Anda di halaman 1dari 8

Dasar dasar Broadcasting

Edwi Arief Sosiawan, M.Si


Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

Sistem Penyiaran
Di Negara Indonesia system penyiaran telah diatur dalam UU. UU sebagai landasan
pengaturan dan pembinaan penyelenggaraan penyiaran untuk menjamin ketertiban dan kepastian
hokum dan ditaatinya kodebetik siaran. Karena frekuensi adalah milik public dan sifatnya
terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesarbesarnya bagi kepentingan public artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi
pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam- macam bentuk, mulai
dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat
adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002
yaitu Diversity of Content ( prinsip keberagaman isi ) dan Diversity of Ownership ( prinsip
keberagaman kepemilikan ). Undang-undang penyiaran yang akhirnya lahir pada 2002 memuat
pasal-pasal yang mendorong terjadinya demokratisasi penyiaran.
Pertama, UU memperkenalkan gagasan tentang adanya sebuah lembaga pengatur
penyiaranin dependen, Komisi Penyiaran Indonesia. KPI, menurut UU, dipilih dan
bertanggungjawab kepada DPR dan keanggotaannya berasal dari mereka yang diharapkan tidak
mewakili kepentingan industry penyiaran, pemerintah, ataupun partai politik. Mengikuti
kompromi- kompromi politik yang berlangsung selama proses pembuatannya, UU juga tidak
meniadakan samasekali peran pemerintah. Dalam berbagai bagiannya, UU menetapkan bahwa
peraturan-peraturan lebih lanjut harus disusun oleh KPI bersama pemerintah yang mencerminkan
semangat win-won solution. Begitu juga dalam hal perizinan, KPI tidak dibiarkan menatanya
sendirian. UU menetapkan keputusan akhir dalam hal perizinan ditentukan bersama oleh KPI
dan pemerintah. Adalah jelas bahwa UU penyiaran 2002 menetapkan bahwa peran pemerintah
tetap ada, namun dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dalam tujuan agar menjaga jangan KPI
menjadi pemegang kekuasaan mutlak.
Kedua, system penyiaran televisi tidak lagi berpusat di Jakarta. UU penyiaran mengusung
gagasan desentralisasi penyiaran televisi, dimana tidak lagi dikenal adanya stasiun televise
nasional yang mampu menjangkau penonton diseluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta.
Dalam system baru ini, tidak lagi ada stasiun televise nasional melainkan system jaringan
televise secara nasional. Beradasarkan UU ini, stasiun-stasiun televise lokal diluar Jakarta dapat
berdiri, baik sebagai stasiun independen atau menjadi bagian dari jaringan stasiun televisi
nasional. Pemodal Jakarta tetap dapat mendirikan stasiun-stasiun televisi local diseluruh
Indonesia, namun mereka tidak otomatis memperoleh izin penyiaran disebuah daerah yang harus
diperebutkan secara terbuka, termasuk dengan pemodal local.
Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui proses terbuka dan melibatkan publik. Bila
dimasa Orde Baru stasiun televise dapat memperoleh izin dari parapemegang kekuasaan melalui
proses tertutup, menurut UU 2002, izin baru dapat diperoleh melalui proses terbuka yang
melibatkan publik.
Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerinah diubah
statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kedua lembaga tersebut ditarik keluar dari jajaran
Departemen Penerangan dan tidak berada dibawah kekuasaan Presiden.TVRI dan RRI
diharapkan menjadi media yang independen dan netral yang melulu menempatkan kepentingan
public diatas segalanya.

