Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).
2.2 Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun
minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan atau pembuatan makanan atau minuman.
Kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna, bau,
rasa dan tekstur) dan kandungan gizinya. Pangan yang tersedia secara alamiah tidak
selalu bebas dari senyawa yang tidak diperlukan oleh tubuh, bahkan dapat
mengandung senyawa yang merugikan kesehatan orang yang mengkonsumsinya.
Senyawa-senyawa yang dapat merugikan kesehatan dan tidak seharusnya terdapat di
dalam suatu bahan pangan dapat dihasilkan melalui reaksi kimia dan biokimia yang

terjadi selama pengolahan maupun penyimpanan, baik karena kontaminasi ataupun


terdapat secara alamiah. Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan bahan
tambahan pangan (BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur, warna dan komponen
mutu lainnya ke dalam proses pengolahan pangan.
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar
dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung.
2. Pangan Olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan
cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis,
nasi, pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi
pangan olahan siap saji dan tidak siap saji.
a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan
siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah
mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan
pengolahan lanjutkan untuk dapat dimakan atau minuman.

3. Pangan Olahan Tertentu


Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi
kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatan. Contoh: ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah
lemak untuk orang yang menjalani diet rendah lemak dan sebagainya.
2.3 Keamanan Pangan
Untuk melaksanakan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi
tinggi penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008).
Pemakaian BTM (Bahan Tambahan Makanan) yang aman merupakan
pertimbangan yang penting. Jumlah BTM (Bahan Tambahan Makanan) yang
diizinkan untuk digunanakan dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum
untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Pada prinsipnya konsumen harus
diberi informasi adanya bahan tambahan makanan (BTM) dalam bahan baku
makanan. Pernyataan yang tertera atau etiket harus diberikan informasi adanya BTM

(Bahan Tambahan Makanan) kepada konsumen. Hal ini merupakan metode yang
paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut.
Karena keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka
diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani,
diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen.
Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi
pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan
sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi.
Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan peraturan, pembinaan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses
produksi makanan dan peranannya sampai siap dikonsumsi manusia. Setiap orang
yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan produksi pangan wajib memenuhi
persyaratan sanitasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang
berlaku (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Untuk itu keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering
mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai
dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian
sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food
additive) yang berbahaya (Syah, 2005).

2.4 Jenis Bahan Tambahan Pangan


Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu:
1. Aditif sengaja : yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk atau rupa dan lain
sebagainya.
2. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti
lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan
kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya -karoten, asam askorbat, dan
lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih
stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadi
kanker pada hewan atau manusia (Winarno, 1992).
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan;

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang
tidak memenuhi persyaratan;
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baik untuk pangan;
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah
ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally
Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).
Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu
ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi
kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang
diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh
Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.
Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan
menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
9

5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)


6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11. Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

10

7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)
Sedangkan

menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan


kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna
kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).
2.5 Boraks
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam
borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan pangan yang
dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya
merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks
berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai
bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga
dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai
konsumen.
Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa kimia
turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam senyawa,
yaitu: asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam piroborat
(H2B4O7)10 Rumus struktur ketiga asam borat tersebut adalah sebagai berikut.

11

OH

H3BO3 : HOBOH

HBO2 : HOB O

Asam ortoborat

Asam metaborat
O B O
/

H2B4O7 :

HOB
\

BOH

OB O
Asam piroborat
Asam-asam borat adalah asam lemah. Boraks merupakan senyawa hidrat dari
garam natrium tetraborat dengan rumus molekul Na2B4O7.10H2O (Natrium tetraborat
dekahidrat). Garam natrium tetraborat adalah garam natrium dari asam piroborat
(Na2B4O7).
Boraks digunakan orang sudah sejak lama, yaitu sebagai zat pembersih
(cleaning agent), zat pengawet makanan (additive), dan untuk penyamak kulit.
Boraks sebagai antiseptik dan pembunuh kuman. Karena itu borak banyak digunakan
sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik.
Dalam industri tekstil boraks digunakan untuk mencegah kutu, lumut, dan jamur.
Boraks juga digunakan sebagai insektisida dengan mencampurkannya dalam gula
untuk membunuh semut, kecoa, dan lalat. Boraks sejak lama sudah digunakan untuk
membuat gendar nasi, krupuk gendar, atau krupuk puli yang secara lokal di beberapa
daerah di Jawa disebut karag atau lempeng.
12

Boraks dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dinyatakan


bahan berbahaya dan beracun, dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan
makanan. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut didasarkan pada hasil siding Codex
dunia tentang makanan, yang melarang boraks untuk digunakan sebagai bahan
tambahan makanan karena dapat menyebabkan kanker pada tikus percobaan. Karena
bersifat toksik, maka boraks dimasukkan dalam golongan senyawa yang disebut
bahan berbahaya dan beracun (B3).
2.5.1 PENGGUNAAN BORAKS SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
Dalam pembuatan makanan, termasuk makanan jajanan tradisional, masih
banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang. Salah satu di
antaranya adalah penggunaan boraks. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan berbagai makanan, misalnya bakso, mi basah, siomay,
dan gendar. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan selain bertujuan
untuk mengawetkan makanan juga bertujuan agar makanan menjadi lebih kompak
(kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Dengan jumlah sedikit saja telah
dapat memberikan pengaruh kekenyalan pada makanan sehingga menjadi lebih legit,
tahan lama, dan terasa enak di mulut.
2.5.2 Pengaruh Borak Terhadap Kesehatan
Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang
terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks
apabila terdapat pada makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya sedikit
akan terjadi akumulasi (penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan lemak.
Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan
13

ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,


radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Khamid, 2006).
Penting diketahui bahwa selain lewat mulut, boraks bisa masuk ke dalam
tubuh lewat membran mukosa dan permukaan kulit yang luka. Skipworth pernah
melaporkan bahwa keracunan asam borat bisa terjadi gara-gara bedak tabur
mengandung boraks. Kerena itu disarankan agar bedak tabur untuk anak-anak tidak
mengandung asam borat lebih dari 5% (Khamid, 2006).
Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya gejala
pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak kecil dan
bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan
kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gram
atau lebih.
2.6 Zat Pewarna
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada
beberapa faktor,cita rasa,tekstur,dan nilai gizinya,juga sifat mikrobiologis.Tetapi, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,secara visual faktor warna tampil lebih
dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.Baik tidaknya cara
pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan
merata.

14

Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan,misalnya daun
suji,atau daun pandan untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning.Kini dangan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna
sintetis,karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah. Ada beberapa
hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna,antara lain dengan
penambahan zat pewarna.Secara garis besar,berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis
zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan,yaitu pewarna
alami dan pewarna sintetis (Cahyadi,W.2008).

15

Anda mungkin juga menyukai