Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Pancasila Sebagai Filsafat


Pendidikan Pancasila

Disusun Oleh :
Nama

Dicky Rizkiadi

Nim

A12.2013.04998

Kelompok

A12.6502

Fakultas Ilmu Komputer


Universitas Dian Nuswantoro
Semarang
2015

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian politik berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuantujuan. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan perlu di tentukan kebijakan-kebijakan umun atau
piblis policies, yang menyangkut peraturan dan pembagian dari sumber-sumber yang ada. Dan
politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat bukan tujuan pribadi seseorang.
Selain itu politik juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan.
B. TUJUAN
Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik
bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil.
Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif,
dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan
pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu
dalam bernegara.

BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
A. Pengertian
Pengertian etika sebagai suatu usaha,filsaat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasanya masing masin. Cabang cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan
pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha
mencari jawabannya tentan g segala sesuatu,misalnya hakikat manusia,alam,hakikat realitas
sebagai suatu keseluruhan,tentang pengetahuan,tentang apa yang kita ketahui dan filsafat
teoritispun juga mempunyai maksud maksud dan berkaitan erat dengan hal hal yang bersifat
praktis,karena pemahaman yang dicari menggerakkan kehidupannya .1[1]
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mangapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.2[2]
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah masalah yang berkatan dengan prediket nilai susila dan tidak susila,,baik dan
buruk.
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang
pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka
filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia.
Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi
politis manusia itu.
sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara
Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
1
2

Kedaulatan rakyat (Rousseau)


Negara hokum demokratis/republican (Kant)
Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
Keadilan sosial

B. Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia.
Oleh karena itu etika politik berkait dengan bidang pembahsan moral. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. 3
[3]
Pengertian etika politik berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam
macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan
keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system itu.4[4]
C. Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu
berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah
penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang
sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila
adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1.

Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan
positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan
hidup, agama, budaya, adat.5[5] Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan
kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.

2. Hak Asasi Manusia

3
4
5

Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab.
Mengapa? Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan
dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun
kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan
karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b.

Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas
di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara
modern.
Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga
generasi hak-hak asasi manusia:

1) Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis

dan perlakuan wajar di

depan hokum.
2)

Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial

3)

Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif

(misalnya minoritas-minoritas

etnik).
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi
orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup
manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampong,
kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.6[6] Maka di sini
termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu
dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar
oleh korupsi.
4. Demokrasi
Prinsip kedaulatan rakyat menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau
sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan
6

memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup.
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang
memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah kedaulatan rakyat
plus prinsip keterwakilan.7[7] Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak
masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi
prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
b. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara
hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam
demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud
baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan
terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua
bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari
berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan
ide-ide, ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme.
Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social diusahakan
dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu
diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat structural, bukan pertama-pertama
individual. Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orangorang

tertentu

(misalnya

para

pemimpin),

melainkan

dalam

struktur-struktur

politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar dengan


tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas. Ketidakadilan structural
paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain
7

adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras,
suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang
adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama
dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga
memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3. Korupsi.
D. Demensi Manusia Politik
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari
kacamata yang berbeda-beda. Paham individualism yang merupakan bakal paham liberalisme,
memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas, Konsekuensinya dalam setiap
kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara dasar merupakan dasar moral politik negara.
Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan
dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan
kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme mamandang siafat manusia
sebagi manusia social. Individu menurut paham kolekvitisme dipandang sebagai sarana bagi
amasyarakat. Oleh karena itu konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia
sebagai makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan
masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi manusia sebagai makhluk
sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagi invidu dan segala aktivitas
dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan
manusia sebagai masyarakat atau makhluk sosial. Kesosialanya tidak hanya merupakan

tambahan dari luar terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan
oleh Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain.8[8]
Manusia didalam hidupnya mampu bereksistensi kare orang lain dan ia hanya dapat
hidup dan berkembang karena dalam hubunganya dengan oranglain.Dasar filosofi sebagaimana
terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa
mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah monodualis yaitu sbagai makhlukindividu dan
sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan
indonesia bukanlah totalis individualistis. Secara moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan
kepentingan dan kkesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini
merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga
konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara indonesia harus
dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
b.Demensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum,
sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini
memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua
segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang
senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan
memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal
ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain
dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh
manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu
pembatasan secara normatif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu
kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat
bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif dan
otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada norma-normanya. Oleh karena
itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai
kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga itu adalah negara. Penataan efektif

adalah penataan de facto, yaitu penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan
masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa negara yang memiliki.
E. Nilai nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sebagi dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya
dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa serta sila ke dua
kemanusiaan yang adoil dan beradab adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi
(legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
(Suseno, 1987 :115). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang
menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius
serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan,
kekuasaan, kewenangan.

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMUPALAN
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia.
Bidang pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam
kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi
politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik
terhadap dimensi politis manusia itu.

B.

SARAN
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan
bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat
untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu
negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat
sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma offset.
H. Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogyakarta: Paradigma.
Http:/Plityz. Blogs pot. Com/2010/Pancasila Sebagai Etika Politik.html Diakses tanggal
22 maret 2012.
Http:/ www.scribd com/doc/2433447/Pancasila Sebagai Etika Poltik. HtmlDiakses tanggal 22
maret2012.
Http:/Khairunnisa Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/ Pancasila Sebagai Etika
.Diakses tanggal 22 maret 2012

Poltik.html

Anda mungkin juga menyukai