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas


(LPK).Sebagimana tertuang dalam UU tersebut, LPK adalah lembaga penyiaran yang didirikan
oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah,
luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dengan
demikian, UU penyiaran 2002 memang seperti member jaminan bagi demokratisasi penyiaran
Pengaturan penyiaran dalam Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran
sebagai berikut :
1. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai
landasan filosofis, konstitusional, dan operasional merupakan panduan dalam menumbuhkan,
membina dan mengembangkan penyiaran di Indonesia sehingga sebagai media komunikasi
massa, penyiaran menjadi sarana efektif untuk perjuangan bangsa, penjalin persatuan dan
kesatuan bangsa, sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan dan pelestarian
budaya bangsa, sarana informasi dan penerangan, pendidikan, dan hiburan yang sehat, serta
penyalur pendapat umum dan penggerak peran serta masyarakat dalam pembangunan.
2. Penyiaran memiliki nilai strategic sehingga perlu dikuasai oleh negara. Untuk itu, penyiaran
perlu dibina dan dikendalikan dengan sebaik-baiknya.
3. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit geostasioner
yang merupakan sumber daya alam yang terbatas, sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara
efektif dan efisien bagi sebesar-besamya kepentingan nasional.
4. Sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam pembangunan, selain Pemerintah,
masyarakat dapat menyelenggarakan penyiaran dan wajib mendukung pertumbuhan dan
perkembangan penyiaran.
5. Penyiaran yang diselenggarakan oleh masyarakat merupakan bagian integral yang tidak
terpisahkan dari sistem penyiaran nasional.
6. Pembinaan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas dan mampu
menyerap sera merefleksikan aspirasi masyarakat yang positif dan beraneka ragam, serta
meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai-nilai budaya asing.
7. Untuk mewujudkan iklim yang sehat bagi penyelenggaraan penyiaran, pembinaan dan
pengembangan penyiaran dilaksana secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu mata rantai yang
bersinambungan sejalan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyelenggaraan penyiaran.
8. Untuk mencegah perbuatan melawan hukum yang mungkin timbul dari penyelenggaraan
penyiaran, pelanggaran terhadap ketentuan di dalam Undang-undang ini dikenal sanksi.

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

Bertitik tolak dari pokok-pokok pikiran sebagaimana tersebut di atas, dalam Undang-undang ini
terutama diatur hal-hal yang bersifat mendasar, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional
akan diatur dengan Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Sistem Penyiaran analog dan digital


Analog adalah sinyal data dalam bentuk gelombang yang yang kontinyu, yang membawa
informasi dengan mengubah karakteristik gelombang. Dua parameter/karakteristik terpenting
yang dimiliki oleh isyarat analog adalah amplitude dan frekuensi. Gelombang pada sinyal analog
yang umumnya berbentuk gelombang sinus memiliki tiga variable dasar, yaitu amplitudo,
frekuensi dan phase. Amplitudo merupakan ukuran tinggi rendahnya tegangan dari sinyal analog.
Frekuensi adalah jumlah gelombang sinyal analog dalam satuan detik. Phase adalah besar sudut
dari sinyal analog pada saat tertentu. Analog disebarluaskan melalui gelombang elekromagnetik
(gelombang radio) secara terus menerus, yang banyak dipengaruhi oleh faktor pengganggu.
Analog merupakan bentuk komunikasi elektromagnetik yang merupakan proses pengiriman
sinyal pada gelombang elektromagnetik dan bersifat variable yang berurutan. Jadi sistem analog
merupakan suatu bentuk sistem komunikasi elektromagnetik yang menggantungkan proses
pengiriman sinyalnya pada gelombang elektromagnetik.
Digital merupakan sinyal data dalam bentuk pulsa yang dapat mengalami perubahan yang
tiba-tiba dan mempunyai besaran 0 dan 1. Sinyal digital hanya memiliki dua keadaan, yaitu 0
dan 1, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh derau, tetapi transmisi dengan sinyal digital hanya
mencapai jarak jangkau pengiriman data yang relatif dekat. Biasanya sinyal ini juga dikenal
dengan sinyal diskret. Sinyal yang mempunyai dua keadaan ini biasa disebut dengan bit. Bit
merupakan istilah khas pada sinyal digital. Sebuah bit dapat berupa nol (0) atau satu (1).
Kemungkinan nilai untuk sebuah bit adalah 2 buah (21). Kemungkinan nilai untuk 2 bit adalah
sebanyak 4 (22), berupa 00, 01, 10, dan 11. Secara umum, jumlah kemungkinan nilai yang
terbentuk oleh kombinasi n bit adalah sebesar 2n buah. Teknologi digital memiliki beberapa
keistimewaan unik yang tidak dapat ditemukan pada teknologi analog, yaitu :
Mampu mengirimkan informasi dengan kecepatan cahaya yang mengakibatkan informasi
a.
dapat dikirim dengan kecepatan tinggi.
Penggunaan yang berulang-ulang terhadap informasi tidak mempengaruhi kualitas dan
b. kuantitas informasi itu sendiri.
Informasi dapat dengan mudah diproses dan dimodifikasi ke dalam berbagai bentuk.
Dapat memproses informasi dalam jumlah yang sangat besar dan mengirimkannya secara
c.
interaktif.
Perbedaan Siaran analog dengan digital
Sistem penyiaran berbasis teknologi analog membuat lembaga-lembaga penyiaran
membangun infrastruktur penyiaran sendiri seperti studi siaran, menara pemancar, antena dan
sebagainya karena teknologinya belum bisa konvergensi dengan teknologi lain. Akibatnya, biaya
pemeliharaan dan pemakaian daya listrik menjadi relatif mahal (belum termasuk penggunaan
lahan yang lebih boros).
Selain itu, sistem penyiaran berbasis teknologi analog tidak bisa mengimbangi tuntutan
industri penyiaran terkait jumlah permintaan penyaluran program siaran. Sebab, secara
operasional, untuk menyalurkan banyak program siaran, sistem penyiaran analog membutuhkan

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

banyak kanal frekuensi. Hal ini disebabkan satu kanal frekuensi hanya dapat digunakan oleh satu
stasiun TV atau radio, sedangkan jumlah kanal frekuensi yang tersedia terbatas. Dari sisi
penerimaan siaran juga bermasalah karena kualitasnya bervariasi meski berada dalam wilayah
layanan yang sama.
Sebaliknya, sistem penyiaran berbasis teknologi digital lebih efisien dalam penggunaan
spektrum frekuensi. Sebab, tiap kanal frekuensi dapat digunakan oleh 9 stasiun TV atau radio,
sedangkan pada sistem analog satu kanal frekuensi hanya dapat digunakan oleh satu stasiun TV
atau radio. Dengan karakteristik demikian, teknologi penyiaran digital berpeluang lebih besar,
baik untuk pengembangan para penyelenggara penyiaran eksisting maupun calon penyelenggara
baru yang belum tertampung dalam masterplan frekuensi penyiaran analog.
Selain peningkatan kuantitas program siaran yang dapat disalurkan, teknologi penyiaran
digital juga menawarkan keandalan kualitas penerimaan siaran dan variasi program siaran yang
dapat disalurkan. Kelebihan lainnya, kemampuan teknologi penyiaran digital menyalurkan
semua program siaran di satu wilayah layanan (di Indonesia terdapat 14 wilayah layanan),
sehingga penggunaan infrastruktur dapat lebih efisien dan penerimaan siaran pun lebih merata.

Sistem Penyiaran Berdasarkan pada pasal 6 UU No 32/2002


Pada pasal 6 UU penyiaran No 32/2002 disebutkan bahwa :
(1) Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional.
(2) Dalam sistem penyiara n nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai spektrum
frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
(3) Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu
yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal.
(4) Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran

Sistem Penyiaran Berdasarkan Fourth Theories Of The Press


Media massa tidaklah berada di ruang hampa, sehingga hubungan antara media massa
dengan institusi lain, seperti pemerintah menarik banyak perhatian. Salah satu yang pertama
mengupayakan hubungan antara media massa dan masyarakat politik adalah Four Theories of
the Press by Siebert, Peterson, and Schramm. Empat teori normatif yang yang dimaksud pers
oleh Siebert mencakup semua media kom massa, termasuk televisi, radio dan suratkabar
(Altschull,1984: 1). Berikut penjelasan keempatnya.
The authoritarian theory. Dalam pandangan Siebert, sistem negara otoriter
memberlakukan koontrol pemerintahan langsung terhadap media massa. Sistem ini berlaku pada
masyarakat prademokrasi, di mana pemerintahan hanya terdiri dari keluas penguasa (rulingclass) yang elit dan terbatas. Media dalam sistem ini tidak bisa menyajikan apapun yang bisa
mengancam kemapanan otoritas, dan penyerangan dalam bentuk apapun terhadap nilai dan
pandangan politik yang berlaku. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menghukum siapapun
yang mempertanyakan ideologi negara (Altschull,1984: 36). Asumsi dasar sistem otoriter ini

