Anda di halaman 1dari 11

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM PEMBELAJARAN DAN DAMPAKNYA

TERHADAP KUALITAS DAN HASIL BELAJAR

A. Pendahuluan
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan hasil belajar
siswa. Peningkatan kualitas belajar diyakini akan meningkatkan hasil belajar, Sedangkan
hasil belajar merupakan salah satu indikator utama mutu pendidikan yang akhir-akhir ini
banyak mendapat perhatian.
Kualitas belajar yang pada gilirannya akan bermuara pada kualitas hasil belajar, sudah
lama menjadi perhatian dari para ahli pendidikan. Kualitas belajar pada hakekatnya
ditentukan oleh proses pembelajaran, yaitu prosedur dan langkah-langkah serta cara yang
dilakukan peserta didik dalam mempelajari sesuatu. Para ahli sepakat untuk mengatakan
bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku seseorang sebagai
akibat pengalaman belajar. Selanjutnya para ahlipun mempelajari pengalaman belajar yang
efektif yang akan membuahkan hasil belajar yang optimum. Model pembelajaran adalah
salah satu hasil rancangan para ahli yang telah teruji efektifitasnya sehingga tepat sekali
digunakan oleh para guru dan dosen dalam mengajarkan sesuatu kepada peserta didik.
Makalah ini akan menyajikan secara ringkas pengembangan model pembelajaran dan inovasi
di bidang pembelajaran yang dihasilkannya.

B. Pengembangan Model Sistem Pembelajaran


Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk
memudahkan terjadinya proses belajar (Gagne, 2005). Pembelajaran disebut juga
instruksional. Istilah pembelajaran menekankan proses belajar yang terfokus pada siswa
(student centered instruction).Berbeda dengan istilah pengajaran yang asal katanya
mengajar, yaitu kegiatan belajar mengajar yang terpusat pada guru (teacher centered
instruction). Penggunaan istilah pembelajaran (instruksional) sekaligus memberikan konotasi
penerapan paradigma baru dalam pembelajaran, yaitu mengedepankan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran
Selanjutnya perlu dikemukakan konsep Model Sistem Pembelajaran. Sebuah model, bila
dikatikan dengan sistem pembelajaran, adalah suatu abstraksi yang menggambarkan realitas

tertentu. Suparman, Atwi (2012) menyatakan bahwa Model adalah suatu representasi realitas
yang menggambarkan struktur dan tatanan dari suatu konsep. Sedangkan istilah sistem
diartikan sebagai suatu totalitas (wholeness) yang terdiri dari komponen-komponen
(subsistem) yang saling terkait satu sama lain dan fungsional dalam rangka mencapai tujuan
tertentu yang telah ditentukan. Setiap sistem pembelajaran berisi komponen-komponen yang
menunjukkan prosedur serta urutan kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.
Istilah pengembangan bila dikaitkan dengan Model Sistem Pembelajaran, adalah
kegiatan mulai dari analisis kebutuhan (need analysis), merancang model, mendiskusikan
serta memvalidasi model, mengujicobakan model untuk mendapatkan efektifitas serta
kepraktisannya. Kegiatan pengembangan model sistem pembelajaran yang telah melalui
langkah-langkah yang benar dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan menghasilkan
sebuah model sistem pembelajaran yang dapat diimlementasikan oleh para guru dan dosen
untuk mengajarkan mata pelajarannya masing-masing.
Upaya-upaya pengembangan model sistem pembelajaran sudah banyak dilakukan oleh
para ahli dan telah menghasilkan berbagai model sistem pembelajaran yang diakui dan
digunakan di dunia pendidikan di berbagai Negara. Di antara model sistem pembelajaran
yang telah dihasilkan itu adalah sebagai berikut (Pribadi, Benny A, 2009):
1. Model Desain Sistematik oleh Walter Dick dan Lou Carey,
Model yang mereka kembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem
(system approach) terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem
pembelajaran yang meliputi analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan
evaluasi.
2. Model ASSURE oleh Robert Heinich, dkk,
Model ini dikembangkan untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif dan
efisien.langkah-langkah

desain

system

pembelajaran

ini

meliputi:

analisis,

menetapkan tujuan, menyeleksi media, metode dan bahan, memanfaatkan bahan ajar,
melibatkan siswa dlm belajar,evaluasi dan revisi.
3. Model Cycle oleh Jerold E. Kemp, dkk,
Model berbentuk lingkaran menunjukkan adanya proses berulang-ulang dalam
menerapkan desain sistem pembelajaran. Meliputi: identifikasi masalah dan
menetapkan tujuan, analisis karakter, identifikasi materi, menetapkan tujuan

pembelajaran,

membuat

sistematika

pembelajaran,

menetapkan

metode,

materi

pelajaran,

mengembangkan

merancang
instrument

strategi
evaluasi,

menentukan sumber belajar


4. Model Desain Sistem Pembelajaran oleh Smith dan Ragan,
Model ini mengemukakan sebuah desain system pembelajaran yang memiliki
kecenderungan terhadap implementasi teori belajar kognitif. Beberapa langkahnya
sbb: analisa lingk belajar, analisa karakteristik siswa, analisa tugas pembelajaran,
menulis butir tes, menentukan strategi pembelajaran, mmeproduksi program
pembelajaran, evaluasi formatif, merevisi program pembelajaran.
5. Model ADDIE,
Model desain sistem pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan dasar yang
sederhana dan mudah dipelajari. Terdiri dari lima fase,yaitu: analysis (menganalisa),
desain,

development

(pengembangan),

implementation

(implementasi),

dan

evaluation (evaluasi).
6. Model Ront-end Systematic Design oleh A.W. Bates.
Model ini erat kaitannya dengan pengembangan bahan ajar yang dapat digunakan
untuk penyelenggaraan Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ). Konsep tersebut dikenal
dengan nama ACTIONS Access (akses), Cost (Biaya), Teaching functions (jenis
media dan bahan ajar), Interaction/user friendliness, Organizational issues, Novelty
and Speed
Selanjutnya, Suparman, M. Atwi (2014) mengemukakan lima model sistem pembelajaran
yang lebih dulu diciptakan oleh para ahli pendidikan, yaitu:
1. SAFE Model,
2. The Michigan State Model,
3. Project MINERVA Model,
4. Teaching Research System, dan
5. The Banathy Model.
Berdasarkan model pembelajaran yang ada, Suparman, M. Atwi (2005) mengembangkan
satu model sistem pembelajaran yang dinamakan Model Pengembangan Instruksional (MPI).
Setiap model sistem instruksional bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar.
Masing-masing model sistem pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang saling
terkait dan fungsional dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai MPI terdiri dari delapan
komponen, yaitu:
1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan merumuskan Tujuan Instruksional Umum,

2. Melakukan analisis instruksional,


3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik,
4. Menulis Tujuan Instruksional Khusus,
5. Menyusun alat penilaian hasil belajar,
6. Mernyusun strategi instruksional,
7. Mengembangkan bahan instruksional, dan
8. Menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif.
MPI M. Atwi Suparman jika digambarkan dalam bentuk diagram adalah seperti berikut
ini.

Menulis Tes Acuan Patokan


Melakukan Analisis Instruksional

Menulis
Identifikasi kebutuhan instruk-sional & menulis
Kompetensi
KU
Pendukung
(KP)

Mende-sain
Mengembang-kan Bahan
& melaksanakan evaluasi formatif
InstrukSistem Instruk-sional
sional

Mengidentifi-kasi perilaku
awal & karakteristik awal siswa
Menyusun Strategi Instruk-sional

C. Strategi Pembelajaran
Salah satu komponen model pembelajaran adalah strategi pembelajaran. Strategi
instruksional dilihat dari segi fungsinya sebagai alat atau teknik yang tersedia bagi pendidik
untuk memfasilitasi kegiatan belajar (Gagne, et al, dlm Suparman). Menurut Dick dan Carey
(2009), seperti dikutip oleh Suparman, A. menjelaskan bahwa strategi instruksional adalah

metodologi umum meliputi berbagai aspek dalam memilih suatu sistem peluncuran,
mengurutkan dan memiliih dan mengelompokkan sistem instruksional.
Salah satu strategi instruksional yang didasarkan pada derajat keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran adalah dilihat dari aktif tidaknya siswa selama kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran ini berada sepanjang garis mulai dari kutub paling kiri yang disebut
expository sampai kutub paling kanan yaitu inquiry. Pada kutub expository siswa paling pasif
diamana proses pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered instruction); sedangkan
pada kutub inquiry siswa sangat aktif melakukan berbagai kegiatan seperti menjawab
pertanyaan, memecahkan masalah, dan melakukan berbagai kegiatan dalam rsngks mencapai
tujuan pembelajaran (student centered instruction).
Suparman, M. Atwi (2014) menjelaskan bahwa strategi insruksional terdiri dari tata urutan
instruksional, metode instruksional, media instruksional, dan waktu instruksional. Masingmasingnya dapat diuraikan dengan jelas.
Para ahli teknologi pendidikan telah merancang, mengembangkan, dan menghasilkan
sejumlah bentuk pendekatan pembelajaran yang sekaligus menjadi bagian dari strategi
instruksional. Diantara pendekatan pembelajaran tersebut secara ringkas dikemukakan disini.
1. Contextual teaching and learning (CTL): proses belajar mengajar yang menunjukkan
contoh serta penerapan di dunia nyata dari apa yang dipelajari siswa di bangku sekolah.
Apa yang

dipelajari dikaitkan dengan alam nyata/kehidupan sehari-hari.

2. Problem based learning (PBL): proses belajar melalui pemecahan masalah, misalnya
mempelajari matematika melalui pemecahan soal-soal tentang materi matematika tersebut.
Siswa belajar melalui masalah-masalah
3. Student active learning/Cara belajar siswa aktif (CBSA): proses belajar dengan melibatkan
siswa seaktif mungkin. Siswa harus dibuat aktif belajar, bertanya, dll
4. Cooperative learning: proses belajar melalui kelompok-kelompok belajar; siswa belajar
bersama dalam kelompok belajar yang dibentuk. Siswa belajar secara kerjasama antar
siswa
5. Kolaborative learning: proses belajar dalam kelompok dimana diantara anggota kelompok
ada siswa yang pandai dan ada siswa yang kurang pandai, siswa yang pandai membantu
siswa yang kurang pandai, dan biasanya ditentukan oleh guru. Ada beberapa model
kolaborative learning ditinjau dari anggota kelompoknya.
6. Computer Based Learning (CBL)/Computer Assisted Instruction (CAI): proses belajar
menggunakan komputer (e-learning, computer assisted instruction, video learning, CD

interaktif). Atau bisa juga disebut sebagai suatu aktivitas belajar yang menggunakan
komputer
7. Work based learning (WBL): belajar sambil bekerja atau belajar di tempat kerja.
PRAKERIN, PSG, Magang.
8. Student Centered Learning (SCL): pembelajaran yang difokuskan pada siswa. SCL ini
merupakan paradigma baru dalam pembelajaran dimana guru hanya sebagai fasilitator.
(merancang apa yang dilakukan siswa, mengontrol siswa), motivator (mendorong siswa
untuk berani, bersemangat belajar dan mendapat feedback yang baik) dalam pembelajaran
Model dan Pendekatan pembelajaran yang dikemukakan di atas apabila diterapkan dengan
sungguh-sungguh akan meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa. Berbagai model dan
pendekatan pembelajaran ini sudah lama dikenal dan dipelajari oleh para pendidik namun
sebagai suatu inovasi belum diadopsi dengan baik di dunia pendidikan kita. Apabila kita
perhatikan penerapan model-model dan pendekatan pembelajaran tersebut masih sangat
terbatas.
D. Inovasi Pembelajaran
Inovasi adalah perubahan dari apa yang ada atau dilaksanakan pada suatu waktu dengan
sesuatu yang baru.

Di bidang pembelajaran, sudah banyak dilakukan inovasi. Pada

hakekatnya, model pembelajaran dan bentuk atau pendekatan baru pembelajaran adalah
sebuah inovasi, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar. Akan tetapi,
sebagai sebuah inovasi tidak cepat diadopsi dan berkembang sebagaimana yang diharapkan.
Para guru dan dosen sudah merasa mapan dan nyaman dengan apa yang mereka lakukan
selama ini sehingga mereka tidak mau merubahnya. Walaupun mereka sudah mempelajari
dan memahami model pembelajaran dan pendekatan baru dalam pembelajaran, mereka tidak
mau menerapkannya karena mereka sudah terbiasa dengan yang lama. Inovasi memang
memerlukan waktu yang lama untuk diadopsi dengan baik. Harus ditempuh berbagai cara
agar sebuah inovasi benar-benar terlaksana dengan baik di dunia pendidikan.
Akhir-akhir ini banyak inovasi pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, khususnya
para ahli di bidang teknologi pendidikan. Misalnya, Ida Malati Sadjati (1926) yang
mengemukakan bahwa sudah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran dari mengajar ke
belajar. Inovasi ini mengetengahkan bahwa yang terpenting adalah belajarnya siswa, bukan
mengajarnya guru. Maksudnya harus dicari berbagai cara dan upaya agar siswa dapat
mencapai tujuan pembelajaran melalui beraneka ragam aktivitas dimana siswa harus aktif.

Waktu belajar harus disediakan bagi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Hal ini
sesungguhnya adalah penerapan CBSA dan pembelajaran yang terpusat pada siswa (student
centered instruction). Sudah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan
pembelajaran dimana siswa aktif dalam proses pembelajaran signifikan meningkatkan
kualitas dan hasil belajar.
E. Inovasi Pendidikan Kejuruan
Pendidikan dan pelatihan kejuruan di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Sebagai contoh, pada tahun 1907 pemerintah Hindia Belanda mendirikan tiga buah
sekolah pertukangan, yaitu di Surabaya, Betawi, dan Semarang (Soenaryo, et al, 2002).
Setelah itu di beberapa daerah berdiri pula sekolah keterampilan seperti di Sekolah
Keterampilan di Kayu Tanam Sumatera Barat.
Walaupun sekolah kejuruan sudah ada di Indonesia mulai zaman sebelum kemerdekaan
namun perkembangannya sangat lambat. Dan belum menampakkan hasil yang signifikan
dalam pembangunan ekonomi di tengah masyarakat. Pemerintah sudah melakukan
pembaharuan sekolah kejuruan berkali-kali. Misalnya pada waktu yang silam Sekolah Teknik
Menengah (STM) sangat kurang pelajaran praktek karena tidak mempunyai bengkel praktek.
Untuk mengatasi hal itu pemerintah mendirikan delapan buah Balai Latihan Pendidikan
Teknik (BLPT), dan merubah kurikulum dengan memperbanyak pelajaran praktek.
Pengembangan pendidikan dan pelatihan atau inovasi pendidikan kejuruan di Indonesia
banyak dilakukan pada zaman menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro
(1997) dan direktur Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jorlin Pakpahan (1992-1998).
Pada waktu itu dibentuk satu Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan
Kejuruan di Indonesia yang terdiri dari para ahli di bidang pendidikan teknologi dan
kejuruan. Satuan tugas ini menghasilkan Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dalam
Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1: Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dalam Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan
No. L A M A
1.
Sistem
2.

Inovasi
atas

B AR U
Sistem demand-driven yang dipandu

kebutuhan sosial masyarakat luas


Sistem berbasis sekolah dengan

kebutuhan pasar kerja


Sistem pendidikan dan pelatihan yang

pemberian ijazah bagi yang lulus

memberikan

ujian akhir

dengan standar nasional yang baku

supply-driven

kompetensi

sesuai

3.

