Anda di halaman 1dari 3

1.

a.

Seperti yang kita ketahui pada keadaan lapar (puasa), tubuh kekurangan kadar glukosa,
yang kemudian menyebabkan terjadinya penurunan horman insulin dan terjadinya
peningkatan hormon glukagon di dalam darah. Dalam keadaan ini upaya pemenuhan
glukosa tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah simpanan glikogen dalam tubuh
menjadi glukosa dan menguraikan protein menjadi asam-asam amino yang nantinya akan
diubah menjadi glukosa lewat proses yang dikenal sebagai glukoneogenesis. Selain
glikogen dan protein yang diubah menjadi glukosa, melalui proses lipolisis, lemak yang
disimpan dalam jaringan adiposa akan diuraikan menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Gliserol yang berasal dari jaringan adipose diubah oleh hati menjadi glukosa melalui
proses glukoneogenesis. Sementara itu, asam-asam lemak yang tidak bisa diubah
menjadi glukosa akan ditukar dengan asam-asam amino dari otot dan hati. Hati dapat
menggunakan asam lemak sebagai sumber energi dengan menghasilkan limbah
metabolik yang berupa keton bodies. Sedangkan asam-asam amino yang didapat dari
pertukaran di otot nantinya akan diubah menjadi glukosa lewat glukoneogenesis dalam
hati.
Kemudian, glukosa yang dihasilkan pada proses glukoneogensis di hati serta badan keton
yang merupakan hasil samping metabolik di dalam hati digunakan sebagai sumber
energi. Badan keton digunakan sebagai sumber energi bagi otak saat puasa jangka
panjang.

b.

Yang terjadi pada otak, sel darah merah dan hati terhadap glukosa, yaitu
Perubahan hormon yang terjadi selama puasa merangsang penguraian triasilgliserol
jaringan adiposa. Akibatnya, terjadi pelepasan asam lemak dan gliserol ke dalam darah.
Gliserol berfungsi sebagai sumber karbon pada glukoneogenesis. Asam lemak menjadi
bahan bakar utama dalam tubuh dan dioksidasi menjadi CO 2 dan H2O oleh berbagai
jaringan. Asam lemak juga dioksidasi menjadi asetil KoA di dalam hati. Namun, dalam
hal ini, sebagian besar asetil KoA tidak masuk ke dalam siklus ATK, tetapi diubah
menjadi badan keton yang kemudian masuk ke dalam darah dan berfungsi sebagai bahan
bakar tambahan. Oksidasi beta dari asam lemak di hati menghasilkan ATP yang
diperlukan untuk menjalankan glukoneogenesis.

c.

Dalam keadaan puasa jangka panjang produksi urea berkurang karena asam amino yang
dihasilkan oleh penguraian protein otot terus berfungsi sebagai sumber utama karbon
untuk glukoneogenesis. Namun, karena kecepatan glukoneogenesis menurun selama
puasa jangka panjang, protein otot juga dihemat, yakni tidak banyak protein otot yang
digunakna untuk proses glukoneogenesis. Akibatnya, karena produksi glukosa menurun,
produksi urea juga berkurang selama puasa jangka panjang dibandingkan dengan
produksi pada puasa singkat.

d.

Pada puasa jangka panjang, jararingan adipose terus memecah simpanan trigliseridanya
menghasilkan asam lemak dan gliserol yang dilepaskan ke dalam darah. Asam-asam
lemak ini berfungsi sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Gliserol diubah menjadi
glukosa, sementara asam lemak dioksidasi menjadi CO2 dan H2O oleh jaringan misalnya
otot. Di hati, mereka diubah menjadi badan keton yang dioksidasi oleh jaringan termasuk
otak
Kekuatan lama seseorang dalam menjalani puasa jangka panjang tergantung pada
besanya jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Karena jaringan adiposa merupakan
pasokan energi utama bagi tubuh. Namun, glukosa masih tetap digunakan sampai tingkat
tertentu, bahkan selama puasa jangka panjang. Walaupun degradasi protein otot untuk
menghasilkan asam amino bagi glukoneogenesis berlangsung lebih lambat daripada
periode awal puasa, kita tetap kehilangan protein selama berpuasa.

e.

Masalah yang muncul pada saat mengamali puasa jangka panjang sehingga bisa
menyebabkan jantung, ginjal dan jaringan vital lainnya berhenti berfungsi dan lain
sebagainya adalah karena adanya degradasi protein (protein struktural dan fungsional),
kemudian pengaruh hormon dan juga enzim

f.

Saat berpuasa panjang (4-5 hari bahkan lebih) seseorang akan kelaparan. Pada saat
seperti inilah, tubuh kekurangan asupan glukosa sehingga melalui proses metabolisme
energi, tubuh akan berusaha untuk bisa menghasilkan cukup glukosa bagi jaringan
(terutama bagi otak). Upaya pemenuhan glukosa tersebut dapat dilakukan dengan cara
mengubah simpanan glikogen dalam tubuh menjadi glukosa dan menguraikan protein
menjadi asam-asam amino yang nantinya akan diubah menjadi glukosa lewat proses
yang dikenal sebagai glukoneogenesis.

Selain glikogen dan protein yang diubah menjadi glukosa, melalui proses lipolisis, lemak
yang disimpan dalam jaringan adiposa akan diuraikan menjadi gliserol dan asam-asam
lemak. Gliserol dan laktat yang merupakan hasil metabolisme glukosa dalam keadaan
anaerob dapat diubah oleh hati menjadi glukosa. Sementara itu, asam-asam lemak yang
tidak bisa diubah menjadi glukosa akan ditukar dengan asam-asam amino dari otot. Otot
dapat menggunakan asam lemak sebagai sumber energi dengan menghasilkan limbah
metabolik yang berupa keton bodies. Asam-asam amino yang didapat dari pertukaran di
otot nantinya akan diubah menjadi glukosa lewat glukoneogenesis dalam hati.
Dengan cara menggunakan glikogen, protein, serta lemak untuk membentuk glukosa
kembali, otak serta jaringan-jaringan tubuh dapat hidup dan bekerja sesuai dengan fungsi
masing-masing. Apabila puasa bekepanjangan sehingga mengakibatkan kelaparan yang
teramat-sangat, secara berangsur-angsur otak akan mengubah metabolisme energinya
dari pemakaian glukosa menjadi pemakaian keton bodies sebagai sumber energi kedua.
Tujuannya untuk mempertahankan protein tubuh agar fungsi organ-organ penting dapat
terpelihara. Seluruh proses adaptasi baik bagi puasa singkat maupun puasa lama,
dikoordinasikan oleh hipotalamus dan diatur oleh kelenjar adrenal, tiroid dan pankreas.
2.

Perbedaan metabolisme antara pelari cepat dan pelari marathon adalah bahwa pada pelari
cepat metabolismenya merupakan metabolisme anerob, sedangkan pada pelari marathon
melibatkan fosforilasi oksidatif.

Anda mungkin juga menyukai