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

adalah bahwa pemerintahan tidak bisa salah (government is infallible). Para profesional media,
sebagai akibatnya, tidak memiliki kebebasan dalam mengelola media. Adapun media asing harus
subordinat terhadap otoritas yang ada, dan semua produk media yang masuk harus melalui
sensor negara. Dari gambaran ini, jelas nampak hubungan yang paralel antara sistem media
otoriter dengan masyarakat yang totaliter.
The libertarian theory, disebut juga teori pers bebas. Berkebalikan dengan teori pers
otoriter, pandangan liberal berdasar gagasan bahwa individu haruslah memiliki kebebasan untuk
mempublikasikan apapun yang dikehendakinya. Gagasan ini bisa ditelusur sampai pendapat
Pemikir John Milton di abad ke-17 bahwa manusia sesunggunya memiliki kemampuan untuk
memilih gagasan dan nilai yang terbaik bagi dirinya. Dalam sistem ini, menyerang pemerintah
bisa dilakukan, atau kadang malah dianjurkan. Lebih jauh, dlam sistem ini tidak diperbolehkan
adanya pembatasan terhadap impor ataupun ekspor isi media dari maupun ke negara lain
(Altschull,1984: 70). Junalis dan profesional media memiliki kemerdekaan penuh dalam
pengelolaan organisasi media.
The Soviet theory, berbeda dari namanya, teori ini bertalian dengan ideologi tertentu;
yaitu komunis. Siebert menemukan akar teori ini pada Revolusi Soviet tahun 1917 berdasarkan
pemikiran Marx dan Engels. Organisasi media dalam sistem ini dimiliki secara privat dan
dimaksudkan untuk melayani kepentingan kelas pekerja (Altschull,1984: 145).Perlu
digarisbawahi perbedaan antara sistem pers Soviet dan Otoriter. Media massa dalam sistem
Soviet memiliki kekuasaan untuk mengatur diri sendiri dalam hal isi media. Juga bahwa sistem
ini organisasi media memiliki tanggung jawab tertentu untuk memenuhi harapan khalayaknya.
Namun demikian, standar pandangan yang dipakai tetap saja view of the world berdasarkan
prinsip Marxisme-Leninisme.
The social responsibility theory. Teori ini muncul pada akhir tahun 1940an di Amerika,
berangkat dari kesadaran bahwa sistem pasar telah gagal memenuhi janji bahwa kebebasan pers
akan mampu menyajikan kebenaran. Atas hal itu, Commission on Freedom of the Press
menawarkan model di mana media memiliki kewajiban tertentu terhadap masyarakat. Kewajiban
ini dinyatakan dalam pernyataan informativeness, truth, accuracy, objectivity, and balance
(Siebert, 1963: 34). Tujuan dari sistem tanggung jawab sosial ini adalah bahwa media itu plural,
yang merefleksikan perbedaan dalam masyarakat dan akses terhadap berbagai pandangan yang
ada (Siebert, 1963: 102). Bila dihadapkan pada teori libeal, teori tanggung jawab sosial ini
menawarkan jalar keluar bagi media massa yang berbeda terhadap kelompok minoritas. Jurnalis
bertanggungjawab terhadap khalayak sebagaimana juga bertanggungjawab terhadap pemerintah
Pembahasan teori pers diatas berakar pada sistem politik pada ekonomi yang dianut suatu
negara. Dalam sejarah perkembangan pers, teori-teori tersebut dalam praktek mengalami
pergeseran dan bahkan percampuran aplikasi sehingga sulit mengidentifikasikan suatu negara
menganut teori pers tertentu secara mutlak. Secara sederhana integrasi itu hanya dapat
berlangsung ke dalam 2 arus besar, yaitu teori pers libertarian yang dilanjutkan dengan teori
pers social responsibility dan teori pers authoritarian yang berkembang dengan teori pers
komunis. Selanjutnya, ada 3 pilar sistem penyiaran yang akan menjadi fokus analisis untuk
mrncernati pemikiran tersebut dalam perumusan RUU penyiaran.

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

Otoritarisme
Secara sederhana terdapat 2 sistem politik yang memengaruhi sistem komunikasi
penyiaran, yakni Otoriter dan Demokrasi. Untuk itu pandangan dasar sistem otoriter adalah
keinginan untuk mengatur masyarakat oleh negara melalui pemerintah. Sistem otoriter menilai
diperlukan pemerintah yang dominan untuk mengatur masyarakat karena mayoritas masyarakat
tidak cukup memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri. Sistem komunikasi otoriter
menempatkan intervensi pemerintah secara total pada media penyiaran. Oleh karena itu, izin,
kontrol dan sanksi dilakukan terinstitusi dalam birokrasi dan berlaku untuk semua media.
Dengan demikian, otoritarianisme merupakan paradigma sosial yang mendasarkan
pikirannya pada pandangan fasisme. Secara politik, fasisme menganut sistem negara berpartai
tunggal yang dilengkapi dinas politis rahasia dan kamp konsentrasi. Di negara penganut paham
otoritarisme, pemerintah mengawasi penggunaan media massa dengan memberi hak paten atau
izin kepada pencetak atau pengelola media penyiaran. Karakter khas rezim otoriter adalah
kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa kesejahteraan sosial. Rezim
otoriter berorientasi pada perolehan otonomi daerah yang besar pada kepentingan elit politik
tertentu. Di samping itu, penguasa mengendalikan aparatnya melalui kapasitas birokratis,
memajukan pembangunan, dan dijalankan oleh elit-elit negara yang secara ideologis bertekat
mempercepat pembangunan ekonomi dalam arti pertumbuhan. Sistem pemerintahan otoriter
terbagi 2 kelompok yaitu mendorong pertumbuhan tetapi tidak kesejahteraan dan tidak
mendorong kedua-duanya.
Dalam hal ini, indonesia tergolong dalam rezim pertumbuhan otoriter. Ciri utama rezim
pertumbuhan otoriter adalah elit yang menguasai negara dan bekerja memperkaya dirinya
sendiri. Bahkan, DPR, dan parpol hanya berfungsi sebagai alat justifikasi (rubber stamps) atas
kehendak pemerintah. Sementara pers, tidak memiliki kebebasan dan senantiasa berada di bawah
kontrol pemerintah. Sepanjang sejarah, terjadi tolak-tarik atau dinamika antara konsfigurasi
politik demokratis dan otoriter. Demokrasi dan otoriter muncul secara bergantian dengan
kecenderungan linierdi setiap periode antara tahun 1945 1998. Produk hukum termasuk UU
penyiaran memperlihatkan keterpengaruhan dengan terjadi tolak-tarik antara produk hukum yang
berkarakter responsif dan produk hukum yang berkarakter konservatif.
Dengan demikian, bagaimana implikasi pandangan otoritarian terhadap karakter kebijakan
menyangkut pers dan penyiaran?? Pada dasarnya, indonesia tak pernah menikmati kebebasan
pers dan penyiaran baik saat penjajahan maupun di saat merdeka.