4.

5.

Sistem berbasis sekolah melalui

Sistem pendidikan dan pelatihan yang

alur dan proses yang kaku

fleksibel dengan prinsip multi entry

Tidak mengakui kemampuan yang

dan multi exit


Sistem yang secara tegas mengakui

telah dimiliki sebelumnya

kompetensi

Sistem berbasis sekolah dengan

bagaimanapun caranya diperoleh


Sistem pendidikan dan pelatihan yang

orientasi program studi

mengacu

dan

pelatihan

yang

di

pada

manapun

dan

profesi

dan

keterampilan kejuruan yang baku


Pendidikan dan pelatihan untuk sector

6.

Pendidikan

7.

berfokus pada sektor formal


Pemisahan antara pendidikan dan

formal maupun informal


Mengintegrasikan secara

pelatihan

antara pendidikan dan pelatihan yang

terpadu

bersifat kognitif dan berlandaskan


8.
9.

Sistem pengelolaan yang terpusat

ilmu pengetahuan
Sistem
pengelolaan

Lembaga/organisasi

terdesentralisasi
Lembaga/organisasi

sepenuhnya

dibiayai

yang
dan

dioperasikan oleh pemerintah pusat

yang

yang
mampu

melakukan swakelola dan swadana


dengan subsidi pemerintah pusat

Selain beberapa perubahan (inovasi) seperti yang dikemukakan itu, pembaharuan lainnya
adalah dibentuknya suatu lembaga penghubung antara pendidikan kejuruan dengan dunia
usaha dan dunia industri. Lembaga ini adalah Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional
(MPKN) pada tingkat nasional dan Majelis Pendidikan Kejuruan Propinsi (MPKP) pada
tingkat propinsi. Pada awalnya lembaga ini sangat efektif dalam menjembatani antara
Sekolah Menengah Kejuruan dengan dunia usaha/industri. Hasil kerja lembaga ini antara lain
adalah merumuskan standar kompetensi dalam berbagai bidang teknik dan kejuruan sesuai
kebutuhan industri. Sayangnya, lembaga ini tidak berumur panjang dan belum sempat
menghasilkan banyak rumusan yang sangat penting dalam pengembangan pendidikan
kejuruan di Indonesia.
Inovasi pendidikan kejuruan lainnya adalah penetapan dan pelaksanaan Pendidikan Sistem
Ganda (PSG). PSG sangat penting bagi siswa SMK, yaitu melatih siswa secara langsung di
industri sehingga mereka bisa mempelajari, mengalami, serta menghayati berbagai
keterampilan dan kehidupan di dunia industri. Namun PSG pun tidak bisa bertahan lama,

yang akhirnya diganti dengan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) yang secara konseptual
jauh berbeda dengan PSG.
Satu lagi inovasi pendidikkan kejuruan yang sangat penting pada zaman Wardiman
Djojonegoro sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah
kebijakan LINK & MATCH. Kebijakan link & match adalah kebijakan yang menghubungkan
serta mensepadankan pendidikan kejuruan dengan kebutuhan dunia industri dan dunia usaha.
Kebijakan ini dijabarkan dalam berbagai bentuk kebijakan dan program yang intinya adalah
menyesuaikan program dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan
kebutuhan dan perkembangan dunia industri dan dunia usaha. Pada awalnya kebijakan ini
menelorkan banyak kebijakan serta program lainnya dalam pengelolaan pendidikan kejuruan
di Indonesia, namun kebijakan link & match tidak bertahan lama dan akhirnya tenggelam
ditelan waktu.
Berbagai inovasi pendidikan kejuruan sudah dikembangkan dan dilaksanakan, akan tetapi
inovasi-inovasi tersebut tidak diadopsi dengan baik. Akibatnya banyak perubahan dan
pembaharuan pendidikan kejuruan yang gagal dilaksanakan. Layu sebelum berkembang.
Dalam hubungan ini, Nizwardi Jalinus (1997) dalam disertasinya yang berjudul A Study of
Vocational Teachers in Impelementing an Innovation (Curriculum SMK 1994) in Techincal
High Schools in Padang and Bukittinggi West Sumatera. Sebagai hasil penelitian disertasinya
dia menyimpulkan bahwa sampai bulan maret 1977, guru-guru SMK Negeri Padang dan
Bukittinggi belum melaksanakan inovasi dalam mengimplementasikan kurikulum 1994,
khususnya dalam hal pendidikan berbasis kompetensi dan belajar tuntas (mastery learning).
Bahkan sebagian besar guru masih berada pada tahap kesadaran akan adanya perubahan
(inovasi) yaitu tahap awareness, tahap paling rendah dalam proses mengadopsi suatu inovasi.
F. Kesimpulan
Pengembangan model sistem pembelajaran sudah banyak dilakukan dan sudah
menghasilkan model-model sistem pembelajaran yang terkenal di dunia. Di samping itu ada
bentuk-bentuk atau pendekatan pembelajaran seperti CTL, PBL, CBSA, cooperative learning,
kolaborative learning, CBI, SCL, dst yang sudah dikenal dan dipelajari di dunia pendidikan di
Indonesia. Semua model sistem pembelajaran dan berbagai pendekatan pembelajaran tersebut
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar. Hal ini sudah dikembangkan oleh
para ahli dan dibuktikan melalui penelitian-penelitian. Akan tetapi, apabila kita perhatikan di
sekolah-sekolah di Indonesia, model sistem pembelajaran dan pendeketan-pendekatan
pembelajaran tersebut belum diimplementasikan dengan baik.

Pendidikan dan pelatihan kejuruan sudah didirikan di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda. Pembangunan pendidikan kejuruan di Indonesia sudah melewati beberapa periode.
Inovasi di bidang pendidikan kejuruan di Indonesia dalam banyak hal sudah dilaksanakan,
yaitu khususnya dalam rangka menghasilkan lulusan sekolah kejuruan dengan kebutuhan
pembangunan dunia usaha dan dunia industri. Namun pada umumnya inovasi dibidang
pendidikan kejuruan baru sebagian kecil yang sudah diadopsi di indonesia. Banyak inovasi
pendidikan kejuruan yang gagal dilaksanakan. Pendidikan kejuruan di Indonesia masih
banyak ketinggalan dibandingkan dengan pendidikan kejuruan di banyak Negara.
G. Saran
Inovasi Pendidikan adalah suatu bentuk perubahan yang perlu diperhatikan dan
dilaksanakan oleh seorang pendidik. Untuk itu kita perlu melakukan inovasi agar terjadi
perubahan ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya. Lalu kemudian kita terapkan
dilapangan terkait dengan inovasi yang akan dilakukan. Pelaksanaan inovasi juga hendaknya
dibuat secara merata dan diupayakan sesimple mungkin sehingga menarik perhatian para
pendidik untuk dilaksanakan.
Daftar Pustaka
A. Pribadi, Benny (20090). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Hadiwaratama, et al. (1995). Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global.
Jalinus, Nizwardi (1997). A Study of Vocational Teachers in Implementing an Innovation (Curriculum
SMK 1994) in Technical High Schools in Padang and Bukittinggi West Sumatera.
Disertasi. Tasmania, Australia: University of Tasmania.
Padmo, Dewi, dkk (2004). Teknologi Pembelajaran. Peningkatan Kualitas Belajar melalui Teknologi
Pembelajaran. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan.
Rogers, E.M. (1983). Diffusion of Innovations.Third Edition. New York: The Free Press.
Soenaryo, et al. (2002). Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Membangun Manusia
Produktif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Suparman, M. Atwi (22014). Desain Instruksional Modern. Panduan Para Pengajar dan Inovator
Pendidikan.Edisi Keempat. Jakarta: Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai