TRAUMA MAXILLOFACIAL
OLEH :
Zefania Yonisa P.
NIM. G99141008
PEMBIMBING :
dr. Dewi Haryati K., Sp.BP
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
..........................................................................................................................
1
DAFTAR ISI.....................................................................................................
..........................................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan......................................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi......................................................................................................
4
B. Etiologi......................................................................................................
5
C. Klasifikasi..................................................................................................
5
D. Diagnosis...................................................................................................
9
E. Penatalaksanaan.........................................................................................
F.
14
Prognosis...................................................................................................
16
G. Pencegahan................................................................................................
16
BAB III PENUTUP
Penutup ..........................................................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
18
BAB I
PENDAHULUAN
gangguan
saluran
pernafasan,
perdarahan,
luka
jaringan
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
A. DEFINISI
Trauma maxillofacial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan
jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maxillofacial dapat mencakup
jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak
wajah adalah
harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian
oleh trauma maxillofacial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas.1
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari fraktur maxillofacial itu sendiri terdiri atas beberapa
fraktur yakni fraktur kompleks nasal, fraktur kompleks zigomatikus - arkus
zigomatikus, fraktur mandibula dan fraktur maksila yang terdiri atas fraktur
le fort I, II, dan III.3
1.
Fraktur Zygoma
Tulang zigomatik sangat erat hubungannya dengan tulang
maksila, tulang dahi serta tulang temporal, dan karena tulang
tulang tersebut biasanya terlibat bila tulang zigomatik mengalami
fraktur, maka lebih tepat bila injuri semacam ini disebut fraktur
kompleks zigomatik.4
Tulang zigomatik biasanya mengalami fraktur didaerah zigoma
beserta
suturanya,
yakni
sutura
zigomatikofrontal,
sutura
Fraktur Nasal
Tulang hidung sendiri kemungkinan dapat mengalami fraktur ,
tetapi yang lebih umum adalah bahwa fraktur fraktur itu meluas dan
melibatkan proses frontal maksila serta bagian bawah dinding medial
orbital.7
Fraktur daerah hidung biasanya menyangkut septum hidung.
Fraktur Maxilla
Klasifikasi fraktur maxillofacial yang keempat adalah fraktur
maksila, yang mana fraktur ini terbagi atas tiga jenis fraktur, yakni ;
fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III. Dari beberapa hasil penelitian
sebelumnya, insidensi dari fraktur maksila ini masing-masing sebesar
9,2% dan 29,85%.
a)
Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan tunggal atau
Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula merupakan akibat yang ditimbulkan dari
fraktur
mandibula
sering
mengalami
sakit
sewaktu
mengunyah, dan gejala lainnya termasuk mati rasa dari divisi ketiga
dari saraf trigeminal. Mobilitas segmen mandibula merupakan kunci
penemuan diagnostik fisik dalam menentukan apakah si pasien
mengalami fraktur mandibula atau tidak. Namun, mobilitas ini bisa
bervariasi dengan lokasi fraktur. Fraktur dapat terjadi pada bagian
10
11
12
Le Fort III
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan secara ekstra
oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan
visualisasi. Secara visualisasi dapat terlihat pembengkakan pada
daerah kelopak mata, ekimosis periorbital bilateral. Usaha untuk
melakukan tes mobilitas pada maksila akan mengakibatkan
pergeseran seluruh bagian atas wajah. Pemeriksaan selanjutnya
dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi wajah
anterolateral, foto wajah polos dan CT scan.
d) Fraktur Mandibulla
Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dilakukan dalam dua
pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan
ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi.
Secara visualisasi terlihat adanya hematoma, pembengkakan pada bagian
yang mengalami fraktur, perdarahan pada rongga mulut. Sedangkan
secara palpasi terdapat step deformity. Pada pemeriksaan intra oral,
pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi
terlihat adanya gigi yang satu sama lain, gangguan oklusi yang ringan
hingga berat, terputusnya kontinuitas dataran oklusal pada bagian yang
mengalami fraktur. Sedangkan secara palpasi terdapat nyeri tekan, rasa
tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran. Pada fraktur mandibula
dilakukan pemeriksaan foto roentgen proyeksi oklusal dan periapikal,
panoramik tomografi ( panorex ) dan helical CT.
13
14
2.
3.
Bila hanya arkus zygoma saja yang terkena fraktur, fragmen fragmen
harus direduksi melalui suatu pendekatan memnurut Gillies. Fiksasi tidak
perlu dilakukan karena fasia temporalis yang melekat sepanjang bagian atas
lengkung akan melakukan imobilisasi fragmen-fragmen secara efektif.
15
16
F. PROGNOSIS
Apabila pengobatan diperoleh dengan tepat dan cepat setelah trauma
maxillofacial, prognosis bisa menjadi baik. Penyembuhan juga tergantung
pada trauma yang timbul. Kecelakaan mobil atau luka tembak, misalnya,
dapat menyebabkan trauma wajah berat yang mungkin memerlukan beberapa
prosedur pembedahan dan cukup banyak waktu untuk proses penyembuhan.
Trauma maxillofacial yang berat sering dikaitkan dengan trauma pada
angota tubuh lain yang mungkin mengancam nyawa. Trauma jaringan lunak
yang luas atau avulsi dan fraktur tulang wajah comuniti jauh lebih sulit untuk
diobati dan mungkin memiliki prognosa yang buruk. Perdarahan berat dari
trauma yang luas dari wajah dapat menyebabkan kematian. Obstruksi jalan
napas, jika tidak diobati atau dideteksi, dapat menyebabkan resiko kematian
yang tinggi.
G. PENCEGAHAN
Kendati teknologi bedah memberi hasil yang baik, pencegahan trauma
merupakan langkah yang bijak. Pengendara motor yang berisiko tinggi
terjadi trauma hendaknya lebih memperhatikan keselamatan, terutama
dibagian kepala. Dari suatu penelitian, disimpulkan bahwa ternyata tidak ada
perbedaan berarti pada frekuensi kejadian trauma maksilofacial sebelum dan
sesudah era wajib helm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih
sangat sedikit pengendara sepeda motor yang mengenakan helm dengan
benar.
17
BAB III
PENUTUP
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
Syaiful
Saanin.
Cedera
Kepala.
Padang:
Fakultas
Kedokteran
3.
4.
Duddley HAF, eds. Hamilton bailey ilmu bedah gawat darurat. 11st ed.
Penerjemah A. Sanik Wahab, Soedjono Aswin. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 1992:20-3:125-74:22.
5.
6.
7.
8.
9.
19