Anda di halaman 1dari 24

PENGENDALIAN MANAJEMEN DALAM ORGANISASI NON

PROFIT
MAKALAH

Mata Kuliah :

Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen (SPPM)

Dosen

Ibu Ludwina Harahap

Disusun Oleh :

Christine (12521001)
Helena Prisca Nobo (12521002)

JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS TRILOGI
SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah tentang Pengendalian Manajemen dalam Organisasi Non Profit ini
disusun dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas Sistem Perencanaan dan
Pengendalian Manajemen dan diharapkan melalui makalah ini, kami dapat
menambah wawasan mengenai Strategi Sistem Perencanaan dan Pengendalian
Manajemen.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu
kami dalam proses pembuatan makalah ini.
Terakhir kami sadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
kami harapkan kritik dan sarannya agar kedepannya kami dapat membuat makalah
yang lebih baik.

Jakarta, 24 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
1

KATA PENGANTAR....................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.1.

Latar Belakang............................................................................................3

1.2.

Rumusan Masalah.......................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI........................................................................................4


2.1.

Perbedaan Antara Organisasi Profit dan Organisasi Non profit..................4

2.2.

Ambiguitas Tujuan dan Konflik..................................................................6

2.3.

Kesulitan dalam Mengukur Kinerja............................................................7

2.4.

Perbedaan Akuntansi...................................................................................9

2.5.

Pengawasan Eksternal...............................................................................11

2.6.

Karakteristik Karyawan.............................................................................12

BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................13


3.1.

Yayasan Damandiri...................................................................................13

BAB IV PENUTUP.....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22
STATEMENT OF AUTHORSHIP..............................................................................23

BAB I PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Organisasi non profit harus mendapatkan spesifikasi khusus karena mereka


memiliki perbedaan dalam beberapa hal dibandingkan dengan organisasi profit.
Keberadaan mereka juga sangat penting. Organisasi non profit juga memiliki peran
sosial yang penting. Seluruh organisasi pemerintahan, musium, persatuan pekerja dan
organisasi politik adalah organisasi non profit. Banyak atau kebanyakan dari sekolah
dan rumah sakit juga merupakan organisasi non profit. Secara keseluruhan organisasi
non profit menawarkan bagian yang dapat dipertimbangkan dalam ekonomi yang
ditawarkan oleh dunia.
Organisasi non profit memiliki banyak kesamaan dengan organisasi profit.
Kebanyakan dari mereka menawarkan jasa (atau juga produk) dan harus bersaing
dengan organisasi lain yang yang telah di tunjuk oleh pemberi layanan. Mereka
memiliki manajer professional yang mengembangkan objektifitas, strategi dan
budget. Banyak organisasi non profit yang merupakan organisasi besar, maka para
manajer mendelegasikan otoritas dan mempertahankan akuntanbilitas karyawan
mereka di beberapa area. Tetapi alternatif MCS dan tantangan dalam organisasi non
profit terkadang berbeda dengan yang dihadapi oleh organisasi profit.
1.2.

Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang ada di atas, maka dapat diambil beberapa

rumusan masalah, yaitu :


1. Bagaimana Pengendalian Manajemen di Organisasi Nirlaba?

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.

Perbedaan Antara Organisasi Profit dan Organisasi Non profit


Secara ironis, yang membedakan antara organisasi non profit dan profit

bukanlah seberapa banyak keuntungan yang dapat mereka raih, melainkan bagaimana
mereka mendistribusikan keuntungan tersebut. Keutungan yang di dapat oleh
organisasi non profit tidak bisa diberikan kepada pemilik atau siapapun yang
memiliki hubungan dengan organisasi melainkan harus didedikasikan untuk tujuan
organisasi. Karenanya, yang menentukan karakteristik utama dari sebuah organisasi
non profit adalah tujuan dari organisasi tersebut. Organisasi non profit biasanya
adalah organisasi yang menyediakan pelayanan masyarakat. Tetapi kategori non
profit jenis pelayanan yang sangat banyak dan luas. Mereka bisa jadi berupa sosial,
religi, scientific, pendidikan maupun politik. Termasuk didalamnya organisasi
pemerintahan dan berbagai macam institusinya, otoritas, agensi dan program. Banyak
juga organisasi swasta yang beroperasi untuk public benefit, seperti museum, rumah
sakit, universitas, dan sekolah. Beberapa organisasi non profit seperti organisasi religi
dan yayasan sosial menawarkan beberapa tujuan private benefit. Sedangkan persatuan
buruh, dan persatuan pemilik usaha beroperasi untuk mutual benefit anggota mereka
sendiri.
Tidak seperti organisasi yang berorientasi pada profit. Organisasi nirlaba tidak
memiliki equity. Meskipun demikian, mereka tetap harus mencari pendapatan untuk
membiayai operasional mereka. Banyak organisasi nirlaba yang memperoleh
pendapatan dari menjual produk atau jasa. Seperti mengenakan biaya administrasi
untuk melihat pameran museum atau pertunjukan teater . Disamping itu organisasi
nirlaba juga mendapatkan uang dari pihak ketiga untuk menyediakan jasa layanan
mereka. Contoh, pemerintah memberikan biaya sekolah gratis atau subsidi untuk

