Anda di halaman 1dari 2

Diabetes Melitus merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya

hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektivitas insulin. Sedangkan
insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas untuk mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Gangguan metabolik ini
mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Diabetes
berasal dari kata yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan, sedangkan diabetes
melitus merupakan kata lain untuk madu atau gula. Sehingga diabetes melitus adalah
penyakit di mana seseorang mengeluarkan atau mengalirkan sejumlah urine yang terasa
manis (Wulandari, 2013). Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum
di temukan pada pasien di bandingkan dengan diabetes melitus tipe 1,diabetes gestasional
dan, diabetes tipe lain. Mayoritas pasien diabetes melitus tipe 2 tidak bergantung pada
insulin. Kelompok diabetes melitus ini merupakan akibat dari kurang beresponnya jaringan
sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) terhadap insulin. (Betteng, 2014)
DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara
berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari
tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak
sehat. (Ligary & Isley, 2010). Di Amerika Serikat, terdapat 650.000 kasus diabetes baru di
diagnosis setiap tahunnya. Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang diderita kurang
lebih 12 juta orang. Tujuh dari 12 juta penderita Diabetes Melitus terdiagnosis dan sisanya
tidak terdiagnosis. Diabetes Melitus terutama terjadi pada kelompok umur lansia. Di antara
individu yang berusia lebih dari 65 tahun sebanyak 8,6% menderita Diabetes Melitus tipe 2.
Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia (Geirstein, 2008).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa
Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral
75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%
mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak
ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat
pendidikan dan status sosial rendah. (Trisnawati, 2013). Daerah dengan angka penderita DM
paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok
usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang
dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya
aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari (Irawan, 2010).

Ligaray, K., Isley, M. 2010. Diabetes Mellitus, type 2. [Online]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview. Diunduh tanggal 27 Sepetember
2015 pukul 06.29 WIB
Geirstein., et al. 2008. Effects of Intensive Glucose Lowering in Type 2 Diabetes N Engl J
Med; 358(24): 25452559
Wulandari, Oktaviana., Martini, Santi. 2013. Perbedaan Kejadian Komplikasi Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 Menurut Gula Darah Acak. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September
2013: 182191.

Betteng, Richardo., Pangemanan, Damayanti., Mayulu, Nelly., 2014.Analisis Faktor Resiko


Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Dipuskesmas
Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2, Nomor 2
Trisnawati, Shara Kurnia., Setyorogo, Soedijono. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013.
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis Universitas
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai