Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN :

Revolusi Industri pada abad 19 berdampak sangat luas. Selain memacu perubahan
dimana-mana, gelombang revolusi industry juga memicu pergeseran nilai-nilai di dalamseluruh
tatanan komunitas masyarakat seantero dunia.Di kalangan Gereja Katolik,kemajuan Ilmu
pengetahuan dan teknologi yang menjadi dalang revolusi industry, ternyata bikin banyak orang
Kristen mulai meragukan otoritas Gereja,bahkanmempertanyakan keberadaan Kristus.Akibatnya,
pengaruhKristus dan Gereja pun perlahan makin surut, lantaran orang condong mengejar reputasi
pribadi, lebih mementingkan kehormatan daripada kesalehan,mengutamakan mamon dan kuasa
melebihi Injil serta hukum cinta kasih. Menanggapi kondisi social masyarakt semacam ini, pada
tahun 1925 melalui ensiklik Quas Primas,Paus Pius XI menetapkan Pesta Kristus Raja sebagai
Hari Raya dalam Gereja Katolik.Intensinya tidak lain,menempatkan kembali Yesus Tuhan kita
sebagai Raja di dalam hati segenap umat beriman,sesuai kebenaran yang selalu diyakini dan
diajarkan oleh Gereja sejakjaman para Rasul. Paulus sendiri berkata, Ia telah merendahkan
diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat
meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, supaya dalam
nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi, dan yang ada di
bawah bumi (Flp. 2:810).
Beberapa hari lagi kita merayakan Pesta Kristus Raja Semesta Alam; dan untuk kesekian
kalinyakita akantampil sebagai pemimpin perayaan tersebutdi tengah-tengah umat.Namun
bilahingga saat ini belum ada pandangan lainyang mengubahintensi perayaan Kristus Raja
Semesta Alam, maka semua kita pun masih memikul tanggungjawab yang sama, yakni membuat
Kristus mendapat tempat kembali di hati kita dan semua umat agar Dia bisa merajai lagi hidup
serta seluruh komunitas kita,hari demi hari.Sebab itu,saya kira ini saat yang tepat untuk kita
sejenak merenung dan bertanya diri, sejauh manakah Kristus benar-benar sudah merajai hati
dan hidup kita?Dan sejauh mana pula berkat pelayanan kita, banyak umat telah dibantu untuk
menerima Dia sebagai Raja atas diri dan keluarga mereka, juga atas karya serta kesaharian
mereka?Demi menjawabi pertanyaan-pertanyaandi atas, saya mengajak kita bersama-sama
merenungkan tema KRISTUS RAJA YANG TERSALIB. Inspirasinya diambil dari bacaan
Injil hari Minggu nanti, yakni Lukas 23 : 33 45.
YESUS DISALIBKAN
33 Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus
di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kananNya dan yang lain di
sebelah kiriNya. 34 Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa
yang mereka perbuat." Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaianNya. 35 Orang
banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya:
"Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diriNya sendiri, jika Ia adalah
Mesias, orang yang dipilih Allah." 36 Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka
mengunjukkan anggur asam kepadaNya 37 dan berkata: "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi,

selamatkanlah diriMu!" 38 Ada juga tulisan di atas kepalaNya: "Inilah raja orang Yahudi". 39
Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah
Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami!" 40 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya:
"Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang
sama? 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan
perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah." 42 Lalu ia berkata: "Yesus,
ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." 43 Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam
Firdaus." 44 Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah
itu sampai jam tiga, 45 sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua.
RENUNGAN
Perikop tadi merupakan bagian pertama dari ulasan seputar tema Penyaliban dan
Kematian Yesus.Dan jika temanya seperti itu, maka wajar dipertanyakan,mengapa pestanya
Kristus Raja tapi justru perikop macam begitu yang dipilih?Pesta Kristus Raja Semesta Alam
adalah perayaan puncak dari ziarah iman Gereja selama satu tahun liturgy.Tapi mengapa yang
dipakai bukan teks yang menonjolkan kekuasaan, yang menampilkan euphoria kemenangan dan
suasana sukacita,ada unsur kemeriahan dan kemewahan sebagaimana lazimnya akrab dengan
pesta seorang Raja?Kita tentu sepakat, ini bukan suatu pilihan sekedar melawan arus, apalagi
hanya untuk memenuhi selera Gereja tampil beda. Saya sangka Bunda Gereja mendasari pilihan
tersebut pada kebenaran iman yang diyakininya, bahwa melalui Salib dan kematian
sesungguhnya Kristus Tuhan kita telah dilantik serta ditahtakan Allah sebagai Raja Semesta
Alam.
1. KONFIGURASI BUKIT TENGKORAK :
Kisah penyaliban Yesus dibuka denganpernyataan setelah mereka sampai di tempat
yang bernama tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ. Keterangan ini memberi alusi
kepada parade aksi sepanjang Jalan Salib,mulai dari peristiwa penangkapan di taman
Getzemani hingga saat Yesus diseret-seret melintasi lorong kota suci Yerusalem.Pesan singkat
alusi ini jelas, bahwa adegan penyaliban di Golgota merupakan puncak eksekusi dari sebuah
rencana jahat, yang sudah lama dirancang dengan target khusus kematian Yesus. Nuansa klimaks
dari persekongkolan jahat itu ditunjukkan penginjil melalui istilah tengkorakketika ia
menyebut nama tempat penyaliban Yesus. Kita tahu kata tengkorak berkonotasi kematian, dan
biasa dipakai sebagai symbol maut.Dan Lukas di sini memakai sebutan tengkorak bukan saja
untuk menjelaskan formasi karang di Bukit Kalvari,tapi lebih dari itu sebagai simbol karakter
orang-orang yang terlibat dalam tragedy Jumad Agung. Demikian,adaparalelisme antara
konfigurasi setting alam dan watak pribadi para tokoh tempo itu.Dengan formasi batu karang
yang keras dan tak menunjang kehidupan,Bukit Tengkorak seakan mengamini rencana para
pemimpin Yahudi yang dengki dan iri hati; seakan mendukung teriakan histeris rakyat yang
menuntut hukuman mati; seakan berpihak pada Pilatus yang sok kuasa dan Herodes yang gila

