran di zona layanannya, Penyelenggara
Multipleksing dapat melakukan relai siaran dengan menggunakan metode Single Frequency
Network (SFN) sesuai dengan alokasi frekuensi radio di setiap wilayah jangkauan siaran.
Penyelenggara Multipleksing terdiri atas:
a. Penyelenggara multipleksing Publik dan
b. Penyelenggara multipleksing Swasta.
Penyelenggara Multipleksing Publik mengalokasikan seluruh kapasitas salurannya untuk
menyalurkan program siaran dari Penyelenggara Program Siaran Publik yang berada di zona
layanannya. Penyelenggara Multipleksing Swasta mengalokasikan sekurang-kurangnya 2/3
(dua per tiga) bagian dari kapasitas salurannya untuk menyalurkan program siaran dari
Penyelenggara Program Siaran Swasta yang berada di zona layanannya. Dalam hal tidak
terdapat penyelenggara program siaran Swasta yang membutuhkan saluran siaran,
Penyelenggara Multipleksing Swasta dapat menggunakan kapasitas saluran di luar ketentuan
setelah mendapat persetujuan Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan kapasitas bersifat sementara sampai dengan adanya Penyelenggara Program
Siaran yang membutuhkan saluran siaran.
Penyelenggara Program Siaran Swasta yang memiliki Izin Penyelenggaraan Multipleksing
harus memenuhi ketentuan, yaitu hanya dapat menggunakan 1 (satu) saluran siaran untuk
menyalurkan program siarannya sendiri dan membuat pembukuan terpisah untuk setiap izin
yang dimilikinya.
Penyelenggara multipleksing wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Layanan Jaringan
telekomunikasi dari Menteri. Pemberian Izin Penyelenggaraan Multipleksing dilaksanakan
dengan metode seleksi. Untuk memperoleh Izin Penyelenggaraan Multipleksing pemohon
harus mengajukan pendaftaran seleksi secara tertulis kepada Menteri. Pengajuan
pendaftaran seleksi dilaksanakan setelah dilaksanakan pengumuman peluang usaha
penyelenggaraan multipleksing oleh Menteri. Izin Penyelenggaraan Multipleksing berlaku
selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk masa 10 (sepuluh) tahun
setelah melalui proses evaluasi oleh Menteri. Penyelenggara Multipleksing yang telah habis
masa perpanjangan izinnya dapat memperbaharui Penyelenggaraan Multipleksing melalui
proses seleksi dan mendapat prioritas dalam proses seleksi.
Menteri menerbitkan Izin Penyelenggara Multipleksing kepada Lembaga Penyiaran Publik
yang berlaku secara nasional tanpa melalui proses seleksi dengan menggunakan 1 (satu) kanal
frekuensi radio. Alokasi kanal frekuensi radio untuk Penyelenggara Multipleksing Publik diatur
dalam Peraturan Menteri tersendiri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan seleksi perizinan penyelenggaraan multipleksing diatur dengan Peraturan
Menteri tersendiri.
Wilayah penyelenggaraan program siaran adalah wilayah jangkauan siaran. Wilayah
penyelenggaraan multipleksing adalah zona layanan. Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah
jangkauan siaran dan zona layanan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.
29

Dalam pelaksanaan siaran, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik wajib
mematuhi ketentuan isi siaran yang menyangkut :

Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran
Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak
khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang
tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan
klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan
golongan tertentu.
Isi siaran dilarang :
o bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
o menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika
dan obat terlarang; atau
o mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
internasional.

b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE)


Sebagai bagian yang terkait dengan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi maka
muatan RUU Telekomunikasi harus diharmonisasikan dengan Muatan UU Penyiaran. Dengan
muatan RUU Telekomunikasi yang telah diuraikan di atas, maka perlu diharmonisasikan
dengan pengaturan yang terkait Informasi dan Transaksi Elekronik. Sebagaimana bagian dari
harmonisasi maka penyelenggaraan telekomunikasi akan mencakup suatu integrasi dari
penyediaan media untuk keperluan transaksi informasi/elektronik dan sistem elektronik yang
menyediakan konten dan aplikasi tersebut.
UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan transaksi
informasi/elektronik dalam penyelenggaraan telekomunikasi, baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi
kejahatan yang dilakukan melalui penyelenggaraan telekomunikasi, mengakomodir
kebutuhan para pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian
hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di
pengadilan.
Cakupan materi dalam UU ITE memuat antara lain :
a.

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.


Informasi elektronik adalah salah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, EDI, e-mail,
telegram, teleteks, telecopy, atau sejenisnya yang telah diolah memiliki arti atau
30

b.

c.
d.

e.

f.

g.

dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan Dokumen


elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromangnetik, optikal, atau
sejenisya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau
sistem elektronik.
Tanda tangan elektronik: tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terikat dengan informasi elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi.
Transaksi elektronik : perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
computer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Penyelenggaran sertifikasi elektronik (certification authority) : badan hukum yang
berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya dalam memberikan dan mengaudit
Sertifikasi Elektronik.
HaKI: Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya
intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang di dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 25 UU ITE).
Data Pribadi (privasi): penggunaan tiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang
bersangkutam, kecuali ditentukan lain oleh Perundangan-undangan.
Perbuatan Dilarang dan Ketentuan Pidana:
1. Indecent Materials/Ilegal Content (Konten Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling
lama 6-12 tahun dan/atau denda antara RP. 1 M Rp. 2 M (Pasal 45 UU ITE).
2. Ilegal Access (Akses Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 6-8 tahun
dan/atau denda antara Rp. 600 juta Rp. 700 juta (pasal 46 UU ITE).
3. Ilegal Intercedption (Penyadapan Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 10
tahun dan/atau denda paling besar Rp. 800 jt (Pasal 47 UU ITE).
4. Data Interference (Gangguan Data). Sangsi: Pidana penjara max 8-10 Tahun
dan/atau denda antara Rp. 1 M Rp. 5 M (pasal 48 UU ITE).
5. Sistem Interference (Sistem Interference). Sanksi: pidana penjara paling lama 10
tahun dan/ atau denda paling besar RP. 10 M (pasal 49 UU ITE).
6. Missue of devices (Penyalahgunaan Perangkat). Sanksi: pidana penjara paling
lama 10 tahun dan/atau denda paling besar Rp. 10 M (pasal 50 UU ITE).
7. Computer related fraud dan forgery (Penipuan dan Pemalsuan yang berkaitan
dengan komputer). Sanksi: Pidana penjara paling lama, 12 tahun dan/atau
denda paling besar 12 M (pasal 51 UU ITE).

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas


kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

31

d.

membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan


pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Ketentuan
mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Terkait dengan HAKI dan perlindungan hak pribadi, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang
ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

c. Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Undang-undang Telekomunikasi 1999 secara khusus memang tidak mengatur mengenai
aspek perlindungan konsumen. Namun dalam beberapa pasal, terdapat beberapa ketentuan
yang apabila ditafsirkan lebih lanjut merupakan ketentuan yang terkait dengan aspek
perlindungan konsumen. Apabila dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen dikenal
istilah Produsen dan Konsumen, tidak demikian dalam undang-undang telekomunikasi 1999.
Undang-undang telekomunikasi 1999 menggunakan istilah penyelenggara telekomunikasi
dan pengguna telekomunikasi.
Penyelenggara Telekomunikasi adalah pihak-pihak yang melakukan kegiatan telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi dapat merupakan perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi
pertahanan keamanan negara34. Penyelenggara telekomunikasi dapat melakukan kegiatan
penyelenggaraan telekomunikasi berupa jasa telekomunikasi (telecommunications services),
jaringan telekomunikasi (telecommunications network) dan telekomunikasi khusus (specific
telecommunications). Untuk penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi hanya dapat
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta dan koperasi. Sedangkan untuk
penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan35 atau instansi
pemerintah36.

34 Pasal 1 buitr 8 UU Telekomunikasi 1999


35 Yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan adalah
penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi kebutuhan perseorangan, misalnya amatir radio dan
komunikasi radio antar penduduk. Penjelasan Pasal 9 ayat 4 huruf b Undang-undang Telekomunikasi 1999
36 Pasal 8 UU Telekomunikasi 1999, Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan Teknologi
Informasi, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 48. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan
telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan telekomunikasi untuk
mendukung pelaksanaan tugas-tugas umum instansi tersebut misalnya, komunikasi departemen atau
komunikasi pemerintah daerah. Penjelasan Pasal 9 ayat 4 huruf b, Undang-undang Telekomunikasi 1999

32

Apabila penyelenggara telekomunikasi adalah istilah yang setara dengan produsen dalam
hukum perlindungan konsumen, maka istilah yang setara dengan konsumen dalam hukum
telekomunikasi adalah pengguna telekomunikasi. Dalam hukum telekomunikasi pengguna
telekomunikasi terdiri dari dua jenis yaitu pemakai dan pelanggan. Pemakai adalah istilah bagi
pengguna telekomunikasi, dengan tidak dikategorikan sebagai pelanggan. Contohnya, dalam
suatu perusahaan yang menggunakan koneksi internet melalui fasilitas wi-fi, maka fasilitas
tersebut akan digunakan oleh semua orang yang ada dalam perusahaan yang disebut dengan
pemakai. Namun, pemakai ini tidak melakukan kontrak berlangganan dengan internet
provider secara masing-masing. Kontrak berlangganan hanya dilakukan oleh perusahaan
tersebut yang merupakan pelanggan telekomunikasi.
Berdasarkan contoh tersebut, maka yang disebut dengan pelanggan adalah pengguna
telekomunikasi yang terkategorisasi sebagai pelanggan dengan adanya perjanjian atau
kontrak berlangganan. Contohnya adalah pengguna telepon seluler. Kontrak berlangganan
telepon seluler hanya mengikat antara provider dengan pelanggan, tanpa dikenal istilah
pemakai tanpa adanya kontrak berlangganan.
Dalam undang-undang telekomunikasi 1999, diatur mengenai hak pengguna telekomunikasi
yaitu dalam Pasal 14, sebagai berikut37:
setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan
telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku
Pasal di atas hanya menegaskan adanya hak yang sama antara para pengguna telekomunikasi
tanpa menjelaskan lebih lanjut terdiri atas apa sajakah hak dari pengguna telekomunikasi, baik
penyelenggaraan jasa maupun jaringan telekomunikasi. Pasal ini pun hanya menyebutkan
bahwa persamaan hak antar pengguna telekomunikasi didasarkan pada perundang-undangan
yang berlaku, tanpa menjelaskan dalam penjelasan undang-undang ini, peraturan perundangundangan apakah yang dimaksud.
Berbeda dengan hak pengguna telekomunikasi, undang-undang telekomunikasi 1999 cukup
mengatur tentang kewajiban penyelenggara telekomunikasi dalam beberapa pasal, yaitu yang
diatur dalam Pasal 17-22. Pasal 17 mengatur bahwa setiap penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi, wajib meyediakan pelayanan telekomunikasi
berdasarkan prinsip38:
1. Pelayanan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna
2. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
3. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
Selanjutnya Pasal 18- 21 mengatur secara rinci mengenai kewajiban penyelenggara jaringan
dan/atau jasa telekomunikasi sebagai berikut:39
1. Melakukan pencatatan dan merinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan
oleh pengguna telekomunikasi
2. Menjamin kebebasan dalam memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan
kebutuhan telekomunikasi
37 Pasal 14 Undang-undang Telekomunikasi 1999
38 Pasal 17 Undang-undang Telekomunikasi 1999
39 Pasal 18-21 Undang-undang Telekomunikasi 1999

33

3.
4.

Memberikan prioritas terkait keamanan, keselamatan jiwa manusia dan harta benda,
bencana alam, marabahaya, dan wabah penyakit
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang bertantangan dengan kepentingan umum, kesusilaan,
keamanan atau ketertiban umum

Berdasarkan prinsip dan kewajiban yang melekat pada penyelenggara telekomunikasi, baik
penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi, maka terhadap pelanggaran kewajiban
penyelenggara telekomunikasi dan tidak terpenuhinya hak dari pengguna telekomunikasi
maka menimbulkan tanggung jawab bagi penyelenggara tekomunikasi. Tanggung jawab
penyelenggara tekomunikasi diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999,
yang mengatur bahwa tanggung jawab itu mencul apabila40:
1. Adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi
2. Adanya kerugian dari kesalahan dan kelalaian tersebut
3. Dapat mengajukan ganti rugi terhadap penyelenggara telekomunikasi
4. Wajib memberikan ganti rugi kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian.
Dalam Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999 tidak disebutkan secara jelas prinsip
tanggung jawab apa yang berlaku terhadap pelanggaran kewajiban penyelenggaran
telekomunikasi. Prinsip tanggung jawab merupakan suatu hal yang biasa diatur terkait dengan
bentuk ganti rugi yang harus diberikan oleh penyelenggara telekomunikasi.
Dalam penjelasan Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999, dijelaskan bahwa bentuk
ganti rugi yang dapat diajukan oleh pengguna telekomunikasi dapat dilaksanakan melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya para
pihak untuk menyelesaikan dengan cepat. Apabila dengan cara tersebut tidak selesai maka
dapat diajukan melalui pengadilan. Seperti yang telah diketahui bahwa mediasi, konsiliasi dan
arbitrase merupakan bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau yang biasa disebut
dengan alteratif penyelesaian sengketa yang diatur berdasarkan Undang-undang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dalam praktiknya terkait dengan perlindungan konsumen dalam bidang telekomunikasi selain
mengacu pada beberapa ketentuan dalam Undang-undang Telekomunikasi 1999,
keterbatasan pengaturannya membuat para penegak hukum juga harus meninjau ketentuan
perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999.
Undang-undang perlindungan konsumen adalah instrumen hukum yang secara positif
dirancang untuk memberi jaminan kepastian perlindungan hukum bagi konsumen41.
Undang-undang perlindungan konsumen pada dasarnya banyak mengatur mengenai pelaku
usaha dan lebih mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen sebagai hak-hak
dasarnya untuk mencapai keadilan, yang diharapkan untuk dapat meningkatkan harkat dan
martabat konsumen yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan,

40 Pasal 15 Undang-undang Telekomunikasi 1999


41Iman Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Penerbit Alumni, Bandung, 2010, hlm
167.

