PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari
makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat
bekerja dengan optimal. Makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi nilai
gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti
tidak mengandung mikroorganisme dan bahan kimia yang dapat menyebabkan
penyakit (Depkes RI 1987).
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan
yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan
hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Berdasarkan
Undang-undang no.7 tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi
dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan. Jaminan akan
keamanan pangan adalah hak asasi konsumen (Hermawan, 2005).
Untuk kelangsungan hidupnya manusia membutuhkan makanan yang cukup
gizi, hygiene dan aman. Oleh karena itu kualitas makanan harus senantiasa terjamin
setiap saat, agar masyarakat dapat terhindar dari penyakit karena makanan.
Perkembangan ilmu teknologi pangan menyebabkan berkembangnya berbagai
cara pengolahan makanan yang pada umumnya menggunakan bahan tambahan
makanan. Penggunaan bahan tambahan itu sendiri bagi produsen mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda, namun bagi konsumen sendiri, penambahan bahan
tersebut tidak semuanya diperlukan, bahkan ada bahan yang justru membahayakan
konsumen. Dapat terlihat semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi,
dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding
dengan bentuk segarnya. Jenis makanan siap santap dan minuman awet yang sudah
busuk diolah menjadi makanan dan minuman yang masih layak untuk dikonsumsi.
Kemudahan tersebut dapat terwujud diantaranya berkat perkembangan teknologi
produksi dan penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM).
Keamanan
penggunaan
zat
pewarna
sintetis
pada
makanan
masih