KUALITAS GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA"Educational change depends on what teachers do and
think - it's as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in
thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and
(2) the workplace is organized to energize teachers and reward accomplishments. The two are intimately
related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people." The New Meaning
pemikiran bahwa bakat dan kemampuan peserta didik pada tiap jenjang dalam satuan pendidikan
berbeda-beda sehingga diperlukan suatu kurikulum yang memungkinkan setiap anak didik memiliki
kompetensi dasar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Kurikulum lama dianggap telah
tidak memadai lagi untuk mencapai tujuan pendidikan modern. Pada dasarnya kurikulum ini hanya dilihat
sebagai acuan dasar yang harus diterjemahkan lebih jauh oleh guru dengan melihat potensi masing-
masing anak. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai subyek. Siswa harus aktif
mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-
Perlu disadari bahwa KBK menuntut adanya perubahan paradigma dari guru. Guru tidak lagi
bertumpu pada paradigma lamanya dimana dirinya sebagai pusat kegiatan dan tujuan perubahan. Tidak
ada lagi kegiatan 'talk and chalk' dan siswa hanya 'sit, listen, and quote'. Ada perubahan mendasar pada
konsep, metode dan strategi dalam mengajar termasuk assesmentnya. KBK menuntut guru untuk familiar
dengan teknologi informasi, dapat mengakses internet, akrab dengan ilmu pengetahuhan, teknologi dan
seni, memahami hubungan antara bidang studinya dengan bidang studi lannya dan terutama adalah
MUTU GURU KENDALA TERBESAR KURIKULUM 2004.Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di
Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam
kurikulum berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34 %
SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2 % guru atau setara
dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179
negara berdasarkan Human Development Index Berdasarkan pengamatan, pemahaman dan penerapan
KBK masih jauh dari harapan. Bahkan secara nasional tidak tersedia tutor yang benar-benar paham
menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar
oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial sehingga juga diterapkan secara parsial.
Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak
berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk
melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru
belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan
bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada
Guru masih melihat bidang studinya berupa 'text' dan belum 'context' karena metode CTL masih
berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi para guru. Guru-guru masih
terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan.
Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya
mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali
dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka
Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesment lama dengan tes-tes dan
ulangan-ulangan yang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai
rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses
peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang
dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip 'student-centered' dan kegiatan belajar
mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana
dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Secara makro hal ini disebabkan karena secara nasional
maupun lokal guru tidak ditempatkan sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan (dibandingkan
Disamping kualitas guru yang masih rendah, mereka juga masih dibayar rendah - honor guru
kontrak masih dibawah UMR. Sebaliknya di Jepang, meskipun bukan profesi dengan pendapatan tertinggi,
guru adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat padanya. Persiapan untuk
perubahan ke kurikulum KBK ini juga terlalu tergesa-gesa. KBK dirancang dan diujicobakan hanya pada
36 sekolah (masing-masing 12 sekolah tiap tingkatan SD, SMP dan SMA) di empat provinsi sebagai syarat
dasar empiris sebelum dianggap layak untuk disebarkan sebagai kebijakan baru. Artinya guru dan sekolah
tidak secara substansial terlibat dalam perancangan KBK. Guru dan sekolah hanyalah pelaksana dan
Selain itu, karena keterbatasan kemampuan untuk mensosialisasikan seminar dan pelatihan-
pelatihan untuk KBK ini biasanya hanya diberikan pada guru-guru negeri saja. Padahal guru swasta 8
(delapan) kali lebih banyak daripada guru negeri dan rata-rata sekolah swasta kualitasnya masih di bawah
sekolah negeri. Mereka jarang sekali mendapatkan pelatihan baik dari pemerintah maupun dari yayasan
dimana mereka bekerja. Kesalahpahaman mendasar juga terlihat bahwa kompetensi masih dilihat secara
sempit sebagai upaya untuk memberi ketrampilan vokasional agar siswa dapat terjun langsung ke tengah
kehidupan. KBK disejajarkan dengan program Life Skills yang kebetulan diluncurkan hampir bersamaan
Faktor lain adalah inkonsistensi pemerintah dalam menerapkan KBK ini. Disatu pihak
menyatakan komitmennya dalam menerapkan KBK tapi dilain pihak masih bersikeras menggunakan
bentuk evaluasi Ujian Nasional (UN) untuk menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasional yang cognitive-
based sama sekali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis. Seperti yang dikatakan oleh Bagong
Suyanto, Ketua Komisi Litbang Dewan Pendidikan Jawa Timur :"Penilaian yang berorientasi pada hasil
daripada proses ini, sedikit banyak menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung
ingin hasil yang instan, dan ujung-ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas: bukan sesuatu
yang substansial. implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini sebetulnya rawan,
Januari 2005) Atau seperti yang disampaikan oleh Y Priyono Pasti, Kepala SMA Santo Fransiskus Asisi
Pontianak :" Bagaimana mungkin pendidikan kita akan melahirkan generasi muda yang militan, beretos
kerja tinggi, siap menghadapi tantangan global, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain ketika
proses pembelajaran di sekolah hanya menghamba pada kurikulum, mengabdi pada UN, berkutat pada
bagaimana mengerjakan soal-soal dalam LKS/PR, dan menghafal soal-soal dan kunci-kunci jawaban UN
yang melecehkan itu? Bukankah UN hanya mengukur pencapaian prestasi akademik siswa terhadap
Bagaimana dengan prestasi non-akademik yang telah mereka raih?'" Pertanyaan yang sulit
untuk kita jawab. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebetulnya
sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca:
guru) untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Sifat dan Fenomena Perubahan1. New MaterialsMateri baru, apapun itu, merupakan bagian yang
tangible dalam suatu inovasi, baik itu berupa benda (komputer baru) ataupun kebijakan (kurikulum baru)
sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan. 2. New Behaviour/PracticesYang sulit adalah dalam
melakukan perubahan. Keahlian, latihan, dan metoda pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru
melaksanakan KBK dibanding saat melaksanakan kurikulum sebelumnya? Perubahan prilaku menunjukkan
hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun ini tidak menjanjikan
bahwa besoknya kita menjadi ahli dalam melakukannya. Perubahan adalah sautu proses dan bukian
sekedar kejadian. Untuk mengembangkan keahlian secara teus menerus diperlukan upaya pengembangan
profesi. 3. New Belief/UnderstandingBagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang sangat
penting untuk membuat penilaian apakah kita akan melaksanakannya atau tidak dan bagaimana
menggunakannya.
BAGAIMANA KUALITAS GURU YANG DIBUTUHKAN AGAR KBK BISA SUKSES?Prof. Suyanto Ph.D,
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta :"Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam
pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual
Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll."
Achmad Sapari, Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo "Guru harus terus ditingkatkan
sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-
" BAGAIMANA UNTUK MENCAPAI ITU SEMUA?Rekrutlah guru-guru yang memang memiliki
kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajarkan KBK dengan baik
adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar
kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat
menghasilkan siswa yang kompeten. Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar
Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK
menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas. Setelah itu berikan
pelatihan tentang KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu
pendekatan competence- based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk
mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkannya maka
guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-
metodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan
Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan
kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa
masing-masing. Practice..practice.. and practice. Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan
motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah
berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya
dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau
mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding
ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus
dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun
tentang metodologi.
Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti
berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar
sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing karena
mereka telah lama melaksanakan pendekatan 'student-centered' maupun 'competence based' ini,
terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami
dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak sebelum ia mampu membuat
suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami benar materi yang
hendak diajarkannya dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar
Dibutuhkan guru -guru profesional untuk dapat mengembangkan KBK ini dan bukan guru
berkualitas 'standar'. Guru KBK bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus
disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun
praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan
Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas,
Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching
and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi
yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru
KBK bukan hanya harus 'well-performed', tapi juga harus 'well-trained'', 'well-equipped', dan tentunya
juga 'well-paid'. Selamat berjuang dalam pendidikan!"Education is a world of change. If you don't change
you rot.