34

kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya, di lain pihak
akan menumbuhkan pelaku usaha yang bertanggung jawab42.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama bersama berdasarkan 5 (lima) prinsip yang relevan
dalam pembangunan nasional, yaitu43:
1. Prinsip Manfaat
2. Prinsip Keadilan
3. Prinsip Keseimbangan
4. Prinsip Keamanan dan Keselamatan Konsumen
5. Prinsip Kepastian Hukum
Secara umum dan mendasar hubungan antara produsen (perusahaan penghasil barang dan/
atau jasa) dengan konsumen (pemakai akhir dari barang dan atau jasa untuk diri sendiri atau
keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan
tersebut terjadi karena kedua memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain44.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain,
dan tidak untuk diperdagangkan45. Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, mengatur
mengenai hak-hak konsumen yaitu dalam Pasal 4, sebagai berikut 46:
a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

42Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem Elektronik, Penerbit Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm 320
43 Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
44 Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000 hlm 36
45 Pasal 1 huruf 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
46 Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999

35

Sebagai balance selain hak konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban. Hal ini
dimaksudkan agar konsumen memiliki kepastian dan perlindungan hukum yang optimum bagi
dirinya. Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
sebagai berikut:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa masalah
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan
utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/ atau jasa yang penggunaannya tidak
memberikan kenyamanan terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan
konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin
bahwa suatu barang dan/ atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
membahayakan konsumen penggunaannya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih
barang dan/ atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang
benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk
didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti
rugi47.
Selain hak dan kewajiban konsumen, Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengatur
mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha. Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999
mendefinisikan pelaku usaha sebagai berikut:
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi
Berdasarkan pengertian pelaku usaha di atas, maka yang dimaksud dengan pelaku usaha tidak
hanya para produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/ atau jasa yang tunduk pada
Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, melainkan juga para rekanan termasuk para
agen, distributor, serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan
pemasaran barang dan/ atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/ atau
pengguna barang dan/ atau jasa48.
Untuk menciptakan kenyaman berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan
atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada para pelaku usaha diberikan hak
berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, sebagai berikut:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
47 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, hlm. 30
48 Ibid. hlm. 5

36

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum


sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha, diatur dalam Pasal 7 Undang- undang Perlindungan
Konsumen sebagai berikut:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Apabila ditinjau hak dan kewajiban konsumen dibandingkan hak dan kewajiban pelaku usaha,
hak yang diberikan bagi konsumen lebih banyak dibandingkan dengan hak bagi pelaku usaha.
Begitu juga dengan kewajiban konsumen lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kewajiban
pelaku usaha.
Selain hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha, hal yang tidak kalah penting
dalam perlindungan konsumen yaitu terkait dengan prinsip-prinsip tanggung jawab hukum.
Prinsip-prinsip tanggung jawab hukum inilah yang akan menjadi dasar bentuk tanggung jawab
karena adanya pelanggaran hak konsumen yang merupakan kewajiban bagi pelaku usaha
untuk bertanggung jawab. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum
dibedakan sebagai berikut49:
1. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Unsur Kesalahan (fault liability atau liability
based on fault)
2. Prinsip Praduga tak bersalah (presumption of liability principle)
3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability atau absolute liability)
4. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan (limitation of liability principle)

49 Celina Tri Siwi Kristyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 92

37

Prinsip tanggung jawab hukum yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen
1999 terbagi menjadi tanggung jawab yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha,
pembuktian dan penyelesaian sengketa50.
Bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
diatur secara spesifik dalam Pasal 23, yang berbunyi sebagai berikut:
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat
3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal ini khusus mengatur hak konsumen untuk menggugat pelaku usaha yang menolak,
dan/atau tidak memberi tanggapan, dan/ atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen
1999. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat diajukan melalui badan penyelesaian sengketa
konsumen maupun mengajukannya ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.
Badan penyelesaian sengketa konsumen merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999. Metode penyelesaian
sengketa yang ditawarkan merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan seperti mediasi dan konsiliasi. Masalah penyelesaian sengketa ini diatur secara
khusus pada bab X yaitu Pasal 45-Pasal 48.
Dalam Undang-undang Telekomunikasi 1999, tidak dikenal lembaga penyelesaian sengketa
bagi pengguna telekomunikasi. Maka banyak dari pengguna telekomunikasi yang juga
mengajukan keberatannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Walaupun demikian,
angka dari kasus telekomunikasi yang diselesaikan melalui BPSK bukan merupakan angka yang
signifikan.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa tindakan pelaku usaha dalam telekomunikasi
atau penyelenggara telekomunikasi yang berkaitan dengan ketentuan dan peraturan tentang
perlindungan konsumen, diantaranya:
1. Klausula Baku
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Klausula baku adalah pecantuman
syarat-syarat yag ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha yang dicantumkan dalam
kontrak dalam hal ini kontrak berlangganan jasa telekomunikasi. Apabila kita perhatikan
maka kontrak berlangganan jasa telekomunikasi merupakan kontrak baku sehingga dalam
penyusunan RUU Telekomnikasi perlu diperhatikan ketentuan dan larangan yang
mengatur tentang klausula baku yang terdapat dalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen 1999. Menurut Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Penyelenggara telekomunikasi diperkenankan menggunakan klausula baku asalkan tidak
melanggar ketentuan51.
2. Pemutusan Hubungan Telekomunikasi52
Pemutusan hubungan telekomunikasi merupakan gangguan teknis yang sering terjadi
sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi konsumen dan menurut Undangundang perlindungan konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan
50 Gunawan Widjaja, Op Cit. hlm.65
51 Asril Sitompul, Hukum Telekomunikasi Indonesia, Books Teracce & Library, Bandung, 2005, hlm. 152
52 Ibid. hlm 153

38

kompensasi apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian dan mekanisme pemberian kompensasi seharusnya dicantumkan
secara jelas di dalam kontrak . Selanjutnya Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk
potongan pembayaran tagihan atau dengan memberi sejumlah uang yang dikreditkan
terhadap tagihan kepada pelanggan pada bulan tertentu apabila pemutusan hubungan
terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian pelanggan dan berlangsung untuk jangka
waktu yang relatif lama.
3. Penggantian nomor telepon dan kegagalan pelayanan53
Penggantian nomor telepon merupakan suatu perbuatan yang tidak dapatdilakukan
sepihak oleh penyelenggara telekomunikasi atas kemauannya sendiri. Sedangkan
kegagalan pelayanan pernah terjadi ketika PT Telkom dan mitranya PT Metra
meluncurkan kartu telepon salamyang akan digunakan dalam program haji bagi jemaah
Indonesia. Namun penyelenggaraannya terganggu sehingga tidak dapat berfungsi. PT
Telkom dan PT Metra melakukan permohonan maaf dan berjanji akan memberikan
refund atas biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk ganti rugi.
Selain ketiga bentuk di atas, dewasa ini kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang
terkait dengan aspek perlindungan konsumen cukup banyak. Hal ini salah satunya terkait
dengan bentuk jasa yang ditawarkan oleh penyelenggara telekomunikasi. Sebagai contoh
adanya penyebaran SMS spam di Indonesia. Penyebaran sms spam ini sangat mengganggu
pengguna telekomunikasi terutama sangat menganggu privasi. Dalam kasus ini
penyelenggara telekomunikasi dapat dikenakan prinsip tanggung jawab berdasarkan
kesalahan (based on fault liability), dan dapat dikenakan kompensasi dan ganti rugi
karena adanya unsur kesalahan dan kelalaian. Tindakan penyelenggara telekomunikasi ini
telah melanggar ketentuan Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Telekomunikasi 1999 dan
Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999. Terkait dengan data yang
dianggap melanggar privasi oleh penyelenggara telekomunikasi hal ini juga melanggar
ketentuan Pasal 39 Undang-undang Telekomunikasi 1999, bahwa setiap penyelenggara
telekomunikasi diharuskan untuk membuat suatu pengamanan dan perlindungan
terhadap informasi dan sarana telekomunikasi.
Kasus lainnya masih terkait dengan aspek perlindungan konsumen dalam hukum
telekomunikasi adalah mengenai kasus yang melibatkan Randy dan Dian dalam penjualan
ipad tanpa buku manual yang dijual melalui forum jual beli situs www.kaskus.co.id. Dalam
kasus ini tersangka didakwa telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf j Undangundang Perlindungan Konsumen yang mengatur perbuatan yang dilarang oleh pelaku
usaha, salah satunya adalah tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia. Selain itu, kedua nya juga didakwa dengan
Undang-undang Telekomunikasi Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 52, karena ipad belum
dikategorikan sebagai alat elektronik komunikasi resmi54.
Masih terkait dengan penyelenggara telekomunikasi dan perlindungan konsumen,
permasalahan lain yang muncul adalah tentang adanya jaminan layanan (QoS) oleh
penyelenggara jasa telekomunikasi internet yang tidak sesuai dengan perjanjian
berlangganan. Permasalahan ini muncul dengan semakin meningkatnya penggunaan
53 Ibid. hlm. 154
54http://megapolitan.kompas.com/read/2011/07/04/11080545/inilah.kronologi.kasus.ipad.tanpa.manual,
diunduh pada tanggal 23 Maret 2013, pukul 20.00 WIB

39

internet di Indonesia, namun terjadi penurunan kualitas layanan yang diberikan oleh
penyedia layanan internet menyebabkan kerugian bagi para pelanggan internet. Mulai
dari terganggunya jaringan, berkurangnya kecepatan, berkurangnya kapasitas download,
dan lain sebagainya. Quality of Service seharusnya merupakan kewajiban dari
penyelenggara telekomunikasi untuk memberikan layanan yang sebaik-baiknya bagi
pengguna telekomunikasi. Hal ini merupakan pelanggaran kewajiban penyelenggara
telekomunikasi berdasarkan Undang-undang Telekomunikasi, dan kewajiban pelaku
usahan berdasarkan Undang-undan Perlindungan konsumen yang dapat dimintai
pertanggungjawaban dan ganti rugi.
Kasus yang baru saja terjadi terkait dengan perlindungan konsumen dalam bidang
telekomunikasi adalah putusnya koneksi jaringan smartfren. Apabila smartfren terbukti
melanggar dan bersalah maka pihak operator dapat dikenakan sanksi dan wajib
membayar gantirugi kepada pengguna telekomunikasi. Koneksi ini terputus karena
koneksi jaringan bawah lautnya yang terkena jangkar dari kapal sehingga memutuskan
koneksi internet ke jalur internasional. Kasus ini mirip dengan kasus yang pernah terjadi
pada Telkomsel tahun 2007. Pada waktu itu Telkomsel memberikan gantirugi kepada
pelanggan dan memberikan program diskon kepada pelanggan sebagai bentuk
kompensasi. Dalam hal ini smartfren diharuskan dengan cepat melakukan pengakuan dari
pihak korporat kepada publik55.
Sejalan dengan globalisasi dan semakin terbukanya pasar nasional sehingga banyaknya
akses pengguna luar terhadap produk nasional 56 maka di setiap negara telah ada
perlindungan terhadap konsumen termasuk Indonesia melalui Undang-Undang No 8
Tahun 1999 . Dalam undang-undang ini pemerintah memberikan perlindungan terhadap
konsumen termasuk mendorong kesadaran konsumen dan mengawasi tanggung jawab
pelaku usaha. Dalam undang-undang ini terdapat dua (2) prinsip dasar perlindungan
yaitu57 :
a. Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat dan standar
yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen;
b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar atau tidak akurat yang
menyesatkan konsumen.
Akan tetapi dalam kenyataannya keluhan terhadap layanan telekomunikasi menduduki
peringkat tertinggi untuk tahun 2010 hingga 2013 yaitu dengan munculnya kasus
pencurian pulsa melalui pesan singkat (SMS) broadcast, pop-screen, voice broadcast
sehingga pada medio tahun 2011 ATSI (Asosiasi Telepon Seluler Indonesia) menyataan
menghentikan layanan penawaran konten premium dan atas Anjuran BRTI melalui
Menurut Sarwoto, komitmen menghentikan promosi layanan premium didasarkan pada
Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) No. 177 Tahun 2011
tertanggal 14 Oktober 2011 kepada seluruh operator layanan telekomunikasi.58

55http://inet.detik.com/read/2013/03/36/142716/2204074/328/kominfo-smartfren-bisa-kena -sanksi-harus-gantirugi, diunduh pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 12.00 WIB
56 Ade Maman Suherman., Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, 1997, hlm 62-63.
57 Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
58http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/10/17/lt7dt1-sembilan-operator-hentikansementara-layanan-sms-premium, diakses tanggal 1 Juni, 2013.

40

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Penyelengaraan telekomunikasi di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan
dengan diberlakukannya Undang-undang telekomunikasi 1999 pada tanggal 8 September
2000. Sebelum diberlakukannya Undang-undang telekomunikasi 1999, kondisi regulasi
penyelenggaraan telekomunikasi lebih bernuansa monopolisitik, anti kompetisi, dan orientasi
lebih kepada operator. Negara pada saat itu sangat mendominasi peran sebagai regulator
sekaligus sebagai operator. Berdasarkan Undang-undang telekomunikasi 1989 penyelenggara
telekomunikasi hanya Badan Usaha Milik Negara yang diberikan izin untuk melakukan
penyelenggaraan telekomunikasi dasar sebagai hak eksklusif. Hal dimaksud tentunya
memunculkan kondisi yang tidak kondusif bagi persaingan usaha di bidang telekomunikasi59.
Pemberlakuan Undang-undang telekomunikasi 1999 dapat diartikan sebagai upaya
mengubah kondisi-kondisi yang tidak kondusif dimaksud, setidak-tidaknya merupakan respon
positif dalam menghadapi era persaingan global dan kepentingan masyarakat luas. Undangundang telekomunikasi 1999 secara umum memiliki nuansa yang anti monopoli, memberikan
ruang bagi kompetisi usaha dan lebih berorientasi bagi kepentingan konsumen serta
pengguna telekomunikasi60.
Undang-undang telekomunikasi 1999 tersebut memiliki konsekuensi ditata ulangnya kembali
sektor telekomunikasi oleh pemerintah dengan menghapus segala bentuk praktik
telekomunikasi yang dilakukan oleh PT Telkom dan PT Indosat. Pemerintah telah pula
membuka peluang bagi munculnya berbagai perusahaan baru yang bergerak dalam bidang
telekomunikasi. Pemerintah memberi kesempatan yang sama baik BUMN maupun pihak
swasta untuk turut berpartisipasi dalam menggarap dan mengembangkan sektor
telekomunikasi yang selama ini dimonopoli pemerintah melalui PT Telkom dan PT Indosat61.
Namun kemudian, Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Perhubungan mengeluarkan
pengumuman, Departemen Perhubungan Nomor PM. 2 Tahun 2004 tanggal 30 Maret 2004
yang secara resmi menyatakan bahwa monopoli di kedua bidang penyelenggaraan tersebut
segera diakhiri62.
Berkembangnya perusahaan baru dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi
seluler. Perusahaan-perusahaan tersebut yakni PT Satelindo tahun 1993, PT Telkomsel 1995,
PT Excelcomindo Pratama (XL) tahun 1996, PT Indosat Multi Media Mobile (IM3) tahun 2001,
PT Mobile-8 Telecom dan PT Bakrie Telecom Tahun 2003, PT Sampoerna Telekomunikasi
Indonesia Tahun 2005, PT Hutchison CPT dan PT SmartTelecom tahun 2007 dan PT Natriindo
Telepon Seluler (NTS) tahun 200863.
Banyaknya perusahaan yang menggarap sektor telekomunikasi ini tentunya membuat
persaiangan antar sesama operator menjadi sangat ketat. Mendasarkan pada perlunya daya
saing terhadap pesaingnya maka operator telekomunikasi membuat berbagai bentuk kegiatan
promosi kepada masyarakat selaku konsumen.
Kegiatan promosi ini berupa perluasan jangkauan operator, perbaikan kualitas jaringan
operator, pemutakhiran teknologi baru, penambahan fitur terbaru, promosi pulsa gratis,
59 Danrivanto Budhijanto, Op.Cit. hlm. 37
60 Ibid.hlm 38
61 Lihat Asril Sitompul, Op Cit. hlm. 139
62 Ibid.hlm. 140
63 Penjelasan putusan KPPU Tanggal 18 Juni 2008, Perkara No. 26/KPPU-L/2007 tentang Kartel SMS hlm 7-14

41

berbagai macam bonus, persaingan tarif yang meliputi tarif internet yang sangat murah, tarif
telepon (voice) dan SMS (short message service) yang sangat murah bahkan gratis ke sesama
dan keluar operator, serta berbagai bentuk kegiatan atau promosi lainnya.
Untuk mendorong kompetisi di bidang telekomunikasi , Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan beberapa pengaturan yang merubah pengaturan terdahulu yang masih
dipengarugi oleh era monopoli dan sudah sesuai lagi untuk diterapkan dalam lingkungan
kompetisi diantara termasuk regulasi yang ada di dalam Rencana Dasar Teknis Nasional (FTP)
tahun 2000 dengan kode akses SLJJ dan SLI dan tentang penyelenggara jasa SLJJ dan SLI yang
diinginkan oleh pengguna atau pelanggan jasa telekomunikasi64.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 33 Tahun 2004 tentang
Pengawasan Kompetisi Yang Sehat Dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Penyelenggara
Jasa Teleponi Dasar. Keputusan Menteri ini meliputi penetapan kriteria operator yang
mempunyai posisi dominan dalam pengertian Undang-undang dan larangan
menyalahgunakan posisi dominan tersebut. Larangan menggunakan posisi dominan tersebut
meliputi pula tindakan dumping, subsidi silang, pemblokiran, menghalangi atau mempersulit
interkoneksi, tied sale, dan tindakan yang berupa transfer pricing yang melanggar prinsip
kompetisi65.
Seperti yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, bahwa Undang-undang telekomunikasi
1999 memiliki tujuan utama yaitu untuk menghilangkan pengelolaan yang eksklusif dan untuk
mendukung persaingan dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi. Sebagai
payung hukum dalam sektor telekomunikasi, undang-undang ini memberikan mandat dan
kebijakan untuk persaingan dalam setiap ketentuan telekomunikasi. Berikut adalah beberapa
ketentuan yang mendukung persaingan usaha (pro-competitive) berdasarkan Undang-undang
Telekomunikasi 199966:
1. Pasal 10 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (larangan praktik monopoli). Pasal ini
mengatur bahwa dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
dianara penyelenggara telekomunikasi.
2. Pasal 16 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (pelayanan universal). Pasal ini mengatur
bahwa setiap penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi memiliki kewajiban untuk
memberikan kontribusi pelayanan universal, dalam bentuk penyediaan sarana dan
prasarana telekomunikasi dan/atau kompensasi lain. Berdasarkan WTO reference paper,
kewajiban pelayanan universal tidak akan menimbulkan persaingan selama dilakukan
secara transparansi, tanpa diskriminasi.
3. Pasal 11 Undang-undang Telekomunikasi 1999, pasal ini mengatur perizinan. Setiap
penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan dengan mendapat izin dari menteri dengan
memperhatikan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak
diskriminasi serta diselesaikan dalam waktu yang singkat.
4. Pasal 25 Undang-undang Telekomunikasi 1999, pasal ini mengatur bahwa setiap
penyelenggara telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
64 Asril Sitompul, Op.Cit. hlm. 141
65 Ibid. hlm. 142
66 Bahar&Partners, Competition in Telecommunication Business, Bahar&Partners, Jakarta, 2011, hlm. 95

42

5. Pasal 27 dan 28 Undang-undang Telekomunikasi 1999 (tariff). Susunan tarif


penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau tarif penyelenggaraan jasa
telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya besaran tarif
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/ atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/ atau jasa telekomunikasi dengan
berdasarkan formula yang ditetapkan pemerintah.
Sektor telekomunikasi juga bertujuan untuk menjalani persaingan bisnis yang adil.
Berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Telekomunikasi 1999, dalam pelaksanaan
telekomunikasi, dilarang untuk menjalankan aktivitas yang termasuk dalam praktik monopoli
atau bisnis yang tidak adil diantara pada operator telekomunikasi. Untuk hal ini, undangundang telekomunikasi 1999 menunjuk juga ketentuan hukum persaingan usaha yang bersifat
general/ umum untuk dapat diterapkan dalam sektor telekomunikasi67.
Undang-undang Persaingan Usaha 1999 adalah undang-undang yang bertujuan untuk
memelihara pasar kompetitif dari pengaruhdan konspirasi yang cenderung mengurangi
dan/atau menghilangkan persaingan68. Lahirnya Undang-undang ini juga tidak terlepas dari
pengaruh International Monetery Fund (IMF) kepada Pemerintah Indonesia agar segera
memberantas praktik-praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi di
Indonesia dengan cara segera memberlakukan undang-undang yang mengatur hal itu69.
Semenjak berlakunya Undang-undang persaingan usaha 1999 dan Undang-undang
telekomunikasi 1999 arah penyelenggaraan industri telekomunikasi mengalami perubahan,
industri telekomunikasi diarahkan untuk melaksanakan kompetisi secara penuh, sehat dan
terbuka. Persaingan usaha yang sehat dapat terdistorsi oleh perjanjian antar perusahaan yang
bersifat membatasi dan/atau menghilangkan persaingan, kegiatan/praktik bisnis yang
membatasi dan/ atau menghilangkan persaingan, serta penyalahgunaan kekuatan pasar dan/
atau posisi dominan70.
Berdasarkan undang-undang persaingan usaha 1999, terdapat 3 hal perilaku yang diharamkan
atau dilarang, yaitu:
1. Perjanjian yang dilarang
Jenis-jenis perjanjian yang dilarang berdasarkan undang-undang ini diatur dalam Pasal 416, dimana perjanjian yang dilarang terbagi menjadi 10 bagian, yaitu:
a. Oligopoli
b. Penetapan harga
c. Pembagian wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi vertikal

67 Ibid.hlm.96
68 Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha dalam Implementasi Teori dan Praktik, Unpad Press, Bandung,
2010, hlm 37.
69 Sutan Remy Sjahdeini, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 10, 2000, hlm.17
70 Isis Ikhwansyah, Op.Cit., hlm. 38

43

i.
j.

Perjanjian tertutup
Perjanjian dengan pihak luar negeri

2. Kegiatan yang dilarang


Kegiatan yang dilarang memiliki makna sebagai tindakan atau perbuatan hukum secara
sepihak yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha yang tidak
sehat yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya
keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha atau kelompok
usaha lainnya. kegiatan-kegiatan yang dilarang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Monopoli, adalah suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha71. Terdapat 3 ciri
bahwa telah terjadi praktik monopoli dalam aktivitas atau kegiatan bisnis, yaitu72:
1) Terdapat pemusatan ekonomi oleh satu atau lebih pengusaha
2) Mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang
dan/atau jasa tertentu
3) Menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan
umum.
b. Monopsoni, menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, hal ini sebagaimana diatur
dalam Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-undang Persaingan Usaha 1999.
c. Penguasaan pasar, adalah satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama
pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
d. Persekongkolan, suatu kegiatan bersekongkol dengan pihak lain untuk:
1) Mengatur dan atau menentukan pemenang tender
2) Mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan
sebagai rahasia perusahaan
3) Menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku
usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan
atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari kualitas,
maupun ketetapan waktu yang dipersyaratkan.
Sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.
e. Posisi dominan
Posisi dominan adalah keadaan bahwa pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti dan atau mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dipasar yang
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasukan atau penjualan, akses terhadap
pembelian barang dan jasa, dan atau memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu dengan keinginannya untuk

71 Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Persaingan Usaha 1999


72 Insan Budi Maulana, Catatan Singkat dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hlm 17

44

memperoleh keuntungan lebih tinggi, dan atau dapat dengan menciptakan hambatan
masuk dengan tujuan untuk menghambat dan atau menghilangkan persaingan73.
Berdasarkan Undang-undang persaingan usaha 1999, pelaksanaan persaingan usaha
yang sehat berada dibawah pengawasan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha),
yang memiliki kewenangan untuk mengawasi persaingan usaha disetiap industri
termasuk sektor telekomunikasi. Secara umum, tanggung jawab dari KPPU adalah
untuk memastikan adanya persaingan usaha yang sehat di setiap industri. Terkait
dengan kewenangannya undang-undang ini memberikan kewenangan kepada KPPU
untuk memberikan sanksi biasanya berupa sanksi administratif kepada badan yang
melakukan bisnis dan melanggar ketentuan Undang-undang Persaingan Usaha
199974.
Kasus yang menimpa PT Telkom sebagai incumbent operator di sektor telekomunikasi
merupakan perusahaan yang tidak luput dari tuduhan melakukan tindakan monopoli. Kasuskasus yang diadukan ke KPPU diantaranya adalah pemblokiran akses sambungan
internasional. Salah satu kasus persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi, yang menjadi
perhatian KPPU adalah adanya tindakan pemblokiran terhadap kode akses SLI 001 dan 008
milik PT Indosat oleh PT Telkom. KPPU dalam pertimbangannya menyatakan bahwa blocking
adalah menutup akses yang seharusnya tidak ditutup. Setelah melalui proses pemeriksaan
KPPU menjatuhkan putusan yaitu bahwa PT Telkom secara sah dan menyakinkan telah
melanggar Pasal 15 ayat 3 Undang-undang Persaingan Usaha 1999, Pasal 19 huruf a dan b,
memerintahkan kepada PT Telkom untuk menghentikan tindakan yang menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terkait dengan putusan ini PT Telkom
mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Bandung dimana PT Telkom berdomisili, dan
Pengadilan Negeri Bandung menerima keberatan PT Telkom dan membatalkan keputusan
KPPU75.
Kasus telekomunikasi lain yang ditangani KPPU, adalah mengenai kepemilikan saham Temasek
di Indosat dan Telkomsel. Temasek melalui dua anak usahanya yakni Singtel dan Singapore
Technologies Telemedia Pte. Ltd (STT) memiliki saham di dua perusahaan telekomunikasi di
Indonesia. Singtel memiliki saham 35 persen di Telkomsel. Sementara STT menguasai 41, 94
persen saham Indosat. Perkara ini diputuskan dengan no perkara 7/KPPU-L/2007. KPPU dalam
kasus ini menyatakan Temasek terbukti melanggar ketentuan Pasal 27 huruf 1 Undangundang Persaingan Usaha 1999. Pasal 27 mengatur bahwa pelaku bisnis dilarang memiliki
saham mayoritas dibeberapa perusahaan sejenis yang bergerak di bidang usaha yang sama di
pasar yang sama, atau membentuk beberapa perusahaan dengan sektor bisnis yang sama jika
kepemilikan tersebut mengakibatkan pelaku usaha mengontrol 51 % dari market share untuk
produk atau jasa tertentu. Dalam kasus ini selain Temasek sebagai terlapor, pihak Telkomsel
juga merupakan pihak terlapor dengan dugaan pelanggaran Pasal 17 dan 25 ayat 1 huruf b
Undang-undang Persaingan Usaha 199976.
Kasus lain terkait dengan persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi adalah terkait
penolakan penggeseran kanal 3G yang dilakukan oleh telkomsel. Seperti yang diketahui
73 Isis Ikhwansyah. Loc Cit
74 Bahar & Partners, Op. Cit. hlm. 97
75 Asril Sitompul, Op.Cit. hlm. 144
76http://inet.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/11/tgl/19/time/174703/idnews/854655/idkanal/39
9, diunduh pada tanggal 28 Maret 2012, pukul 12.00

45

bahwa perkembangan telekomunikasi di Indonesia telah melewati beberapa tahap. Sampai


saat ini sudah sampai 4G (fourth generation). Kasus ini terkait dengan pergeseran kanal 3G
milik Telkomsel. Hasil rapat pleno BRTI telah memutuskan bahwa Telkomsel diminta untuk
menggeser kanal pada nomor 4 ke kanal no 6, agar Tri dan axis bisa mendapatkan 2nd carrier.
Namun pihak telkomsel menolak dengan alasan sudah terlanjur berinvestasi dan jika
dipaksakan pindah, akan adanya konsekuensi penurunan kualitas layanan dan harus
mengeluarkan dana besar yaitu sekitar Rp. 35 Miliar77.
Dengan tidak bersedianya telkomsel menggeser kanal 3 Gnya maka telkomsel dapat diduga
melakukan monopoli berdasarkan Undang-undang Persaingan Usaha 1999, dan selain itu juga
diduga melakukan penguasaan pasar. Telkomsel juga dapat diindikasikan melakukan
penolakan pesaing yang juga diatur dalam undang-undang ini. Menolak pesaing, diatur dalam
Pasal 19 a dan merupakan kegiatan yang dilarang karena dianggap merupakan kegiatan
monopoli dan tindakan curang. Dalam hal ini pihak telkomsel dianggap menghalangi pihak
operator seluler lainnya dalam penataan frekuensi 3G.
Kasus lainnya yaitu terkait dengan adanya perang tarif sms yang dilakukan gencar oleh para
operator seluler. Tarif sms yang diberlakukan salah satunya adalah tarif gratis lintas operator
(offnet). Penetapan tarif ini dinilai berpotensi menimbulkan berbagai masalah terkait dengan
praktik persaingan usaha tidak sehat dan masalah kualitas layanan jasa telekomunikasi yang
diterima oleh konsumen dari operator78.
Eksistensi perang tarif di bisnis telekomunikasi seperti pemberlakuan tarif gratis SMS lintas
operator seluler berpotensi melanggar ketentuan yangada, khususnya dalam hal penawaran
harga yang sangat rendah (predatory pricing) yang dapat merusak tatanan pasar yang telah
ada. Ketentuan tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Undang-undang Persaingan
Usaha 1999. Terkait dengan kasus ini, BRTI mengeluarkan surat larangan mengenai praktik
pemberian SMS gratis lintas operator ini. Larangan ini dikeluarkan pada tanggal 24 Desember
2008, melalui surat No. 325/BRTI/XII/BRTI tentang larangan promosi tarif nol dan pemberian
bonus gratis untuk layanan SMS antar operator, yang diberikan kepada 12 Direktur Utama dari
12 Penyelenggara telekomunikasi dan larangan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Januari
200979.
Kajian mengenai aspek persaingan usaha dalam bidang telekomunikasi di atas, menunjukkan
bahwa pada praktiknya hukum telekomunikasi di Indonesia belum cukup memadai dalam
mengatur persaingan usaha. Walaupun demikian setiap kegiatan yang dilakukan oleh
penyelenggara telekomunikasi sangat rentan dengan kegiatan persaingan usaha tidak sehat
ditambah dengan semakin banyaknya bentuk dari jaringan dan jasa telekomunikasi yang
ditawarkan. Sehingga untuk menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan persaingan
usaha ini penunjukkan terhadap undang-undang persaingan usaha 1999 merupakan suatu hal
yang sampai saat ini dapat dikatakan paling tepat.

77 Sarwoto Atmosutarno (Direktur Utama Telkomsel) dalam berita Kominfo RI telkomsel didesak agar geser
kanal 3G, Rabu, 2 November 2011, www.detiknet.com
78 Siaran Pers No. 44/PIH/ KOMINFO/4/2010/ tentang Peringatan Ulang Bagi Para Penyelenggara
Telekomunikasi terhadap Larangan Promosi Tarif Gratis Layanan Telekomunikasi SMS untuk lintas operator
(off net) dan Perang Tarif secara tidak proporsional berdasarkan data kuantitatif keluhan dan pengaduan
pengguna layanan telekomunikasi , www.depkominfo.go.id
79 Siaran Pers No. 39/PIH.KOMINFO/1/2009/ tentang Penjelasan Lebih lanjut mengenai larangan pengiriman
SMS lintas operator secara gratis, www.depkominfo.go.id

46

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur mengenai praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Undang-undang ini telah mengatur beberapa kegiatan yang dilarang yaitu
: Monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,
kepemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan suatu perusahaan.
Akan tetapi dalam praktik bisnis telekomunikasi di Indonesia banyak diwarnai oleh tindakan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana telah diputus oleh KPPU (Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha).

2. Opsi Kebijakan Legislasi Konvergensi


a. Unifikasi
Idealnya sebuah industri yang memiliki suatu ekosistem yang mirip sewajarnya diatur dalam
konsep Perundangan yang terintegrasi atau satu Undang-Undang. Dengan konsep Unifikasi
ini, maka penyusunan Rancangan Undang-Undang di bidang TIK ini akan menghapuskan
Undang-Undang eksisting yang berkaitan dengan Industri yang menyatu, yakni UU
Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU ITE.
Apabila melihat kepada konvergensi yang terjadi dan telah nyata terlihat pada bidang TIK
(telekomunikasi, Penyiaran dan internet) adalah konvergensi di bidang infrastruktur dan
layanan, namun secara struktur pasar dan struktur industri masih berjalan masing-masing.
Tantangan utama dari unifikasi Legislasi industri yang konvergen adalah bagaimana untuk
menyatukan industri yang betul-betul berbeda dalam hal penyelenggaraan, dalam ekosistem
industri yang masih memiliki stream horizontal dan vertical masing-masing, dan juga model
bisnis yang masih berbeda-beda. Kompetisi pada masing-masing industri juga memiliki level
kompetisi yang berbeda-beda, sehingga tantangan yang besar adalah menyatukan ekosistem
yang berbeda-beda tersebut menjadi sebuah ekosistem yang konvergen.
Konsep Unifikasi akan juga berimbas kepada konvergensi nomenklatur regulatornya, yakni
dimana sekarang ada 2 (dua) regulator yang berbeda yakni regulator telekomunikasi dan
regulator penyiaran. penyatuan regulator merupakan suatu keharusan apabila UndangUndang telah menjadi tunggal, sehingga pelaksanaan regulasi dan kebijakan termasuk
pengawasan dan pengendalian terhadap industri tersebut dapat diselenggarakan oleh badan
yang tunggal.

b. Harmonisasi dan Penyesuaian


Langkah harmonisasi dapat dilaksanakan oleh pemerintah apabila langkah unifikasi sangat
sulit untuk dilaksanakan karena tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh pemerintah
dan industri. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menuntut adanya
penyatuan pola pikir atau semangat yang sama pada peraturan dan kebijakan baik itu
telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi dapat dituangkan dengan
mengharmonisasikan peraturan dan kebijakan tersebut pada masing-masing undang-undang
mengenai telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi.
Dorongan untuk membuka pasar (open market) dari masing-masing industri untuk dapat
terbuka pada industri lainnya akan merubah tatanan penyelenggaraan telekomunikasi dan
penyiaran dari monopoli menjadi kompetisi. Perubahan tersebut harus disikapi dengan bijak
47

dan perlu dukungan infrastruktur yang tepat. Regulator berperan sebagai wasit yang baik
untuk menjaga kepentingan pemerintah, industri, dan masyarakat berjalan dengan seimbang
dengan mendorong lahirnya proses perumusan, penetapan, dan penegakan regulasi yang
transparan.
Harmonisasi mungkin merupakan pilihan yang paling tepat untuk Indonesia, dengan langkah
harmonisasi konvergensi, maka pemerintah tidak hanya mengkonsep 1 RUU mengenai
konvergensi, namun juga perlu melakukan penyesuaian kepada UU lain yang saling berkaitan
(UU penyiaran dan ITE) supaya tidak terjadi tumpang tindih pengaturan yang akan membawa
kepada inkonsistensi legislasi di Indonesia.

3. Opsi nama nomenklatur legislasi konvergensi


Konvergensi di Indonesia akan berkaitan sekali dengan UU ITE dan UU Penyiaran, maka perubahan
atas UU Telekomunikasi nomor 36 tahun 1999 perlu memperhatikan terhadap keterkaitan dengan
UU ITE dan UU Penyiaran yang ada.
Apabila dipilih pendekatan legislasi unifikasi, maka semua UU yang berkaitan akan dimasukkan ke
dalam satu UU unifikasi nantinya, hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah di Perancangan
Uunya sendiri karena seluruh keterkaitan diatur dalam 1 UU. Namun ketika pilihan pendekatan
adalah dengan harmonisasi, maka yang diperlukan adalah harus adanya penyesuaian di seluruh
UU yang ada.
1. UU ITE
UU ITE merupakan UU yang mengatur mengenai pemanfaatan internet untuk sarana
transaksi dan penyampaian informasi, namun juga dalam UU ITE diatur perihal
penyelenggaraan sertifikasi elektronik. Dalam konsep teknologi, maka penyelenggara
sertifikat elektronik adalah suatu entitas yang bertujuan untuk memastikan keamanan
dari transaksi yang ada untuk memastikan proses otorisasi dan autentikasi.
Dalam UU yang bersifat konvergensi nantinya, penyelenggara sertifikat elektronik akan
menjadi bagian dari business enabler yang terkait dengan seluruh penyelenggara yang
menyediakan akses internet untuk keperluan transaksi internet di Indonesia.
Penyelenggaraan ini adalah berupa platform keamanan sehingga pengaturannya adalah
berkaitan sebagai entitas penyelenggara sertifikat elektronik sebagai penyelenggara
platform di dalam UU konvergensi.
2. UU Penyiaran
UU penyiaran saat ini mengatur penyelenggaraan jaringan untuk keperluan penyiaran dan
penyelenggaraan jasa dimana diatur mengenai penyedia konten penyiaran. melihat
kepada tren teknologi ke depan, dan sudah terjadi dengan sistem teknologi penyiaran
digital, maka akan terjadi peleburan teknologi antara penyiaran, telekomunikasi dan
internet. Konten penyiaran berjalan diatas infrastruktur serat optik milik penyelenggara
jaringan telekomunikasi, menempati infrastruktur menara, dan juga dapat menggunakan
jaringan akses yang sama dengan broadband dengan menggunakan teknologi LTEBroadcast, bahkan DVB-T2 yang diselenggarakan oleh penyelenggara multiplek sekarang
juga dapat menyelenggarakan akses internet setara dengan 3G.

48

Fenomena tersebut akan menggeser konten UU penyiaran, dimana penyelenggaraan


jaringan penyiaran akan menjadi satu dengan penyelenggaraan konvergensi
(telekomunikasi + internet + penyiaran) dan diatur dalam UU konvergensi.
Pengaturan penyelenggara jasa yakni penyelenggara program siaran juga merupakan
bagian dari pengaturan UU konvergensi sebagai bagian dari penyelenggaraan layanan
konvergensi. Hal tersebut menjadi relevan ketika pemain telekomunikasi juga banyak
yang menjadi penyelenggara program siaran yang berbayar.
Untuk itu, pengaturan UU penyiaran ke depan adalah lebih kepada konten siaran yang
menjadi domain dari regulator penyiaran yakni KPI. Untuk itu dalam hal konvergensi
penyiaran dan telekomunikasi maka regulatornya masih dapat dipisah karena regulator
penyiaran di Indonesia lebih bertanggung jawab terhadap konten penyiaran daripada
penyelenggaraan jaringan dan penyelenggaraan jasa penyiaran.

Dalam penyusunan legislasi yang baru mengenai konvergensi, pemerintah dapat menggunakan
beberapa opsi pilihan nomenklatur legislasi konvergensi sebagai berikut:
a. RUU Konvergensi
Penyatuan teknologi dan beragamnya model bisnis industri TIK secara global dikenal luas
sebagai apa yang disebut dengan convergence, konvergensi secara global didefinisikan oleh
penyatuan industri telekomunikasi, penyiaran dan internet dalam hal infrastruktur, teknologi,
dan juga pasar yang sudah saling beririsan dan suatu saat menjadi pasar yang menyatu.
Terminologi konvergensi juga dipergunakan secara luas baik dalam hal kajian (directive,
consultation, dll) di negara lain, bahkan di beberapa negara seperti jepang dan taiwan sudah
memperkenalkan Convergence Act dalam pengaturan industri dibawahnya.
Penggunaan nomenklatur Konvergensi merupakan nomenklatur yang sangat jelas
menggambarkan adanya penyatuan, namun juga sangat tepat apabila RUU konvergensi ini
menjadi RUU yang bersifat harmonisasi dengan UU eksisting yakni Penyiaran dan ITE.
b. RUU Telematika
Telematika mulai dikenal sebagai penggabungan dari Telekomunikasi dan Informatika.
Telematika berkembang setelah mulai bercampurnya layanan telekomunikasi dan internet,
dan didukung dengan perkembangan teknologi perangkat yang mendukung terjadinya
konvergensi layanan tersebut.
Istilah telekomunikasi mengacu kepada telekomunikasi secara murni yakni pengiriman
informasi komunikasi (2 arah) secara jarak jauh, sedangkan Informatika memiliki pengertian
yang lebih luas yakni proses diseminasi informasi melalui media Penyiaran dan Internet.
Penggunaan nomenklatur RUU Telematika dipilih karena telematika sudah mencakup seluruh
teknologi dan layanan yang ditangani oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dan
nomenklatur Telematika akan dapat mengakomodir apabila akan dibuat satu Undang-Undang
atau unifikasi dari UU untuk Telekomunikasi, Penyiaran, dan Internet.

49

c. RUU Konvergensi Telematika


Nama nomenklatur Konvergensi Telematika menegaskan adanya kondisi konvergensi pada
industri telekomunikasi dan informatika. Konvergensi telematika adalah penyatuan dari
industri Telekomunikasi dan industri Informatika yakni Penyiaran dan Internet.
d. RUU Telekomunikasi
Telekomunikasi merupakan media penyampaian informasi (cenderung 2 arah) yang dilakukan
secara jarak jauh dengan berbagai media pengiriman (media transmisi). Telekomunikasi
dikenal secara global dimana sangat erat kaitannya dengan teknologi telekomunikasi berbasis
kabel dan berbasis nirkabel.
Telekomunikasi sendiri tidak mendefinisikan istilah lain seperti penyiaran, pos, dan internet
sebagai satu bagian. Penggunaan telekomunikasi sebagai nomenklatur mempertimbangkan
bahwa masih ada UU lain yang mengatur mengenai penyiaran dan ITE secara tersendiri, dan
secara konten pengaturan bisa saja masih diatur secara terpisah dengan UU tersebut.
e. RUU Digitalisasi
Digitalisasi merupakan kegiatan merubah kondisi teknologi analog (konvensional) menjadi
kondisi teknologi digital untuk mengakomodasi perkembangan layanan. Digitalisasi
merupakan salah satu opsi menjadi nama nomenklatur legislasi karena perkembangan era TIK
semua akan mengarah kepada era digital, dan akan meninggalkan era analog. Telekomunikasi
menuju era digital dengan pengembangan 4G sebagai infrastruktur yang sudah full IP,
Penyiaran (televisi dan radio) sudah mulai migrasi ke teknologi digital untuk mencapai efisiensi
yang lebih tinggi, sedangkan internet sendiri sudah merupakan teknologi yang digital.
f.

RUU Telekomunikasi Digital


Nama nomenklatur RUU Telekomunikasi digital mengambil ide dari arah telekomunikasi yang
mengarah ke era digital, dan bahwa teknologi telekomunikasi akan mampu menjadi basis dari
segala teknologi industri yang konvergensi, contohnya adalah dengan LTE-Broadcast atau 5G,
akan dapat memberikan layanan internet dan penyiaran langsung kepada pengguna.

g. RUU Media Konvergensi


Media merupakan istilah yang sangat erat dengan penyiaran, diseminasi informasi apabila
melihat kepada layanannya (media infotainment, media massa, dll), sedangkan apabila dilihat
dari segi infrastruktur, media berkaitan dengan sarana pengiriman informasi (media transmisi)
yang dapat berupa fisik kabel, maupun nirkabel.
Momentum revisi UU dan juga mengantisipasi terjadinya peleburan media (dalam hal layanan
dan infrastruktur) perlu disertai dengan nomenklatur yang menunjukkan terjadinya peleburan
layanan dan infrastruktur tersebut, dan nomenklatur Media Konvergensi dapat menjadi opsi
yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa telah terjadi peleburan Media baik media
dalam pengertian layanan maupun media dalam pengertian infrastruktur.

50

h. RUU Komunikasi dan Multimedia


RUU Komunikasi dan Multimedia dipilih karena menggabungkan telekomunikasi sebagai
layanan yang sudah melekat ke pengguna telekomunikasi eksisting. Sedangkan multimedia
merupakan layanan yang menjadi penggabungan antara layanan dasar, video, suara, pesan
dan lain sebagainya.
Nomenklatur komunikasi dan multimedia juga dipergunakan sebagai UU di Malaysia semenjak
tahun 1998 yang mengatur mengenai telekomunikasi, penyiaran dan internet (online
activities). Malaysia telah menangkap fenomena konvergensi semenjak tahun 1998 dan
mengatur industri tersebut dalam satu lingkup legislasi yang bertujuan untuk menciptakan
industri konvergen yang dapat memfasilitasi seluruh pihak dalam satu pengaturan yang
terpadu (konvergen), dimana lalu Malaysia juga memiliki regulator yang konvergen yakni
MCMC (Malaysian Communication and Multimedia Commission).

Opsi-opsi tersebut perlu dikaji melalui pendekatan kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan
juga adanya dampak terhadap kondisi eksisting. Pendekatan kelebihan dan kekurangan dilihat secara
kualitatif untuk memberikan gambaran terhadap masing-masing opsi, terutama melihat kepada
kesesuaian terminologi nama nomenklatur, filosofi nama nomenklatur, dan juga dampak yang
diakibatkan kepada legislasi terkait lainnya, yakni UU ITE dan UU Penyiaran.
Tabel 1 : Pros dan Cons opsi nomenklatur RUU mengenai konvergensi

Nomenklatur
legislasi
RUU konvergensi

Pros

Cons

- Nomenklatur yang populer juga


dipergunakan di negara lain
(taiwan, Jepang) dan menyusul
untuk diimplementasikan di
negara lain
- Konvergensi sangat netral dan
luas, dapat mencakup
penyelenggaraan jaringan
maupun layanan konvergensi

- Istilah konvergensi sudah


mencakup keseluruhan istilah
untuk penyiaran dan internet,
maka beberapa konten di UU ITE
dan Penyiaran harus disesuaikan
ke RUU konvergensi
- Penyesuaian adalah materi
pengenai penyelenggaraan baik
jaringan, jasa maupun platform
yang akan ada
- Penggunaan nomenklatur
Telematika memerlukan effort
besar karena pengaturan
Penyiaran dan internet akan
menjadi satu dalam RUU ini

RUU Telematika

- Sesuai untuk menjadi UU


Unifikasi karena Telematika
merupakan gabungan antara
Telekomunikasi dengan
Informatika (Penyiaran dan
Internet)

RUU Konvergensi
Telematika

- Konvergensi Telematika
merupakan penekanan bahwa
RUU ini merupakan penyatuan
dari industri Telekomunikasi
dan Informatika
51

- Istilah konvergensi telematika


sudah mencakup keseluruhan
istilah untuk penyiaran dan
internet, maka beberapa konten
di UU ITE dan Penyiaran harus

disesuaikan ke RUU konvergensi


telematika
- Penyesuaian adalah materi
pengenai penyelenggaraan baik
jaringan, jasa maupun platform
yang akan ada
RUU
Telekomunikasi

- Sudah dikenal luas oleh


masyarakat

- Tidak relevan lagi dengan kondisi


dimana telekomunikasi hanya
satu layanan dibandingkan
dengan berbagai layanan
multimedia lain berupa
penyiaran, internet, dll
- Tidak dapat mencakup
pengaturan untuk internet,
penyiaran dan bidang lain

RUU Digitalisasi

- Digitalisasi memiliki roh untuk


reformasi jaringan, layanan dan
platform untuk menjadi digital
yang lebih efisien bagi Industri
dan merupakan enabler untuk
bisnis pendukung TIK

- RUU digitalisasi tidak populer di


negara lain
- digital terlalu spesifik terhadap
suatu teknologi, karena
konvergensi akan tetap dapat
mengakomodasi analog walaupun
secara gradual akan beralih
semua ke digital

RUU
Telekomunikasi
Digital

- Telekomunikasi digital
menggambarkan pengaturan
telekomunikasi di era full digital
atau berbasis IP

- Nama nomenklatur
telekomunikasi sudah kurang
relevan dengan perkembangan
konvergensi yang terjadi, dan juga
digitalisasi merupakan
keniscayaan namun akan
memerlukan waktu yang lebih
panjang mengingat switch
teknologi pada daerah nonlucrative akan lebih memerlukan
waktu lebih lama.

RUU Media
Konvergensi

- Media konvergensi akan


menjelaskan secara jelas
adanya konvergensi layanan
(media informasi) dan
konvergensi infrastruktur
(media transmisi)

- Nomenklatur media konvergensi


terlalu spesifik karena
konvergensi akan terjadi pada
teknologi, infrastruktur, layanan,
pengguna (pasar), regulasi dan
kebijakan dan juga jenis teknologi
akses

52

- Istilah media kurang begitu


populer dipergunakan di negara
lain
RUU Komunikasi
dan Multimedia

- Dapat mengakomodir
Telekomunikasi sebagai
layanan dasar dan dipadukan
dengan layanan multimedia
sebagai layanan value added
dari layanan dasar

53

- Seakan-akan ada 2 roh


pengaturan industri yang diatur
dalam 1 legislasi
- Telekomunikasi ke depan akan
menghilangkan layanan dasar,
dan layanan utamanya adalah
layanan broadband sehingga
kurang relevan
- Kurang populer menjadi
nomenklatur legislasi di negara
lain

BAB IV Arsitektur Naskah Akademis Legislasi Konvergensi


Bagian ini memuat tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan
judul Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada dan masih berlaku (hukum
positif). Yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan pada landasan yuridis adalah
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Sesuai dengan Undang-Undang R.I. Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang dimuat pada Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan
Jangka Panjang Tahun 2005-2025 sebagai upaya untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang berdaya
saing dinyatakan bahwa:
Pembangunan pos dan telematika diarahkan untuk mendorong terciptanya masyarakat berbasis
informasi (knowledge-based society) melalui penciptaan landasan kompetisi jangka panjang
penyelenggaraan pos dan telematika dalam lingkungan multioperator; pengantisipasian implikasi dari
konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran, baik mengenai kelembagaan
maupun peraturan termasuk yang terkait dengan isu keamanan, kerahasiaan, privasi, dan integritas
informasi; penerapan hak kekayaan intelektual;...
Upaya antisipasi terhadap implikasi dari konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan
penyiaran, baik mengenai kelembagaan maupun peraturan di Indonesia telah sejalan dengan arah
pembangunan hukum dalam mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandasarkan hukum. Hal
dimaksud dimuat pula pada Undang-Undang R.I. Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang dimuat pada Arah, Tahapan, dan
Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 yaitu:
Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk
menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial
dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan
melibatkan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian dan
pengembangan hukum. Di sisi lain, perundang-undangan yang baru juga harus mampu mengisi
kekurangan/kekosongan hukum sebagai pengarah dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat
berubah. Perencanaan hukum sebagai bagian dari pembangunan materi hukum harus
diselenggarakan dengan memerhatikan berbagai aspek yang memengaruhi, baik di dalam
masyarakat sendiri maupun dalam pergaulan masyarakat internasional yang dilakukan secara
terpadu dan meliputi semua bidang pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat
memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat bangsa, dan negara serta dapat mengantisipasi
perkembangan zaman. Pembentukan hukum diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
sehingga menghasilkan produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan
secara efektif dengan didukung penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada aspirasi
dan kebutuhan masyarakat. Penelitian dan pengembangan hukum diarahkan kepada semua aspek
kehidupan sehingga hukum nasional selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika
54

pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa depan.
Untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan hukum diperlukan kerja sama dengan
berbagai komponen lembaga terkait, baik di dalam maupun di luar negeri.
Penyusunan legislasi konvergensi memerlukan landasan yang kuat untuk memastikan bahwa legislasi
ini memang dibutuhkan oleh stakeholder dan dapat menjawab terhadap permasalahan-permasalahan
yang terjadi, serta legislasi yang disusun dapat memberikan kerangka pijak bagi pengaturan industri
konvergensi yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.
Landasan perancangan naskah akademis legislasi konvergensi dilaksanakan dengan pendekata empiris
dan normatif. Pendekatan empiris merupakan pendekatan yang dilakukan dengan melakukan
penelitian kepada stakeholder terkait dengan metode interview yakni melalui agenda Forum
Konvergensi. Sedangkan pendekatan normatif merupakan pendekatan yang dilakukan dengan
metode benchmark dari negara lain terkait dengan pengaturan terkait dengan konvergensi.

1. Kajian Yuridis Normatif


Kajian yuridis normatif dilakukan dengan melakukan study literatur kepada pengaturan di negara
lain untuk konten-konten yang dianggap penting dalam materi RUU konvergensi sebagai berikut:

1) Definisi Konvergensi
Hampir semua negara mendefinisikan konvergensi yang terjadi adalah konvergensi antara
Penyiaran, Telekomunikasi dan Internet. Konvergensi 3 bidang tersebut akan menciptakan
perangkat yang semakin konvergen, dan juga ada penyatuan dari segmen pasar.

Gambar 8 : Analisa TES Konvergensi80

Dari gambar diatas, menunjukkan bahwa perkembangan konvergensi di negara lain terjadi
pada rantai nilai penyiaran (broadcast), telekomunikasi (communication provider), perangkat
pengguna, dan juga konvergensi pada penggunanya sendiri.

80

Responding to Convergence, RAND, 2009

55

Berbeda dengan beberapa negara lainnya, Jepang dan Taiwan mendefinisikan konvergensi
terbatas pada layanan telekomunikasi dan penyiaran. konvergensi dapat didefinisikan melalui
3 perspektif, yaitu perspektif teknologi, ekonomi, dan dari perspektif regulator. Dari perspektif
teknologi, saat ini layanan broadband tidak hanya dapat disediakan melalui DSL, tetapi juga
oleh modem kabel. Saat ini, penyedia layanan telekomunikasi juga dapat menyediakan
layanan televisi. Teknologi yang memungkinkan hal tersebut dapat terjadi.
Selanjutnya dari perspektif ekonomi, layanan konvergensi adalah gabungan dari beberapa
layanan yang dapat disediakan oleh satu penyedia layanan, seperti layanan triple-play atau
bahkan quadruple-play pada satu platform yang sama. Serta yang terakhir dari perspektif atau
sudut pandang regulator, layanan konvergensi memberikan tantangan tersendiri, karena tidak
hanya di Jepang dan di Taiwan, tetapi juga negara lainnya memiliki regulasi yang terpisah
mengenai telekomunikasi, penyiaran, TV kabel, TV satelit, dan lain sebagainya. Sehingga
memberikan tantangan tersendiri untuk mengatur legal fremework yang tepat bagi
pengembangan layanan konvergensi.

Gambar 9 : Roadmap Konvergensi Australia81

2) Pemanfaatan Sumber Daya


Kebijakan Spektrum frekuensi merupakan kebijakan yang sangat krusial bagi penyelenggaraan
konvergensi, karena teknologi dan layanan wireless adalah yang paling berperan dalam
perkembangan konvergensi. Dari tabel dibawah, arah dari kebijakan mengenai spektrum
frekuensi adalah pada fleksibilitas spektrum frekuensi, sehingga penggunaan resource yang
sangat terbatas tersebut memberikan kesempatan bagi industri untuk dapat mencapai titik
efisiensi biaya dan juga potensi revenue yang ingin dicapai.

81

ACMA

56

Gambar 10 : Perubahan rezim kebijakan spektrum frekuensi82

Selain mengarah kepada spectrum fleksibilitas, pemanfaatan spektrum di negara lain juga
sudah mulai mendorong pemanfaatan spektrum frekuensi yang unlicense sehingga
memberikan fleksibilitas penggunaan kepada pengguna.
Tabel 2 : Benchmark Pemanfaatan Sumber Daya

Negara
US

UK
Korea Selatan

Jerman

82

Pemanfaatan Sumber Daya


US merupakan negara dengan spectrum trading yang paling aktif
Melakukan digital dividend pada 700 MHz secara nasional untuk
kebutuhan broadband nasional
Adanya pasar sekunder dimana pasar ini seringkali melakukan
kegiatan jual beli lisensi dan penyewaan spektrum frekuensi atau
seperti broker spektrum frekuensi
Spectrum trading mulai diperkenalkan
Membuka broadband pada spektrum 2600 MHz
Ada pemilik spektrum layer kedua yang kurang kompetitif, dan
berpotensi untuk jual beli spektrum
Kebijakan Digital Dividen dilaksanakan dengan membebaskan
spektrum frekuensi untuk 700 MHz
Sedang mempertimbangkan untuk kebijakan spectrum pooling dan
spektrum flexibility
Mengkaji implementasi 4G untuk 800MHz, 1.8GHz, dan 2.6GHz

Responding to Convergence, RAND, 2009

57

3) Model Bisnis Konvergensi

Gambar 11 : Integrasi Upstream dan Downstream Konvergensi83

Model penyelenggaraan bisnis konvergensi tidak terlepas dari tumbuh cepatnya


penyelenggara telekomunikasi yang menciptakan konten dan aplikasi, namun belum adanya
pengaturan mengenai penbuat aplikasi dan konten membuat model bisnis konvergensi di
Indonesia masih belum optimal terasa pertumbuhannya.
Gambar diatas menunjukkan bahwa konvergensi akan mengarah kepada service neutrality,
network neutrality dan service neutrality
a. Service neutrality menjamin bahwa setiap layanan akan dapat berjalan di setiap platform
layer penyelenggara melalui upstream integration. Contohnya adalah setiap
penyelenggara jaringan harus bekerja sama dengan ISP, penyelenggara platform aplikasi
dan penyelenggara konten (layer diatasnya) untuk dapat memungkinkan seluruh konten
dapat berjalan di suatu jaringan dan dinikmati pelanggannya
b. Net-neutrality berarti setiap jaringan harus mengutamakan prinsip non-discriminatory,
anti-blocking dan membuka secara luas setiap layanan yang ada dan dapat dinikmati oleh
penggunanya.
c. Access neutrality dimana dalam kaitan dengan model bisnis konvergensi, maka juuga akan
tercipta downstream integration dimana penyelenggara akan terkoneksi dengan setiap
perangkat pengguna yang ada tanpa terkecuali.

4) Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)


Perizinan penyelenggaraan di negara lain untuk pasar-pasar tertentu telah berubah dari izin
telekomunikasi menjadi authorisasi, dimana sebuah perusahaan hanya perlu untuk mengisi
kesanggupan dalam bentuk sertifikat, dimana ada beberapa persyaratan yang menjadi
komitmen yakni contohnya komitmen jaringan, kondisi Significant Market Power, dll.
83

Responding to Convergence, RAND, 2009

58

Kebijakan perizinan yang lebih sederhana tersebut dilaksanakan untuk memfasilitasi


kemudahan masuk ke industri dan fleksibilitas regulasi perizinan untuk pasar yang entry
barriernya mudah, contohnya pasar konten dan aplikasi.
Tabel 3 : Benchmark Kebijakan Cross-Ownership di negara lain

Negara
US

UK
Korea Selatan

Cross-ownership
- Telco diregulasi, sedangkan ISP tidak diregulasi (registrasi)
- Regulasi konten yang tidak ketat (light touch)
- Menyerahkan kepada pasar yang ada untuk mendeliver layanan
apapun
- Ofcom memberikan regulasi yang ketat pada masalah sosial terkait
perlindungan konsumen
- Corss-ownership tidak diatur secara rigid
Tabel 4 : Benchmark Kebijakan Industri di negara lain

Negara
US

UK
Korea Selatan

Kebijakan industri
Duopoli telekomunikasi oleh AT&T dan Verizon
Open access bagi perusahaan kabel yang signifikan untuk
memberikan kemudahan masuk bagi penyelenggara jasa
Jaringan akses yang sudah konvergen
Kompetisi yang tidak ketat di rural area
Pasar broadband kompetitif
Open access untuk broadband provider
Pasar broadband kompetitif

Tabel 5 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain

Negara
Jepang

Taiwan

Struktur industri
-

Layer terminal
Layer jaringan
Layer platform
Layer konten/aplikasi
Layer infrastruktur
Layer platform layanan
Layer konten dan aplikasi

59

Tabel 6 : Benchmark Kebijakan Struktur Industri di negara lain


Parameter
Struktur industri

Desain Pasar

India
-

Konten Digital
Basic
Mobile
ISP
UASL
MVNO
ILD
NLD
Wholesale Menara
Wholesale Satelit
VSAT

- Retail
Content
(Konten Digital)
- Retail
Bandwidth
(Basic, Mobile, ISP,
UASL, MVNO)
- Wholesale Bandwidth
(ILD, NLD)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Wholesale
Satelit,
VSAT)

Malaysia
- Network Facilities
Providers (NFP);
- Network
Service
Providers (NSP);
- Application Service
Provider;
- Content
Applications Service
Providers.

