Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK


1. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah,
menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa
gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.1
2. EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan
adalah akibat ISPA. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju
dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat ISPA
di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia, dan
Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak. 2
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir
empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula,
ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan
kesehatan terutama pada bagian perawatan anak. 1
Kematian balita akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun
2010 hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8%. 3
3. ETIOLGI
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam
Harrisons Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan
akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hamper
90% disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50%
1

disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus pneumonia sekitar 70-90%,
sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa
infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun
virus. 4
Tabel 1 Ragam Penyebab ISPA Menurut Umur

4. KLASIFIKASI
ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat ( Ditjen P2PL,
2009).
1) ISPA Ringan
Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan gejala seperti batuk,
pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung), serak (bersuara parau ketika

berbicara), sesak yang disertai atau tanpa disertai demam ( >37,2oC), keluarnya cairan
dari telingan yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.5
2) ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti pernafasan
yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda utama) pada umur < 1 tahun dan
40 kali per menit pada umur 1-5 tahun, panas dengan suhu 39oC atau lebih,
wheezing,tenggorokan berwarna merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercak
dikulit menyerupai campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok. 5
3) ISPA Berat
Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih dari gejala seperti
penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda utama), adanya stridor atau
mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta tidak mampu atau tidak mau makan. Tanda
dan gejala ISPA berat yang lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cuping
hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menit
atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.5
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan ISPA sesuai
dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien. Gejala ISPA sesuai dengan
ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2 sebagai berikut :
5. GEJALA dan TANDA
Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas,
mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut dapat terjadi dengan berbagai
gejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik pada ISPA yang disebabkan oleh virus atau
bakteri sangat sulit untuk didentifikasi.4

Tabel 2. Gejala dan tanda ISPA Berdasarkan Kelompok Usia

6. PATHOGENESIS
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin, udara
pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam saluran
pernafasannya.7
ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara adalah ISPA
yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran rumah
tangga, gas buang sarana transportasi dan industry, kebakaran hutan, dan lain-lain. Agen
infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidak
langsung menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang penting
untuk menentukan.8

Gambar 1 Mekanisme Penyakit

Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan. Menurut Achmadi


(2008), untuk mengetahui patogenesis ISPA dapat digunakan teori manajemen penyakit
berbasis lingkungan.9

Gambar 2 Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus/bakteri


dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus kea
rah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut
gagal maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding sakuran pernafasan menyebabkan
5

peningkatan aktifitas kelenjar mucus, yang banyak terdapat pada dinding saluran
pernafasan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan gejala batuk
sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.10
Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
Streptococcus pneumonia, Stafilococcus Aureus dan H. Influenza menyerang mukosa
yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas
dan batuk produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuaca
dingin dan malnutrisi.10
Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi
akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
dapat menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri menyebabkan
bakteri-bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas dapat menyerang saluran
nafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan penumia bakteri. Melalui uraian di
atas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi menjadi periode prepathogenesis dan
pathogenesis. 10
1) Periode Prepathogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini terjadi antara agen
dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.10
a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh geografis terhadap
perkembangan agen serta dampak perubahan cuaca terhadap penyebaran virus
dan bakteri penyebab ISPA.
b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran lingkungan seperti
asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara
dalam rumah dapat menimbulkan penyakit ISPA jika terhirup oleh host.
2) Periode Pathogenesis
6

Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap penyakit
akhir.10
a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran pernafasan.
Akibatnya, tubuh menjadi lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahan
tubuh yang rendah.
b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul akibat adanya
interaksi.
c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat untuk menghindari
akibat lanjut yang kurang baik.
d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.
7. FAKTOR RISIKO
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti: lingkungan dan
host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
ISPA adalah kualitas udara dalam ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam ruangan
(indoor air polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitas penghuni
dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah dan penggunaan
kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan faktor host yang dapat
mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain: status imunisasi, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), dan umur. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan lebih
mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi
lengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ pernapasan
masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang penyakit infeksi, khususnya
infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkan
karena balita yang lebih muda memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan
dengan balita yang lebih tua. 11
8. DIAGNOSIS
Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis seperti yang
disebutkan pada klasifikasi diatas. 4
9. PENATALAKSANAAN
7

1) Medikamentosa :
a.
Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan
b.
c.

sebagainya.
Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab
Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi simptomatik.
Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.4

Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut dapat
menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih dari setengah dari
seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih sering
disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini
karena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangg
akan diberikan.12
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik spektrum
luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kultur sempit. Lama pemberian terapi
ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta.13
2) Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu 14
a. Perbanyak istirahat
b. Perbanyak minum air putih
c. Hindari makanan berminyak dan es
d. Konsumsi makanan gizi seimbang
10. PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi
pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin
untuk semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya,
berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian
infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi). 1

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnya


didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:
1) Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan
kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan.
Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika
batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius.
2) Pengendalian administrative
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan
prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan,
kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya,
Kewaspadaan

Standar

untuk

semua

pasien),

persediaan

yang

teratur

dan

pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan


pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf
untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan staf, dan
mengadakan

program

kesehatan

staf

(misalnya,

vaksinasi,

profilaksis)

untuk

meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.


3) Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol
pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan
permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh
pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi
lingkungan yang memadai ( 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk
agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan
benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan yang penting.
4) Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan
terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas
kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan
9

kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu
yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan APD harus
didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus ditujukan untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD
tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,
membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semua
jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut
harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi
landasan bagi perilaku yang aman.
11. KOMPLIKASI
ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit yang sembuh
sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi ISPA yang tidak mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti : penutupan tuba
eustachi, laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematian
karena adanya sepsis yang meluas.15
12. PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi yang berat.
Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self limiting disease sehingga tidak
memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.
Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena
infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,
biasanya didapatkan infeksi sekunder.16

10

11

Anda mungkin juga menyukai