Anda di halaman 1dari 22

6

BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue 2.1.1 Definisi Demam dengue adalah sindrom
jinak yang disebabkan oleh arthropodborne viruses dengan karakteristik demam
bifasik, nyeri otot dan sendi, ruam kulit, leukopenia, dan limfadenopati. Dengue
hemorrhagic fever adalah demam dengue dengan kondisi hemoragik seperti
trombositopenia, hemokonsentrasi dan dalam beberapa kasus kasus yang parah,
protein-losing shock syndrome (dengue shock syndrome). Kondisi ini dipercaya
memiliki hubungan basis imunopatologis (Halstead, 2011;Dorland, 2012). 2.1.2
Epidemiologi Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada
tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (IDAI, 2012).
Dalam 50 tahun terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah
meningkat 30 kali seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota
ke desa dalam dekade terakhir ini. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat
50 juta dari 2,5 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik terinfeksi virus
dengue setiap tahunnya (WHO, 2009). Dengue merupakan penyebab demam kedua
tertinggi setelah malaria (Shandera & Roig, 2013). Infeksi dengue ini endemis pada
banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika dan hiperendemis di Thailand
(WHO, 1997;Bajaj et al., 2011). Demam berdarah dengue kebanyakan terjadi pada
anak usia kurang dari 15 tahun (Witayathawornwong et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anak golongan usia 10 15 merupakan golongan umur tersering menderita DBD


dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50% penderita DBD
merupakan golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko menderita DBD
dibandingkan anak laki - laki (Dhooria et al., 2008;IDAI, 2012) namun dalam
penelitian di Indonesia didapati laki laki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan
perempuan (Karyanti & Hadinegoro, 2009) dengan perbandingan 1,4:1 dikarenakan
nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak
aktivitas yaitu pada pukul 08.00 12.00 dan 15.00 17.00, pada jam tersebut
anak-anak biasanya bermain di luar rumah (Hartoyo, 2008). Beberapa faktor yang
mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host, serotipe virus atau genotype,
sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi crossreactive dengue, dan respons sel T.
Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor risiko untuk mortalitas pada
demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan
dengan penuaan dan penurunan imunitas sebagai faktor risiko untuk fatalitas pada
pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering
terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan
pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam
dengue dengan perdarahan dan DBD mengalami peningkatan (Tantawichien, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Transmisi virus Dengue


Sumber : WHO (1997) 2.1.3 Etiologi
Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe utama selama beberapa
tahun terakhir adalah DEN-2 dan DEN-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan
imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas
terhadap serotipe lain (Kariyawasam, Senanayake, 2010). Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat (IDAI, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Vektor dari virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti and Aedes albopictus
(Ford-Jones & Artsob, 2003). Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk
betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari (WHO, 2009). 2.1.4 Patogenesis
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis dan
keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik,
makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang terinfeksi
memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya
mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi endotelial. Disfungsi
endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian
menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok. Sel
endotelial juga dirangsang untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan
permeabilitas vaskular meningkat (Malavige & Ogg, 2012). Menurut IDAI (2012),
patogenesis DHF belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus
dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain
dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun (IDAI, 2012). Banyak para ahli sependapat
bahwa infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita
DBD (Ginting, 2004)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.2. Hipotesis secondary heterologus infection.


Sumber : Ginting (2004).

Menurut hipotesis infeksi sekunder (gambar 2.2), sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,
menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan
tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan
peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa (WHO, 1997).

Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk
penyakit lebih berat (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini
dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog
nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi o
lek sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel,
destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif (Kariyawasam & Senanayake, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

11

2.1.5 Diagnosis Menurut WHO 1997 yang dikutip oleh Suhendro 2009 dan IDAI
2012, kriteria diagnosis DBD ditegakkan melalui 2 kriteria :

A. Kriteria Klinis 1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2


7 hari 2) Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:

a) Petekie, ekimosis, atau purpura b) Perdarahan mukosa (tersering


epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain. c)
Hematemesis dan atau melena
3) Pembesaran hati 4) Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat
disertai penurunan
tekanan nadi (=20 mm H g), tek anan d arah m enur un (tekanan sistolik
=80 mm Hg) disertai ku li t yan g terab a dingin d an lembab terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul
sianosis di sekitar mulut.
B. Kriteria Laboratorium 1) Trombos it openia (=100.000/ ul ) 2) Terdapat
peningkatan hematokrit = 20% dibandingkan dengan nilai

hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. 3) Tanda


kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia. Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD (IDAI, 2012). Tes
serologis, kultur viral dari plasma (50% sensitif pada ke 5) (Levin & Weinberg,
2009), pemeriksaan IgM dengan ELISA (Sondheimer, 2008), titer antibodi IgG yang
meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan PCR terhadap virus dengue dapat
membantu penegakan diagnosa pasien DBD. Pada penderita DBD dengan
enchepalitis, harus di periksa CSS/CSF untuk membantu diagnosa (American
Academy of Pediatrics, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

