Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
Appendisitis merupakan penyakit abdomen yang sering kita dapatkan.
Appendicitis pada umumnya dapat didiagnosa dengan pemeriksaan klinis, laboratorium
dan radiologis. Tapi juga dapat merupakan suatu penyakit yang sulit didiagnosa. Tidak
jarang pembedahan terhadap appendicitis dilakukan, ternyata didapatkan appendiks
yang normal.
Insiden gangrene dan perforasi appendicitis dalam sejumlah laporan
memperlihatkan hanya sedikit fluktuasi dalam 30 tahun terakhir, stabil pada 25-30%.
Appendicitis dengan masa teraba terdapat pada 1-13% dari penderita appendicitis.
Belum ada kesepakatan pendapat diantara para ahli dalam pengelolaan appendicitis
dengan massa, sehingga didapatkan pendapat yang kontroversial.
1

Melakukan operasi sito


Vikili (1976), Jordan dkk (1982) menyatakan bahwa operasi segera dapat
dikerjakan dengan aman, morbiditas tidak lebih tinggi dari appendicitis
perforasi, dengan keuntungan memperpendek rawat tinggal. Kerugiannya
adalah kemungkinan penyebaran infeksi pada saat manipulasi,

adanya

kesulitan saat deseksi yang menimbulkan trauma usus yang sudah rapuh
2

dengan kemungkinan timbulnya ristula.


Melakukan operasi hanya pada appendiks infiltrate yang mobil, dengan
pertimbangan operasi dapat lebih mudah dikerjakan karena proses walling

off belum sempurna.


Melakukan terapi konservatif terhadap appendicitis infiltrate yang fixed,
dengan pemberian antibiotic dan observasi ketat bila gagal dan terbentuk
abses maka dilakukan drainase dengan atau tanpa appendiktomi. Bila
berhasil penderita dipulangkan dengan pesan datang kembali untuk
appendiktomi interval.

Didapatkan perbedaan pandangan, apakah appendiktomi interval eprlu


dilakukan pada penderita dengan tanpa keluhan. Pertimbangan dilakukan nya
appendiktomi interval ialah : tinggi nya angka kekambuhan setelah serangan yang
pertama, bahaya hilangnya diagnose yang benar pada keadaan yang mirip dengan
appendicitis infiltrate.
1

Pendapat lain menyebutkan bahwa appendiktomi interval merupakan prosedur


yang berlebihan oleh karena serangan apendisitis akut jarang, adanya laporan
appendiktomi negative atau appendiks sudah dalam keadaan rusak/obliterasi setelah
serangan yang pertama kali. Kesalahan diagnosis terjadi karena sampai saat ini belum
ada satu carapunn yang dapat membantu kita untuk menegakkan diagnosis appendicitis
secara pasti. teknik-teknik diagnosis dari yang non invasive seeprti USG, semi invasive
seperti BNO dan foto kontras bahkan yang invasive seperti laparoskopi dalam rangka
menunjang diagnosis tapi belum memberikan hasil yang menggembirakan. Menurut
para ahli kesalahan diagnose sebesar 5-25% dapat dianggap kesalahan yang dapat
diterima.

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Rafidzon Mawardi

Usia

: 43 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Pernikahan

: Menikah

Alamat

: GG Langgar No. 46, Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur

Agama

: Islam

Nomor Rekam Medis : 379334

ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis (kepada pasien sendiri)
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 hari
SMRS.
Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, BAB mencret 10x sejak satu hari sebelumnya,
Demam naik-turun dan menggigil kurang lebih 4 hari, Nafsu makan menurun, Mual (+)
muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke UGD RSUD Budhi Asih pada tanggal 5 Januari
2015 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 hari SMRS, nyeri perut kanan
bawah dirasa bertambah jika digunakan untuk berjalan. Pasien juga merasakan nyeri ulu
hati, perut terasa kembung dan membesar. BAB mencret 10x sejak satu hari
sebelumnya, BAB konsistensi cair, tidak terdapat lendir (+) dan darah. Demam naik-

turun dan menggigil kurang lebih 4 hari, Nafsu makan menurun, Mual (+) muntah.
Badan terasa lemas, kepala pusing.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku sering mengalami perut terasa nyeri pada bagian atas, perut kembung,
mual, sering merasa cepat kenyang dan sering bersendawa sejak 3 tahun yang lalu.
Pasien mengobati keluhan-keluhan tersebut menggunakan obat yang dibeli di warung,
obat Promag.
Awalnya keluhan berkurang setelah diberikan obat Promag, tetapi belakangan ini
keluhan semakin terasa bertambah dan keluhan tidak berkurang setelah diobat
menggunakan obat warung.
Pasien 2 tahun yang lalu pernah dirawat di RSUD Budhi Asih dengan keluhan diare.
Pada saat dirawat, diketahui bahwa pasien menderita Diabete Mellitus tipe 2. Tetapi
pasien tidak teratur meminum obat dan kontrol DM nya.
Riwayat alergi, riwayat asma, riwayat hipertensi, riwayat koleterol tinggi, riwayat asam
urat tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat gangguan ginjal, riwayat penyakit kuning,
hepatitis, tumor disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit darah tinggi, DM, penyakit
jantung, keganasan, maupun alergi.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat mengkonsumsi obat warung Promag.

Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok

(+)

Riwayat minum alkohol

(-)

Riwayat minum air putih sedikit

(+)

Riwayat konsumsi rendah serat

(+)

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 7 Januari 2015 di ruang Bangsal 602 barat RSUD Budhi Asih.
I.

II.

Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang, kooperatif
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Status Gizi
: Gizi cukup
d. Tidak ada sesak
Tanda Vital dan Antropometri

PEMERIKSAAN

NILAI
NORMAL

HASIL PASIEN

Suhu

36,5o - 37,2o C

38,4oC

Nadi

60-100 x/mnt

98x/mnt, reguler, isi cukup

Tekanan darah

120/80 mmHg

110/80 mmHg

Nafas

14-18 x/mnt

22x/mnt

Berat badan

62 kg

Tinggi badan

Sekitar 165 cm

BMI

18,5-22,9

normal (BMI: > 20)

Tabel 1. Tanda vital dan antropometri


A. Status Generalis
Kepala

: Ukuran normosefali, bentuk bulat oval, tidak tampak deformitas, pada


perabaan tidak ada nyeri, rambut berwarna hitam sedikit beruban,

Wajah

tipis, tidak kering, tidak mudah dicabut


: pipi tampak sedikit cekung, tidak tampak sesak, kesakitan, sedikit
pucat, tidak sianosis, ekspresi wajah simetris, dan tidak tampak facies
yang menandai suatu penyakit seperti facies hipocrates, tidak tampak
moon face

Mata

: Bentuk normal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil


bulat isokor, 3mm, reflek cahaya (+/+), kornea jernih

Telinga

: Normotia, kartilago sempurna, secret (-/-)

Hidung

: Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (/-)

Mulut

: labioschiziz (-),palatoschiziz (-), bibir sianosis (-), bibir kering (+),


trismus (-)

Leher

: Trakhea teraba ditengah, KGB serta kelenjar tiroid tidak teraba


membesar

Paru-paru:
Inspeksi

: bentuk simetris pada saat statis & dinamis, retraksi (-),

Palpasi

: tidak dilakukan

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Jantung :
Inspeksi

: pulsasi Ictus cordis tampak pada setinggi ICS V lateral

Palpasi

: pulsasi ictus cordis teraba kuat setinggi ICS V axillaris anterior


kiri

Perkusi

: Batas jantung tidak dinilai

Auskultasi

: S1 S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi

: buncit, warna sawo matang, insersi tali pusat di tengah tanpa

tanda peradangan.
Auskultasi
: Bising usus (+) meningkat
Palpasi
: Sedikit tegang pada seluruh abdomen dan teraba massa pada
regio hipokondrium kanan, nyeri tekan (+) terutama pada daerah
kanan bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas (+) pada daerah
Perkusi

kontrolateral.
: Timpani seluruh lapang abdomen

Genitalia/ Anorektal

: tidak dinilai

Ekstremitas:
Ekstremitas
Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Ikterik
CRT
Tonus

Superior
-/-/-/-/< 2 detik
Baik
Tabel 2. Ekstremitas pada pemeriksaan fisik

Inferior
-/-/-/-/< 2 detik
baik

Kulit
tidak ikterik ataupun sianotik

STATUS LOKALIS
Regio Lumbar Illiaka Kanan

Gambar 1. Status lokalis region lumbar illiaka kanan


Palpasi

: Teraba massa 15 x 7 cm padat, lonjong, tidak dapat digerakkan


: Batas tidak tegas, Nyeri tekan (+)

Sign

: Mc Burney (+),
: Rovsing (+)
7

: Blumberg (+)
: Psoasign (-)
: Obturator (+)
Rectal Touche: Tidak dilakukan (penolakan pasien)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 5 Februari 2015

Gambar 2. Pemeriksaan penunjang pasien


Hematologi

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
MCV
MCH

: 24.700 / L
: 3,2 juta / L
: 11,2 g/Dl
: 2.8%
: 345.000 / L
: 5 mm / jam*
: 88 Fl
: 34,5 pg
8

MCHC
RDW

: 39,2 g/Dl
: 13,6 %

Metabolisme Karbohidrat

GDS

: 463 mg/dL

Elektrolit

Natrium (Na) : 136 mmol/L


Kaliam (K) : 3,8 mmol/L
Klorida (Cl) : 107 mmol/L

Kimia Klinik Hati

AST/SGOT
ALT/SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin

: 12 mU/dl
: 26 mU/dl
: 4,9 g/dL
: 3,2 g/dL
: 1,7 g/dL

Kimia Klinik Ginjal

Ureum
Kreatinin

: 42 mg/dL
: 1,36 mg/dL

Foto Rontgen
Foto diambil pada tanggal 06 Februari 2015

Gambar 3. Foto Rontgen pasien

Tampak Kyphosis
Tampak destruksi dari corpus vertebra L1 serta penyempitan intervertebralis

space Th 12- L1 dan L1-2


Tampak bayangan seperti gibbus antara vertebra L1-2
Kesan : Spondilitis TB vertebra L1 serta Kyphosis

RESUME
Pasien datang pada tanggal 5 Januari 2015 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak 5 hari SMRS, nyeri perut kanan bawah dirasa bertambah jika digunakan untuk
berjalan. Pasien juga merasakan nyeri ulu hati, perut terasa kembung dan membesar.
Pasien 2 tahun yang lalu pernah dirawat di RSUD Budhi Asih dengan keluhan diare.
Pada saat dirawat, diketahui bahwa pasien menderita Diabete Mellitus tipe 2. Tetapi
pasien tidak teratur meminum obat dan kontrol DM nya.

DIAGNOSIS KERJA
Appendicitis Infiltrate

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
o OAT I
10

- Rifampisin 1 x 600 mg
- INH 1 x 400 mg
- Etambutol 2 x 500 mg
- Pirazinamid 2 x 500 mg
o OAT II
- Rifampisin 1 x 450 mg
- Etambutol 2 x 500 mg
- INH 1 x 450 mg
o Ranitidine 2 x 1
o Asam Mefenamat 3 x 500 mg
o Ceftriaxone 2 x 500
o Vitamin B6 1 x 1
o Vitamin Bc 1 x 1
o Laxative 3 x 1
o Dulcolax 1 x 1
Non medikamentosa
o Bed Rest
o EXT Brace
PROGNOSIS
Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad Fungtionam

: dubia ad malam

Ad Sanationam

: dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDISITIS

III.1.

Definisi Appendisitis
Appendisitis merupakan penyakit abdomen yang sering kita dapatkan.

Appendicitis pada umumnya dapat didiagnosa dengan pemeriksaan klinis, laboratorium


dan radiologis. Tapi juga dapat merupakan suatu penyakit yang sulit didiagnosa. Tidak
11

jarang pembedahan terhadap appendicitis dilakukan, ternyata didapatkan appendiks


yang normal.
Insiden gangrene dan perforasi appendicitis dalam sejumlah laporan
memperlihatkan hanya sedikit fluktuasi dalam 30 tahun terakhir, stabil pada 25-30%.
Appendicitis dengan masa teraba terdapat pada 1-13% dari penderita appendicitis.
Belum ada kesepakatan pendapat diantara para ahli dalam pengelolaan appendicitis
dengan massa, sehingga didapatkan pendapat yang kontroversial.
1. Melakukan operasi sito
Vikili (1976), Jordan dkk (1982) menyatakan bahwa operasi segera dapat
dikerjakan dengan aman, morbiditas tidak lebih tinggi dari appendicitis
perforasi, dengan keuntungan memperpendek rawat tinggal. Kerugiannya
adalah kemungkinan penyebaran infeksi pada saat manipulasi,

adanya

kesulitan saat deseksi yang menimbulkan trauma usus yang sudah rapuh
dengan kemungkinan timbulnya ristula.
2. Melakukan operasi hanya pada appendiks infiltrate yang mobil, dengan
pertimbangan operasi dapat lebih mudah dikerjakan karena proses walling
off belum sempurna.
3. Melakukan terapi konservatif terhadap appendicitis infiltrate yang fixed,
dengan pemberian antibiotic dan observasi ketat bila gagal dan terbentuk
abses maka dilakukan drainase dengan atau tanpa appendiktomi. Bila
berhasil penderita dipulangkan dengan pesan datang kembali untuk
appendiktomi interval.
Didapatkan perbedaan pandangan, apakah appendiktomi interval eprlu
dilakukan pada penderita dengan tanpa keluhan. Pertimbangan dilakukan nya
appendiktomi interval ialah : tinggi nya angka kekambuhan setelah serangan yang
pertama, bahaya hilangnya diagnose yang benar pada keadaan yang mirip dengan
appendicitis infiltrate.
Pendapat lain menyebutkan bahwa appendiktomi interval merupakan prosedur yang
berlebihan oleh karena serangan apendisitis akut jarang, adanya laporan appendiktomi
negative atau appendiks sudah dalam keadaan rusak/obliterasi setelah serangan yang
pertama kali. Kesalahan diagnosis terjadi karena sampai saat ini belum ada satu
carapunn yang dapat membantu kita untuk menegakkan diagnosis appendicitis secara
pasti. teknik-teknik diagnosis dari yang non invasive seeprti USG, semi invasive seperti
BNO dan foto kontras bahkan yang invasive seperti laparoskopi dalam rangka
menunjang diagnosis tapi belum memberikan hasil yang menggembirakan. Menurut
12

para ahli kesalahan diagnose sebesar 5-25% dapat dianggap kesalahan yang dapat
diterima.
III.2.

Anatomi Apperndiks(1)(2)

Gambar 4. Anatomi appendiks


Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan tanpa
fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang
yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8
cm. Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apppendiks terlihat
pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Dalam
proses perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks caecum, tetapi
kemudian berotasi dan terletak lebih medial ekat Plica ileocaecalis. Lumen apendiks
sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir seluruh permukaan
apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari appendiks) yang
merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang appendiks dan
berakhir di ujung appendiks.(1)

Gambar 5. Embriologi appendiks

13

Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum


dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Posisi
apendiks

terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik intraperitoneal maupun

retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di belakng caecum. Selain itu juga
terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvic
minor), subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%,
retrokolika, dan pre-ileal. (1)

Gambar 6. Variasi Letak Appendiks

Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri appendikularis yang berjalan di


sepanjang masoapendiks dan merupakan cabang dari arteri ileocolica dan yang
merupakan cabang trunkus mesenterik superior. Selain dari arteri apendikular yang
memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius.
Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena
mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi portal.
Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n. Thorakalis X.(1)
III.3.

Fisiologi Appendiks (3)

14

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir
di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
appendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks merupakan komponen integral dari sistem
Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali
jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
III.4.

Histologi
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni

mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan dalam atau
mukosa secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning muda dengan
gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini
mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada
potongan melintang. Dindingnya berstruktur sebagai berikut :(3)
A Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
1

Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan

selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.


Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan
adanya pula

nodulus

Lymmphaticus

yang

tersusun

berderet-deret

sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn


Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid

dan kadang-kadang terputus-putus


B Tunica submucosa
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata.
Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan
saraf.
C Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
15

D Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.
Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix yang
merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum viserale.berbeda
dengan yang terdapat

Gambar 7. Potongan melintang appendiks vermiformis normal

16

(1)

III.5.

Definisi Apendisitis Infiltrat (4-6)


Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat

dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga


membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks
lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang. (4-6)

Gambar 8. Inflamasi appendiks


III.6.

Epidemiologi Apendisitis (5)(8)


Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun bermakna. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu seharihari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah
itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada
umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang, pernah
dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari
60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.

17

III.7.

Etiologi Apendisitis (7)(9)


Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks

sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya :
a

Faktor sumbatan
Faktor

obstruksi

merupakan

faktor

terpenting

terjadinya

apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi


disebabkan oleh hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena
stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh
fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada
kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan ruptur.
b

Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes
fragilis

dan

E.coli,

Splanchicus,

Lacto-bacilus,

Pseudomonas,

Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi


adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Ulserasi
mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai
spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu :

18

Bakteri aerob fakultatif

Bakteri anaerob

Escherichia coli

Bacteroides fragilis

Viridans streptococci

Peptostreptococcus micros

Pesudomonas

Bilophila species

aeruginosa

Lactobacillus species

Enterococcus

Tabel 3. Spesies bakteri yang dapat diisolasi


c

Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif


Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat
timbulnya

sumbatan

fungsional

apendiks

dan

meningkatkan

pertumbuhan kuman flora kolon biasa sehingga mempermudah


timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif yang terus-menerus dan
berlebihan

memberikan

efek

merubah

suasan

flora

usus

dan

menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang merupakan permulaan dari


proses inflamasi. Pemberian laksatif pada penderita apendisitis akan
merangsang peristaltik dan merupakan predisposisi terjadinya perforasi
dan peritonitis.
d

Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang
herediter dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang
tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama denga
diet

rendah

serat

dapat

memudahkan

terjadinya

fekalith

dan

mengakibatkan obstruksi lumen.


e

Faktor ras dan diet


Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makan seharihari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat
mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak

19

serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih


telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru
negara berkembang, yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko appendisitis yang lebih tinggi.
Klasifikasi/tipe appendisitis (9-10)

III.8.

Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda berhubungan
dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan prognosis.
Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :
1

Appendisitis akut
a

Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)


Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa
nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan.
Pada appendisitis cataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.

Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
20

Appendisitis akut gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding
appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Apada
appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.

Appendisitis infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat

dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
3

Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa

iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.


4

Appendisitis perforasi
Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk

kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5

Appendisitis kronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang

persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya


obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologi, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia

21

mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

III.9.

Patofisiologi Apendisitis (10)(12)


Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh

infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan
limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking, perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang
tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini
akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa,
stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan
disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan trombosis
yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat bakteri,
sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri untuk
diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan
menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri
juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi
minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis
Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan
intraluminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus
serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis
Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi
proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha
tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara Walling Off oleh omentum,
lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa
plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate.
Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang
membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan sedikit
22

atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau
tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita
yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi menjadi dua :

Appendikuler infiltrate mobile

Appendikuler infiltrate fixed


Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan

terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan
terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya
dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses
inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala,
kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.

Gambar 8 (a). Patofisiologi Appendisitis

23

Gambar 8 (b). Patofisiologi appendisitis

III.10.