- Retail
Content
(Content
Applications Service
Providers)
- Retail
Aplikasi
(Application Service
Provider)
- Retail
Bandwidth
(Application Service
Provider)
- Wholesale
Bandwidth
(Application Service
Provider)
- Wholesale
Infrastruktur
(Content
Applications Service
Providers)

Thailand
-

Konten Digital
VoIP
Seluler
Fixed Line
ISP
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale Menara
Wholesale Fiber Optik
Wholesale Satelit
- Retail
Content
(Konten Digital)
- Retail Aplikasi (VoIP)
- Retail
Bandwidth
(Seluler, Fixed Line,
ISP, MVNO)
- Wholesale
Bandwidth
(NAP,
IXP,MNO)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Fiber Optik, Satelit)

60

Australia

USA

Jerman

Kesimpulan

Fixed Mobile
Mobile
ISP
MVNO
Konten Digital
VoIP
Wholesale
Menara
- Wholesale Fiber
Optik
- Wholesale Satelit

- Retail Bandwidth
(Fixed
Mobile,
Mobile,
ISP,
MVNO)
- Retail
Konten
(Konten Digital)
- Retail
Aplikasi
(VoIP)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale
Menara,
Fiber
Optik, Satelit)

- Retail
Content
(Konten Digital)
- Retail
Aplikasi
(Konten Aplikasi)
- Retail
Bandwidth
(Seluler, Fixed Line,
ISP, MVNO)
- Wholesale
Bandwidth
(NAP,
IXP,MNO)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Fiber Optik, Satelit)

Konten Digital
Konten Aplikasi
Seluler
Fixed Line
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale Menara
Wholesale
Fiber
Optik
- Wholesale Satelit

Konten Digital
Seluler
Fixed Line
ISP
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale
Menara
Wholesale Fiber
Optik
Wholesale Satelit
Retail
Content
(Konten Digital)
Retail
Aplikasi
(Konten Aplikasi)
Retail Bandwidth
(Seluler,
Fixed
Line, ISP, MVNO)
Wholesale
Bandwidth (NAP,
IXP,MNO)
Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale
Menara,
Fiber
Optik, Satelit)

Konten Digital
Seluler
Fixed Line
ISP
MVNO
NAP, IXP
MNO
Wholesale Menara
Wholesale Fiber Optik
Wholesale Satelit

- Retail Content (Konten


Digital)
- Retail Aplikasi (Konten
Aplikasi)
- Retail
Bandwidth
(Seluler, Fixed Line,
ISP, MVNO)
- Wholesale Bandwidth
(NAP, IXP,MNO)
- Wholesale
Infrastruktur
(Wholesale Menara,
Fiber Optik, Satelit)

Parameter
Fokus Kebijakan dan
regulasi utama

Komposisi pasar

India

Malaysia

Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Merger dan Akuisisi
Roaming Nasional

Konten Digital (177)


Basic (7)
Mobile (15)
ISP (33)
UASL (22)
MVNO (1)
ILD (17)
NLD (26)
Wholesale Menara (6)
Wholesale Satelit (3)
VSAT (10)

Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Merger dan Akuisisi

- Network Facilities
Providers
(134
(individual),
20
(Class));
- Network
Service
Providers
(131
(individual),
22
(Class));
- Application Service
Provider
(541
(Class));
- Content
Applications Service
Providers
(39
(individual),
27
(Class))

Thailand
-

Australia

Persaingan Usaha
Infrastruktur
Sharing
Open Access
MVNO
Kartu Perdana
Merger dan Akuisisi

- Konten Digital (tidak


dibatasi)
- VoIP (31)
- Seluler (5)
- Fixed Line (4)
- ISP (38)
- MVNO (35)
- NAP, IXP (14)
- MNO (5)
- Wholesale Menara (2)
- Wholesale Fiber Optik
(2)
- Wholesale Satelit (1)

61

USA

Jerman

Kesimpulan

Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Tariff
Roaming Nasional

- Persaingan Usaha
- Infrastruktur
Sharing
- Open Access
- MVNO
- Merger
dan
Akuisisi
- Roaming Nasional

Fixed Mobile (12) - Konten Digital (tidak


Mobile (3)
dibatasi)
ISP (39)
- Konten Aplikasi (tidak
MVNO (38)
dibatasi)
Konten
Digital - Seluler (81)
(tidak dibatasi)
- Fixed Line (3479)
VoIP (24)
- MVNO (192)
Wholesale
- NAP, IXP (72)
Menara (3)
- MNO (4)
Wholesale Fiber - Wholesale Menara
Optik (1)
(89)
Wholesale Satelit - Wholesale
Fiber
(5)
Optik (ILEC dan CLEC
di setiap Negara
bagian)
- Wholesale
Satelit
(19)

- Konten
Digital
(tidak dibatasi)
- Seluler (4)
- Fixed Line (8
major; 184 Local)
- ISP (11)
- MVNO (163)
- NAP, IXP (17)
- MNO (4)
- Wholesale
Menara (5)
- Wholesale Fiber
Optik (2)
- Wholesale Satelit
(2)

- Persaingan Usaha
- Infrastruktur
Sharing
- Open Access
- MVNO
- Kartu Perdana
- Merger
dan
Akuisisi
- Roaming
Nasional
-

Persaingan Usaha
Infrastruktur Sharing
Open Access
MVNO
Merger dan Akuisisi
Roaming Nasional

- Konten Digital (tidak


dibatasi)
- Seluler (>3; <15)
- Fixed Line (>4;<15)
- ISP (>10)
- MVNO (>3)
- NAP, IXP (>10)
- MNO (>4)
- Wholesale Menara (25)
- Wholesale Fiber Optik
(>2)
- Wholesale
Satelit
(>1;<10)

5) Peran Negara dalam Industri Konvergensi


Di beberapa negara seperti Jepang dan Taiwan, layanan konvergensi muncul karena adanya
perkembangan teknologi yang memungkinkan serta didorong oleh keinginan industrinya
untuk menyediakan layanan yang diinginkan pelanggan. Di Jepang dan di Taiwan, pada saat
muncul layanan IPTV, kedua negara tersebut belum mempunyai regulasi yang pas untuk
mengatur layanan IPTV, mengingat layanan IPTV merupakan irisan dari layanan
telekomunikasi dan penyiaran.
Di Taiwan, sebelum NCC dibentuk, telekomunikasi dan penyiaran diregulasi oleh Directorate
General of Telecommunication (DGT) dan Government Information Office (GIO). Ketika
layanan konvergensi mulai muncul, seperti halnya IPTV, kedua regulator di Taiwan tersebut
memiliki pandangan yang berbeda mengenai bagaimana pengaturan yang tepat untuk
layanan IPTV. DGT meyakini bahwa IPTV harus diregulasi sebagai salah satu layanan
telekomunikasi yang baru, namun GIO berpendapat bahwa IPTV perlu diatur sama seperti
layanan TV kabel.
Salah satu peran negara terpenting dalam mengantisipasi perkembangan layanan konvergensi
dan untuk memastikan layanan konvergensi dapat terus berkembang adalah dengan
menyiapkan legal framework yang tepat. Regulasi yang tepat akan menjamin perkembangan
yang berkelanjutan dari layanan konvergensi.
Di Jepang, diskusi dan debat mengenai legal framework untuk layanan konvergensi dimulai
sejak tahun 2006. Banyak kalangan di Jepang yang mengusulkan agar regulasi konvergensi
disusun dengan model horizontal.

Gambar 12 : pendekatan horizontal regulasi

Kesimpulannya, peran negara yang dapat diambil dalam mendukung pengembangan layanan
konvergensi untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan menyiapkan framework
regulasi yang dapat mendukung pengembangannya. Perlu ada kajian yang lebih komprehensif
bagaimana bentuk legal layanan konvergensi yang tepat diterapkan di Indonesia dengan
melihat kondisi industri di Indonesia.

6) Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi


Masyarakat sangat berperan dalam mendorong industri konvergensi berkembang cepat. Di
Korea Selatan, yang menjadi faktor kunci berkembangnya layanan konvergensi antara lain:
a.
b.
c.
d.

Evolusi teknologi
Konsen bisnis dan perkembangan pasar
Kebutuhan atau permintaan pengguna/masyarakat
Kebijakan dan regulasi

Masyarakat, khususnya di Korea Selatan sangat membutuhkan mobilitas, portabilitas, dan


kecepatan tinggi, dan hal tersebut merupakan faktor utama pendorong kemajuan layanan
konvergensi di Korea Selatan. Pengguna tidak hanya membutuhkan fixed line dengan
kecepatan tinggi, tetapi juga untuk perangkat porTabel seperti laptop dan PDA. Oleh karena
itu permintaan akan layanan Fixed-Mobile Convergen di Korea Selatan tumbuh sangat pesat.
Pengguna menginginkan dapat melakukan beberapa pekerjaan dalam pada satu platform
yang sama, misalnya menonton tv sambil mencari informasi atau melakukan pekerjaan
lainnya seperti homeshopping.

7) Perlindungan Pengguna
Di India, melalui The Telecom Consumer Protection Regulation 2012, diatur beberapa point
yang berhubungan dengan perlindungan konsumen telekomunikasi. Beberapa isu yang diatur
diantaranya mengenai : presentasi dan marketing voucer (start-up kit, voucer, warna band di
kertas voucer), penyampaian pesan mengenai produk kepada konsumen (informasi lengkap
mengenai voucer kepada pelanggan pra-bayar, informasi kepada pelanggan pra-bayar terkait
usage mereka, rincian penggunaan sebelumnya sehubungan dengan koneksi pra-bayar,
menyediakan fasilitas yang menyediakan informasi mengenai account konsumen, tarif
layanan premiun dan value added services).
Di Jerman, Undang-Undang Telekomunikasi Jerman telah dikembangkan sesuai Paket
Telekomunikasi 2002 menyebabkan perubahan mendasar pada hukum telekomunikasi
Jerman sebelumnya dan diimplementasikan ke UU Telekomunikasi Jerman (TKG) pada 22 Juni
2004. Sejak itu, perubahan selanjutnya telah dilakukan (misalnya, pada retensi data)
perubahan dari TKG pada 3 Mei 2012 semakin memperkuat hak konsumen, misalnya dalam
hal transparansi biaya layanan telekomunikasi dan pembebanan biaya (seperti yang berkaitan
dengan jaringan dan regulasi spektrum. Perubahan 1 Juli 2013 secara substansial
memperpanjang hak otoritas keamanan untuk memantau komunikasi mobile dan secara
online.

8) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,


Pemerintahan dan Layanan Publik
Peran broadband untuk menggerakkan ekonomi nasional bisa dilihat sebagai satu strategi
untuk peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, namun ketika melihat jangkauan lebih
kecil yakni kepada kehidupan perkotaan, broadband akan melahirkan konsep smart city.
Konsep smart city merupakan konsep kehidupan masyarakat perkotaan yang ditunjang

63

dengan TIK untuk memudahkan aktivitas masyarakat dari aspek kepemerintahan, pendidikan,
kebudayaan, tempat tinggal, mobilitas, perekonomian, bersosialisasi, dll.
Konsep smart city berawal dari keinginan masyarakat OECD untuk menurunkan kadar polusi
di negaranya, dengan mengurangi ketergantungan akan carbon (BBM, dll) dan mulai
mendorong penggunaan transportasi massal maupun tradisional seperti sepeda, bis, ketika
konsep smart city bisa merubah pandangan dan kultur masyarakat mengenai efisiensi dan
efektivitas dalam berkegiatan.
Ada banyak definisi dari smart city dan hingga saat ini belum ada definisi yang baku, namun
umumnya kota dapat disebut smart city ketika investasi modal sosial dan manusia,
infrastruktur transportasi serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK/ICT) mampu
mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi,
dengan pemanfaatan sumber daya alam yang yang bijak, melalui tata kelola pemerintahan
yang partisipatif.
Beberapa definisi smart city dari pandangan akademis adalah:

1.

Smart city memiliki semangat keamanan, ramah terhadap lingkungan, pusat


kegiatan masyarakat yang efisien di masa depan dengan infrastruktur yang mutakhir
seperti sensor, elektronik, dan jaringan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan memberikan jaminan kualitas kehidupan yang tinggi (Hall,
2000).

2.

Sebuah kota menjadi smart ketika investasi dalam masyarakat dan sosial,
transportasi tradisional dan infrastruktur ICT yang modern akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan terciptakan kualitas kehidupan yang tinggi, denga
kebijakan yang baik akan sumber daya alam, melalui peran serta pemerintah
(Caragliu, 2009).

3.

Sebuah kota yang memiliki proyeksi yang baik mengenai ekonomi, masyarakat
pemerintahan, transportasi, lingkungan dan hunian, dibangun pada..

Sementara definisi smart city oleh pandangan para praktisi:

1.

Smart city merupakan sebuah kota yang mampu menghubungkan masyarakat,


informasi dan elemen kota dengan mengunakan teknologi baru yang bertujuan
untuk menciptakan kota yang ramah lingkungan, kompetitif, inovatif, dan
meningkatkan kualitas kehidupan dengan admnistrasi berkelanjutan dan sistem
maintenance dari sebuah kota (Barcelona City Hall, 2011).

2.

Amsterdam smart city menggunakan teknologi inovatif dan kemauan untuk merubah
perilaku yang berkaitan dengan konsumsi energi untuk menghentikan tujuan
kerusakan iklim global. Amsterdam smart city merupakan pendekatan yang universal
untuk desain dan pertumbuhan yang berkesinambungan, program yang ekonomis
yang akan mengurangi penggunaan carbon dari kota tersebut (Amsterdam Smart
city, 2009).

64

Untuk negara berkembang smart city akan menjadi solusi terhadap permasalahan urbanisasi
beserta masalah yang mengikutinya seperti kemacetan, kriminal, sampah, kesehatan,
transportasi, lapangan kerja dan lain-lain, sedangkan di negara maju, smart city menjawab
kebutuhan masyarakat untuk mengurangi polusi udara, emisi karbon, dan sejenisnya.
Smart city berperan meningkatkan kehidupan dengan konektivitas inteligent antara manusia
dan masyarakat, ketersambungan yang unlimited, ubiquitous (dimana saja, kapan saja),
dimana manusia, perangkat dan aplikasi saling berinteraksi, dan nilai komunitas dan
pertumbuhan finansial memiliki prioritas yang sama melalui harga yang equal pada seluruh
layanan yang terjangkau bagi seluruh komunitas.
Dari difinisi-definisi smart city di atas, konsep smart city adalah:

1.
2.

3.
4.
5.

6.
7.

Sebuah kota berkinerja baik dengan berpandangan ke dalam ekonomi, penduduk,


pemerintahan, mobilitas, lingkungan dan hidup.
Sebuah kota yang mengontrol dan mengintegrasi semua infrastruktur termasuk
jalan, jembatan, terowongan, rel, kereta bawah tanah, bandara, pelabuhan,
komunikasi, air, listrik, dan pengelolaan gedung. Dengan begitu dapat
mengoptomalkan sumber daya yang dimilikinya serta merencanakan
pencegahannya. Kegiatan pemeliharaan dan keamanan dipercayakan kepada
penduduknya.
Smart city dapat menghubungkan infrastuktur fisik, infrastruktur IT, infrastruktur
social, dan bisnis infrastruktur untuk meningkatkan kecerdasan kota.
Smart city membuat kota lebih efisien dan layak huni.
Penggunaan smart computing untuk membuat smart city dan fasilitasnya meliputi
pendidikan, kesehatan, keselamatan umum, transportasi yang lebih cerdas, saling
berhubungan dan efisien.
Menciptakan lingkungan yang kompetitif karena smart city memberikan peluang
untuk mengambil keuntungan.
Mempengaruhi masyarakat sehingga menjadi kota yang masyarakatnya terpelajar,
mampu beradaptasi.

Dalam pengembangan smart city yang dilakukan di kota Birmingham, komponen yang
menyusun arsitektur smart city terdiri dari 6 (enam) layer yakni tujuan, masyarakat,
ekosistem, infrastruktur lunak, system perkotaan, infrastruktur keras seperti pada gambar
dibawah.

65

Gambar 13 : Arsitektur smart city84

9) Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi


UK menyadari bahwa konvergensi harus dihadapi dengan berbagai kebijakan yang bertujuan
untuk memberikan ekosistem konvergensi kepada setiap stakeholder yang ada, dan tujuan
utama dari kebijakan di UK adalah untuk meminimalisir regulasi yang ada dan hambatanhambatan administrasi bagi konvergensi, dan juga untuk memaksimalkan pengaruh kebijakan
dalam negeri terkait konvergensi pada pengembangan kebijakan internasional.

84

http://theurbantechnologist.com, 2012

66

Gambar 14 : Kebijakan Konvergensi United Kingdom85

Yang dilakukan oleh UK adalah adanya reformasi pada 5 hal yang menjadi tugas dari regulator
konvergensi yakni ofcom:
a. Perizinan bergeser dari izin penyelenggaraan menjadi registrasi dan authorisasi bagi
pasar yang memiliki sifat pasar mudah untuk keluar dan masuk
b. Pengelolaan spektrum frekuensi memiliki pendekatan berbasis pasar, dimana akan
membuka kemungkinan spectrum trading antar penyelenggara, dan mendorong
pemanfaatan spektrum unlicense
c. Perizinan bergeser dari yang detail menjadi lebih transparan dan lebih liberal dengan
mendorong industry self-regulation
d. Regulasi konten digeser ke tier-3 struktur regulatory (dilaksanakan dengan regulator
media) untuk mengantisipasi adanya gap dan overlap pengaturan
e. Kepemilikan media menjadi lebih liberal.

10) Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi


Di era konvergen, maka berbagai layanan akan masuk ke dalam suatu ekosistem yang sama
yakni konvergensi, dan setiap pengguna akan dapat mengakses seluruh layanan tersebut
tanpa batasan. Konvergensi akan memerlukan sebuah regulasi dan kebijakan yang dapat
mengcover seluruh penyelenggaraan dan rantai nilai konvergensi, regulasi dan kebijakan
tersebut tidak harus berada dalam satu organisasi regulatori, namun yang diperlukan adalah
regulasi yang dapat mengkoordinasikan antar beberapa organisasi (Kementerian/Lembaga)
yang berbeda-beda namun memiliki tujuan dan kepentingan yang sama dalam konvergensi.

85

Responding to Convergence, RAND, 2009

67

11) Badan regulator


Tabel 7 : Badan regulator di US, UK dan Korea Selatan

Negara
US

UK

Korea Selatan

Badan regulator untuk konvergensi


FCC belum merupakan regulator yang sepenuhnya konvergen, karena
untuk pengaturan kompetisi dan perlindungan pengguna, FCC masih
perlu berkoordinasi dengan Department of Justice dan Federal Trade
Commission, dan untuk kebutuhan pengaturan pada negara bagian
berkoordinasi dengan Public Utility Commission.
FCC juga tidak bertanggung jawab kepada internet
Ofcom merupakan regulator yang sudah konvergen, awalnya ofcom
dibentuk dari merger dari 5 regulator yakni:
3. Broadcasting Standards Comission
4. Independent Television Comission
5. Office of Telecommunications (oftel)
6. Radio Authority
7. Radio Communications Agency
Namun ofcom tidak memiliki tanggung jawab terhadap kebijakan media
dan
KCC (Korea Communication Commitee) merupakan badan hasil merger
dari Ministry of Communication and Information dan Korea
Broadcasting Committee.

Tabel dibawah menggambarkan gambaran regulator konvergensi di US, UK dan Korea Selatan.

Gambar 15 : Regulator dan Regulasi di USA, UK, dan Korea Selatan 86

86

Responding to Convergence, RAND, 2009

68

Adapun di negara-negara lain dimana konvergensi tidak harus di selenggarakan dengan


regulator yang konvergen, yang diperlukan adalah kepastian adanya koordinasi yang solid
antara regulator-regulator yang berbeda tersebut. Apalagi ketika seluruh layanan industri
telah konvergen pada suat infrastruktur yang sama.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Inggris, dimana terdapat beberapa badan atau organisasi
yang bekerja secara horizontal, artinya terdapat beberapa instansi atau organisasi yang
mengatur terkait telekomunikasi dan penyiaran dari sudut sektor tertentu.
Tabel 8 : Benchmark regulator telekomunikasi dan penyiaran di inggris

Telecommunications
Industry
Economic
Regulation:

Dept. of Trade and


Industry ("DTI"), Oftel

Content
Regulation:

DTI, Home Office ("HO")


(obscenity), ICSTIS (selfregulation of premiumrate services)
DTI, Oftel, OFT, MMC

Competition
Regulation:

Spectrum
RA
Regulation:
Source : Based on DTI (1998), page 20

Broadcasting Industry
DTI, OFTEL, Radiocommunications Agency
("RA"), Dept. of Culture, Media and Sport
("DCMS"), Independent Television
Commission ("ITC")
DCMS, ITC, HO (obscenity), BBC, 54C,
Broadcasting Standards Commission, British
Board of Film Classification, Radio Authoriy,
BBC
DTI, Oftel, OFT, MMC, ITC and Radio
Authority (provision of licensed and
connected services, cross-media ownership),
Oftel and ITC (shared juridiction on EPGs)
RA, ITC

Keputusan yang diambil dalam penyusunan legal framework layanan konvergensi di Jepang
adalah dengan mengintegrasikan kembali regulasi yang terkait dengan telekomunikasi, radio,
Wire Telecommunications Law, Laws Concerning Wire Broadcasting Telephones Business,
Laws and Ordinances Concerning Measures against Illegal and Harmful Information, the
Broadcast Law, the Law to Regulate the Operation of the Cable Radio Broadcasting Services,
the Cable Television Broadcast Law, dan the Law Concerning the Broadcasting of
Telecommunication Services.

2. Kajian Yuridis Empiris


Dari pelaksanaan Yuridis Empiris yang telah dilakukan terdapat beberapa prinsip pokok yang harus
termuat dari legislasi konvergensi. Beberapa prinsip pokok tersebut, antara lain:
1. Pengembangan industri konvergensi berbasis digital dalam konteks komunikasi bukan
hanya tentang pengembangan infrastruktur atau media komunikasi, tetapi lebih kepada
pesan komunikasi itu sendiri. karena ketika infrastruktur sudah terbangun dengan teknologi
yang konvergen dan aksesibilitas yang tinggi, siapakah yang paling bertanggung jawab untuk
membangun kemampuan memformulasikan dan menyampaikan pesan yang dilewatkan
melalui infrastruktur. Oleh karena itu, apabila pengembangan industri konvergen berbasis
digital hanya berfokus kepada pengembangan infrastruktur, namun tidak kepada
69

kemampuan berkomunikasi masyarakat, maka bangsa Indonesia gagal membangun budaya


komunikasi yang baik. (mahfud siddiq)
Standar keamanan konvergensi di Indonesia harus dapat dibangun sendiri dan tidak
bergantung kepada kebijakan maupun standar dari negara lain. parameter utama
tercapainya parameter daya saing bangsa adalah dengan terpenuhinya kondisi
ipoleksosbudhankan naisonal yang seimbang dan stabil. ()
Indonesia sebagai negara yang besar dengan total penduduk yang mencapai 247 juta jiwa
merupakan potensi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi yang eksponensial. Tidak dapat dipungkiri bahwa Sumber Daya
Manusia (SDM) merupakan kunci dari perkembangan bangsa dan peningkatan daya saing
suatu bangsa. Oleh karena itu, dengan momentum bonus demografi dan diimbangi dengan
pendidikan yang berkualitas untuk menciptakan SDM yang handal, berbudaya, dan
berkarakter maka diharapkan SDM Indonesia dapat menangkap peluang, menciptakan
kreasi dan inovasi produk sehingga meningkatkan nilai tambah dan mampu bersaing dengan
dunia internasional, terutama terkait pengembangan industri konvergensi berbasis digital.
(Togap Simangunsong)
Industri konvergensi berbasis digital seharusnya dapat memberikan dampak positif
terhadap sistem birokrasi pemerintahan, baik pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat. Pemanfaatan aplikasi digital dalam sistem pemerintahan dapat menjadikan kota
tersebut menjadi kota cerdas melalui pelayanan publik yang lebih cepat, tepat dan efisien.
(Ridwan Kamil)
Perkembangan perekonomian suatu daerah tidak hanya dihasilkan dari semakin tingginya
pendapatan daerah tersebut, namun juga dapat disebabkan oleh semakin sistem birokrasi
di daerah tersebut yang semakin efisien, sehingga biaya-biaya yang dianggap tidak terlalu
penting dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang akan berdampak pada
pertumbuhan perekonomian wilayah tersebut. (Tri Risma)

2.

3.

4.

5.

Kajian yuridis empiris ini merupakan kesimpulan dari pelaksanaan Forum Konvergensi yang
menjadi kebutuhan pengaturan mendasar era konvergensi di Indonesia, forum konvergensi ini
diikuti oleh berbagai stakeholder dari:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemerintah
Penyelenggara telekomunikasi
Komunitas/asosiasi
Vendor perangkat telekomunikasi
Masyarakat
Akademisi legal, teknis dan ekonomi

Pendekatan yuridis empiris merupakan pendekatan yang dilakukan menggunakan metode


interview, dalam hal ini pendekatan yuridis empirs telah dilakukan dalam materi pembahasan
dalam forum konvergensi tersebut, dan kesimpulan dari kajian yuridis empiris dari forum
konvergensi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Definisi Konvergensi
Dari hasil forum konvergensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi dari konvergensi
adalah suatu kondisi dimana telah terjadi penyatuan teknologi, layanan bahkan kerangka
pengaturan regulasi, dimana penyatuan tersebut terjadi pada bidang telekomunikasi,

70

penyiaran, internet, perbankan, hiburan, dan bidang lainnya yang memberikan layanan
multimedia kepada pengguna akhir.
Konvergensi akan terjadi pada seluruh industri TIK yakni sebagai berikut:
A. Konvergensi teknologi
Perkembangan teknologi seperti LTE-Broadcast maupun DVB-Terestrial contohnya
sudah dapat memberikan akses telekomunikasi, internet dan penyiaran kepada
penggunanya. Konvergensi ini teknologi ini menjadi awal dari konvergensi yang akan
terjadi pada layer-layer diatasnya, karena perkembangan teknologi yang menjadi
trigger dari perkembangan layanan, infrastruktur, regulasi, bahkan pengguna akhir
yang akan sangat terdampak.
B. Konvergensi infrastruktur

Gambar 16 : Konvergensi87

Konvergensi infrastruktur merupakan penyatuan berbagai macam infrastruktur


telekomunikasi, penyiaran dan internet menjadi suatu kesatuan infrastruktur yang
konvergen. Satu infrastruktur konvergen akan dapat dipergunakan oleh berbagai
keperluan industri telekomunikasi, penyiaran dan internet. Infrastruktur backbone
serat optik, infrastruktur jaringan kabel akses perumahan, infrastruktur akses
nirkabel, infrastruktur internasional akan menjadi infrastruktur yang dapat
dipergunakan bersama-sama, dan layanan apapun akan berjalan diatas infrastruktur
tersebut.
Sebagaimana pada Gambar 16 yang memperlihatkan bahwa hanya ada 1
infrastruktur, yakni infrastruktur Unified Wired and Wireless Network untuk
menjalankan semua jenis layanan dari pengguna.

87

Cisco

71

C. Konvergensi platform layanan


Konvergensi platform layanan adalah penyatuan berbagai jenis layanan dalam satu
platform layanan, layanan yang dulu berdiri secara independen, contohnya telepon
suara, SMS, telegraf, siaran televisi yang dikirimkan secara independen kepada
pengguna, sudah mulai disediakan dengan satu platform tunggal. Contoh konkrit dari
konvergensi platform layanan adalah keberadaan media sosial (facebook, twitter,
youtube, dll), layanan perpesanan instan (whatsapp, line, dll) yang dapat memberikan
berbagai layanan kepada penggunanya baik layanan berbasis pesan, suara, video dan
lain sebagainya sebagaimana digambarkan pada Gambar 17.

Gambar 17 : Konvergensi platform layanan88

D. Konvergensi regulasi
Konvergensi regulasi merupakan langkah negara-negara dalam mensikapi adanya
konvergensi infrastruktur dan layanan, dimana pemerintah di negara-negara tersebut
mulai mencari solusi untuk dapat mengatur industri yang telah konvergen dengan
regulasi yang dapat mengatur perkembangan konvergensi. Selain regulasi, ada
beberapa negara yang juga menkonvergensikan regulatornya untuk mendapatkan
pengawasan aturan yang konvergen.
E. Konvergensi Pengguna
Konvergensi infrastruktur dan layanan akan menciptakan konvergensi pengguna,
dimana pada kondisi eksisting pengguna tersegmentasi secara ekslusif di suatu
layanan atau infrastruktur, maka dengan konvergensi infrastruktur dan layanan,
pengguna juga akan konvergen. Konvergensi pengguna terlihat sebagai contohnya
dengan berlangganan layanan internet broadband di rumah, maka pengguna sudah
dapat menikmati siaran televisi, internet dan menggunakan semua layanan konten
dan aplikasi yang ada.

88

www.techteledata.com

72

2) Layanan Konvergensi
Dari hasil forum konvergensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan konvergensi sangat
beragam dan diimplementasikan di seluruh bidang perekonomian suatu negara. Terjadinya
konvergensi infrastruktur yang memungkinkan terjadinya konvergensi layanan ini yang
menjadikan TIK menjadi infrastruktur meta yang menjadi tulang punggung dari seluruh
pertumbuhan ekonomi di segala bidang. Contohnya:
a. Bidang pemerintahan (e-government, e-procurement, e-budgeting, e-musrenbang, econtrolling, e-performance, dan lain sebagainya)
b. Bidang industri manufaktur (automasi perangkat produksi, sistem RFID sebagai
pelacak lokasi barang,
c. Bidang perikanan (aplikasi pencitraan satelit untuk mengetahui sebaran ikan tangkap
di laut)
d. Bidang kesehatan (rekam medis online, operasi jarak jauh, konsultasi online, dll)
e. Bidang pendidikan (e-learning, pembelajaran jarak jauh, e-book, dll)
f. Bidang pertanian (aplikasi informasi produk pertanian online, lumbung pertanian
online, dll)
g. Dan aplikasi di bidang perekonomian lainnya.

3) Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi


Dari hasil forum konvergensi, dapat disimpulkan bahwa dalam penyediaan layanan pada era
konvergensi, diperlukan landasan pengaturan yang fleksibel namun mampu berfungsi
melaksanakan perlindungan pengguna. Konvergensi akan hadir pada berbagai layer industri
mulai dari infrastruktur, layanan, pengguna, entitas industri, hingga kepada perangkat yang
dipergunakan oleh pengguna.
Konvergensi akan menciptakan berbagai platform aplikasi dan konten yang akan hadir di
masyarakat untuk itu diperlukan suatu platform nasional yang bertugas untuk dapat menjadi
Hub bagi platform-platform yang tercipta tersebut.

Gambar 18 : Hub IP Nasional89

Platform Hub IP nasional tersebut akan menjadi sentral/pusat bagi kebutuhan interkoneksi
berbasis IP secara nasional. Kebutuhan Hub IP adalah untuk memenuhi kondisi implementasi

89

Telekom-ICSS

73

infrastruktur IP yang berbasis kepada multi-platform dan memerlukan adanya suatu sistem
pengintegrasi antar berbagai Pihak.
Hub IP nasional bukan hanya sekedar memberikan interkoneksi pada level switching, namun
juga dapat memberikan konektivitas nasional (interkoneksi pada layer transport) dan juga
kebutuhan interkoneksi pada level layanan.

4) Infrastruktur Konvergensi
Berdasarkan hasil dari forum konvergensi, dapat disimpulkan bahwa dari segi infrastruktur,
sekarang pun telah terjadi konvergensi baik infrastruktur fisik (kabel, menara, sentral, dll)
hingga ke infrastruktur yang bersifat software (billing, customer service, dll). Kebutuhan yang
mendasar pada kondisi konvergensi ke depan adalah bahwa indonesia akan memerlukan
suatu infrastruktur baru penunjang konvergensi di setiap bidang, contohnya adalah payment
gateway untuk menunjang perbankan, sistem logistik nasional untuk menunjang logistik, dan
platform infrastruktur lainnya. Kebutuhan konvergensi bagi pemerintah harus menjadi titik
balik perluasan penetrasi layanan kepada masyarakat, sehingga sangat dibutuhkan suatu
infrastruktur nasional dimana harus ada peran pemerintah bersama-sama dengan industri
untuk dapat merealisasikan jaringan broadband nasional ini.
a. Infrastruktur broadband nasional

Gambar 19 : Rencana Palapa Ring90

Infrastruktur palapa ring merupakan infrastruktur penting dalam menghubungkan daerah


yang selama ini belum terkoneksi secara broadband, kebutuhan broadband adalah untuk
memungkinkan akses konten dan layanan digital serta infrastruktur akses dapat tergelar
dengan lebih murah dan lebih cepat dengan kualitas yang tinggi.
b. Infrastruktur payment gateway
Payment gateway merupakan infrastruktur yang sangat penting bagi kebutuhan ecommerce nasional. Infrastruktur pembayaran nasional ini akan terhubung kepada
seluruh pengguna, dan ke berbagai penyedia konten dan aplikasi konvergensi.
Fungsi payment gateway akan menjadi hub pembayaran secara nasional yang
tersertifikasi oleh pemerintah dan memiliki standar keamanan yang tinggi untuk
menjamin perlindungan pengguna e-commerce.

90

Telkom Indonesia

74

Gambar 20 : Payment Gateway Nasional91

c. Sistem infrastruktur logistik nasional


Logistik merupakan kebutuhan penting untuk mendukung sektor perekonomian di
indonesia, pemerintah sedang mencanangkan pengembangan tol laut nasional dimana
jalur tol laut tersebut akan diselenggarakan dengan menggunakan alat transportasi laut
kapasitas besar, sehingga dapat menurunkan biaya barang yang diangkut hingga ke
Kawasan Timur Indonesia.
Pengembangan Deep Sea Port merupakan salah satu jalan bagi terlaksananya tol laut, dan
automasi pelabuhan dengan layanan broadband konvergensi akan memberikan dampak
efisiensi yang besar kepada operasional dan sistem logistik nasional.

Gambar 21 : Tol Laut Indonesia

5) Teknologi Konvergensi
Berdasarkan forum konvergensi, teknologi konvergensi akan semakin menyatukan industri
yang berbeda-beda (telekomunikasi, penyiaran dan internet), teknologi telekomunikasi dan
internet sudah merupakan suatu kesatuan sistem yang konvergen, dan ke depan teknologi
yang pada awalnya digunakan hanya untuk telekomunikasi ataupun penyiaran akan dapat
menawarkan seluruh layanan juga, contohnya adalah LTE-Broadcast yang dapat memberikan
layanan penyiaran di atas infrastruktur telekomunikasi, dan DVB-T yang menawarkan layanan
telekomunikasi dan internet di atas infrastruktur penyiaran.

91

Swift Business Forum Bangladesh

75

Gambar 22 : Machine Type Communication92

Komunikasi antar perangkat akan menjadi arah teknologi ke depan, dimana otomasi akan
terjadi di semua sektor industri, dan konvergensi teknologi akan menciptakan efisiensi industri
dan masyarakat yakni dengan biaya yang lebih efisien, konsumsi energi lebih rendah, serta
reliabilitas dan availabilitas yang tinggi.

6) Pemanfaatan Sumber Daya


Kebutuhan yang sangat krusial bagi terciptanya konvergensi ternyata adalah sumber daya
yang sangat terbatas yakni sumber daya spektrum frekuensi. Kebutuhan layanan data yang
jauh lebih besar ke depan menuntut untuk adanya pembebasan spektrum frekuensi pada
band yang sangat tinggi (supaya tidak mengalami keterbatasan sebagaimana pada band
rendah).
Penggunaan sumber daya yang paling krusial adalah spektrum frekuensi karena jumlahnya
sangat terbatas dan tidak dapat dipergunakan secara berulang oleh 2 pihak secara bersamaan
apabila tanpa koordinasi.
Untuk kebutuhan konvergensi ke depan, dibutuhkan juga suatu kebijakan dan regulasi yang
mengatur fleksibilitas pemanfaatan spektrum frekuensi yakni spectrum trading, spectrum
pooling, spectrum sharing, dan lain sebagainya.
Fleksibilitas sumber daya tersebut akan mendorong penyelenggara infrastruktur wireless
untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal dan mendorong efisiensi sumber daya yang
sangat terbatas.

7) Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi


Implementasi layanan konvergensi ke depan akan memunculkan sebuah ekonomi digital,
dimana seluruh sektor ekonomi akan terkoneksi kepada infrastruktur dan layanan TIK digital.
Implementasi layanan konvergensi juga bukan hanya akan menyasar kepada sektor ekonomi
saja namun lebih luas lagi adalah ipoleksosbud hankam. Untuk memastikan keamanan dari
layanan-layanan konvergensi, maka dibutuhkan sekali adanya platform yang dapat
memastikan keamanan layanan konvergensi berupa enkripsi dan pengamanan data milik
pengguna.

92

Ericsson

76

8) Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)


TKDN menjadi kunci pokok apabila pemerintah ingin memajukan daya saing bangsa,
pemberdayaan masyarakat dan pengayaan keilmuan masyarakat mengenai penguasaan
teknologi akan menjadi kunci bagi berhasil atau tidaknya Indonesia menjadi negara yang
berdaulat sepenuhnya, berangkat dari kondisi eksisting dimana Indonesia menjadi negara
konsumen dan bergantung kepada teknologi yang dijual oleh negara lain.

9) Model Bisnis Konvergensi


Model bisnis akan berkembang ke depan dengan melibatkan berbagai interaksi antar entitas,
baik dari perusahaan besar hingga kepada individu. Model bisnis akan tercipta pada setiap
interaksi entitas tersebut, yang dahulu individu hanya merupakan konsumen, namun sekarang
dan kedepan individu dapat menciptakan industri ekonominya sendiri dengan two-sided
bahkan multi-sided model business tersebut karena setiap entitas akan dapat memberikan
value-added bagi entitas lain.

10) Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)


Penyelenggaraan pada era konvergensi akan menjadi sangat kompleks pada era transisi
karena ada pertemuan (konvergensi) dari pasar telekomunikasi, penyiaran dan internet,
namun setelah era transisi tersebut, penyelenggaraan pada konvergensi akan menjadi
semakin mengerucut hingga menyisakan penyelenggara yang akan menyelenggarakan:
a. Penyediaan infrastruktur konvergen
Penyelenggaraan konvergensi yang menyelenggarakan infrastruktur yang konvergen,
yang dapat dimanfaatkan oleh setiap layer diatasnya, yakni layer platform jaringan,
konten dan aplikasi.
b. Penyediaan kapasitas produksi konvergen (bandwidth, billing, dll)
Penyelenggaraan konvergensi yang menyediakan kapasitas produksi yang
memungkinkan pengguna mendapatkan akses bandwidth ke layanan yang diakses
c. Penyediaan platform yang dapat menjembatani komunikasi antar pengguna
Penyelenggaraan konvergensi yang menyediakan platform layanan yang menjadi
enabler bagi tumbuhnya konten dan aplikasi konvergensi.
d. Penyediaan layanan konvergensi yang akan bersaing secara kompetitif
Penyelenggaraan konvergensi berupa penyedia konten dan aplikasi konvergensi.

11) Peran Negara dalam Industri Konvergensi


Peran negara akan menjadi semakin penting di era keterbukaan informasi pada era
konvergensi. Negara perlu hadir kepada penyelenggaraan konvergensi dalam hal sebagai
berikut:
a. memastikan bahwa keterbukaan akan menjadi kunci penyatuan dan penguatan
masyarakat Indonesia, dan bukan malah menjadi pemecah bangsa
b. memastikan unsur pertahanan dan keamanan
c. memperhatikan unsur kepentingan pengguna
77

d. mempersiapkan kebijakan dan regulasi dalam penyelenggaraan konvergensi melalui


pengaturan peluang usaha, sumber daya, dan lain sebagainya
e. mempersiapkan rencana pemerintah untuk sektor industri konvergensi

12) Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi


Masyarakat dalam industri konvergensi merupakan pengguna akhir dari produk-produk
konvergensi. Diharapkan dalam menciptakan industri konvergensi, maka perlu ada peran dari
masyarakat yakni untuk menjaga keamanan terkait data, dan juga melalui peran aktif
masyrakat untuk lebih memanfaatkan sarana aplikasi dan layanan digital.

13) Perlindungan Pengguna


Aspek perlindungan pengguna merupakan hal yang sangat penting ketika berbagai pengguna
dapat terhubung satu sama lain, dan juga informasi akan mudah tersebar cepat. Perlindungan
pengguna dapat diciptakan dengan menciptakan ekosistem regulasi dan penyediaan sistem
elektronik yang handal dan juga mampu memberikan kepastian keamanan bagi data privasi.
Regulasi yang disusun juga harus mampu melindungi pelanggan dari ancaman yang terjadi di
sektor konvergensi ini.

14) Pertahanan dan Keamanan Negara


Pertahanan dan keamanan negara menjadi penting karena peran dunia siber ini yang sudah
sangat luas, sehingga menjadikan dunia siber menjadi sasaran yang sangat mudah untuk
dapat melakukan penyerangan ke suatu negara, dibandingkan dengan perang fisik. Dalam
pertahanan dan keamanan negara, maka kebijakan dan regulasi ke depan perlu memastikan:
a. Kebijakan dan regulasi dalam hal penyadapan informasi
b. Memastikan terciptanya keamanan informasi secara fisik maupun non fisik
c. Pengembangan badan siber nasional sebagai badan yang menjadi alat negara untuk
mengantisipasi adanya ancaman dari sektor siber
d. Infrastruktur yang aman dan dapat dikontrol oleh negara

15) Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik
Hadirnya berbagai teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintahan
memberikan kemudahan bagi berjalannya layanan publik. Dpat dirasakan secara langsung
pada kota Bandung, Malang, Surabaya, yogyakarta dan lainnya bahwa pemanfaatan teknologi
konvergensi ini langsung memberikan dampak efisiensi dan juga kemudahan dalam hal
birokrasi. Contohnya adalah pengaturan lalu lintas yang terintegrasi TIK, pengurusan izin-izin
yang terpusat melalui pelayanan digital, dan lain sebagainya.

78

16) Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi


Kebijakan pada era konvergensi diharapkan dapat menciptakan perlindungan bagi setiap
stakholder yang ada di dalamnya yakni pemerintah, regulator, industri, pemain
penyelenggara, dan masyarakat sebagai pengguna maupun sebagai rantai nilai dari industri
konvergensi. Kebijakan yang diperlukan dalam era konvergensi yakni:
a. Kebijakan terkait sumber daya spektrum frekuensi
b. Kebijakan mengenai infrastruktur konvergensi nasional
c. Kebijakan mengenai pengembangan masyarakat melalui capacity building
d. Kebijakan mengenai layanan USO yang bukan lagi harus menitik beratkan layanan
dasar teleponi dan SMS, namun menjadi layanan konvergensi
e. Kebijakan mengenai penyelenggaraan kompetisi bagi industri konvergensi
f. Kebijakan mengenai pertahanan dan keamanan negara
g. Kebijakan mengenai perekonomian digital
h. Kebijakan perlindungan pengguna
i. Kebijakan efisiensi dan konsolidasi penyelenggaraan untuk mencapai konvergensi
industri

17) Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi


Regulasi yang disusun dalam mendukung konvergensi merupakan tiang penguat industri yang
perlu dibangun untuk mendapatkan konvergensi yang ideal, regulasi tersebut diantaranya
adalah:
a. Regulasi kompetisi
b. Regulasi ekosistem digital (payment gateway, e-money, e-transaction, dll)
c. Regulasi ekonomi
d. Regulasi spektrum frekuensi
e. Regulasi mengenai produk layanan
f. Regulasi perlindungan pengguna
g. Regulasi PNBP
h. Regulasi perizinan
i. Regulasi keamanan
j. Regulasi yang mendorong semangat efisiensi industri.

79

3. Kajian Tren masa depan

Gambar 23 : Telco Emerging Market menuju Konvergensi 93

Perkembangan teknologi yang demikian cepat tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan alih
teknologi dan riset dari industri dalam negeri. Industri telekomunikasi dalam negeri sejak dekade
80-an dalam keadaan mandek (stagnan), sehingga ketergantungan terhadap pihak luar sangat
besar. Indonesia hanya menjadi negara pemakai dan pembeli produk-produk luar negeri.
Perkembangan teknologi yang demikian pesat juga telah melahirkan konvergensi jasa-jasa baru
yang tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi akan tetapi telah meluas kepada ke arah
media (penyiaran) dan informatika yang di Indonesia untuk penopang seluruh layanan disemua
sektor termasuk jasa keuangan, perbankan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, komunikasi,
sosial, budaya dan politik. Jasa siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara
atau lembaga penyiaran, akan tetapi telah dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi
melalui jaringan yang ada dan di akses menggunakan perangkat (terminal) telekomunikasi.
Perkembangan teknologi konvergensi sudah memungkinkan layanan penyiaran berjalan di atas
infrastruktur telekomunikasi dan penyiaran sebagai contoh adalah layanan online broadcast yang
dapat dinikmati melalui internet dan menggunakan perangkat telepon pintar; layanan internet
juga sudah dapat dilangsungkan melalui infrastruktur penyiaran yakni DVB-T2; dan juga telah
hadir teknologi generasi keempat yang telah menyasar segmen telekomunikasi dan penyiaran
yakni LTE-Broadcast.

93

Naskah Akademis RUU Telekomunikasi

80

4. Materi Legislasi Konvergensi


Forum konvergensi dilaksanakan untuk mencari dan menemukenali kebutuhan dari setiap
stakeholder akan arah konvergensi ke depan, dan juga arah kebijakan dan regulasi yang
dibutuhkan oleh industri. Materi legislasi disusun untuk dapat menjawab kebutuhan sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Definisi konvergensi
Layanan Konvergensi
Pendekatan Penyediaan Layanan Konvergensi
Infrastruktur Konvergensi
Teknologi Konvergensi
Pemanfaatan Sumber Daya
Pendekatan Implementasi Layanan Konvergensi
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
Model Bisnis Konvergensi
Penyelenggaraan Konvergensi (Struktur Industri dan Lisensi)
Peran Negara dalam Industri Konvergensi
Peran Masyarakat dalam Industri Konvergensi
Perlindungan Pengguna
Pertahanan dan Keamanan Negara
Optimalisasi dan Utilisasi Layanan Konvergen untuk Ekonomi, Sosial, Budaya,
Pemerintahan dan Layanan Publik
16. Kebijakan yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi
17. Regulasi yang Ditempuh dalam Mendukung Konvergensi

81

Penutup
Penyusunan buku putih forum konvergensi ini dilakukan dengan peran dan keterlibatan publik dalam
memberikan gambaran dan masukan untuk rencana penyusunan legislasi Rancangan UndangUndang terkait Konvergensi TIK. Pendekatan tersebut dilakukan dalam rangka mengumpulkan materi
dari berbagai stakeholder terkait baik dari Akademisi, Vendor, Operator, Konsultan, Kementerian
terkait dan Pemerintah daerah sehingga materi yang disusun mencerminkan kebutuhan seluruh
stakeholder dan dapat dipertanggung jawabkan secara publik.
Harapan yang diinginkan dengan buku ini adalah supaya dapat memberikan gambaran yang utuh
mengenai penyusunan legislasi konvergensi beserta pertimbangan secara akademis dan best-practice
bagi semua pihak.
Dalam penyusunan buku putih forum konvergensi ini, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pembicara yang berpartisipasi dalam rangkaian acara forum konvergensi, PT. Telekomunikasi
Indonesia Tbk. yang menjadi Host forum konvergensi dan seluruh panitia yang terlibat dalam
kelancaran dan kesuksesan acara forum konvergensi hingga tersusunnya buku putih forum
konvergensi ini.

82

Anda mungkin juga menyukai