hormat;seakan setuju terhadap tuduhan palsu Mahkamah Agama serta tindakan brutal para
algoju;dan seakan pula ikut merestui pengkhianatan Yudas atau Simon Petrus yang tega
menyangkal Yesus.
Merefleksikan simbolisme Bukit Tengkorak rasanya menarik karena actual berbicara tentang
kekristenan kita,bahkan terkadang menggugat praktek hidup imamat kita. Point utamanya ialah,
kalau 2000 tahun lampau Yesus dilantik menjadi Raja di bukit Tengkorak, di antara manusia
yang kelakuannya ibarat tengkorak, maka bagaimana trend pelantikan itu terjadi sekarang di
tengah-tengah kita? Apakah suasana hati dan relasi kita,situasi pastoran dan paroki kita, juga
profil kepemimpinan serta pelayanan kita jauh lebih baik ketimbang dulu di Golgotha?
Barangkali tak akan ada yang meragukan kondisi kita masa kini jauh lebih terhormat dibanding
konfigurasi Bukit Tengkorak.Namun satu hal yang pasti, bahwa niat luhur kita mengangkatNya
tinggi-tinggi untuk disembah sebagai Raja Semesta Alam seyogyanya harus sepadan dengan
sikap dan tutur kata, pola pikir dan kerja nyata kita setiap hari di mana saja. Menggarisbawahi
tuntutan semacam ini, Santo Agustinus mengatakan doksologi yang paling original bagi Kristus
Raja Semesta Alam hanya ada dalam kepenuhan hidup Kristen setiap orang beriman. Itu berarti,
sembah-sujud kita kepada Dia dalam liturgy di Gereja sejatinya mesti dibuktikan lebih jauh
melalui pelayanan tanpa pamrih yang selalu berorientasi pada kemuliaan Allah serta keselamatan
umatNya. Oleh sebab itu,menjawabi intensi Pesta Kristus Raja Semesta Alam, masing-masing
kita mesti berani membebaskan diri dari kecenderungan serta interese pribadi yang sering kontraproduktif.Masalahnya bila sudah terlibat konflik kepentingan, maka niscaya kita akan gampang
main kuasa dan berlaku sewenang-wenang,cenderung tertutup dan egois, mudah curiga, dan
lekas iri hati,suka fitnah dan saling menjatuhkan, atau bahkan terjebak skandal-skandal yang
memalukan. Tak dapat dipungkiri,profil pelayanan imamat kita akhir-akhir ini kerap disoroti
banyak pihak termasuk soal manegemen pastoral serta tata kelola keuangan,juga masalah
kerjasama, kerekanan dan relasi antar kita. Mungkin terlampau berlebihan bila kondisi seperti ini
disejajarkan dengan konfigurasi Bukit Tengkorak, tempat dan saat dimana Yesus ditahtakan
sebagai Raja secara tidak terhormat. Akan tetapiini jelas merupakan peringatan penting bagi kita
sekalian untuk segera berbenah diri, kembali melakoni peran serta tanggungjawab kita seturut
kehendak Dia yang telah memanggil kita.
2. PARODI PELANTIKAN YESUS:
Di mata para tokoh Bukit Tengkorak, ikwal pelantikan Yesus dalam peristiwa Salib 2000
tahun silam hanyalah sebuah parody (olok-olokan).Dua hal yang kentara sengaja dipakai untuk
mengejek Yesus adalah kehadiran dua penyamun serta tulisan yang dipancang Pilatus tepat di
atas kepala Yesus.Menurut kebiasaan Timur Tengah,keabsahan upacara pelantikan seorang raja
ditentukan oleh kehadiran dua saksi. Selain bertugas menyaksikan proses pelantikan dari dekat,
kewajiban seorang saksi ialah memberikan keterangan guna membuktikan kekuasaan raja yang
baru dilantik itu sah serta legitim. Sebab itu,jelas sebuah penghinaan andaikan pembuktian akan
keabsahan Yesus sebagai Raja harusdatang dari kesaksian dua orang penyamun.Kita tahu bahwa

penyamun lazim dianggap sebagai sampah masyarakat terhormat, terhitung dalam bilangan
orang berdosa dan karena itu tidak layak dipercayai. Parodi ini kemudian dipertegas oleh tulisan
Inilah Raja Orang Yahudiyang dipancang Pilatus tepat di atas kepala Yesus. Sesuai tradisi
masa itu,formulasi kalimat yang demikian merupakan bagian penting dari maklumat pelantikan
yang biasa disampaikan pada akhir prosesi penobatan seorang raja. Dan saat penyampaian
maklumat tersebut menjadi momentum bersejarah yang selalu ditunggu-tunggu, karena di situ
raja baru akan tampil di depan rakyatnya serentak dinyatakan resmi berkuasa. Khusus tulisan
Pilatus kentara bukanlah maklumat pelantikan,tapi semata-mata bernada penghinaan karena
memuat tuduhan yang dipakai sebagai alasan menyalibkan Yesus. Jika bagi Pilatus pernyataan
itu mengandung tuduhan subversif terhadap Yesus lantaran dianggap melawan Kaiser Romawi,
maka untuk pemimpin Yahudi justru lebih terarah kepada tindakan menghujat Yahwe, gara-gara
Yesus pernah mengklaim diri sebagai Anak Allah.
Terkait dua unsur parody diatas,penginjil Lukas menawarkan kita suatu perspektif lain.
Menurutnya,dengan posisi tergantung pada salibseperti Yesus,kedua penyamun dilihat menjadi
pendamping

paling

dekatsehinggapaling

pasbertindak

sebagai

saksi

bagi

Yesus.Sepintas,penyamun pertama memang kurang bersahabat karena cendrung menyindir dan


menghujat Yesus.Akan tetapi mengamati gelar Kristus yang dia gunakan,juga menilik keinginan
hatinya di balik desakan terhadap Yesus agar membebaskan dia dari hukuman maka nampak ia
sedang menyimpan sebuah harapan dan pengakuan terselubungakan pribadi Yesus,sosok
yang diurapi sebagai Pemimpin dalam Kerajaan Allah.Menarik bahwa harapan serta pengakuan
yang semula tertutup selubung keangkuhan dan sikap kurang bersahabat penyamun
tersebut,kemudian dibuka menjadi terang-benderang oleh penyamun lain. Injil mencatat, tetapi
yang seorang menegor dia, katanya: Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang
engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita
menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu
yang salah."Cukup jelas lewat tegurannya, penyamun kedua bukan Cuma ingin menginsafkan
temannya, tapi juga berani memaklumkan Yesus sebagai Orang Benar yang tak pantas dihukum.
Sementara melalui permintaannya, ia justru secara terbuka mengakui Yesus sebagai Raja
berdasarkan keyakinan, bahwa Yesus akan menjalankan kuasaNya atas segenap umat manusia,
termasuk dengan cara memberikan pengampunan juga kepada musuh-musuhNya.Jadi secara
unik dan istimewa, penyamun kedua sesungguhnya telah tampil sebagai pembela pertama Yesus
sekaligus penyaksi iman yg unggul. Tanpa takut ia menyatakan Yesus tidak bersalah sehingga
otomatis membantah tuduhan Pilatus bersama para Pemimpin Yahudi, dan tanpa basa-basi ia
mendahului kita semua menyapa seraya mengakui Yesus sebagai Raja. Demikian, atas cara
iniAllah menggunakan seorang penyamun untuk memberi makna yang hakiki pada tulisan di atas
Salib.Di luar dugaan Pilatus apa yang semula cuma olok-olokan, ternyata menjadi sebuah
maklumat pelantikan yang berlaku sepanjang masa,sebuah proklamasi yang tak terbatalkan,
senantiasa terbaca dan memikat hati jutaan manusia dari generasi ke generasi sampai sekarang.

Menimba amanat parodi dengan pendekatan yang ditawarkan penginjil sangatlah


menarik. Dua point inspiratif yang bias kita renungkan sebagai orang-orang terpanggil antara
lain sosok dua penyamun dan misteri tangan yang tak kelihatan.Pertama, sosok dua
penyamun:Harus diakui cukup mengherankan ketika Lukas menampilkan dua penyamun untuk
suatu tugas maha-penting yakni menjadi saksi pelantikan Yesus. Yang pertama ternyata gagal,
tapi penyamun kedua justru elegan bertindak sebagai pembela Yesus serentak penyaksi iman
yang benar.Dari sosok keduanya kita dingatkan,bahwa segala kehebatan pribadi, jasa-jasa kita
serta potret buram masa lalu tak pernah masuk perhitungan Tuhan guna menimbang apakah
kita layak dipilih atau tidak?Prinsip dasarnya: Tuhan tak pernah menciptakan sampah,maka
semua orang sama berharga di mataNya,sehingga Ia bebas memilih siapa yang dikehendaki, dan
nicaya

pada

saatnya

akan

memampukan

mereka

untuk

terlibat

dalam

karya

keselamatan.Keberhasilan penyamun kedua memperlihatkan betapa pentingnya kejujuran setiap


kita untuk terbuka mengakui kelemahan sendiri agar pertolong-an dan kemurahan Allah dapat
leluasa bekerja dalam diri kita. Oleh sebab itu, pilihan bijak kita tentu bukan menutup diri lantas
mengibarkan bendera pribadi seperti tindakan penyamun pertama, tapi sebaliknya mesti rendah
hati serta rela solider terhadap Tuhan dan sesama.Jadi soal jabatan dan tugas apa, bukanlah tolok
ukur kwalitas diri serta kesaksian kita selaku orang pilihan.Jikalau Allah bebas memilih siapa
saja,maka ada saatnya kita diberi tanggung-jawab lebih, dan ada saat pula kepercayaan tersebut
dialihkan pada orang lain. Khalil Gibran bilang, anda dan saya ibarat pengemis yang setiap
pagi duduk di gerbang kasih Allah sambil menadah tangan menanti tetesan kemurahanNya. Tapi
mengapa setelah pergi dari sana, kita malah saling iri dan gemar bertengkar padahal andai kita
mau bercermin, niscaya kita akan saling menertawakan lantaran tahu bahwa anda dan saya
tiada beda.Kedua, Misteri tangan yang tak kelihatan.Dalam kitab Apokaliptik, misteri
tangan tak kelihatan menjadi tema sentral pembicaraan mengenai karya Allah yang hidup dalam
sejarah manusia.Dan salah satu cerita yang melegenda adalah penglihatan Raja Belsyazar dalam
Kitab Daniel 5:5. Terkait

misteri ini, tampaknya Lukas meyakini keterlibatanAllah dalam

mengendalikan seluruh kejadian di bukit tengkorak, termasuk untuk mengubah gelap jadi terang,
membuat

yang

hina

jadi

mulia,mengangkat

yang

berdosa

dan

terbuang

menjadi

pilihanNya.Inilah Khabar Gembiranya,bahwa Dia yang memanggil kita adalah Alah yang
hidup,terlibat dan solider; DiaTuhan yang bisa dipercayai dan dapat kita diandalkan. Karena itu
sepahit dan sesulit apa pun pengalaman serta tantangan yang menghadang, sejatinya kita mesti
tetap percaya, pantang mundur dan tak menganggap imamat kita sia-sia.Bila di Golgotha dulu
Allah tak pernah menampakkan diri,tidak juga membuah mukjizat besar untuk sekedar memaksa
manusia bertobat, maka bagi kita pun niscaya Ia akan tetap bekerja melalui relung-relung
rahasia,

bahkan

bisa

jadi

menggunakan

cara-cara

sepele

yang

tak

pernah

kita

hiraukan.Merangkum seluruh pengalaman hidupnya yang berubah secara drastis, St. Agustinus
menulis: bertahun-tahun aku mencari Allah di luar diriku, tapi ternyata berabad-abad
lamanya Ia sudah menunggu aku di dalam diriku sendiri. Dan setelah kutemukan Dia, tahulah
aku bahwa sesungguhnya Ia sanggup menulis lurus di atas garis yang kubuat bengkok.

Tanggal 11 Oktober 2012, dalam pidato pembukaan Sinode Agung ke-13,Paus Fransiskus
I mengajak segenap anggota Gereja agar terlibat dalam seluruh kegiatan Tahun Iman.
Maksudnya,supaya kita semua bisa mengalami Tahun Iman sebagai moment istimewa untuk
membagikan apa yang kita anggap tinggi nilainya, yaitu membagikan Kristus Yesus Penebus
manusia, Raja Semesta Alam, Pemimpin dan Penyempurnaan iman.Ajakan ini jelashendak
menggaris-bawahi keharusan kita untuk tidak sekedar berkata-kata tentang Kristus
Raja,melainkan juga mesti menampakkan kehadiranNya,membuat kebaikan serta belaskasihNya
menjadi makin nyata dalam pengalaman manusia melalui apa yang kita lakukan.St Paulus bilang,
Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak
Allah yang telah mengasihi aku dan menyerah-kan diriNya untuk aku (Gal. 2 : 19 20).
Demikian,ideal yang mesti dikejar dalam pelayanan dan pengabdian kita kepada Kristus Raja
Semesta Alam. Hanya dengan jalan ini Dia benar-benar akan bertahta mulia di hati dan hidup
kita serta umat beriman; dan atas cara yang sama, setiap kita pun akan layak menerima mahkota
kemuliaan bersama Dia dalam Firdaus yang dijanjikan. Mudah-mudahan.

Marcel Lamury, Pr

Anda mungkin juga menyukai