John Pemberton
introduction
1982; Pemberton tidak bisa segera
melakukan penelitian ttg the construct
ritual in Javanese cultural discourse
karena demi menjaga keamanan dalam
rangka Pemilihan Umum ala Orde Baru.
Pemilihan Umum= keriuhan yang
mengganggu/disrupted ketenangan
yang aneh pemerintahan Orde Baru.
Aneh dinamika politik di Indonesia
sebelum Orde Baru partai politik
(1950), revolusi petani (1960an),
pembunuhan politis 1965-1966
slametan
Tidak akan ada apa-apa (terhadap
siapapun)
Penegasan dan penguatan kembali
tatanan kultural umum dan kekuasaannya
untuk menahan tekanan kekacauan
(Clifford Geertz, 1950)
Tujuan Pemberton:
Menyebutkan asal-usul Jawa yakni kondisikondisi wacana kultural Orde Baru, kondisikondisi yang menuntut bahwa asal usul itu
harus digali kembali berkali-kali.
Menunjukkan kemunculkan suatu masa kini
kultural yang menjadikan tokoh seperti
Jawa sangat urgen bagi Indonesia yang
ingin menebus kembali kekalahankekalahan masa lalu.
Bab 1-3
Upaya Pemberton menelaah
berbagai manuskrip untuk melihat
bagaimana kesadaran asli Jawa
terus membayangi dan digali melalui
kehadiran dan dinamika keraton
Surakarta.
Seminal Contradiction:
Founding The Palace of Surakarta
Perarakan Kerajaan 20 Februari 1745
Kerajaan Pakubuwana II pindah dari
Kartasura ke Surakarta, berjarak hanya 10
km, namun dengan arak-arakan yang
heboh. Penyebab kepindahan-nya
disebutkan hanya karena ada huru-hara di
dalam negeri (keraton telah porak
poranda karena berbagai manuver politik
keluarga raja Kartasura, pasukan Kompeni,
orang-orang Cina, Jawa dan Madura)
Babad Giyanti
Arak-arakan dimulai dengan salvo,
dentuman meriam, terompet, tambur,
gamelan, serta tembakan bedil.
Cara raja keluar diceritakan sebagai suatu
barisan kerajaan yang menandai saat agung
ketika raja melakukan perjalanan dengan
segala jenis pusakanya dimaksudkan
untuk memamerkan kerajaan dengan
segenap keagungannya yang tertib dan
agung dengan membawa pusaka-pusaka
sakti oleh pribadi-pribadi yang berkuasa.
Kosmos mewujud dalam diri Pakubuwana
Babad Prayut
Pernikahan putri Pakubuwana III dengan
putra Mangkunegara.
Terjadi arak-arakan megah dalam proses
pertemuan kedua pengantin, upacara
militer disertai sorak-sorak rakyat.
Pengantin laki-laki diibaratkan sebagai
Abimanyu (epik Bharatayuda) sebagai
pengganti komando militer
(senapati)kemudian menurut adat
Jawa pangantin sama seperti jendral,
maka tembakkanlah meriam banyakbanyak!
konstruk
Mitis (kedewaan) kultural
(Mangkunegaran) militer asing /
Belanda (Jenderal).
Seremonial 3 kekuasaan
Bharatayudan Jawa Belanda
pertunjukan keter-tata-an kerajaan.
Kisah yang agak berbeda terjadi
dalam proses pelamaran putra
Hamengkubuwana I kepada putri
Pakubuwana III.
Fashioning Java
Keraton Surakarta, berbeda dengan
Keraton Yogyakarta, tidak pernah
mengalami konflik terbuka dengan
Belanda.
Tata terjadi keadaan tertib
seremonial berkat struktur kekuatan
protokol yang sudah tertanam
sedemikian dalam meski
kekuasaan Pakubuwana dibatasi oleh
Belanda.
Upacara perkawinan
Belanda memiliki peran dalam proses
pernikahan Pakubuwana VII dengan putri
dari Madura dan Mangkunegara II dengan
putri dari Mangkunegara III, dalam
keterlibatan di dalam upacara pernikahan,
mendorong calon mempelai dan
pemakaian bahasa, pakaian, dan
penempatan posisi domestikasi otoritas
kolonial, mengubah saingan politis
menjadi besan ritual memperlakukan
Belanda sebagai kerabat Surakarta.
Subjek penulisan:
Otoritas penulisan:
Manuskrip-manuskrip yang ada tampaknya
tidak mempermasalahkan budaya Jawa
yang dikonstruk dalam hubungannya
dengan Belanda, sebagaimana keraton
juga ber-negosiasi dengan situasinya.