Anda di halaman 1dari 5

TYPHOID FEVER

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Typhoid Fever adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman Salmonella
typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran. Sumber penularan penyakit typhoid fever dapat melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh salmonella typhi. Salmonella typhi dapat menyebar
melalui tangan penderita, lalat dan serangga lain. Infeksi dapat terjadi secara langsung
maupun tidak secara langsung salmonella thypi.
Penyakit ini termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan
masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara sedang
berkembang. Demam tifoid atau typhoid fever endemik di Indonesia. Penyakit ini terpencarpencar disuatu daerah dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang yang tinggal
dalam satu rumah. Di Indonesia typhoid fever dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens
tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Di daerah endemik pencemaran terjadi
melalui air yang tercemar oleh salmonela typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh
karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik.
Penyakit typhoid fever banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70% 80%), pada
usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%).
Angka kesakitan typhoid fever yang tertinggi terdapat pada golongan umur 3-19 tahun, suatu
golongan masyarakat yang terdiri dari anak-anak usia sekolah.
Penyakit ini termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak
orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara
sedang berkembang (Parry et al 2002). Sedikitnya ada 16 juta kasus baru TF (Typhoid Fever)
yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Komplikasi TF yang paling mematikan yaitu
perforasi ileum dan pendarahan usus.
Etiologi Typhoid Fever
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi, basil gram negatif, berflagel
(bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut
memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama
infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam
pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu
yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C maupun oleh antiseptik (Soedarto,
1996).

Gambar 2. Salmonella Typhi


Salmonella typhi memiliki tiga macam antigen yaitu, antigen O (somatik) merupakan
polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan
organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar, H (flagela) terdapat
pada flagella dan bersifat termolabil dan antigen Vi berupa bahan termolabil yang diduga
sebagai pelapis tipis dinding seli kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis
(Mansjoer et, al 2008). Salmonella typhi biasanya ditularkan oleh unggas yang
terkontaminasi, daging merah, telur, dan susu yang tidak dipasteurisasi. Juga ditularkan
melalui kontak dengan hewan peliharaan yang terinfeksi seperti kura-kura, reptil (Marlane
2008).
Tanda dan Gejala Typhoid Fever
Menurut Marlane, 2008 gejala demam tifoid mirip flu adanya diare atau sembelit, sakit perut.
Infeksi dapat menyebar ke paru-paru, kandung empedu, ginjal, atau radang usus besar. Gejala
yang timbul bervariasi. Pada mingggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan (Mansjoer et, al 2008).
Dalam minggu kedua gejala yang timbul makin jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah
tifoid (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan kesadaran berupa sommolen sampai koma (Mansjoer et, al 2008).
Pada kasus yang khas terdapat demam remiten pada minggu pertamaa, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat pada malam hari. Dalam minggu kedua, penderita berada
dalam keadaan demam yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga (Mansjoer et,
al 2008).
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun
atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau
sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Penelitian oleh
beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap
darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya
leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. (Mansjoer
et, al 2008).
Patofisiologi Typhoid Fever
Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia dengan melalui makanan dan air
yang tecemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
2

kedalam usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang
hipertrofi. Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus
lamina propia, masuk aliran limfe mencapai kelanjar limfe mesentrial dan masuk aliran darah
melalui duktus torasikus (Mansjoer et, al 2008).
Salmonella typhi dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi
bersarang di plak peyeri, limfa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal padda jaringan tempat
kuman tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis
dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam
(Mansjoer et, al 2008). Berikut ini adalah skema penyebaran salmonella typhi di dalam organ
tubuh.

Gambar 3. Skema Patofisiologi Typhoid Fever


Komplikasi yang ditimbulkan pada bagian intestinal yaitu, pendarahan usus, peroforasi usus,
dan ileus paralitik. Komplikasi yang terdapat pada darah yaitu anemia hemolitik,
trombositopenia, sindrom uremia hemolitik. Pada anak-anak dengan demam tifoid,
komplikasi lebih jarang terjasi. Komplikasi lebih sering pada keadaan toksemia berat dan
kelemahan umum bila perawatan penderita kurang sempurna (Mansjoer et, al 2008).
Gangguan Intake dan Penyerapan
Penderita typhoid fever umumnya mengalami anoreksia, mual, muntah, obstipasi ataupun
diare. Pada saat keadaan seperti ini penderita mengalami kekurangan intake dan gangguan
dari penyerapan zat gizi yang diperlukan untuk menunjang kesembuhan dan proses
metabolisme. Infeksi yang terjadi pada organ saluran pencernaan. Sifat bakteri yang
menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi
diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
Typhoid Fever merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Menurut Supariasa (2002)
menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)
dengan malnutrisi. Interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga
infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Secara mekanisme
patologisnya dapat terjadi secara bersamaan maupun secara bertahap.
Penurunan asupan gizi pada penderita typhoid fever akibat kurangnya nafsu makan
(anoreksia), menurunnya absorpsi zat-zat gizi karena terjadi luka pada saluran pencernaan
dan kebiasaan penderita mengurangi makan pada saat sakit. Peningkatan kekurangan cairan
atau zat gizi pada penderita typhoid fever akibat adanya diare, mual atau muntah dan
pendarahan terus menerus yang diakibatkan kurangnya trombosit dalam darah sehingga
pembekuaan luka menjadi menurun. Selain itu mengkatnya kebutuhan baik dari peningkatan
kebutuhan akibat sakit (human host) dan bakteri salmonella typhi dalam tubuh (Supariasa et
al 2002).
3

Pencegahan dan Terapi


Penyakit typhoid fever disebabkan oleh salmonella typhi maka penderita perlu diberikan
antibiotik seperti ampisilin, azitromisin, chloramphenicol, sefalosporin generasi ketiga, atau
Bactrim (Marlane 2008). Terapi penyembuhan yang diberikan dengan cara mengistirahatkan
dan melakukan perawatan profesional yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Penderita typhoid fever harus tirah baring sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Selain itu hygiene dan sanitasi perorangan
harus dijaga.
Diet yang diberikan pada penderita typhoid fever adalah diet tinggi kalori dan tinggi protein,
diet ini bertujuan untuk mengganti kalori yang hilang akibat demam dan memenuhi
kebutuhan zat-zat gizi lainya agar gizi penderita normal kembali. Setiap kenaikan 1C
kebutuhan energi ditambahkan 13% dari energi basalnya (Samkani dkk 2003).
Diet dan terapi yang diberikan pada penderita dilihat berdasarkan keadaan penderita. Pada
penderita yang mengalami komplikasi ataupun dengan keadaan yang berat diberikan diet
bubur saring, kemudian meningkat dengan pemberian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan kesembuhan. Namun dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian
makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan
serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Selain makanan perlunya diberikan vitamin dan
mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum penderita. Diharapkan dengan
menjaga keadaan homeostasis, system imun akan tetap berfungsi dengan optimal
RESUME
Demam tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Demam
tifoid merupakan penyakit endemis di beberapa negara berkembang, dimana sanitasi
lingkungan kurang dijaga dengan baik. Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam
waktu 8-14 hari setelah terinfeksi. Gejalanya bias berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi,
sakit tenggorokkan, sembelit, penurunan nafsu makan, dan nyeri perut. Bakteri Salmonella
typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini
akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus besar. Pada kasus yang berat, yang bias
berakibat fatal, jaringan yang terkena bias mengalami perdarahan dan perforasi
(perlubangan). Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jarinagn yang meradang.
Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan,
sehingga pada umumnya penderita demam tifoid mengalami anoreksia, mual, muntah,
obstipasi ataupun diare.
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan
menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya
komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan
dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk
mencegah penularan. Diet dan terapi yang diberikan pada penderita dilihat berdasarkan
keadaan penderita. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein,
Tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas,
makanan lunak diberikan selama istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
4

Marlane, Hurst. 2008. Hurst Review: Pathophysiology Review. McGraw Hill.


Mansjoer S, Suprohaita., Wardhani, W., Setiowulan, W. 2008. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.
Parry, Christopher et, al. 2002. Typhoid Fever. The New England Journal of
Medicine.
Sarwono. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aeculapius
Supariasa, I Dewa Nyoman et, al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
WHO. 2007. The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever.
Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and
Biologicals
Sekian dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai