Anda di halaman 1dari 3

Soal

1. Jelaskan perbedaan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KPI (Komisi Penyiaran Indonesia),
Dewan Pers, dan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).

2. UU nomor dan tahun berapa yang mengatur konten (muatan) di era konvergensi ? Tuliskan isi
pasal terkait.

3. UU nomor dan tahun berapa yang mengatur kode etik di era konvergensi? Tuliskan isi pasal
terkait.

4. Jelaskan mengapa RPM (Rancangan Peraturan Menteri) tentang Konten Multimedia pada
tahun tahun 2010 ditolak?

5. Bagaimana implementasi pengaturan konten dan kode etik di negara Inggris? Bagaimana di
Australia?

Jawaban

1. - Fungsi dari KPI yaitu sebagai regulator yang menyelenggarakan seluruh penyiaran di
indonesia, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan
masyarakat. Sedangkan tugas pokok KPI sendiri yaitu:

1. Mengatur infrastruktur bidang penyiaran

2. membangun iklim persaingan sehat antarlembaga penyiaran dan industri yang terkait.

3. Bisa menampung, meneliti, dan memberi tindakan aduan serta apresiasi dan sebuah
kritikan masyarakat terhadap penyelenggaraaan penyiaran.

- Fungsi dari Dewan Pers yaitu sebagai melindungi dan penegak jurnalisme yang tidak
bergantung, mealikan bukan jurnalisme yang menjadi kepentingan penguasa maupun partai
yang bersifat provokatif. Sedangkan tugas pokok dari Dewan Pers sendiri yaitu:
1. Menegakkan keadilan bagi wartawan,

2. Dapat meningkatkan kualitas wartawan

3. Menjaga harkat dan martabat wartawan supaya tidak disalahgunakan profesinya terhadap
wartawan itu sendiri.

- Fungsi dari BRTI yaitu untuk menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan da


pengadilan yang digerakkan oleh menteri. Sedangkan tugas pokok dari brti yaitu:

1. Pengaturan, yang terdapat penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan


dan jasa telekomunikasi.

2. Pengawasan terhadap penyelenggraan jaringan dan jasa telekomunikasi.

3. Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringana dan jasa telekomunikasi,

2. UU No. 11 Tahun 2008 Pasal 27 yang berisi:

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan perjudian.

3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

4. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
3. Undang – undang yang mengatur kode etik di era konvergensi adalah UU Nomor 40 tahun
1999 pada pasal 7 ayat (2). Isi dari pasal 7 UU Nomor 40 Tahun 1999 berbunyi:

1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.

2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

4. Alasan ditolaknya RPM tentang konten multimedia yaitu karena apa yang diatur dalam
rancangan peraturannya bersifat parsial dan tidak menyeluruh, maka dari itu menjadi
sangkutan peraturan adalah Undang - Undang Pornografi dan membebankan tanggung
jawabnya kepada para penyedia jasa atau wadah/ penyedia alias provider suatu jasa.

5. Implementasi pengaturan konten dan kode etik di negara Inggris yaitu media lebih dibatasi
oleh hukum dan kode etik tertentu secara spesifik. Sedangkan di negara Australia yaitu
dnegan memberikan peraturan kepada platfrom digital seperti google dan facebook untuk
membayar kepada perusahaan pers guna konten berita yang diunggah penyedia berita.

Anda mungkin juga menyukai