Manifestasi Klinis Apendisitis (10)


24

Nyeri abdominal
Karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun
karena tarikan dinding appendx yang mengalami peradangan. Mula-mula
nyeri dirasakan samar-samar, tumpul dan hilang timbul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus karena appendix
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama. Setelah beberapa jam (4-6
jam) nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc
Burney). Apabila terjadi inflamasi (>6 jam) akan terjadi nyeri somatik
setempat yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal
dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat
bila batuk ataupun berjalan kaki.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang


sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih ke arah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan.
Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m. psoas mayor yang
menegang dari dorsal.

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan


timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat
dan berulang-ulang (diare).

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,


dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan
dindingnya.

Mual-muntah biasanya pada fase awal


25

Disebabkan karena rangsangan visceral akibat aktivasi nervus vagus.


Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan.
Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut
menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.
c

Nafsu makan menurun (anoreksia)


Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan.
Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut,
bila hal in tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan.

Obstipasi dan diare pada anak-anak.


Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya
rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare. Hal tersebut timbul
biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.

Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 38,50C tetapi
bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Kelainan patologi

Keluhan dan tanda

Peradangan awal

Kurang enak ulu hati/daerah pusat,


mungkin kolik.

Apenditis mukosa

Nyeri tekan kanan bawah


(rangsaganan automik).

Radang di seluruh ketebalan

Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

dinding
mual dan muntah.
Rangsangan
26

peritoneum

lokal

Apendisitis komplet radang

(somatik), nyeri pada gerak aktif dan

peritoneum parietale appendiks

pasif, defans muskuler lokal.


Genitalia

interna,

ureter,

m.psoas

mayor, kantung kemih, rektum.


Radang alat/jaringan yang
menempel pada appendiks

Demam sedang, takikardia,

Apendisitis gangrenosa

mulai toksik, leukositosis.


Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut.

Perforasi
Demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
Pembungkusan tidak berhasil
Massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
Pembungkusan berhasil
Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
Abses
Tabel 4. Kelainan dan patologi disertai keluhan dan tanda
III.11.

Diagnosis Apendisitis (11)


a

Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis

ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang


lainnya. Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting
yaitu :

Nyeri mula mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang beberapa


waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.

Muntah oleh karena nyeri visceral


27

Demam

Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut.

Pemeriksaan fisik
1

Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses appendikuler.

Auskultasi
Peristaltik

usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus

paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.


3

Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik

Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.


Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan

penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc Burney.


Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan

adanya

rangsangan

peritoneum

parietal.

Pada

appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,


yang ada nyeri pinggang.
Pemeriksaan Rectal Toucher
28

Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
4
c

Perkusi : nyeri ketuk (+)

Pemeriksaan khusus/tanda khusus


Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena
tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan
peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic pain)
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau
kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri
pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1 Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila
2

terasa nyeri perut kanan bawah.


Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.

Gambar 9. Cara melakukan Psoas Sign

Obturator sign

29

Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan


gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae.
Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.

Gambar 10 Cara melakukan Obturator Sign

Pemeriksaan penunjang
1

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi


ringan ( 10.000 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel
Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi
pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan akut
appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit
>18.000/ mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
apendiks dengan atau tanpa abses.

Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan


bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.

30

Pemeriksaan

laboratorium

lain

yang

mendukung

diagnosa

appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan fase


akut terhadap infeksi bakteria yang dibentuk di hepar. Kadar serum
mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi
pada umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak
spesifik. Spesifitasnya hanya mencapai 50-87% dan hasil dari CRP
tidak dapat membedakan tipe dari infeksi bakteri.
2

Foto polos abdomen


Radiologi polos tidak spesifik, umunya tidak efektif untuk biaya,
dan dapat menyesatkan dalam stuasi tertentu. Dalam <5%, suatu fekalith
buram mungkin tidak terlihat di kuadran kanan bawah. Foto polos
abdomen dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Ditemukan fekalith dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula
adanya local air fluid level, peningkatan densitas jaringan lunak pada
kuadran kanan bawah, perubahan bayangan psoas line, dan free air
(jarang) bila terjadi perforasi. Foto polos umumnya tidak dianjurkan
kecuali kondisi tertentu misalnya perforasi, obstruksi usus, saluran
kemih kalkulus. Walaupun demikian, foto polos abdomen bukanlah
sesuatu yang rutin atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien
dengan nyeri abdomen yang akut.

