Diabetes melitus adalah sindrom kelainan metabolisme karbohidrat yang
ditandai hiperglikemia kronik akibat defek pada sekresi insulin dan atau tidak adekuatnya fungsi insulin. Diabetes melitus tipe II adalah kelompok DM akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia ( R.M. Tjekyan, S., 2007). Berdasarkan WHO Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak cukup memproduksi insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hyperglycaemia) (WHO, 2008).
2.1.2. Etiologi Diabetes Mellitus (DM)
Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan (R.M. Tjekyan, S., 2007). Produksi insulin yang cukup atau ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin dengan benar dan efesien akan menyebabkan hiperglikemia dan diabetes. Kondisi ini akan mempengaruhi kebanyakkan sel-sel otot dan jaringan lemak. Hasil dari kondisi ini disebut sebagai resistansi insulin. Ini adalah masalah utama pada Diabetes Mellitus Tipe II. Dalam Diabetes Mellitus Tipe II ini juga dijumpai penurunan sel beta Universitas Sumatera Utara secara stabil yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar gula darah (Medicinenet.com, 2005). Diabetes Mellitus Tipe I adalah kurangnya insulin secara mutlak. Hal ini terjadi kerana adanya gangguan dalam proses memproduksi insulin daripada sel beta di pankreas akibat daripada kerusakan sekunder (Medicinenet.com, 2005). Pada dasarnya, jika seseorang itu ada resisten terhadap insulin, prnghasilan insulin di dalam tubuhnya akan meningkat sehingga mencapai suatu tahap tertentu untuk mengatasi kondisi ini. Setelah itu, jika produksi insulin berkurang atau insulin tidak dapat dilepaskan, maka terjadilah hiperglikemia (Medicinenet.com, 2005). 2.1.3. Faktor risiko diabetes tipe II terbagi kepada 3 yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, diperbaiki dan lain-lain (Tedjapranata, M., 2009 Faktor Risiko Diabetes Mellitus (DM) ). Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional, riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg (Tedjapranata, M., 2009 Faktor risiko yang dapat diperbaiki adalah seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL 250 mg/dl, diet tinggi gula rendah serat (Tedjapranata, M., 2009 ). Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita sindrom ovarium poli- kistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin,sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu, riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung,pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata, M., 2009 ). ). Universitas Sumatera Utara 2.1.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM) Diabetes Mellitus (DM) dibahagikan kepada 2 jenis yaitu Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II (American Heart Association, 2007). Diabetes Mellitus Tipe II adalah paling sering dijumpai terutamanya pada dewasa. Walaubagaimanapun kasus pada remaja dan anak-anak untuk Diabetes Mellitus tipe II juga makin meningkat. Diabetes Mellitus Tipe II ini adalah disebabkan oleh penghasilan insulin yang tidak cukup atau penggunaan insulin yang tidak efesien (resistansi insulin) (American Heart Association, 2007). Diabetes Mellitus Tipe I biasanya dijumpai pada anak-anak. Diabetes jenis ini disebabkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau penghasilannya sedikit (American Heart Association, 2007). Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) 1997, sebagai berikut (Shahab, A., 2006): 1. Diabetes Melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) : Autoimun Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) 2. Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin) 3. Diabetes Melitus tipe lain : A. Defek genetik fungsi sel beta : Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3. DNA mitokondria B. Defek genetik kerja insulin Universitas Sumatera Utara C. Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis tumor pankreas /pankreatektomi pankreatopati fibrokalkulus D. Endokrinopati : akromegali sindrom Cushing feokromositoma hipertiroidisme E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain F. Infeksi : Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV) G. Sebab imunologi yang jarang : antibodi anti insulin H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain. 4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG) 2.1.5. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus (DM) Kedua-kedua jenis diabetes memiliki gejala yang sangat mirip. Gejala pertama berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Gula tumpah ke dalam urin ketika kadar gula darah naik di atas 160-180 mg / dL. Ketika tingkat gula dalam urin meningkat lebih tinggi lagi, ginjal mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar gula, maka menghasilkan air seni yang berlebihan, jadi penderita diabetes sering buang air kecil dengan volume yang banyak Universitas Sumatera Utara (poliuria). Buang air kecil yang berlebihan mengakibatkan rasa haus yang tidak normal (polidipsia). Selain itu disebabkan kehilangan kalori yang berlebihan dalam urin, maka berat badan penderita Diabetes Mellitus (DM) akan menurun. Untuk mengkompensasinya, penderita DM akan sering merasa lapar. Gejala lain untuk Diabetes Mellitus (DM) termasuk penglihatan kabur, pusing, mual, dan menurunnya daya tahan semasa melakukan aktivitas ( Kishore, P. MD, 2008). Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe I, gejalanya sering muncul secara tiba-tiba dan dramatis. Dalam Diabetes Mellitus Tipe I ini bisa terjadinya ketoasidosis diabetikum. Hal ini terjadi karena tubuh tidak bisa menghasilkan insulin atau penghasilan insulinnya tidak adequate, maka sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan gula yang terdapat di dalam darah, jadi sel-sel tubuh akan menjalani mekanisme back-up untuk memperolehi energi supaya sel-sel tubuh bisa hidup. Sel-sel lemak akan mulai lisis dan menghasilkan keton. Keton ini memberikan energi kepada sel tetapi akan menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan, penurunan berat badan, rasa mual, muntah, kelelahan, dan pada anak-anak terutmanya sakit perut. Selain itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I juga cenderung untuk bernafas lebih dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keadaan keasaman dalam darah. Di samping itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I ini nafasnya berbau seperti penghapus cat kuku. Jika tidak diobati, ketoasidosis diabetikum ini bisa mengakibatkan koma dan kematian dalam beberapa jam ( Kishore, P. MD, 2008). Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II mungkin tidak memiliki gejala apapun selama bertahun-tahun atau berpuluhan tahun sebelum mereka didiagnosis. Gejala yang mungkin muncul adalah gejala yang halus. Gejala- gelaja yang bisa didapati pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II pada awalnya adalah peningkatan urinasi dan haus yang ringan dan keadaannya akan menjadi semakin buruk. Akhirnya, penderita DM Tipe II Universitas Sumatera Utara akan merasa sangat lelah, penglihatannya kabur, dan mungkin mengalami dehidrasi ( Kishore, P. MD, 2008). Oleh karena penderita Diabetes Mellitus Tipe II dapat menghasilkan insulin, maka ketoasidosis tidak terjadi. Namun, kadar gula darah dapat menjadi sangat tinggi (sering melebihi 1.000 mg / dL). Kadar gula darah yang tinggi ini adalah akibat dari stres, infeksi atau penggunaan narkoba. Kadar gula darah yang tinggi ini bisa mengakibatkan dehidrasi yang parah, kebingungan mental, pusing, dan kejang, yang disebutkan koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ( Kishore, P. MD, 2008). 2.1.6. Patogenesis Diabetes Mellitus Terdapat 2 jenis diabetes yaitu Diabetes Mellitus Tipe I dan Tipe II. Diabetes mellitus tipe I juga disebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), atau juvenile diabetes melitus. Dalam diabetes mellitus tipe I, pankreas mengalami serangan autoimmune oleh tubuh sendiri, dan menyebabkan sel-sel pankreas tidak bisa menghasilkan insulin. Antibodi abnormal telah ditemukan di sebagian besar pasien dengan diabetes mellitus tipe I. Antibodi adalah protein dalam darah yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Pasien yang menderita diabetes mellitus tipe I harus bergantung pada obat insulin untuk bertahan hidup. Pada penyakit autoimun, seperti diabetes mellitus tipe I, sistem kekebalan tubuh secara keliru memproduksi antibodi dan sel-sel inflamasi yang menentang jaringan tubuh sendiri dan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri. Pada pasien Diabetes Mellitus Tipe I, sel-sel beta pankreas yang bertanggung jawab untuk produksi insulin diserang oleh sistem kekebalan tubuh. Hal ini diyakini bahwa warisan genetik mungkin suatu faktor risiko berkembangnya antibiotik yang abnormal. Selain itu, paparan terhadap infeksi virus tertentu (gondok dan Coxsackie virus) atau racun-racun lingkungan hidup lainnya bisa memicu respons antibodi abnormal yang merusakan sel-sel pankreas. Terdapat beberapa antibodi Universitas Sumatera Utara yang dijumpai pada diabetes mellitus tipe I yaitu anti-islet Diabetes mellitus tipe II juga disebut sebagai non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), atau orang dewasa diabetes mellitus (AODM). Dalam diabetes mellitus tipe II, pasien dapat memproduksi insulin, tetapi tidak dapat menggunakannya secara adequate, terutama pada pasien yang mengalami resistensi insulin. Pada kebanyakkan kasus, biasanya penghasilan insulin banyak, hanya jadi masalah apabila sel-sel tubuh seperti sel lemak dan sel otot kurang peka terhadap insulin. Selain masalah dengan peningkatan sel, anti-insulin dan anti-glutamat dekarboksilase (Medicinenet.com, 2005). resistensi insulin, pelepasan insulin oleh pankreas mungkin juga mengalami kerusakan dan suboptimal. Pada penderita diabetes tipe mellitus II penghasilan insulin dari beta sel akan berkurang(Ini adalah faktor utama bagi banyak pasien dengan diabetes tipe mellitus II yang pada akhirnya memerlukan terapi insulin.). Akhirnya, hati pada pasien DM akan terus memproduksi glukosa melalui proses yang disebut glukoneogenesis meskipun kadar glukosa meningkat (Medicinenet.com, 2005). Glukosa yalah gula yang paling sederhana ditemukan dalam makanan. Glukosa digunakan sebagai energi untuk sel-sel tubuh supaya berfungsi secara normal. Karbohidrat dalam makanan dipecah menjadi glukosa di dalam usus halus kemudian diserap oleh usus halus dan dibawa oleh aliran darah untuk kegunaan semua sel-sel dalam tubuh. Namun, glukosa tidak dapat memasuki ke dalam sel jika tanpa bantuan insulin. Dalam hal ini, insulin memainkan peranan sebagai transportasi untuk menghantar glukosa memasuki ke dalam sel-sel. Tanpa insulin, sel-sel akan kekurangan glukosa untuk digunakan sebagai sumber energi, meskipun, adanya glukosa di dalam aliran darah. Akhinya, glukosa yang lebih ini atau glukosa yang tidak digunakan ini akan diekskresikan dalam urin (Medicinenet.com, 2005). Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel-sel khusus (sel beta) dari pankreas. (Pankreas adalah organ mendalam dalam perut Universitas Sumatera Utara terletak di belakang perut.) Selain membantu glukosa memasuki sel-sel, insulin juga penting dalam mengatur rapat tingkat glukosa dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa darah akan meningkat, untuk mengatasi peningkatan kadar glukosa, pankreas biasanya melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa memasuki sel-sel dan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Ketika kadar glukosa darah diturunkan, maka pelepasan insulin dari pankreas dihentikan. Seperti diuraikan di atas, pada pasien dengan diabetes, insulin adalah baik tidak ada, relatif cukup untuk kebutuhan tubuh, atau tidak digunakan dengan baik oleh tubuh. Semua faktor ini menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) (Medicinenet.com, 2005). 2.1.7. Diagnosis Diabetes Mellitus Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah dilakukan di laboratorium klinik. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Gustaviani, R., 2007). Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnotik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Gustaviani, R., 2007). Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut: (Shahab, A., 2006) 1. Usia > 45 tahun 2. Berat badan lebih: BBR >110% berat badan idaman atau IMT > 23kg/m 3. Hipertensi ( ≥ 140/90mmHg) 2 4. Riwayat DM dalam garis keturunan 5. Riwayat abortus berulang, melahirkan anak cacat atau berat badan lahir bayi > 4000gram 6. Riwayat DM pada kehamilan 7. Dislipidemia HDL ≤ 35mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250mg/dl 8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvea pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200mg/dl (Gustaviani, R., 2007). Universitas Sumatera Utara Cara penatalaksanaan TTGO (WHO 1985) adalah seperti berikut : • Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan. • Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan. • Diperiksa kadar glukosa darah puasa. • Diberikan glukosa 75gram(orang dewasa) atau 1,75gram/kgBB(anakanak), dilarutkan dalam air 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit. • Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. • Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Kriteria diagnostik Diabetes Melitus (Shahab, A., 2006) 1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ³ 200 mg/dl , atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ³ 126 mg/dl (Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau Kadar glukosa plasma ³ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO. 2.1.8. Komplikasi Diabetes Mellitus : Komplikasi yang dapat timbul adalah komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut termasuk ketoasidosis diabetik, hipoglikemi dan hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Untuk ketoasidosis diabetik adalah kedaaan dekompesasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias,terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolute atau insulin relative. Hipoglikemia adalah penurunan kadar glukosa dalam darah dan biasanya disebabkan peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, asupan karbohidrat yang kurang. Hiperglikemia Hiperosmolar non ketotik pula adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis, gejalanya adalah dehirasi Universitas Sumatera Utara berat, hiperglikemia berat, dan gangguan neurologis (Gustaviani, R., 2007). Diabetes Mellitus juga bisa menyebabkan komplikasi kronis yaitu mikroangiopati dan makroangiopati. Dimana mikroangiopati meliputi retinopati diabetikum, nefropati dan neuropati. Yang dimaksudkan retinopati diabetekum adalah disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor tejadinya retinopathy diabetik adalah lamanya menderita diabetes, umur penderita , control gula darah, serta faktor sitemik seperti hipertensi dan kehamilan. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin dan disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus . Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko untuk menjadi gagal ginjal kronik. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangya rasa sensorik terutama bagian distal diikuti dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik. Makroangiopati adalah penyakit jantung koronor. Diabetes Mellitus mempercepat pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis) dalam pembuluh darah yang lebih besar.Penyakit jantung koroner adalah disebabkan kurangnya supply darah ke jantung (Gustaviani, R., 2007). Tabel 2.1. Komplikasi jangka panjang dari diabetes Organ/jaringan yg terkena Yang terjadi Komplikasi Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis. Sirkulasi yang jelek menyebabkan penyembuhan luka yang jelek & bisa menyebabkan Universitas Sumatera Utara Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten dan infeksi Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina Gangguan penglihatan dan pada akhirnya bisa terjadi kebutaan Ginjal ∗ Penebalan pembuluh darah ginjal ∗ Protein bocor ke dalam air kemih ∗ Darah tidak disaring secara normal Fungsi ginjal yang buruk Gagal ginjal Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal karena aliran darah berkurang ∗ Kelemahan tungkai yang terjadi secara tiba- tiba atau secara perlahan ∗ Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan dan kaki ∗ Kerusakan saraf menahun Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yang mengendalikan Tekanan darah yang naik-turun Universitas Sumatera Utara tekanan darah dan saluran pencernaan ∗ Kesulitan menelan serta perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit serta hilangnya rasa yang menyebabkan cedera berulang ∗ Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum) ∗ Penyembuhan luka yang jelek Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih dan kulit Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau berkontraksi ∗ Sindroma terowongan karpal Kontraktur Dupuytren (Kishore, P. MD, 2008)
Diabetes Melitus Merupakan Suatu Sindrom Klinik Yang Khas Ditandai Oleh Adanya Hiperglikemia Yang Disebabkan Oleh Defisiensi Atau Penurunan Efektivitas Insulin