Neoliberalisme
Neoliberalisme mulai diperkenalkan tahun 1970-an, dirumuskan dan dipropagandakan sejak
1940-an. Tesis neoliberalisme, yaitu:
Keutamaan pembangunan ekonomi
Pentingnya perdagangan bebas untuk merangsang pertumbuhan
Pasar bebas tanpa restriksi
Pilihan-pilihan individual bukan kolektif
Pemangkasan regulasi pemerintah
Pembelaan model pembangunan sosial-evolusioner yang berjangkar dari pengalaman dunia
barat dapat ditetapkan ke seluruh dunia
Dalam hal ini, neoliberalisme menempatkan peran pemerintah sebagai fasilitator
terlaksananya perdagangan bebas melalui serangkaian kebijakan deregulasi dan privatisasi. Di

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

Indonesia ideologi neoliberal telah menjadi dasar perumusan dari sejumlah kebijakan strategis
dan salah satunya dalam perumusan RUU penyiaran.
Selama proses perdebatan hingga pengesahan juga diwarnai hasrat memenuhi kepentingan
kaum neoliberal yang dianut pengelola televisi swasta baik disadari maupun tidak oleh para
inisiator. Dukungan internasional atas pembahasan RUU penyiaran memiliki tendensi mewadahi
kepentingan globalisasi melalui masuknya modal asing dalam industri penyiaran, sebab
sebelumnya dalam UU no. 24/1997 hal itu dilarang.
Aplikasi neoliberalisme dengan dihilangkannya regulasi mendorong media mengkorupsi
kebebasan pasar. Peran media sebagai watchdog terhadap kekuasaan negara dalam liberalisme
ternyata tidak muncul untuk semata-mata melayani kepentingan publik, melainkan untuk
kepentingan perusahaan. Salah satu anjuran pemikir neoliberal adalah pelaku media komunikasi
adalah perubahan pengorganisasian institusi media berupa privatisasi (komersialisasi institusi
komunikasi).
Berbagai analisis menempatkan fungsi ideologi media massa, khususnya televisi sebagai
bagian dari ideological state apparatus (Althusser, 1971), mind managers (Schiller, 1973),
merekayasa kepatuhan dan kemufakatan terhadap tatanan sosial politik (Herman dan chomsky,
1989), memelihara hegemoni dan legitimasi kemapanan kekuasaan (Tuchman, 1974) dan
menanamkan di benak publik realitas semu sebagaimana dikehendaki korporasi kapitalis
(Parenti, 1987). Pengamatan dari perspektif yang agak berbeda memperlihatkan bahwa televisi
dalam sistem ekonomi pasar cenderung memiliki pengaruh fungsi sosial yang kontradiktif.
Institusi televisi juga mampu mempromosikan reformasi dan perubahan. Oleh karena itu, di masa
transisi ketika kekuatan pemodal lebih dominandari kekuatan publik reformasi sektor televisi
lebih mengabdi pada sistem ekonomi pasar.
Penganut paham neoliberalisme percaya, produk media penyiaran adalah hasil persilangan
kehendak pasar, produk dan teknologi. Media penyiaran mengarah pada konsentrasi dan tak
lepas dari persoalan modal, persaingan secara profit oriented. Dalam hal ini, media penyiaran
merupakan institusi bisnis dan publik sehingga tak perlu memiliki regulasi yang sangat ketat
tetapi cukup diberi kebebasan berkembang sesuai mekanisme pasar.

Demokratisasi
Ada 3 hipotesis yang mungkin terjadi dalam suatu proses transisi politik di Indonesia.
Transisi ini sangat berpengaruh terhadap demokratisasi atau setidaknya kebijakan penyiaran.
Pertama, tranformasi ke rezim otoritarian lain setelah rezim otoriter Orde baru runtuh.
Kedua, tranformasi ke rezim yang demokratis.
Ketiga, tranformasi ke rezim totalitarian.
Kriteria sistem penyiaran yang demokratis dapat ditelusuri pada paradigma demokrasi, di
mana sebuah sistem yang demokratis memiliki multi kekuatan politik yang berkompetisi dalam
sebuah wadah institusi. Partisipan dalam kompetisi yang demokratis dapat memiliki kelebihan
yang berbeda dalam sektor ekonomi, organisasi dan modal ideologi. Sistem penyiaran
demokratis bercirikan perlindungan kepentingan publik, pluralitas dan kompetisi yang teratur
antar sesama institusi penyiaran sehingga demokrasi sebagai sebuah pandangan hidup terdiri dari
empirisme rasional, pementingan individu, teoriinstrumental tentang negara, prinsip
kesukarelaan, hukum dibalik hukum, penekanan pada soal cara, musyawarah dan mufakat dalam
hubungan antar manusia, persamaan asasi semua manusia.

Dasar dasar Broadcasting


Edwi Arief Sosiawan, M.Si
Kuliah 3
_____________________________________________________________________________________

Sistem pers dan penyiaran yang fungsional bagi proses demokratisasi adalah yang
mampu menciptakan public sphere, ruang yang terletak antara komunitas ekonomi dan negara di
mana publik melakukan diskusi yang rasional, membentuk opini mereka serta menjalankan
pengawas terhadap pemerintah. Pers dan pemerintah tidak boleh menjalin kemitraan yang
melembaga dan mereka memiliki fungsi berbedauntuk menghormati peran masing-masing. Oleh
karena itu, sistem penyiaran diharuskan bebas dari belenggu pemerintah karena Ia menggunakan
frekuensi.
Demokratisasi penyiaran merupakan amanat dari hak berekspresi publik memalui media
penyyiaran. Media yang terbuka, baik surat kabar, jaringan radio maupun televisi yang biasa
menginvestasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan
sangat terkait dengan pemenuhan hak publik untuk tahu.
Indonesia memerlukan pranata komunikasi massa yang disebut komunikasi bermediasi. Dengan
demikian pelayanan informasi bagi sebagian besar penduduk dengan kebhinekaan kepentingan
dan kebutuhannya dapat terpenuhi. Premis ilmu komunikasi menyebutkan for mass
communication to exist, it need an intermediate transmitter of information, a mass medium such
as newspaper, magazines, film, radio, televisions, books, or combanations of these.
Di Indonesia, kemerdekaan pers melalui media cetak, media audio maupun audio-visual
dijamin dan tidak dikenakan penyensoran. Untuk itu, tujuan kehadiran media massa adalah untuk
menjalankan dan menjamin arus bebas informasi berupa peristiwa fakta, opini, gagasan,
pengetahuan, cita-cita dan bahkan mimpi mimpi manusia. Sistem penyiaran nasional harus
menjamin eksistensi jasa penyiaran publik, komunitas dan komersial, menjamin industri
penyiaran dimiliki dan di kontrol oleh rakyat. Kebijakan penyiaran nasional menjamin fairness
concept dan keterbukaan baik bagi masyarakat pengguna jasa penyiaran maupun pelaku
penyiaran. UU penyiaran harus memfasilitasi pengembangan media penyiaran yang kompetitif
dan efisien pada level domestik dan global
Di samping itu, sistem penyiaran demokratisasi memberikan masyarakat kepercayaan
untuk mengatur dirinya sendiri. Telekomunikasi selalu bersifatuniversal tetapi pengaturannya
bermozaik sesuai karakternegara dan bangsa baik disebabkan faktor geografis, historis maupun
ekonomis.
Balajar
dari
negara-nagara
demokrasi,
penyiaran
yang
diatur
lembagaindependenmerupakan kelaziman sehingga mampu memcapai fungsi yang ideal.
Sistem penyiaran berpihak kepada publik sebagai pemilik infrastruktur dan harus
menjamin kemerdekaan masyarakat. Konsekuensi yuridis dari prinsip di atas adalah perlunya
kehadiran Independent Nonministerial Regulatory Body bentukan UU Penyiaran. Sistem
penyiaran yang demokratis akan selalu terdiri dari minimal 3 bentuk lembaga penyiaran, yaitu
publik, pelaku bisnis dan komunitas.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa, gagasan mengenai sistem penyiaran yang
demokratis harus meliputi:
independensi dalam penyelenggaraan penyiaran baik isi, regulator maupun perizinan teknis
pluralitas pemilikan media, yakni media publik, komersial hingga komunitas
desentralisasi atau penguatan peran lokal dalam berbagai bentuknya.

Anda mungkin juga menyukai