USG
Merupakan

pemeriksaan

yang

akurat

untuk

menentukan

diagnosis appendisitis. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan dengan


cepat, tidak invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat digunakan
pada pasien yang sedang hamil karena tidak mengganggu paparan
radiasi. Secara sonografi, appendiks diidentifikasikan sebagai blind
end, tanpa peristaltik usus. Kriteria sonografi untuk mendiagnosis
appendisitis akut adalah adanya noncompressible appendiks sebesar 6
mm atau lebih pada diameter anteroposterior, adanya appendicolith,
interupsi pada kontinuitas lapisan submukosa, dan cairan atau massa
periappendiceal. Temuan perforasi appendisitis termasuk cairan pericecal
loculated, phlegmon (sebuah definisi penyakit lapisan struktur dinding
31

appendiks) atau abses, lemak pericecal menonjol, dan kehilangan


keliling dari layer submukosa.
False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan
pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum Meckel,
divertikulitis cecal, penyakit radang usus, penyakit radang panggul, dan
endometriosis. Sedangkan false (-) didapatkan pada appendiks.
4

Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Barium enema merupakan kontra indikasi pada suspek
appendisitis akut sebab pada apendisitis akut ada kemungkinan sudah
terjadi mikroperforasi sehingga kontras dapat masuk ke intraabdomen
menyebabkan penyebaran kuman ke intraabdomen. Barium enema
indikasi untuk apendisitis kronik. Apendikogram dilakukan dengan cara
pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan dengan
perbandingan 1 : 3 secara peroral dan diminum sebelum kurang lebih 8
10 jam untuk anak anak atau 10 12 jam untuk dewasa. Pemeriksaan
ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling
dengan indentasi dari caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis.
Hal ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal. False negative
(partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium enema ini sudah
tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi pasien yang
dicurigai menderita appendisitis akut.

CT Scan
Sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses
inflamasi pada abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk appendisitis.
Appendiks normal akan terlihat struktur tubular tipis pada kuadran kanan
bawah yang dapat menjadi opak dengan kontras. Appendicolith terlihat
sebagai kalsifikasi homogenus berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat
pada 25% populasi. (10)
Appendisitis dapat didiagnosa berdasarkan CT-Scan apabila
didapatkan

appendiks

yang
32

abnormal

dengan

inflamasi

pada

periappendiceal. Appendiks dikatakan abnormal apabila terdistensi atau


menebal dan membesar >5-7 mm. Sedangkan yang termasuk inflamasi
periappendiceal antara lain adalah abses, kumpulan cairan, edema, dan
phlegmon. Inflamasi periappendiceal atau edem terlihat sebagai
perkapuran dari lemak mesenterium (dirty fat), penebalan fascia
lokalis, dan peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan
bawah. CT-Scan khususnya digunakan pada pasien yang mengalami
penanganan gejala klinis yang telat (48-72 jam) sehingga dapat
berkembang menjadi phlegmon atau abses. Fekalith dapat dengan mudah
terlihat, tetapi adanya fekalith bukan patognomonik adanya appendisitis.
Temuan penting adalah arrowhead sign yang disebabkan penebalan dari
caecum. (9)
Kekurangan dari CT-Scan termasuk mungkin iodinasi-kontrasmedia alergi, ketidaknyamanan pasien dari pemberian media kontras
(terutama jika media kontras rektal digunakan), paparan radiasi pengion,
biaya dan tidak dapat digunakan untuk wanita hamil. (9)

Scoring Appendisitis
Skor Alvarado (12)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.
Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu : radang akut dan bukan radang akut.

33

Gambar 11. Alvarado scale untuk diagnosis apendisitis


Keterangan Alvarado score

Interpretasi dari Modified Alvarado Score :


14

sangat mungkin bukan appendisitis akut

57

sangat mungkin appendisitis akut

8 10 pasti appendisitis akut

Penanganan berdasarkan skor Alvarado


14

: observasi

57

: antibiotik

8 10 : operasi dini
Ohmann Score.U (12)
Sign/Symptom

Value

Pain on compression in the lower right quadrant

4,5

Rebound pain

2,5

34

Absence of urinary symptoms

2,0

Continuous pain

2,0

White blood cell count > 10000/mIL

1,5

Age under 50 years

1,5

Migration of pain to the right lower quadrant

1,0

Involuntary muscular tension (defense)

1,0

Tabel 5. Ohmann score


Low : < 5,

Moderate : 6 11,

High : 12 13

Skoring appendisitis pada anak anak (12)


Yang sering digunakan adalah Samuel Score. Sistem penilaian ini
meliputi 9 variabel untuk menilai appendisitis akut :

No

Kriteria

Skoring

1.
Gender
1

Laki-laki

Perempuan

2.
Intensitas Nyeri
1

Berat

Sedang

3.
Perpindahan nyeri
1

Ya

Tidak

4.
Nyeri perut kuadran kanan bawah
35

Ya

Tidak

5.
Muntah
1

Ya

Tidak

6.
Suhu badan
1

37,50C

<37,50C

7.
Guarding
1

Ya

Tidak

8.
Bising Usus
1

Absent/meningkat

Normal

9.
Rebound tenderness

Ya

Tidak
0
Tabel 6. Scoring apendisitis pada anak-anak

Appendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimal 32. Dan nilai
ini digunakan untuk mendiagnosa ada atu tidaknya appendisitis akut.

Nilai batas untuk appendisitis akut adalah > 21 kemungkinan besar


appendisitis akut.

36


III.12.

Jika nilai < 15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.

Diagnosis Banding Apendisitis (7)(9)(10)


Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis

kelamin :
-

Pada anak anak dan balita : intususepsi, diverkulitis dan gastroenteritis


akut
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak anak berusia dibawah 3
tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan appendisitis. Nyeri
divertikulitis hampir sama dengan appendisitis, tetapi lokasinya berbeda,
yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya
inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak
sulit ditegakkan adalah gatroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala
yang mirip dengan appendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan
leukosit pada feses.

Pada anak anak usia sekolah : gastroenteritis, konstipasi, infark omentum


Pada

gastroenteritis,

didapatkan

gejala-gejala

yang

mirip

dengan

appendisitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi,


merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak
ditemukan adanya demam. Infark omentum jug dapat dijumpai pada anakanak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendisitis. Pada infark
omentum, dpaat teraba massa apada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.
-

Pada pria dewasa muda : crohns disease, kolik traktur urogenitalis dan
epididimitis.
Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis
epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotum. Pada
crohns disease terdapat gejala kram dan diare yang lebih menyolok,
sedangkan anoreksia tidak terdapat. Pada kolik traktus urogenital didapatkan
gejala yang menjalar dari pinggang ke genitalia, pada pemeriksaan urin
37

terdapat kelainan sedimen misalnya eritrosit meningkat dan biasanya tidak


disertai leukositosis.
-

Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium,
infeksi saluran kencing
Pada PID, nerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista
ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.

Pada uasia lanjut : keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran


reproduksi, diverkulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis.
Appendisitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Keganasan
dapat terlihat di CT-Scan dam gejalanya muncul lebih lambat daripada
appendisitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan
dengan appendisitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan.
Perforasi ulkus dapat diketahui dari onset yang akut dan nyerinya tidak
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT-Scan lebih berarti
dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

Tanda tanda yang membedakan apendisitis dengan penyakit lain adalah :


a. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
appendisitis.
b. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri
perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan
perasaan mual-muntah.
c. Peradangan pelvis

38

Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak seksual. Suhu biasanay lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
d. Kehamilan Ektopik
Adanay riwayat terhambat menstruasi denga keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi
syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan kavum douglas, dan pada kuldosentesis akan di dapatkan darah.
e. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadangkadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan
ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejalagejala appendisitis.
f. Batu ureter atau batu ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

III.13.

Komplikasi Appendisitis (15-17)


Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata.

39

Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :


1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

III.14.

Penatalaksanaan Apendisitis (15-17)


Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi

oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak
dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis
umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan
yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
40

Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi
untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila
dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks
telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan
dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis
umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular
infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.

41

Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya
48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka
harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda
(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan
terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa
harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri
tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila
apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber
infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika
dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang
yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan
selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik
sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai
minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di
RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobeservasi selama 6 minggu tentang:
-LED
-Jumlah leukosit
-Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila


1

Anamnesa: penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

Pemeriksaan fisik:
42

Keadaan umum penderita baik, tidak tertdapat kenaikan suhu tubuh


Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetep ada tetapi lebih kecil
dibandingkan semula
Laboratorium : LED kurang dari 20 dan Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat


1

Bila LED telah menurun kurang dari 40

Tidak didaptkan leukositosis

Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak me ngecil
lagi

Bila LED tetap tinggi maka perlu diperiksa


Apakah penderitasudah bedrest total
Pemberian makanan penderita
Pemberian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain
Bila dalam 8-12 minggumasih terdapat tanda-tandainfiltrat atau tidak ada
perbaikanoperasi tetap dilakukan
Bila ada massa periapendikular yang fixed ini berarti sudah terjadi abses dan
terapi adalah drainase.

43

Indikasi Appendiktomi :

Appendisitis akut

Appendisitis kronik

Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang

Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih

Apendisitis perforata

Teknik operasi Apendiktomi :


1

Open Appendectomy
-

Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik

Dibuat sayatan kulit :

Lokasi Insici
Incisi Grid Iron (McBurney Incision)
Insisi Gridiron pada titik Mc Burney. Garis insisi paralel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik Mc Burney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina illiaka anterior superior kanan dan umbilikus.
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendiktomi : cutis - sub cutis - fascia
scarfa - fascia camfer - aponeurosis MOE MOI - M. Transversus - fascia
transversalis - pre peritoneum peritoneum.
Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot otot dinding perut
dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak
peritoneum parietal ( mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang
disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya
yang besar dan mengkilat dan lebih kelabu/putih, mempunya haustrae dan
taenia koli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan tidak mempunyai
haustrae dan taenia koli. Basis appendiks dicari pada pertemuan ketiga
taenia koli. Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena
keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi,
44

trauma operasi minimum pada alat alat tubuh, dan masa istirahat pasca
bedah lebih pendek karena masa penyembuhannya lebih cepat. Kerugiannya
adalah lapangan iperasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih
lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong secara tajam.

