Anda di halaman 1dari 41

PL IV

PENUANGAN DAN INSPEKSI


4.1

Tujuan

1.

Praktikan dapat mengetahui dan memahami definisi beserta macam pengecoran


logam

2.

Praktikan dapat mengetahui macam cacat coran beserta penyebab dan


pencegahannya

3.

Praktikan mampu menganalisa hasil coran berserta solusi pada cacat coran

4.2

Dasar Teori

4.2.1 Pengecoran Logam


Pengecoran logam adalah salah satu proses manufaktur dengan cara
meleburkan logam pada suhu superheating (sampai sekitar 500C 1000C diatas titik
lebur logam) kemudian dituangkan dalam cetakan dan membiarkan membeku dalam
cetakan. Pengecoran memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan proses
manufaktur lainnya, seperti yang dipaparkan pada tabel 4.1. Berikut ini dapat dilihat
diagram alir proses pengecoran logam pada gambar 4.1.

Gambar 4.1
Sumber

: Diagran alir proses Sand Mold casting


: Kalpakjian, 2006 : 300

Tabel 4.1 Kelebihan Pengecoran logam terhadap proses manufaktur lainnya


Pengecoran Logam

Proses Manufaktur Lainnya


Meski bisa melakukan pembentukan

Bisa untuk produk berbentuk rumit dari

produk berdimensi rumit, akan sangat

dimensi kecil hingga besar

mahal dan tidak mungkin dilakukan


permesinan

Bahan baku yang digunakan untuk

Biaya investasi produksi masal lebih

mengecor bisa dari scrup atau bisa juga

tinggi daripada pengecoran

dari barang rongsokan


Memiliki sifat isotropis (ketahanan

Dibutuhkan gaya yang sangat besar untuk

termal)

membentuk logam menjadi benda kerja


(misal permesinan dan penempaan)

Dalam pengecoran logam, secara umum dikelompokkan menjadi dua jenis


berdasarkan pada cetakan pengecoran, yaitu :
1. Expandable Mold Casting
Expandable mold casting adalah teknik pengecoran logam yang cetakannya
hanya dapat digunakan satu kali saja. Berikut contoh dari expandable mold casting,
yaitu:
a. Sand Mold Casting
Dapat diartikan pengecoran ini menggunakan media pasir, air dan bahan
pengikat, sebagai cetakan jenis ini banyak diminati karena:
1. Dapat dipakai untuk logam dengan titik lebur tinggi
2. Dapat digunakan mencetak benda dari ukuran kecir hingga besar
3. Jumlah produksi mulai dari satuan hingga puluhan.
Tahapan sand mold casting ganti yang di tasur
1. Papan cetakan diletakan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar
mendatar.
2. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan. Rangka
cetakan harus cukup besar sehinggatebalnya pasir 30 sampai 50 mm. Letak
saluran ditentukan lebih dulu.
3. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola
dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm.
4. Pasir cetak ini ditimbun di atasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Dalam
penumbukan ini harus dilakukan hatihati agar pola tidak terdorong langsung
oleh penumbuk. Kemudian pasir yang tertumpuk melewati tepi atas dari rangka
cetakan digaruk dan cetakan diangkat bersama pola dari papan cetakan.

5. Cetakan dibalik dan diletakan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya
bersama-sama rangka cetakan untuk cup dipasang diatasnya, kemudian bahan
pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan di permukaan pola.
6. Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang, kemudian pasir muka
dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan dipadatkan.
7. Pengalir dan saluran dibuat dengan mempergunakan spatula.
8. Logam cair dituang pada suhu tinggi.
9. Pekerjaan penyelesaian dilakukan.
Tahapan pembuatan cetakan pasir dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.2
Sumber

: Tahapan Membuat Cetakan Pasir


: Surdia dan Kenji, 2013:94

b. Investment Casting
Cara ini merupakan cara pengecoran khusus dimana pola benda kerja dibuat
dari lilin. Setelah itu dipanaskan agar lilin meleleh sehingga meninggalkan rongga
hingga diisi dengan logam cair. Untuk lebih jelasnya, coran dengan pola lilin dapat
dilihat pada gambar 4.3.
Tahapan investment casting
1.
Pembuatan cetakan untuk pengecoran lilin
2.
Pola lilin dan sistem saluran
3.
Pola lilin dan sistem saluran disusun agar menjadi pola
4.
Susunan tersebut dilapisi
5.
Susunan pola yang dilapisi ditutup dengan campuran investment
6.
Menghilangkan lilin dengan pemanasan dengan suhu 100o 110o
7.
Cetakan dibakar dengan temperatur 80o 110o
8.
Logam cair dituangkan pada cetakan bertemperatur tinggi
9.
Pekerjaan penyelesaian dilakukan

tpww
Gambar 4.3
Sumber

: Tahapan proses Investment casting


: Dyne Casting, 2010

c. Evaporative Pattern Casting


Termasuk sistem saluran masuk riser dan inti dibuat dari bahan busa
poliesteren. Dalam hal ini cetakan tidak harus dibuka dalam cup dan drag karena
pola tidak harus dikeluarkan. Untuk lebih jelasnya, evaporative casting dapat
dilihat pada gambar 4.4.
Tahapan Evaporative casting
1. Pembuatan cetakan untuk pengecoran
2. Pembuatan pola dan sistem saluran dari busa
3. Pola busa langsung disusun pada cetakan dan diberi pasir
4. Logam cair dituang pada suhu tinggi sehingga mengakibatkan pola busa
menguap
5. Pekerjaan penyelesaian dilakukan

Gambar 4.4
Sumber

: Evaporate Casting
: Kalpakjian (2009 : 270)

2. Multiple Mold Casting


Multiple Mold Casting adalah proses pengecoran logam dengan cetakan
permanen. Cetakan permanen memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah
dapat digunakan pada skala produksi massal sehingga biaya produksi dapat

diminimalisir dan cetakan permanen memiliki keuntungan toleransi dimensi yang


baik yang termasuk dalam multiple mold casting yaitu:
a. Die Casting (Cetak Tekan)
Pengecoran cetak tekan termasuk proses pengecoran cetakan permanen
dengan cara menginjeksikan logam cair kedalam rongga cetakan dengan cetakan
tinggi (1 sampai 30 MPa ). Tekanan tetap dipertahankan selama proses
pembekuan. Terdapat dua jenis cetak tekan, yaitu :
1. Mesin Cetak Tekan Ruang Panas (Hot Chamber)
Pada mesin cetak ruang panas , tungku peleburan terdapat pada mesin dan
silinder injeksi terendam dalam logam cair.tekanan injeksi berkisar antara 7-35
MPa. Mesin ini digunakan untuk logam cor dengan titik lebur rendah seperti Sn
, Pb ,dan Zn. Kontainer logam cair menjadi satu dengan mesin cetak. Untuk
gambar Mesin Cetak Tekan Ruang Panas dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5
Sumber

: Mesin Cor Cetak Ruang Panas


: Groover (2007 : 230)

2. Mesin Cetak Ruang Dingin (Cold Chamber)


Pada mesin cetak ruang dingin , tungku peleburannya terpisah dan silinder
infeksi diisi logam cair secara manual atau mekanis. Tekanan injeksinya
berkisar antara 14 sampai 140 Mpa digunakan untuk logam cor dengan titik
lebur lbih tinggi, dan biasanya digunakan untuk pengecoran logam non ferrous.
Untuk gambar Mesin Cetak Tekan Ruang Panas dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6
Sumber

: Mesin Cetak Tekan Ruang Dingin


: Groover (2007 : 230)

b. Centrifugal Casting
Centrifugal Casting dilakukan dengan cara menuangkan logam cair ke dalam
cetakan yang berputar. akibat pengaruh gaya sentrifugal logam cair akan
terdistribusi ke dinding rongga cetak dan kemudian membeku.
Kelebihan menggunakan centrifugal casting:
1. Riser tidak diperlukan.
2. Produk yang berlekuk-lekuk dapat diproses dengan permukaan yang baik.
3. Toleransi benda kecil.
4. Benda kerja uniform.
Kekurangan menggunakan centrifugal casting:
1. Harga peralatan mahal.
2. Biaya maintenence mahal.
3. Laju produksi rendah.
4. Satu cetakan hanya digunakan untuk satu produk.
5. Gaya sentrifugal besar.
Jenis-jenis centrifugal casting:
1. Pure Centifugal Casting (Pengecoran sentrifugal sejati) .
Dalam pengecoran sentrifugal sejati, logam cair dir\tuangkan ke dalam
cetakan yang berputar untuk menghasilkan benda cor yang berbentuk turbular,
seperti pipa, tabung, bushing, cincin, dan lain-lain.

Gambar 4.7

: Proses Penuangan Pengecoran sentrifugal sejati

Sumber

: Groover (2007 : 232)


Dalam gambar 4.7 ditunjukan logam cair dituangkan ke dalam cetakan
horisontal yang sedang berputar melalui cawan tuan (pouring bashin) yang
terletak pada salah satu ujung cetakan. Pada beberapa mesin, cetakan baru
diputar setelah logam cair dituangkan. kecepatan putar yang sangat tinggi
menghasilkan gaya sentrifugal sehingga logam akan terbentuk sesuai dengan
bentuk dinding cetakan. Jadi, bentuk luar dan bentuk cor bisa bulat, oktagonal,
heksagonal atau bentuk-bentuk yang lain, tetapi sebelah dalamnya akan
berbentuk bulatan, karena adanya gaya radial yang simetri.
Karakteristik benda cor hasil pengecoran sentrifugal sejati:

Memiliki densitas (kepadatan) yang tinggi terutama pada bagian luar coran.

tidak terjadi penyusutan pembekuan benda terutama pada bagian luar cor
karena adanya gaya sentrifugal yang bekerja secara kontinu selama proses
pembekuan.

Cenderung ada impuritas pada dinding sebelah dalam coran dan hal ini dapat
dihilangkan dengan pemesinan.

2. Pengecoran semi sentrifugal.


Pada metode ini, gaya sentrifugal digunakan untuk menghasilkan benda cor
yang pejal bukan turbular. Cetakan dirancang dengan riser pada pusat untuk
pengisian logam cair,seperti ditunjukan pada gambar 4.8.

Sumber 4.8
Sumber

: Proses Pengecoran Semi Sentrifugal


: Groover (2007 : 232)

Densitas logam dalam akhir pengecoran lebih besar pada bagian luar
dibandingkan dengan bagian dalam coran yaitu bagian dekat dengan pusat
rotasi. Kondisi ini dimanfaatkan untuk membuat benda dengan lubang di
tengah, seperti roda, puli. Bagian tengah yang memiliki densitas rendah mudah
dikerjakan dengan pemesinan.
3. Pengecoran sentrifuge.

Dalam pengecoran sentrifuge cetakan dirancang dengan beberapa cetakan


rongga cetak yang diletakan disebelah luar dari pusat rotasi sedemikian rupa
sehingga logam cair yang dituangkan ke dalam cetakan akan di distribusikan ke
setiap rongga cetak dengan gaya sentrifugal, seperti pada gambar 4.9.

Gambar 4.9
Sumber

: Proses Pengecoran sentrifuge


: Groover (2007 : 232)

c. Squeeze Casting
Merupakan proses dimana logam cair membeku dibawah tekanan dalam
keadaan tetap antara plat hidrolis. Gambar squeeze casting dapat dilihat pada
gambar 4.10.
Tahapan squeze casting:
a. Logam cair dimasukan pada cetakan
b. Ditekan pada kondisi konstan
c. Diberikan hingga solid dan dingin
d. Diangkat dari cetakan

Gambar 4.10 : Squeze Casting


Sumber
: French, 2007
4.2.2 Peleburan

Peleburan atau pencairan adalah proses yang menghasilkan perubahan fase


zat dari padat ke cair. Energi internal zat padat meningkat (biasanya karena panas)
mencapai temperature tertentu (disebut titik leleh) saat zat ini berubah cair. Tungku
tungku peleburan yang biasanya digunakan dalam industri pengecoran logam antara
lain, dapur induksi, dapur listrik, dapur kruz. Karakteristik masing masing tungku
peleburan adalah :
1. Dapur Listrik Induksi
1. Dapur Listrik Induksi Jenis Frekuensi Rendah (Jenis Krus)
Dapur induksi frekuensi rendah yang dipakai adalah jenus krus yaitu dapur
berinti dimana lilitan kedua yang didinginkan air mengelilingi krus dan di luar
lilitan diletakkan juk yang terdiri dari pelat berlapis banyak, berfungsi untuk
memusatkan fluks magnet dan penahan lilitan. Gambar dapur listrik induksi jenis
frekuensi rendah dapat dilihat pada gambar 4.11.

Gambar 4.11 : Dapur Listrik Induksi Jenis Frekuensi Rendah (Jenis Krus)
Sumber
: Surdia dan Chijiwa, 2013:146
2. Dapur Listrik Induksi Jenis Frekuensi Rendah (Jenis Saluran)
Ruangan dapur dibagi menjadi dua derah, daerah pemanasan dan daerah
krus. Dapur jenis ini menggunakan energi listrik yang lebih sedikit tetapi
memerlukan bahan tahan api yang netral berkualitas tinggi. Dapur ini digunakan
pada peleburan kontinyu dimana logam cair dapat dikeluarkan dengan sudut
kemiringan kecil. Gambar dapur listrik induksi jenis saluran dapat dilihat pada
gambar 4.12.

Gambar 4.12 : Dapur Listrik Induksi Jenis Frekuensi Rendah (Jenis Saluran)
Sumber
: Surdia dan Chijiwa, 2013:147.
2. Dapur Listrik ARC
Dapur listrik heroult (ARC) merupakan jenis dapur yang banyak dipakai.
Dapur ini menggunakan arus bolak balik tiga fasa. Energi panas diberikan dan
loncatan busur listrik antara elektroda karbon dan coran baja. Terak menutupi cairan
dan mencegah absorbsi dari udara luar selama permunian. Untuk bagian dari dapur
listrik ARC dapat dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 : Dapur Listrik Heroult (ARC)


Sumber
: Surdia dan Kenji, 2013:164
Dari jenis dapur yang telah dibahas di atas, berikut ini disimpulkan
perbedaan dapur listrik dengan dapur induksi, seperti yang tertera pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Perbedaan Dapur Listrik dengan Dapur Induksi
Dapur ARC
Dapur Induksi
Material logam dapat mencair Menggunakan arus bolak balik
karena adanya elektroda yang

yang

dialirkan

dihubungkan dengan rangkaian

komponen untuk menghasilkan

listrik yang akan membentuk

medan

busur api yang akan mencairkan

dihasilkan arus induksi sehingga

magnet

ke
dalam

suatu
dan

logam
Terjadi kontak dengan elemen
pemanas
Kapastias peleburan tinggi (25
50 ton/jam)
Karena kapasitas peleburan yang
tinggi maka konsumsi daya listrik
tinggi

terjadi pemanasan dan peleburan


logam
Tidak terjadi

kontak

dengan

elemen pemanas
Kapasitas peleburan lebih rendah
dari dapur listrik (beberapa kg
3,6 ton)
Konsumsi

daya

listrik

lebih

rendah dadapur listrik


A. Superheating
Superheating (sampai sekitar 500C 1000C diatas titik lebur logam)
adalah pemanasan lanjut atau penambahan temperatur diatas temperatur cair.
Semakin tinggi penambahan temperatur maka Fluidity semakin meningkat,
karena waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke fase padat semakin lambat.
Gambar 4.11 menunjukkan hubungan antara temperatur dan fluiditas.

Gambar 4.14 : Superheating


Sumber
: Belly, 2001 : 112
4.2.3 Solidifikasi
Solidifikasi adalah proses transformasi dari logam/paduan dalam keadaan
cair menjadi padat. Solidifikasi diawali dengan pembentukan inti yang stabil karena
temperatur pada setiap bagian logam tidak sama. Setelah terbentuk inti dengan logam
yang masih dalam fase cair, terbentuklah butir. Logam cair sedikit demi sedikit berubah
menjadi fase solid mulai dari berbentuk kristal hingga akhirnya menjadi benar-benar
padat. Gambar 4.15 menunjukkan proses dari solidifikasi. Suhu pembekuan tiap
material pun berbeda, seperti yang dituliskan pada tabel 4.3.

Gambar 4.15 : Proses Solidifikasi


Sumber
: Beeley, 2001:833

Tabel 4.3 Nilai dari suatu pembekuan (suhu cair, panas fusi, energi permukaan
maksimum undercooling untuk logam)

Sumber : Chaimer, 1964:107


Proses Solidifikasi
1. Tahapan dalam Pembekuan Logam (Solidifikasi)
Tahapan dalam pembekuan logam ada 2, yaitu :
A. Pembekuan Inti Stabil dalam Logam Cair
Terdapat 2 mekanisme pengintian dari partikel padat dalam logam cair :
a. Pengintian homogen
Pada saat logam murni cair didinginkan dibawah suhu pembekuannya
beberapa derajat, inti homogen banyak terbentuk karena atom lambat membuat

inti bersama. Pengintian homogen membutuhkan suhu undercoooling, yaitu


suhu beberapa derajat dibawah suhu cair.
b. Pengintian Heterogen (Heterogeneous Nucleation)
Pengintian heterogen sama dengan pengintian homogen hanya saja logam
cairnya tidak murni. Pada pengintian heterogen, suhu undercooling tidak terlalu
besar.
2. Pembentukan Kristal dalam Logam Cair dan Pembentukan Struktur Butir
Setelah inti yang stabilter bentuk pada logam yang sedang memadat,
kemudian inti tumbuh menjadi kristal.
3. Grafik Solidifikasi
a. Grafik Solidifikasi Murni

Gambar 4.16 : Solidifikasi Logam Murni


Sumber
: Jain, 1964:180
Gambar 4.16 menjelaskan grafik perubahan fase dari suatu logam dari fase
padat menjadi fase cair. Penjelasan tiap titik akan dijelaskan sebagai berikut:
-

Titik 1 ke 2
Terjadi penurunan suhu akibat perbedaan temperatur logam cair disebut
kalor sensibel karena hanya terjadi penurunan suhu saja sampai titik 2 tanpa
terjadi perubahan fase dalam hal ini fasenya tetap logam cair.

Titik 2 ke 3
Pada titik 2 dimulainya proses perubahan fase dari liquid ke solid sampai
mencapai titik 3 tetapi tanpa penurunan temperatur (kalor laten). Pada titik 3
keseluruhan logam cair telah menjadi solid dan ini adalah titik akhir pembekuan.

Titik 3 ke 4
Terjadi penurunan suhu dari titik 3 hingga titik 4. Logam sudah berbentuk
padat (solid) dari titik 3. Pada titik 4 suhu logam padat sudah sama dengan suhu
lingkungan luarnya. Kalor yang terjadi adalah kalor sensibel.

b. Grafik Solidifikasi Paduan


Logam paduan umumnya membeku pada daerah temperatur tertentu, seperti
yang ditunjukkan pada gambar 4.17.

Gambar 4.17 : Solidifikasi Logam Paduan


Sumber
: Jain, 1964:127
Garis awal terjadinya pembekuan disebut garis liquidus dan garis akhir
pembekuan disebut garis solidus. Suatu paduan dengan komposisi tertentu bila
didinginkan dalam waktu yang sangat lama, maka pembekuannya akan terjadi saat
mencapai garis liquidus dan pembekuan berakhir pada saat mencapai garis solidus,
setelah itu pendinginan akan berlangsung terus hingga mencapai temperatur
ruangan.
4. Daerah pembekuan
A.Chill Zone
Selama proses penuangan logam cair kedalam cetakan, logam cair yang
berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami pendinginan yang
cepat dibawah temperatur liquid-nya. Akibatnya, pada dinding cetakan tersebut
timbul banyak inti padat dan selanjutnya tumbuh kearah logam cair. Bila
temperatur penuangan rendah maka seluruh bagian logam cair akan membeku
secara cepat dibawahtemperatur liquidus. Dan bila temperatur penuangan tinggi
cairan logam yang berada ditengah-tengah logam cair akan tetap berasa diatas

temperatur liquidus untuk jangka waktu yang lama. Daerah pembekuan Chill Zone
dapat dilihat pada gambar 4.18.

Gambar 4.18 : Daerah Pembekuan Chill Zone


Sumber
: Askeland, 2010:345
B. Columnar Zone
Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan menurun
dan kristal pada daerah chill tumbuh memanjang. Kirstal-kristal tersebut tumbuh
memanjang berlawanan dengan arah perpindahan panas (panas bergerak dari
cairan logam kearah dinding cetakan yang temperaturnya lebih rendah) yang
disebut dengan dendrit. Setiap kristal dendrit mengandung banyak logam-logam
dendrit (primary dendrit). Jika fraksi volue padatan (dendrit) meningkat dengan
meningkatnya panjang dendrit dan jika struktur yang terbentuk berfase tunggal,
maka lengan-lengan dendrit sekunder dan tertier akan timbul dari lengan dendrit
primer. Daerah yang terbentuk antara ujung dendrit dan titik dimana sisa cairan
terakhir akan membeku yang disebut mushy zone/ pasty zone. Gambar 4.19
menunjukkan daerah pembekuan Columnar Zone.

Gambar 4.19 : Daerah Pembekuan Columnar Zone


Sumber
: Askeland, 2010:345
C. Equiaxed Zone

Daerah ini terdiri dari butir-butir equiaxial yang tumbuh secara acak
ditengah-tengah logam cair. Pada daerah ini perbedaan temperatur yang ada tidak
menyebabkan

terjadinya

pertumbuhan

butir

memanjang.

Gambar

4.20

menunjukkan daerah pembekuan Equiaxed Zone.

Gambar 4.20 : Daerah Pembekuan Equiaxed Zone


Sumber
: Askeland, 2010:345
4.2.4 Fluiditas
a. Definisi Fluiditas
Fluiditas adalah kemampuan suatu logam cair untuk mengalir masuk
kedalam cetakan sebelum membeku. Fluiditas yang rendah akan menyebabkan cacat
pada produk.
Untuk menghasilkan coran yang lebih baik, hendaknya kecepatan penuangan
harus konstan. Prinsip-prinsip ini mungkin dapat digunakan untuk memperkirakan
kecepatan aliran.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluiditas :
1. Temperatur Penuangan
Temperatur penuangan secara teoritis sama atau diatas garis liquidus. Jika
lebih rendah, kemungkinan besar terjadi solidifikasi dalam sistem rongga.
2. Komposisi Logam
Yang memiliki fluiditas paling tinggi adalah logam murni alloy yang disebut
dan dibentuk dari fluiditas yang kurang. Dikarenakan adanya kristal bebas dalam
logam cair pada ujung dari aliran logam cair yang dapat mengakibatkan
terhentinya aliran.
3. Mode Pembekuan
a. Mode Pembekuan Plane Interface Mode ditunjukkan pada gambar 4.21.

Gambar 4.21 : Mode Pembekuan Plane Interface Mode


Sumber
: Beeley, 2001:21
i.

Cairan memasuki saluran dan pembentukan butir-butir kolom dengan


aliran halus dimulai.
ii. Butir kolom terus tumbuh kearah hulu.
iii. Penyumbatan mulai terjadi.
iv. Sisa pengecoran membeku dengan pertumbuhan butir yang cepat.
b. Mode Pembekuan Jagged Interface Mode ditunjukkan pada gambar 4.22.

Gambar 4.22 : Mode Pembekuan Jagged Interface Mode


Sumber
: Beeley, 2001:21
i.

Cairan memasuki saluran dan pembentukan butir-butir kolom bergerak padat

ii.
iii.

cair dimulai.
Butir-butir kolom terus tumbuh dan pembentukan atau terjadi diujung.
Penyumbatan terjadi dipintu masuk aliran, meski penampang tidak terlalu

iv.

padat.
Sisa pengecoran membeku dan pembentukan rongga penyusutan terjadi di

ujung.
c. Mode Pembekuan Independent Crystallitation Mode ditunjukkan pada gambar
4.23.

Gambar 4.23 : Mode Pembekuan Independent Crystallitation Mode


Sumber
: Beeley, 2001:21
i.

Cairan memenuhi saluran dan pembentukan butir-butir kolom dimulai dan

butiran-butiran halus membentuk atom.


ii. Butiran halus tumbuh pesat saat aliran terjadi.
iii. Aliran terhenti saat konsentrasi kritis dan butiran halus terjadi diujung.
iv. Sisa pengecoran membeku dan penyusutan kecil terdistribusi.
4. Thermal Properties
Meskipun komposisi dan mode pembekuan adalah faktor besar yang
mempengaruhi fluiditas dan menunjukkan hubungan yang mirip, tetapi hubungan
antara fluiditas dan superheat tidak identik. Waktu yang dibutuhkan untuk
pendinginan hingga suhu pembekuan tergantung pada kandungan panas dan sifatsifat termal daripada suhu itu sendiri.
Sebagai contoh, pada sistem alumunium silikon, fluiditas maksimum tidak
terjadi pada komposisi lutetic seperti banyak terjadi pada sistem paduan lain.
Namun pada paduan hyperetatic menunjukkan fluiditas lebih tinggi karena
tingginya panas fusi dari silikon. Meski sebagian besar inti ini terjadi karena
pergeseran komposisi kekomposisi yang tidak stabil dengan kandungan silikon
yang lebih besar dari ukuran normalnya.
b. Cara Pengujian Fluiditas
Fluiditas tidak dapat diukur dari sifat fisik individual, sehingga pengujian
empiris dilakukan untuk mengukur semua karakteristik dari fluiditas logam cair.
Pengujian ini berdasarkan pada kondisi analog pada pengecoran logam. Dalam
pengecoran dan pengukuran fluiditas dilakukan sebagao jarak yang yang telah dilalui
oleh logam cair dalam sistem saluran tertutup sebelum aliran tersebut berhenti.
Ada beberapa macam cara pengujian fluiditas, diantaranya :
1. Spiral Mold Test

Gambar 4.24 : Spiral Mold Test


Sumber
: Beeley, 2001:17
Pengujian fluiditas cetakan berbentuk spiral seperti yang terlihat pada
gambar 4.24 bertujuan untuk menguji mampu alir cairan logam dengan
menggunakan cetakan sekecil mungkin dan dapat memperkecil kesalahan
sensitivitas aliran terhadap beda ketinggian.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengalirkan logam cair kecetakan
spiral, semakin banyak bagian cetakan yang terisi, maka semakin besar nilai
fluiditasnya.
2. Vacuum Fluidity Test

Gambar 4.25 : Vacuum Fluidity Test


Sumber
: Beeley, 2001:18

Pengujian vakum seperti yang terlihat pada gambar 4.25 bertujuan untuk
mengamati panjang aliran logam yang mengalir melalui saluran sempit saat
dihisap oleh pompa vakum dari dapur krusikel.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengalirkan logam cair melalui tabung
gelas halus dibawah pengaruh hisapan dari kondisi vakum sebagian. Pressure
head diketahui dengan akurat dan faktor manusia dalam penuangan dapat
dihilangkan.
3. Multiple Channel Fluidity Test Casting

Gambar 4. 26 : Multiple Channel Fluidity Test Casting


Sumber
: Beeley, 2001:23
Pengujian pada gambar 4.26 digunakan untuk mengetahui fluiditas
aliran logam cair saat melalui saluran lebih dari satu dan dengan luas
penampang sama sempitnya yang mana banyak terdapat pada saluran cetakan
pengecoran yang sebenarnya.
4.2.5 Cacat Coran
1. Porositas
Porositas merupakan cacat yang terjadi akibat terperangkapnya gas dalam
logam cair pada waktu proses pengecoran. Pada benda cor terdapat lubang-lubang
baik pada permukaan maupun pada bagian dalam benda cor tersebut.
Cacat porositas ada 2 macam, yaitu :
a. Interdendritic Shrinkage

Interdendritic Shrinkage merupakan cacat yang terjadi akibat dari


penyusutan pori-pori kecil antara dendrit. Cacat ini sering disebut juga
microshrinkage atau shrinkage porosity.
b. Gas Porosity
Gas Porosity merupakan cacat ini biasa terjadi karena kelebihan hidrogen
yang tidak dapat dimasukkan dalam struktur logam atau paduan kristal padat
sehingga membentuk gelembung yang mungkin terperangkap dalam logam padat
dan akhirnya menghasilkan porositas gas.
Penyebab :
Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan
Gas terserap dalam logam cair dari cetakan
Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama
Solusi :
Mengontrol jumlah gas yang dihasilkan material pada cetakan pasir
Memberi pasir yang memiliki kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai
2. Shift (Pergeseran)
Shift merupakan cacat yang terjadi akibat dari ketidakcocokan masingmasing bagian dari coran. Biasanya terjadi dibagian pola belahan. Shift ditunjukkan
pada gambar 4.27.
Penyebab :

Pergeseran titik tengah pola


Pergeseran titik tengah bagian core
Rangka cetak yang kurang tepat
Ukuran dimensi cetakan yang salah
Solusi :
Memperbaiki desain cetakan sesuai dimensi dan ukuran yang tepat
Memberikan pin atau pengunci agar tidak terjadi pergeseran

Gambar 4.27 : Shift


Sumber
: Surdia dan Chijiwa, 2013 ;214
3. Dirt and Sand Inclusion (Kotoran dan Inklusi Pasir)
Kotoran dan inklusi pasir merupakan cacat yang terjadi karena adanya
partikel asing atau kotoran yang tertanam pada permukaan coran dan bisa juga karena

adanya rontokan pasir yang melekat pada permukaan hasil coran seperti pada gambar
4.28.
Penyebab :
Adanya pasir yang terkikis selama penuangan logam cair
Adanya kotoran pada cetakan
Bagian Rongga cetakan kurang bersih
Solusi :
Melakukan penuangan secara perlahan-lahan.
Pemberian saringan pada saluran penuangan sehingga kotoran tidak ikut masuk ke
dalam cetakan
Melakukan pemeriksaan dan pembersihan dibagian rongga cetakan.

Gambar 4.28 : Dirt and Sand Inclusion


Sumber
: Surdia dan Chijiwa, 2013 ;215
4. Fin (Sirip)
Merupakan cacat yang terjadi akibat penetrasi logam cair pada bagian
cetakan kap dan drag. Apabila cetakan tidak tepat maka logam yang dicairkan akan
mengisi celah-celah cetakan dan menimbulkan cacat seperti sirip seperti yang tampak
pada gambar 4.29.
Penyebab :
Penempatan cetakan kup dan drag yang tidak tepat
Adanya penetrasi logam cair yang berlebihan
Solusi :
Membuat permukaan cetakan yang halus dan rata.
Pemasangan kup dan drag harus tepat

Gambar 4.29 : Fin


Sumber
: Beeley, 2001;314

5. Shrinkage (Penyusutan)
Merupakan cacat yang terjadi saat pembekuan. Pembekuan yang tidak
seragam pada bagian coran menghasilkan perbedaan ketebalan dan luas permukaan
yang cukup besar. Shrinkage dapat dilihat pada gambar 4.30.
Penyebab :

Pembekuan yang tidak seragam


Ukuran gating system yang tidak sesuai
Letak riser yang kurang tepat
Adanya temperature penuangan yang salah
Solusi :

Penyeragaman pada saat proses pembekuan


Meletakkan riser pada posisi yang tepat
Gunakan suhu yang tinggi agar saat penurunan temperatur tidak terjadi
penyusutan

Gambar 4.30 : Shrinkage


Sumber
: Askeland, 2010:349
4.2.6 Inspeksi
Inspeksi atau pemeriksaan cacat adalah pemeriksaan terhadap produk coran
untuk mengetahui ada tidaknya cacat pada produk coran tersebut. Karena potensi
terjadinya cacat pada coran cukup tinggi, maka inspeksi terhadap produk coran perlu
dilakukan. Macam-macam metode pengujian yang sering dilakukan yaitu :
1. Liquid Penetrant Test
Metode liquid penetrant test merupakan metode NDT (non destructive test).
Yang paling sederhana metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan
terbuka dari komponen solid baik logam maupun non logam.
Melalui metode ini cacat pada permukaan material akan terlihat jelas.
Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang
diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrant yang baik dan viskositas yang
rendah agar dapat masuk pada cacat dipermukaan material yang diberikan. Cacat
akan nampak jelas jika perbedaan warna penetran yang tertinggal dibersihkan dengan
penetran developer.Liquid Penetrant Test ditunjukkan pada gambar 4.31.
Keuntungan :

Mudah diaplikasikan
Murah
Tidak dipengaruhi oleh sifat kemagnetan material dan komposisi kimia
Jangkauan permukaan cukup luas
Kekurangan :

Tidak dapat dilakukan pada benda dengan permukaan kasar dan berpori.

Gambar 4.31 : Liquid Penetrant Test


Sumber
: De Garmos, 2008 : 247
2. Ultrasonic Test
Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara
yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan akan
dipantulkan kembali. Gelombang ultrasonik yang digunakan memiliki frekuensi
0,5-20 Mhz. Gelombang suara akan berpengauh jika ada retakan atau cacat pada
material.

Gelombang

ultrasonik

dibangkitkan

oleh

transduser

dari

bahan

piezoelektrik yang dapat merubah energi listrik menjadi getaran mekanis kemudian
menjadi energi listrik lagi. Ultrasonic test dijelaskan pada gambar 4.32.

Keuntungan :
Cukup teliti dan akurat
Hanya diperlukan satu sisi untuk dapat mendeteksi keseluruhan
Indikasi dapat langsung diamati
Kekurangan :
Memerlukan pelaksana yang terlatih dan berpengalaman
Benda uji dengan permukaan kasar, tidak beraturan, sangat kecil sangat sulit
diuji.

Gambar 4.32 : Ultrasonic Test


Sumber
: De Garmos, 2008 : 251
3. Eddy Current Test
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik. Prinsipnya arus listrik
dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika
medan magnet dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, akan terbangkit
arus eddy, kemudian diinspeksi. Adanya medan magnet pada benda akan berinteraksi
dengan magnet pada kumparan dan mengubah tendensi bila ada cacat. Eddy current
test dijelaskan pada gambar 4.33.
Keuntungan :
Hasil pengujian dapat langsung diketahui
Pengujian eddy aman dan tidak ada bahaya radiasi
Kekurangan :
Hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau
Hanya diterapkan pada bahan logam saja.

Gambar 4.33 : Eddy Current Test


Sumber
: De Garmos, 2008 : 254
4. Uji Piknometri dan Uji Komposisi
Dalam pengujian komposisi, ketidakteraturan bahan diteliti dan juga
komponen, struktur mikro dan sifat-sifat mekanik. Dengan demikian pemeriksaan
porositas dapat dilakukan dengan baik dengan perlakuan tekanan yang berasal dari
foto mikrostruktur dari coran.
Untuk mencari persentase porositas yang terdapat dalam suatu coran
digunakan perbandingan 2 buah densitas, yaitu :
a. True Density
Kepadatan dari suatu benda padat tanpa porositas yang terdapat didalam
didefinisikan sebagai perbandingan massa terhadap volume tekanan.
b. Apparent Density
Berat disetiap unit volume material termasuk cacat yang terdapat dalam uji
material (gr/cm3).
Pengukuran densitas menggunakan metode piknometri, yaitu sebuah proses
membandingkan densitas relatif dari seluruh padatan dan cairan jika densitas dari
cairan diketahui maka densitas dari padatan dapat dihitung. Proses dapat
digambarkan secara sistematik dalam rumus berikut ini :
Untuk memperoleh nilai truedensity dapat dicari dengan menggunakan
persamaan yang ada pada standart ASTM-E 252-84, yaitu :

Dimana,
Pth

= TrueDensity (gr/cm3)

PAl, PCu, PFe, Petc

= Densitor Unsur (gr/cm3)

%Al, %Cu, %Fe, %etc

= Prosentase Berat Unsur (%)

Dengan perhitungan apparentdensity menggunakan persamaan sesuai


standart ASTM-B 311-93, yaitu :

Dimana,
Ps

= Apparent Density (gr/cm3)

Pw

= Densitas Air (gr/cm3)

Ws

= Berat Sampel di Udara (gr)

Wsb

= Berat Sampel di Keranjang di dalam Air (gr)

Wb

= Berat Keranjang di dalam Air (gr)


Perhitungan prosentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan

membandingkan densitas sampel atau apparent density dengan truedensity :

Dimana,
%P

= Prosentase Density (%)

Ps

= Apparent Density (gr/cm3)

Pth

= True Density (gr/cm3)

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pembahasan Pengecoran I
1.Analisa Hasil Coran I
A. Analisa Hasil Coran I Sebelum Finishing
a. Analisa Bentuk dan Dimensi hasil coran I ditunjukkan pada gambar 4.32
dan tabel 4.4

Gambar 4.32 : Analisa Bentuk dan Dimensi


Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Benda Kerja I Sebelum Permesinan (satuan = mm)
Bagian

Desain

Pola

Hasil Coran

Produk

A-A

30

30,95

31,9

30

B-B

35

26,35

26,3

30,5

C-C

45

41,1

47,4

37,1

D-D

70

75

72,4

69,2

E-E

40

40

40

40

F-F

100

104,4

100,3

100

G-G

60

56,9

56

55

Bagian A-A

Gambar 4.33
Sumber

: Analisa Dimensi A-A a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Gambar 4.33 menunjukkan hasil coran 0,95 mm lebih panjang dari


ukuran pola. Hal ini terjadi karena adanya logam cair yang meluber sebelum
terjadi solidifikasi seluruhnya saat penuangan telah berlangsung. Sedangkan
produk setelah Finishing sesuai dengan ukuran pada desain.

Bagian B-B

Gambar 4.34 : Analisa Dimensi B-B a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Gambar 4.34 menunjukkan hasil coran 0,05 mm lebih kecil dari ukuran
pola. Hal ini dikarenakan adanya penyusutan pada saat pembekuan.
Sedangkan produk setelah Finishing sesuai dengan pola.

Bagian C-C

Gambar 4.35 : Analisa Dimensi C-C a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Gambar 4.35 menunjukkan hasil coran 6,3 mm lebih panjang dari
ukuran pola. Hal ini dikarenakan adanya cairan yang meluber pada saat
solidifikasi. Sedangkan produk 10,3 mm lebih pendek dari desain. Hal ini
disebabkan karena pada saat proses permesinan pemakanannya terlalu

dalam.
Bagian D-D

Gambar 4.36 : Analisa Dimensi D-D a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Gambar 4.36 menunjukkan hasil coran 2,6 mm lebih kecil dari ukuran
pola. Hal ini dikarenakan adanya penyusutan selama terjadi solidifikasi.

Sedangkan ukuran produk 0,8 lebih pendek dari desain. Hal ini dikarenakan
pada saat proses permesinan pemakanannya terlalu dalam.

Bagian E-E

Gambar 4.37 : Analisa Dimensi E-E a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Gambar 4.37 menunjukkan hasil coran sesuai dengan ukuran pola.
Sedangkan produk sesuai dengan desain awal.

Bagian F-F

Gambar 4.38 : Analisa Dimensi F-F a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Gambar 4.38 menunjukkan hasil coran 4,1 mm lebih kecil dari ukuran
pola. Hal ini terjadi karena adanya penyusutan selama proses solidifikasi.
Sedangkan produk sesuai dengan desain.

Bagian G-G

Gambar 4.39 : Analisa Dimensi G-G a) sebelum permesinan, dan b)


setelah permesinan
Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Gambar 4.39 menunjukkan hasil coran 3,1 mm lebih kecil dari ukuran
pola. Hal ini dikarenakan adanya penyusutan pada saat pembekuan.
Sedangkan produk setelah Finishing 5 mm lebih pendek dari desain. Hal ini
disebabkan karena proses permesinan yang terlalu dalam.
b. Analisa Cacat Coran Sebelum Finishing
1. Cacat Sirip / Fin
Adanya logam cair yang meluber pada bagian tepi permukaan coran
yang terlihat pada saat logam membeku seperti pada gambar 4.40.
Penyebab :
Pemasangan kap dan drag yang kurang tepat
Pemerataan cetakan pada daerah pisah kurang tepat
Kurang hati-hati dalam pelepasan pola
Solusi :
Pemasangan kap dan drag harus teliti dan rapat
Perbaikan bentuk dan pola terutama pada daerah pisah
Berhati-hati dalam melepas pola

Gambar 4.40: Cacat Sirip


Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Cacat Dirt and Sand Inclusion
Permukaan coran tidak rata dan kasar. Hal ini juga adanya pasir yang
terbawa dalam coran seperti pada gambar 4.41.
Penyebab :
Pemadatan pasir yang kurang
Kekuatan pasir rendah
Solusi :
Penumbukan pasir cetak harus benar-benar padat
Komposisi antara bentonit, pasir, dan air harus tepat agar kekuatan yang
dihasilkan optimal

Gambar 4.41
Sumber

: Cacat Dirt and Sand Inclusion


: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

3. Cacat Penyusutan
Adanya cekungan atau kawah pada permukaan hasil coran seperti pada
gambar 4.42.
Penyebab :
Terjadinya pembekuan yang tidak seragam
Core terdapat retakan tepat di daerah penyusutan

Solusi :
Meningkatkan temperatur penuangan
Membuat core yang lebih sempurna

Gambar 4.42
Sumber

: Cacat Penyusutan
: Laboratorium Pengecoran Logam
Jurusan Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya

4. Cacat Lubang Jarum


Adanya logam cair yang meluber pada bagian tepi permukaan coran
yang terlihat pada saat logam membeku seperti pada gambar 4.43.
Penyebab :
Logam cair teroksidasi
Saluran cerat dan ladel tidak cukup kering
Temperatur penuangan terlalu rendah
Penuangan terlalu lambat
Cetakan kurang kering
Permeabilitas pasir cetak kurang sempurna
Solusi :
Pembuatan cetakan yang teliti baik permeabilitas, pemadatan yang cukup,
temperatur penuangan ditingkatkan, dan kecepatan penuangan agar lebih
cepat

Gambar 4.43
Sumber

: Cacat Lubang Jarum


: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

5. Cacat Porositas
Adanya rongga udara yang terjebak di dalam logam cair pada saat
pembekuan dan tidak sempat keluar seperti pada gambar 4.44.
Penyebab:
Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan
Gas terserap dalam logam cair dan cetakan
Solusi:
Waktu penuangan diharapkan lebih cepat
Kalau bisa penuangan dilakukan pada ruangan vakum

Gambar 4.44
Sumber

: Cacat Lubang Jarum


: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

B. Analisa Hasil Coran I Setelah Finishing


a. Analisa Cacat Coran Setelah Finishing
1. Cacat Rongga Udara
Cacat rongga udara adalah cacat yang ditandai munculnya lubang
pada permukaan atau bagian dalam coran seperti pada gambar 4.45.
Penyebab:
Temperature penuangan yang rendah
Cetakan belum kering sepenuhnya
Solusi:
Temperature penuangan tinggi

Cetakan harus benar-benar kering sepenuhnya agar gelembung udara


tidak masuk ke cairan logam

Gambar 4.45
Sumber

: Cacat Lubang Jarum


: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

2. Cacat Lubang Jarum


Cacat lubang jarum adalah cacat pada coran yang terdapat lubang
kecil seperti tusukan jarum seperti pada gambar 4.46.
Penyebab:
Permeabilitas pasir cetak yang kurang sehingga gas terperangkap dalam
rongga cetakan
Solusi:
Menambah permeabilitas pasir cetak dengan menggunakan tambahan
kadar air dan bentonit.

Gambar 4.46
Sumber

3. Cacat Dirt and Sand Inclusion

: Cacat lubang jarum


: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

Permukaan coran tidak rata dan kasar. Cacat ini juga terdapat
adanya pasir yang terbawa dalam coran seperti pada gambar 4.47.
Penyebab :
Pemadatan pasir yang kurang
Kekuatan pasir rendah
Solusi :
Penumbukan pasir cetak harus benar-benar padat
Komposisi antara bentonit, pasir, dan air harus tepat agar kekuatan yang
dihasilkan optimal

Gambar 4.47
Sumber

: Cacat Dirt and Sand Inclusion


: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

4. Cacat Permesinan
Cacat permesinan terjadi karena adanya kesalahan pemotongan
pada saat proses permesinan seperti pada gambar 4.48.
Penyebab:
Kesalahan pada saat pemotongan
Solusi:
Teliti dalam membaca gambar sebelum pemotongan

Gambar 4.48 : Cacat Permesinan


Sumber
: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
-

Piknometri
Besarnya persentase porositas pada hasil coran dilakukan dengan
pengujian piknometri berdasarkan metode True Density dan Apparent Density,
dapat dihitung berdasarkan:

Dimana:
%P

= Persentase porositas (%)

= Apparent Density (gr/cm3)

th

= True Density (gr/cm3)

Hasil perhitungan porositas dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Porositas (Piknometri)


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Unsur
Al
Si
P
Ca
Ti
V
Cr
Mn
Fe
Ni
Cu
Zn
As
Eu
Yb

Kadar Kadar (%)


59,4
9,9
0,56
1,14
0,076
0,039
0,781
0,979
8,06
0,59
8,39
9,42
0,23
0,3
0,1

a. True Density
tr

=
= 3,589 gr/cm3

b. Apparent Density
app

= w (

=1 .
= 2,6145 gr / cm3
c. Presentase Porositas
%P

= (1 =(1 -

) x 100%
) x 100%

= 27,2 %
4.4

Kesimpulan dan Saran

Massa Jenis (gr/cm)


2,7
2,23
1,82
1,54
4,51
6,09
7,5
0,445
7,84
8,96
8,9
7,14
5,72
6,48
1,34

Kadar / Massa Jenis


22
4,4
0,31
0,14
0,0169
0,0064
0,104
2,2
1,028
0,065
0,942
1,319
0,04
0,04
0,07

4.4.1

Kesimpulan
1. Dari dimensi hasil coran I terdapat banyak kecacatan yang disebabkan karena
penyusutan saat pembekuan
2. Pada analisa coran sebelum dan sesudah proses finishing, cacat yang dimiliki
benda kerja I mengalami penurunan. Namun terjadi cacat permesinan yang
disebabkan kesalahan pada pembacaan gambar.
3. Berdasarkan hasil pengukuran benda kerja I, ada benda yang ukurannya
melebihi desain da nada yang kurang dari desain.
4. Untuk uji piknometri hasil pada pengecoran I adalah 27,2%. Pada benda kerja
I terdapat banyak penyusutan dan rongga-rongga.

4.4.2

Saran
1. Ketika introduction praktikum pengecoran logam, semua dosen pembimbing
diharapkan ikut diundang.
2. Diharapkan agar asisten laboratorium pengecoran logam menyamakan
materi yang akan diberikan kepada praktikan sesuai kesepakatan dengan
dosen pembimbing.

Anda mungkin juga menyukai