anak sekolah. Uang bukanlah tujuan uama dari organisasi nirlaba. Beberapa entitas
perusahaan nirlaba

mencapai tujuan untuk memperoleh profit. Seperti contoh

pemerintah memberikan undian, RS memberikan bingkisan dan universitas menjual


buku, makanan dan tiket atletik. Di dalam memdapatkan keuntungan mereka bersaing
dengan perusahaan non nirlaba. Tetapi keuntungan apa pun yang mereka peroleh
dimaksudkan agar perusahaan tetap berlangsung hidup untuk kedepannya dan tidak
akan dibayarkan kepada pemilik atau orang lain yang terkait dengan organisasi.
Organisasi nirlaba tidak melakukan pembayaran dividen. Sumber daya yg mereka
miliki digunakan untuk tujuan utama kelanjutan organisasi.
Secara keseluruhan, organisasi nirlaba memiliki kesamaan karakteristik tujuan
dan distribusi keuntungan. Namun, walaupun organisai nirlaba dianggap sebagai
organisasi yang relatif kecil bekerja untuk tujuan altruistic seperti bank makanan dan
komunitas amal masyarakat yg dikelola oleh manajer kecil dan para relawan. Menjadi
organisasi nirlaba tidak berarti menjadi kecil atau menjadi beramal.
2.2.

Ambiguitas Tujuan dan Konflik

seperti yang dibahas sebelumnya, MSC harus dirancang untuk meningkatkan


probabilitas bahwa tujuan organisasi akan diperoleh dan surat ketetapan tentang
efektivitas MCS harus didasarkan atas penilaian dari pencapaian tujuan kemungkinan
sampel datanya. Walaupun menempatkan agak menyederhanakan, kejelasan sasaran
ada di organisasi nirlaba. Diperusahaan Anglo American, misalnya tujuan utama
umumnya diambil untuk fokus pada memaksimalkan nilai pemegang saham subjek
beberapa kendala dan kepentingan lainnya. Dan meskipun lagi agak disederhanakan,
manajer perusahaan publik dapat memperoleh umpan balik tepat waktu pada
pencapaian tujuan mereka dengan monotoring perusahaan mereka kinerja saham
suatu membandingkannya dengan pesaing mereka dan pasar secara keseluruhan.
Dengan demikian tujuan tingkat kejelasan, namun tidak biasanya tidak ada di
organisasi nirlaba. Banyak konstituen biasanya memiliki dalam organisasi tujuan dan
5

kinerjanya. Tapi konstituen ini sering tidak setuju nilai-nilai mereka dan konflik
kepentingan. Dewan pengawas dari museum mungkin menganggap tujuan utama
mereka adalah untuk menginspirasi Beragam publik melalui pengumpulan dan
pameran karya seni dengan kualitas terbaik. Pemangku kepentingan lain seperti
pejabat masyarakat dan pemerintah setempat mungkin lebih tertarik dalam memiliki
pameran museum ini ditujukan untuk anak-anak. Dalam memecahkan konflik dan
perbedaan persepsi ini dibutuhkan mekanisme pengambilan keputusan yang unik.
Konflik juga tidak dapat dihindarkan di organisasi pemerintahan. Organisasiorganisasi ini juga sering diperintah dari banyak sumber, termasuk eksekutif,
legislatif, cabang yudikatif dari pemerintahan, dan kemungkinan dari berbagai level
pemerintahan, beberapa nasional dan beberapa lokal. Agen-agen penegakan hukum,
contohnya, harus memberi respon kepada hukum-hukum dan peraturan-peraturan
yang dibuat dari semua level legislatif. Pendanaan mereka, konsekuensi akuntabilitas
mereka, juga kemungkinan ditujukan kepada berbagai macam otoritas. Manajer dari
organisasi-organisasi ini menghadapi tekanan eksternal karena tekanan dan publik
dalam masyarakat demokasi memiliki akses untuk informasi yang besar. Beberapa
pekerja kunci/utama mungkin akan menghadapi tekanan pemilihan (pemilu) ulang,
kemudian merasa butuh meminta publik untuk memberikan sumbangan kampanye
yang besar. Persebaran dari perintah dan potensi konflik sangat membingungkan atau
menyulitkan manajemen. Pada tingkat yang mininum, ia menghasilkan tujuan yang
kompleks.
Tanpa kejelasan dari apa tujuan yg ingin dicapai, dan bagaimana pilihan dan
pengorbanan diantaranya yg harus dibuat, itu adalah hal yang sulit, tapi bukan sesuatu
hal yang tidak mungkin, untuk menghakimi seberapa baik kontrol sistem dari
organisasi atau bahkan seberapa baik tim manajemen menjalankan performanya.
Beberapa organisasi non-profit bertarung dengan masalah2 fundamental ini dari
ambiguitas tujuan dan konflik. Mereka harus diarahkan untuk membantu dalam
merancang sebuah kontrol sistem yang efektif dan dalam menilai keefektivitasan dari
6

sebuah kontrol sistem yg ada dalam suatu tempat, ketika merefleksikan hukum,
peraturan, kebijakan dan sumber lingkungan di dalam operasional organisasi nonprofit tertentu.
2.3.

Kesulitan dalam Mengukur Kinerja


Bahkan untuk bukan organisasi nirlaba belum memiliki tujuan yang cukup

jelas, manajer organisasi-organisasi ini biasanya tidak memiliki indikator kinerja


intinya, seperti keuntungan dan pengukuran pengembalian untuk organisasi profit.
Tingkat pencapaian goals-keseluruhan organisasi penyediaan kualitas layanan kepada
para consitituen biasanya tidak dapat diukur secara akurat dalam hal keuangan. Jika
tujuan rumah sakit adalah untuk menyelamatkan nyawa atau untuk menyembuhkan
sakit, misalnya, bagaimana keberhasilannya diukur? Dengan waktu untuk menghadiri
untuk pasien dibawa ke bangsal darurat? Dengan tingkat kematian di antara pasien
darurat mengalami serangan jantung? Dengan tingkat penderita

kanker yang

bertahan hidup? Atau harus ada pengukuran antara pencegahan dibanding dengan
pengobatan?
Tanpa pengukuran sederhana pada indikator kinerja, manajemen tugas dan
pengendalian menjadi lebih kompleks. Hal itu menjadi sulit untuk:
1. Mengukur kinerja organisasi secara jelas disegala tujuan dan untuk
menggunakan hasil pengendalian termasuk insentif yang berorientasi pada
kinerja walaupun pada level organisasi yang lebih luas.
2. Menganalisa manfaat investasi alternatif ataupun pelatihan tindakan.
3. Memusatkan organisasi dan menjaga entitas manajer yang

dapat

dipertanggung jawabkan untuk area khusus kinerja yang secara tepat berkaitan
pada tujuan utama organisasi.
4. Membandingkan kinerja entitas yang menunjukkan aktivitas yang berbeda.

Secara umum, mereka tidak mampu menyelesaikan pekerjaan mereka secara


efektif karena mereka gagal untuk menentukan apa yang menjadi masalah
sebenarnya.
Tujuan dari penggunaan ukuran kinerja oleh organisasi yang melayani
masyarakat dan dalam menyebarluaskan data lebih ke masyarakat adalah untuk
melengkapi pengukuran yang berfokus pada tenaga tradisional seperti pada tingkat
pengeluaran dan penyusunan karyawan dengan ukuran yang berorientasi pada hasil
seperti hasil output, kualitas dan jadwal kinerja yang dalam pelaksanaannya untuk
meningkatkan

efisiensi

dan

efektifitas

pemerintah

dengan

meningkatkan

tanggungjawab manajer umum.


Bagaimanapun juga, terdapat hal yang menjadi perhatian pada pengukuran
yang bisa memproduksi beberapa efek samping disfungsional yang sama yang secara
umum terdapat pada organisasi yang berorientasi pada laba seperti perilaku yang
tidak pada tempatnya yang berkonsentrasi pada area yang diukur untuk
mengecualikan hal penting lainnya tetapi tidak pada area yang terukur dan permainan
atau kekeliruan data.
Beberapa studi akademi telah menyediakan bukti dalam beberapa pengaturan
dengan lebih baik. Sebagai contoh, satu studi pada rumah sakit yang tidak
berorientasi pada laba menemukan bahwa insentif yang didasarkan pada laba dapat
memimpin untuk meningkatkan

kepedulian untuk beramal dan pengaruh dari

beberapa kontrak insentif bisa menarik para manajer yang lebih berbakat di dalam
meningkatkan laba. Beberapa organisasi nonprofit juga berhasil dengan kombinasi
pendekatan pengukuran (balanced scorecard) untuk memanage operasi mereka secara
efektif.

2.4.

Perbedaan Akuntansi
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan non profit sangat berbeda

dengan yang digunakan untuk perusahaan konvensional baik dalam isi dan bentuk.
Laporan keuangan standar komprehensif berlaku umum dikabarkan tidak ada di
perusahaan non profit menurut standar akuntansi amerika (FAS no 117 in 1993).
Hingga saat ini, beberapa perusahaan non profit membuat laporan keuangan
konsolidasi sedangkan beberapa yang lainnya tidak. Beberapa perusahaan non profit
menyediakan informasi arus kas, tapi beberapa tidak. FAS 117 dimaksudkan untuk
meningkatan relevansi, dimengerti, dan membandingkan laporan keuangan non
profit. Dalam waktu yang sama penulis buku ini melakukan revisi berdasarkan IFRS
bagi perusahaan non profit yang sedang diusulkan.
Standar akuntansi yang digunakan perusahaan non profit pada transaksi
operasional juga secara sejarah juga berbeda dengan perusahaan konvensional.
Depresiasi mungkin bagian paling mencolok dari perbedaan tersebut. Di US,
depresiasi asset tetap jangkap diperlukan untuk perusahaan non profit sejak 1990
berdasarkan FAS Nos. 93 and 99. Organisasi pemerintah membebaskan hal ini;
mereka mengakui beban depresiasi hanya di akun mereka yang dilakukan bagi
kegiatan bisnis. Kebanyakan ahli, bagaimana sekarang menyimpulkan prinsip-prinsip
akuntansi yang digunakan perusahaan non profit harus serupa dengan yang digunakan
perusahaan konvensional, dengan pengecualian: perusahaan non profit membutuhkan
akun-akun yang berbeda, seperti dana, untuk memisahkan transaksi operasional dari
kontribusi transaksi modal. Sebenarnya, salah satu ide dari pengusulan revisi
berdasarkan IFRS untuk perusahaan non profit untuk cut down versi pelaporan
laporan keuangan bagi perusahaan kecil atau mengengah (SMEs), walaupun yang
diperdebatkan disini seperti yang telah dibicarakan bahwa tidak semua perusahaan
non profit adalah kecil.

Perusahaan konvensional memperoleh sumber daya dengan menjual saham,


meminjam uang, dan mendapatkan untung dari menjual barang-barang dan jasa yang
mereka sediakan. Para manajerial berharap dapat memberdayakan setiap jalur yang
ditetapkan. Banyak sumber daya yang diperoleh oleh perusahaan non profit, dengan
cara lain seperti donasi atau sumbangan untuk perusahaan. Ketentuan ketentuan
donasi atau sumbangan dapat membatasi tujuan yang sumber daya dapat lakukan.
Batasan mungkin melibatkan penggunaan sumber daya dengan tujuan spesifik
(seperti mengadakan penelitian kanker), jenis tertentu dari pengeluaran (seperti
mendirikan bangunan baru), periode waktu tertentu (seperti tidak sampai tahun 2015).
Memastikan bahwa masing-masing sumbangan atau hibah ini digunakan
hanya untuk tempat yang benar oleh manajerial perusahaan non profit. Beberapa
pembatasan ini adlah kewajiban: kewajiban moral perusahaan lainnya untuk
membantu. Untuk memenuhi dimensi ekstra akuntabilitas yang melibatkan
pembatasan ini, kebanyakan perusahaan non profit menggunakan fund accounting.
Fund accounting memisahkan pembatasan sumberdaya untuk membedakan setiap
tujuan. Setiap dana memiliki bagian tersendiri dalam laporan keuangan.
Harus

diakui

bahwa

laporan

konsolidasi

organisasi

nirlaba

dapat

menyesatkan. Laporan konsolidasi mengandung banyak hal-hal yang seharusnya


dilarang. Sebagai contoh kas yang di konsolidasi mungkin tidak bisa digunakan untuk
membayar beban operasional organisasi jika penggunaan cash di larang.
2.5.

Pengawasan Eksternal
Yang paling penting organisasi nirlaba tidak untuk melayani, dan tidak untuk

menjawab, sebuah kelompok dengan otoritas tertinggi, seperti kelompok pemegang


saham. mereka lakukan, bagaimanapun, harus menjawab sejumlah konstituen
eksternal, sering termasuk donor, badan pemerintah, alumni, dan bahkan masyarakat
luas sampai batas tertentu. Konstituen eksternal ini sering menuntut. ini wajar karena
kebanyakan organisasi nirlaba didirikan justru untuk memberikan pelayanan sosial
10

yang berharga. dalam konteks itu, laporan kinerja dapat memberikan informasi
berharga yang membantu konstituen membuat pilihan informasi, seperti mengenai
sekolah mana untuk mengirimkan anak-anak untuk mereka, rumah sakit mana untuk
mempercayakan kesehatan mereka, atau memilih amal yang mana untuk
menyumbangkan uang mereka.
Harapan masyarakat yang tinggi menyebabkan tuntutan tinggi untuk
akuntabilitas, seperti yang kita lihat di atas. Kadang-kadang dermawan, atau
masyarakat umum membawa tekanan politik langsung pada organisasi. jika sebuah
organisasi dianggap tidak tampil sesuai, sumbangan dapat ditahan, dan manajer dan
dewan direksi dapat dipaksa keluar dari kantor.regulator pemerintah dapat menutup
organisasi bawah atau menempatkan pembatasan tambahan pada mereka.
Pengawasan eksternal yang intens kadang-kadang juga dapat membentuk
beberapa proses pengambilan keputusan, termasuk beberapa proses MCS-terkait.
Proses perencanaan dan penganggaran cenderung lebih penting dan lebih memakan
waktu karena pihak eksternal harus didengar dan keprihatinan mereka harus
diakomodasi. Kompensasi manajemen dan karyawan di organisasi non profit juga
sering tunduk pada tekanan politik yang cukup besar.
2.6.

Karakteristik Karyawan
Karyawan organisasi profit sering memiliki beberapa karakteristik yang

membedakan mereka dari orang-orang di organisasi nirlaba, dan karakteristik dapat


memiliki keduanya implikasi kontrol positif dan negatif. ukuran dari paket
kompensasi karyawan di banyak tidak-untuk-profit organisasi yang tidak kompetitif
dengan yang ditawarkan di organisasi nirlaba. Hal ini dapat menyebabkan masalah
kontrol jika kualitas karyawan berkurang, sebagai salah satu keterbatasan masalah
kontrol utama -teman - mungkin lebih menonjol.
Untuk mengatasi beberapa masalah kontrol personil terkait, walikota Los
Angeles dan pemimpin kota lainnya telah membela gaji besar untuk memikat manajer
11

puncak dari perusahaan swasta, sementara kritikus pemerintah telah disebut ini gaji
tinggi "limbah keterlaluan uang pembayar pajak." walikota, bagaimanapun, berdiri
kebijakan tentang mempekerjakan orang yang baik dan mempertahankan
akuntabilitas mereka bahkan jika itu berarti mereka harus membayar mahal.

12

BAB III PEMBAHASAN


Pembahasan ini kami akan memberikan contoh yaitu salah satu organisasi
nirlaba yang ada di Indonesia yaitu Yayasan Damandiri.
3.1.

Yayasan Damandiri
Melihat kenyataan bahwa pemerintah hanya mampu memberikan bantuan

kepada sekitar 22.000 desa, dan mengetahui bahwa kehidupan keluarga Indonesia
perlu segera ditingkatkan kesejahteraannya, Bapak Presiden melihat tekad para
pengusaha dan masyarakat luas sebagai suatu kesempatan yang baik untuk
mengambil langkah yang lebih luas lagi. Beliau sangat sependapat bahwa
keberhasilan Indonesia dalam menekan angka kelahiran yang sudah mendapat pujian
internasional harus ditindaklanjuti untuk memungkinkan setiap keluarga menjadi
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Dengan latar belakang itu, Presiden Soeharto memberi dukungan dan
kesempatan agar jajaran BKKBN bisa mempunyai program memberdayakan
keluarga-keluarga miskin, yaitu membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga
sejahtera I mengentaskan kemiskinan yang di deritanya. Karena pemerintah tidak
mempunyai cukup dana, maka Presiden memutuskan untuk mengembangkan
program yang paralel di seluruh desa dengan pendanaan yang disediakan secara
gotong royong dengan bantuan masyarakat. Beliau memerintahkan untuk segera
dikembangkan kerjasama dan sinergy dengan para pengusaha yang telah menyatakan
keprihatinan terhadap masyarakat miskin.
Dengan petunjuk Presiden tersebut segera diadakan koordinasi dengan para
pengusaha dan mendapatkan jaminan bahwa para pengusaha bersedia bekerja sama
untuk ikut membantu mengentaskan kemiskinan di desa-desa yang tidak tercakup
dalam program pemerintah yang ada asalkan program ini mendapat dukungan politik
dari Bapak Presiden dan seluruh jajarannya. Atas dasar komitmen itu kemudian

13

disusun program dimana para keluarga yang telah mengikuti KB dan tergabung
dalam kelompok-kelompok, lebih-lebih yang mempunyai minat untuk mengikuti
pemberdayaan ekonomi keluarga, diajak serta untuk belajar menabung.
Kemudian disusun program atau gerakan keluarga sadar menabung agar
supaya para keluarga yang sekarang masih miskin bisa belajar menabung. Dalam
rancangan awal dana yang ditabung itu akan dijadikan modal bersama untuk
dipergunakan secara bergulir oleh para penabungnya. Dengan memberi kesempatan
para peserta KB yang telah bergabung dalam kelompok-kelompok untuk menabung
akan diperoleh dana yang cukup untuk bisa dipergunakan secara bergulir. Namun
karena keluarga-keluarga itu pada umumnya miskin, atas petunjuk Bapak Presiden
modal awal tabungan itu disumbang oleh para pengusaha. Gerakan Keluarga Sadar
Menabung itu kemudian dicanangkan oleh Bapak Presiden pada tanggal 2 Oktober
1995 dan tabungan para keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I itu kemudian
terkenal sebagai Tabungan Keluarga Sejahtera atau Takesra.
Dengan dimulainya gerakan keluarga sadar menabung itu diharapkan segera
terkumpul dana yang memadai untuk membantu keluarga di desa tidak tertinggal.
Dengan

harapan

itu

mulai

disusun

suatu

program

pemberdayaan

yang

pelaksanaannya dikaitkan dengan pengetahuan dan kedekatan BKKBN dengan


keluarga yang perlu dibantu. Bahkan hasil pendataan tahun 1994 yang memberikan
gambaran terperinci tentang keadaan keluarga di seluruh Indonesia pada waktu itu
dijadikan pegangan untuk program pemberdayaan yang disusun tersebut.
Namun kemudian disadari bahwa dana yang dibutuhkan untuk 43.000 desa
dengan keluarga kurang mampu ternyata sangat besar dan akan lama sekali apabila
harus menunggu dana yang ditabung oleh keluarga yang ada. Juga disadari bahwa
jumlah keluarga miskin di desa tidak tertinggal ternyata lebih besar dibandingkan
dengan jumlah keluarga miskin di desa tertinggal.

14

Atas dasar kenyataan itu disusun suatu program alternatip dengan


mengharapkan sumbangan yang lebih besar dari para pengusaha yang ada. Para
pengusaha sendiri juga sadar bahwa mereka harus segera mengulurkan tangan
membantu upaya yang luhur ini. Bahkan ada yang mengusulkan agar para pengusaha
menyumbangkan sekitar 2 persen dari keuntungannya untuk mempercepat upaya
pengentasan kemiskinan tersebut. Mereka kemudian menghubungi dan mohon
kepada Bapak Presiden Soeharto untuk membentuk suatu wadah yang bisa
menampung partisipasi masyarakat dan dana sumbangan para pengusaha tersebut.
Untuk itu dicetuskan gagasan membentuk Yayasan dengan permintaan dari para
pengusaha agar Bapak Soeharto sendiri memimpinnya.
Yayasan itu kemudian dibentuk dan diresmikan pada tanggal 15 Januari 1996
dengan nama Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (YDSM atau Damandiri).
Sebagaimana sejarah kelahirannya, yayasan ini mempunyai tujuan untuk membantu
upaya pemberdayaan keluarga dan sekaligus pengentasan kemiskinan secara mandiri.
Para pengusaha yang sangat menaruh perhatian terhadap upaya pemberdayaan
keluarga itu kemudian diajak serta menjadi badan pendiri Yayasan Damandiri yaitu
Bapak Sudwikatmono, Bapak Sudono Salim dan Bapak Haryono Suyono. Dana awal
Yayasan disumbang oleh para pendiri dan Yayasan ini kemudian diajak para
pengusaha dan mereka yang mempunyai keuntungan diatas Rp. 100 juta per tahun
untuk rela memberi sumbangan bagi usaha-usaha pengentasan kemiskinan untuk
keluarga-keluarga kurang mampu di luar desa tertinggal.
Dana sumbangan itu dikumpulkan oleh Yayasan Damandiri dan disimpan
pada PT. Bank BNI. Setelah program pemberdayaan disusun, yaitu dengan memberi
kesempatan keluarga yang telah mempunyai tabungan untuk bisa meminjam dana
untuk belajar usaha, maka keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I yang sudah
tergabung dalam kelompok dan masing-masing anggotanya telah mempunyai
tabungan diperkenankan untuk belajar usaha, baik dalam kelompok atau secara

15

perorangan, dengan dukungan kredit murah yang kemudian dinamakan Kredit Usaha
Keluarga Sejahtera atau Kukesra.
TAKUKESRA (1995-2002)
Program ini merupakan bantuan pembinaan keluarga pra sejahera dan
keluarga sejahtera I yang tergabung dalam kelompok-kelompok Usaha Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Kelompok-kelompok ini mendapat
pembinaan secara berkelanjutan dari BKKBN. Yayasan Damandiri memberikan
dukungan dana untuk pembinaan dan skim kredit yang diberikan kepada kelompok
dan anggotanya.
Bantuan pinjaman dalam skim kredit itu adalah untuk modal kerja bagi
keluargakeluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang dikenal dengan Kredit Usaha
Keluarga Sejahtera (KUKESRA), dimana para nasabah diwajibkan untuk menabung
dalam tabungan yang dikenal dengan nama Tabungan Keluarga Sejahtera
(TAKESRA).
KPKU dan KPTTG TASKIN (1998-1999)
Skim ini disediakan untuk beberapa kelompok dan keluarga yang sangat
berhasil. Mereka membutuhkan jumlah dana yang lebih besar dari Rp. 320.000,- per
keluarga untuk melanjutkan usahanya dengan lebih besar dan mengangkat anggota
keluarga lain menjadi binaannya karena keluarga yang bersangkutan tidak berhasil
berusaha secara mandiri.
Melihat perkembangan yang terjadi di lapangan itu, Yayasan memandang
perlu untuk memberi kesempatan kepada kelompok dan keluarga tersebut bantuan
atau pinjaman yang lebih besar. Atas dasar latar belakang itu kemudian
dikembangkan skim pembinaan baru yang pembinaannya diharapkan dapat datang
dari para pengusaha yang berpengalaman dan kreditnya akan didukung dengan dana
oleh Yayasan Damandiri dan dana yang ditempatkan oleh BUMN pada Bank-Bank
16

Pemerintah, yaitu skim Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha (KPKU) yang


memberikan pinjaman untuk modal kerja dengan dana yang lebih besar. Karena
sesuatu sebab dana dari BUMN tidak jadi ditempatkan untuk mendampingi dana dari
Yayasan Damandiri, sehingga karena sudah terlanjur dimasyarakatkan maka dana
untuk skim ini hanya berasal dari Yayasan Damandiri, dengan harapan bahwa
program ini dikemudian hari dapat memperoleh pendampingan dari sumber lainnya.
PUNDI, SUDARA dan KUKESRA MANDIRI (1999-2003)
Dalam praktek skim KPTTG Taskin tidak juga bisa memenuhi kebutuhan
kelompok atau keluarga yang berhasil karena dengan adanya berbagai pergantian
pemerintahan ada beberapa instansi yang dihapus atau tidak lagi tertarik dengan
upaya pengentasan kemiskinan. Untuk membantu kelompok atau keluarga yang
berhasil agar mereka tidak kembali jatuh miskin, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri,
sesuai dengan arahan dari Ibu Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden pada waktu
itu, melanjutkan upaya pemberdayaan keluarga dengan wilayah yang lebih sempit,
yaitu Kawasan Timur Indonesia. Arahan itu juga menggariskan bahwa Yayasan
diminta melaksanakan program dan kegiatannya secara mandiri dengan rekan kerja
atau mitra kerja yang dianggap tepat. Dengan petunjuk itu skim baru yang
diperkenalkan dinamakan Pembinaan Usaha Mandiri atau PUNDI, yang berisi
pembinaan dan skim kredit mandiri dengan bunga pasar.
Untuk mencoba apakah skim ini dapat dilaksanakan sesuai petunjuk Ibu Wakil
Presiden, Yayasan menggalang kerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Nusamba dengan tugas membantu pembinaan kelompok atau keluarga secara
langsung dengan sistem kredit dengan bunga pasar dan menjemput bola. Sistem
menjemput bola itu adalah bahwa para nasabah di kunjungi di tempat usahanya dan
dibantu untuk mempersiapkan diri bagaimana mendapat kredit dan melakukan
usahanya dengan baik. Percobaan itu berhasil dengan baik dan dilanjutkan dengan
percobaan lain bekerjasama dengan BPR Artha Huda Abadi dan BPR Yekti Insan

17

Sembada, dengan Koperasi Swamitra yang berada dibawah binaan Bank Bukopin
serta pengembangan warung dengan Koperasi Warung Jembatan Kesejahteraan atau
Koperasi Warung JK.
KREDIT MIKRO BANKING (2002-2003)
Program lain yang dikembangkan adalah kelanjutan dari Kukesra dalam
bentuk Kukesra Mandiri dan Kredit Mikro Banking dimana cara dan bunga banknya
mengikuti sistem penyaluran yang lebih aman, yaitu dengan sistem executing.
Program Kukesra Mandiri ini pembinaannya dilakukan oleh BKKBN dan jajarannya
sedangkan penyaluran dananya dilakukan oleh Bank BNI dan Bank Bukopin di 12
provinsi terpilih. Program Kredit Mikro Banking bekerjasama dengan Bank BNI
dalam penyalurannya di Seluruh Indonesia.
PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA (1996-2003)
Pemberdayaan keluarga kurang mampu menyangkut pula pemberdayaan
anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sejak tahun 1996 Yayasan Damandiri ikut
serta memberikan bantuan untuk pemberdayaan anak-anak keluarga kurang mampu
itu melalui pemberian bantuan beasiswa untuk anak-anak SD, SLTP dan SMU
melalui Lembaga GN-OTA.
BANTUAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (2000-2003)
Atas dasar latar belakang itu Yayasan Damandiri bekerjasama dengan Yayasan
Supersemar berusaha merangsang anak-anak keluarga kurang mampu yang sekolah di
SMU, negeri dan swasta, untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
UMPTN). Program awal yang dikerjakan adalah membantu anak-anak itu membeli
formulir ujian, mondok di tempat ujian dan membayar uang SPP anak-anak itu kalau
di terima di Perguruan Tinggi Negeri. Namun harus diakui bahwa kualitas anak-anak
keluarga kurang mampu itu begitu rendahnya sehingga target bantuan yang
disediakan setiap tahun tidak bisa diserap seluruhnya.
18

Untuk memperbaiki kondisi itu, mulai tahun 2002 bantuan itu ditingkatkan
menjadi Bantuan Peningkatan Mutu Pendidikan untuk Anak-anak dari Keluarga
Kurang Mampu yang bersekolah di SMU, SMK dan Madrasah Aliyah di kawasan
timur Indonesia. Bantuan berupa tabungan itu dinamakan Program Belajar Mandiri.
Program peningkatan mutu pendidikan tersebut telah diangkat secara nasional pada
tanggal 2 Mei 2002 yang lalu sebagai gerakan nasional peningkatan mutu
pendidikan.

19

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Kebutuhan dasar untuk kontrol yang baik adalah sama. Manajer untuk

organisasi nirlaba harus mengatasi serangkaian masalah keterbatasan pengendalian


yang sama, seperti yang dilakukan ke arah mereka, kurangnya motivasi. Mereka juga
memiliki dasar alat pengendalian tindakan yang sama, dan personil / pengendalian
budaya yang mereka miliki. Mereka juga menghadapi banyak masalah yang sama,
termasuk kebutuhan untuk menerapkan kinerja dan sistem insentif dan kebutuhan
untuk menghindari banyak efek samping disfungsional yang sama yang kita bahas di
tempat lain dalam buku ini
Namun, MCSs untuk organisasi nirlaba kadang-kadang tidak juga
dikembangkan sebagaian orang-orang di organisasi nirlaba untuk sejumlah alasan,
seperti yang berkaitan dengan jenis tenaga yang mereka kelola untuk dipertahankan,
serta keterbatasan sumber daya dan tekanan publik atau bahkan politik, untuk
beberapa nama.
Di sisi lain, banyak yang lebih besar dan mungkin lebih profesional,
organisasi nir laba menerapkan banyak fitur pengendalian yang digunakan dalam
organisasi nirlaba Yang mengatakan, MCSs harus berbeda dalam organisasi nirlaba.
ini sering menemukan bahwa gaya perintah dan pengendalian manajemen tidak
efektif. Mereka harus menghabiskan waktu yang cukup mengelola rumit, keputusan
terbuka proses-proses yang dirancang untuk membangun konsensus. Bahkan
kemudian keputusan sering diikat dalam proses persetujuan yang panjang yang
melibatkan beberapa regulator dan pengawas. Manajer tidak dapat dengan mudah
menentukan hasil tindakan dan memotivasi perilaku melalui insentif keuangan.
Tujuan tidak selalu jelas, pegendalian hasil itu penting seringkali sulit untuk
20

mengukur auditor internal tidak bisa hanya dipesan ke departemen untuk melakukan
audit kinerja: dan pemberian insentif mungkin tidak layak atau tidak terjangkau.
Tidak ada opsi saham yang ditawarkan. Bonus khusus dilarang oleh hukum atau
tenaga kerja kontrak,
Namun demikian, beberapa kisah sukses yang menyarankan pelajaran untuk
manajer organisasi nir laba dapat belajar dari manajer nirlaba, Richard Riordan,
seorang pengusaha sukses yang kemudian menjadi walikota Los Angeles, pernyataan
misi diterapkan untuk berbagai departemen dan berorientasi pada hasil resmi evaluasi
kinerja didukung oleh, dalam beberapa kasus, membayar jasa.
Sebagai tambahan organisasi nirlaba terkadang sering menghadapi masalah
hukum dibandingkan dengan organisasi konvensional dimana dalam hal ini organisasi
nirlaba harus menggunakan action control dan sangat mudah untuk melihat
bagaimana organisasi nirlaba harus bergantung pada kombinasi aksi yang unik pada
beberapa kasus, hasil dan kontrol personal/cultural yang cocok untuk mereka juga
mempertahakan eksistensi mereka.

21

DAFTAR PUSTAKA

Merchant, Kenneth A., & Van der Stede, Wim A., 2012, Management Control
System, Performance Measurement, Evaluation, & Incentives, Prentice Hall
http://www.damandiri.or.id/index.php/main/sejarah

STATEMENT OF AUTHORSHIP
22

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas


terlampir adalah hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi

ini

tidak/belum

pernah

disajikan/digunakan

sebagai

bahan

makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami meyatakan dengan jelas bahwa
kami menyatakan menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak
dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama dan NIM

Christine (12521001)
Helena Prisca Nobo (12521002)

Mata Ajaran

Judul Makalah

Sistem Pengendalian dan Perencanaan Manajemen

Pengendalian Manajemen dalam Organisasi Non Profit


Tanggal

24 Oktober 2015

Dosen

Ibu Ludwina Harahap S.E, Ak.

Tandatangan

(Christine)

(Helena Prisca Nobo)

23

Anda mungkin juga menyukai