Gambar 12. Incisi Grid Iron (McBurney Incision)

Teknik apendiktomi Mc Burney : (10)


a

Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian


lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.

b Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan dinding


perut dibelah menurut arah serabut otot secara tumpul, berturut turut M.
Oblikus abdominis eksternus, M. Abdominis internus, sampai tampak
peritonium.
c

Peritonium disayat cukup lebar untuk eksplorasi.

d Sakum dan apendiks diluksasi keluar.


e

Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari


apendiks ke arah basis.

Semua perdarahan dirawat.


45

Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut.

h Lakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.


i

Puntung apendiks diolesi betadine.

Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutera.

k Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat alat didalamnya,


semua perdarahan dirawat.
l

Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.

m Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan


untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic
cat gut dan otot otot dikembalikan.
n Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub cutis dengan cat
gut dan akhirnya kulit dengan sutera.
o

Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

46

Gambar 13. Teknik appendiktomi

47

Lanz transverse incision


Insisi dilakukan pada 2 cm dibawah pusat, insisi transversal pada garis
midklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih
baik dari pada insisi grid iron.

Gambar 14. Lanz transverse incision


Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi Mc Burney. Dilakukan jika
apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Gambar 15. Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal)

Low Midline Incision

48

Dilakukan jika appendiks sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis


umum.
Insisi paramedian kanan bawah
Insisi vertikal paralel dengan midline 2,5 cm dibawah umbilikus sampai di
atas pubis.

Gambar 16. Lokasi Insisi Appendectomy

Perawatan Pasca Bedah (11)


Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari kurang lebih 2
3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada appendisitis tanpa perforasi :
antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada appendisitis dengan perforasi : antibiotik
diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi
secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke
kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca operasi.
Pemberian makan peroral di mulai dengan memberikan minum sedikit-sedikit (50 cc)
tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu adanya flatus dan bising usus. Bilamana
dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka pemberian makanan
peroral dimulai. Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke tujuh pasca bedah.

49

Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis
dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek appendisitis akut.
Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari appendisitis akut
sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.

Gambar 17. Laparoscopic Incisions


III.15.

Prognosis Appendisitis
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah

pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi.
Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan
antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua

50

BAB IV
KESIMPULAN
1

Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat


dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang

dan tebal untuk membungkus proses radang.


Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis akut.

Dapat terjadi 3 kemungkinan :


a. perforated apendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau rongga
peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
b. terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan akan
mengecil dan menghilang)
c. apendisitis kronis, merupakan serangan ulang apendisitis yang telah sembuh.
3 Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat
apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan penyakit
lain pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor cekum,
lymfoma maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma, penyakit
crohn, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun kista ovarium
4

terpuntir.
Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa
dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan
kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8
minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila
massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa

harus segera dibuka dan dilakukan drainase.


Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi

apendisitis

yang

dapat

mengakibatkan peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan
kematian. Komplikasi terjadi biasanya akibat keterlambatan diagnosa apendisitis
akut.

51

DAFTAR PUSTAKA
1

Shrestha, S. Anatomy of appendix and appendicitis. http://medchrome.com/basicscience/anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/. Accesed in Juni,23,2013.

Faiz,O, balckburn,S, Moffat,D. Anatomy At A Glance. Edisi Ketiga. England :


Oxford;2011. H 36.

urDocter. Anatomy and physiology of Appendix.


Http://healthycase.com/articles/surgery/19-anatomy-and-physiology-of-appendix.
Accessed in Juni,23,2013.

Apendisitis Infiltrat. Available at:


http://www.scribd.com/doc/58371576/APENDISITIS-INFILTRAT. Accessed at:

5
6

December 11, 2011.


De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
Everhart, James E., 2004. Appendicitis. Chapter 17 No. 89 January 2009.
http://www2.niddk.nih.gov/NR/rdonlyres/78371061-3E1A-4ECC-B3B64D16FF8B9306/0/BurdenDD_ch17_Jan2009.pdf. Accessed at: December 11, 2011.

Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on Chapter 47 in
Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders; 2004.h 1381-1400

Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the United States.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed in Juni,23,2013.

Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC.
2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed ebook. New
York: McGraw-Hills.

10 Annonymmous. Appendicits Type.


http://www.appendicitissymptoms.org.uk/appendicitis-types.htm. Accessed in
Juni,23,2013.
11 Old JL. Imaging for Suspected Appendicitis. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p71.html#afp20050101p71-b15. Accessed in
Juni,23,2013.

52

12 Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in women. Available


at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed in Juni,23,2013.
13 Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi
11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452
14 Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in Juni,23,2013.
15 Apendisitis Infiltrat. Available at:
http://www.scribd.com/doc/58371576/APENDISITIS-INFILTRAT. Accessed at:
December 11, 2011.
16 Appendicitis. Available at:
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/index.aspx. Accessed at:
December 11, 2011.
17 Diseases Of The Colon & Rectum. Available at:
http://www2.niddk.nih.gov/NR/rdonlyres/F68D12F4-82E5-43C6-8D8097BCF3520E38/0/NCDD_04272009_ResearchPlan_DiseasesofColonRectum.pdf.
Accessed at: December 11, 2011.

53

Anda mungkin juga menyukai