12

Pemeriksaan Kadar AST dan ALT juga diperlukan karena berhubungan dengan
derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi kadar AST
dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih tinggi
dibandingkan kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1 (Darajat et al., 2008). Pada
beberapa kasus dapat ditemukan leukopenia (Sondheimer, 2008).

2.1.6 Karakteristik / Derajat WHO 1975 yang dikutip dari Suhendro 2009 dan
IDAI 2012 membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat : Tabel 2. 1. Klasifikasi
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue (Suhendro et al, 2009;IDAI, 2012).

DF/DHF Derajat Tanda dan gejala Laboratorium** DF Demam dengan 2 tanda :


Sakit kepala Nyeri Retro-orbital
Mialgia Artralgia/nyeri tulang
Ruam Manifestasi pendarahan
Tidak ada bukti kebocoran plasma

Leu k op en i a (Leu k osi t = 5 000


sel/mm
3
). Trombositopenia (jumlah trombosit
3

).
Peningkatan
150.000 sel/mm
hematokrit (5% - 10%).
Tidak ada bukti kehilangan plasma

DHF I Demam dan manifestasi pendarahan (uji torniquet positif) dan terdapat
bukti kebocoran plasma

Trombositopenia
; HC T men i n gkat100.000
=20 %sel/mm

DHF II Gejala seperti di Grade I ditambah dengan perdarahan spontan

Trombositopenia
; HC T men i n gk
at
100.000
=20 %
sel/mm

DHF* III Gejala seperti di Grade I atau II ditambah kegagalan sirkulasi (nasi
Trombositopenia
; HC T men i n gkat100.000
=20 %sel/mm
melemah, tekanan n ad i sempi t (= 20 mmHg), hipotensi disertai kulit dingi,
lembab dan ppasien menjadi gelisah)

DHF* IV Seperti di Grade III ditambah ditemukannya syok berat dengan tekanan Trombositopenia
; HC T men i n gkat100.000
=20 %sel/mm
darah dan nadi tidak teraba

*DHF derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue/Dengue Shock Syndrome
(SSD/DSS) **Serologi Dengue Positive ditemukan pada semua derajat

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

13

Gambar 2.3. Proses dan Derajat Infeksi Dengue.


Sumber : WHO (1997).

Berdasarkan kelemahan dari kriteria sebelumnya maka WHO pada tahun 2009
mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue, yaitu
kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue :

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2.4. Klasifikasi dengue dan derajat keparahan


WHO (2009)

Sumber :

2.1.7 Manifestasi Klinis WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis demam
dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery. A. Fase I
Fase Demam

Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa
pasien dapat memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi
konjungtiva. Anorexia, mual, dan muntah sering terjadi dan dapat sulit
dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal. Uji torniquet positif pada
fase ini meningkatkan kepastian dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan
seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis. hidung dan gusi) dapat
terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan
gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

15

membesar dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel
darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue (WHO, 2009).
Tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan antara severe dan non severe
dengue sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase
perkembangan ke fase kritis (WHO, 2009).

Gambar 2. 5. Proses Penyakit Dengue.


Sumber : WHO (2009).
B. Fase II Fase Kritis Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3
7 namun temperatur sedikit menurun yaitu 37.5 38
o
C atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler
dengan level hematokrit yang

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

16

meningkat. Periode kebocoran plasma berlangsung selama 24 48 jam (WHO,


2009). Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung trombosit
mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki
keadaan tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi
pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran
plasma tersebut. Maka foto thorax dan USG abdomen dapt digunakan sebagai alat
bantu diagnosa. Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat digunakan
sebagai acuan melihat derajat keparahan kebocoran plasma (WHO, 2009). Syok
dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan sering didahului
oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama, menyebabkan hipoperfusi organ
sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis, dan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) (WHO, 2009).

C. Fase III Fase Penyembuhan/Recovery Pasien yang melewati fase kritis akan
memasuki fase recovery dimana terjadi reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72
jam, dimana keadaan umum akan membaik, nafsu makan bertambah, gejala
gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi. Ruam,
pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini (WHO, 2009). Hematokrit dapat
kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah
putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan
peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan ascites
dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun
fase recovery yang dapat dikaitkan d engan edema paru atau gagal jantung kongestif
(WHO, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 2.2. Fase Demam, Kritis dan Penyembuhan pada Dengue (WHO, 2009).

Menurut WHO-SEARO manifestasi klinis berdasarkan gambar 4 dibawah ini.

Gambar 2. 6. Manifestasi Klinis infeksi virus dengue.


Sumber : WHO SEARO (2011). Pada balita, anak anak dan dewasa yang
pertama kali terinfeksi virus dengue (mis. infeksi dengue primer) akan menimbulkan
gejala demam yang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam
makulopapular dapat timbul bersamaan dengan demam ataupun setelah demam
turun. Ruam yang bersamaan dengan demam hanya berbentuk makula, bersifat
menyeluruh dan berubah pucat jika ditekan sedangkan ruam setelah demam turun
bersifat makulopapular pada seluruh tubuh dan tidak terdapat pada telapak tangan
dan kaki (Gruskin, 2010). Gejala ISPA dan GI sangat umum terjadi pada penderita
ini (Bajaj et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

18

Lelah, sakit pada retro orbital, mialgia, dan atralgia juga dirasakan pada penderita
DBD (Polin & Ditmar, 2011;Green et al., 2005). 2.1.8 Diagnosa Banding Demam
pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari
hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune Thrombocytopenic
Purpura (ITP) yang disertai demam (IDAI, 2012). Diagnosa banding DBD juga
dapat dilihat terhadap kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza,
chikungunya, dan leptospirosis (Suhendro et al., 2009). Tabel 2.3. Diagnosa
Banding Demam Dengue (WHO, 2009).

Kondisi mirip dengan fase demam Flu-like syndromes Influenza, measles, Chikungunya, infectious

mononucleosis , HIV seroconversion illness Illnesses with a rash Rubella, measles, scarlet fever, meningococcal

infection, Chikungunya, drug reactions Diarrhoeal diseases Rotavirus, other enteric infections Illnesses with
neurological manifestations Meningo/encephalitis Febrile seizures Kondisi mirip fase kritis Infectious Acute
gastroenteritis, malaria, leptospirosis,

typhoid, typhus, viral hepatitis, acute HIV


seroconversion illness, bacterial sepsis, septic shock

Malignancies Acute leukaemia and other malignancies Gambaran Klinis lainnya Akut abdomen

Apendisitis akut
Kolesititis akut
perforated viscus
Diabetik ketoasidosis
Laktat asidosis
Leucopenia dan trombositopenia pendarahan
Gangguan trombosit Gagal ginjal

Respiratory Distress (Ku ssmau ls b reath in


g) Sistemik Lupus Eritematosus

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

19

Namun Diagnosa banding DBD WHO pada Asia Tenggara memiliki perbedaan
karena dikhususkan untuk Asia Tenggara Menurut WHO SEARO (2011), diagnosa
banding yang dikhususkan untuk Asia Tenggara adalah :

Arboviruses : Chikungunya virus (paling sering disalah diagnosa sebagai


dengue di Asia Tenggara).
Penyakit virus lainnya : Measles; rubella dan viral exanthems lainnya;
Epstein-Barr Virus (EBV); enteroviruses; influenza; hepatitis A; Hantavirus.

Penyakit bakteri : Meningococcaemia, leptospirosis, typhoid, meliodosis,


penyakit rickettsia, demam scarlet.
Penyakit parasit : Malaria.
2.1.9 Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien
DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan
intensif. Diagnosa dini terhadap tanda tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012). Pada fase demam pasien dianjurkan tirah
baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian
asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis
sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien
demam dengue (IDAI, 2012). Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala
tidak sepesifik, sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang
mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan
anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang
merupakan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

20

tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki
dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang,
kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila
tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti
dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan
jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari
hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila
jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan,
di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus
di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut (IDAI, 2012) .

Gambar 2.7. Tatalaksana kasus tersangka DBD.


Sumber : IDAI (2012).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

21

Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi, anoreksia


dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg berat badan
dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80
100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan
antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit
berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma
dan pedoman kebutuhan cairan intravena (IDAI, 2012). Tabel 2.4. Kebutuhan
cairan rumatan (IDAI, 2012).

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml) 10 100xkgBB 10-20 1000+50xkgBB(diatas


10kg) >20 1500+20xkgBB(diatas 20kg) Indikasi diberikan cairan intravena apabila
a. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi b. Nilai
hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala. Pemberian cairan pengganti
volume yang berlebihan setelah perembesan berhenti dapat mengakibatkan edema
paru begitu juga pada masa konvalesens dimana terjadi reabsorbsi cairan
ekstravaskular akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan
tetap diberikan (IDAI, 2012). Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah
larutan ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%). Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin dsb. Darah,
Fresh Frozen Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan
Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk
mengkoreksi koagulopati. Cairan yang mengandung glukosa tidak diberikan dalam
bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik (Darwis, 2003). Pada pasien DBD derajat I
dan II tanpa peningkatan hematokrit dilakukan intervensi sesuai dengan gambar 2.8.
Perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

22

untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri
tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Apabila sudah didapati
perbaikan klinis dan laboratoriu m, anak dapat pulang jika memenuhi kriteria (IDAI,
2012).

Gambar 2.8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II


Sumber : IDAI (2012) Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien
dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok
teratasi,

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

23

jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres
pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (IDAI, 2012). Pemberian
cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah
urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi
membaik (IDAI, 2012). Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi
keadaan gelisah akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah
adekuat dan perfusi jaringan membaik (IDAI, 2012).

Gambar 2.9. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan


hemokons entrasi = 20% . Sumber : IDAI (2012) Pada pasien syok,
pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan dengan menggunakan masker.
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

24

manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%) tanpa
perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah sedangkan
plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh
hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya
dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Tatalaksana
DBD derajat III & IV selanjutnya dapat dilihat di gambar 2.9. (IDAI, 2012) .

Gambar 2.10. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV


Sumber : IDAI (2012)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

25

Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC
hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok
hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan
ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat
tekanan darah apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian
cairan kristaloid apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan
pemeriksaan urin apabila didapati >1ml/kgBB/jam maka diberikan tetesan rumatan,
apabila <1ml/kgBB/jam dan anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan
pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan
lebih dari 50-100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila
CVP <10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat
diteruskan. Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau penurunan
kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload
ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan
resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida,
atropin, atau dobutamin (Darwis, 2003). 2.1.10 Prognosis Prognosis demam
dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi awal dengan virus
yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011). Keparahan terlihat dari usia,
dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat
mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah (Levin & Weinberg, 2009).
Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada
sindroma syok dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit.
Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit (Citraresmi et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

26

2.1.11 Komplikasi Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak
berbahaya. Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan
cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam (Halstead, 2011) . Pada usia 1
4 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia
tersering terjadinya kejang demam (IDAI, 2012). Kegagalan dalam melakukan
tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock
Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok (Levin & Weinberg,
2009).

2.1.12 Pencegahan

Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi penyebaran
penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam tinggi
disertai ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia
sehingga dilakukan tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes
sp.. Ada beberapa cara yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus
DBD seperti penggunaan alat pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga
sanitasi air, pengurangan sampah di sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah
(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008).
Depkes sendiri telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam
pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati
sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor
(nyamuk dewasa dan jentik jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL
DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam
gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan
profesionalisme pelaksana program (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2008). Kegiatan yang paling utama dalam menanggulangi
peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui
gerakan 3M

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

27

(Menguras Menutup Mengubur). Program ini kemudian berkembang menjadi


PSN 3M Plus yaitu dengan digunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah
gigitan nyamuk (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2008).

2.2 Anak Menurut WHO, Asiosiasi perlindungan anak dan Undang undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai individu
dengan umur di bawah 18 tahun dihitung dari sejak di dalam masa kandungan.
Adapun klasifikasi anak anak adalah sebagai berikut :

a) Infant/Baby : umur 0 1 tahun b)


Toddler : umur 1 3 tahun c)
Preschooler : umur 3 5 tahun d)
Kindergartener : umur 5 7 tahun e)
Children : umur 8 10 tahun f) Pre
teen : 10 12 tahun g) Teenager : 12
18 tahun

2.3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan


Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik merupakan rumah sakit
pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk Sumatera Utara, dan sebagian wilayah
Nanggroe Aceh Darussalam.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai