Anda di halaman 1dari 5

ku condongkan kepalaku untuk mengintip parkiran.

Terlihat jelas Tristan yang sedang


tersenyum manis sambil bercerita seru dengan Alvin.
Tunggu di sini aja deh! Salah-salah mereka bisa tahu kalo gua suka banget sama
Tristan! kataku dalam hati.
Beberapa murid melewatiku dan menyapaku. sebagian menanyakan apa yang aku
lakukan di situ. Tapi aku hanya menjawab dengan senyum.
Sudah hampir setengah jam aku berdiri di sini. Kaki rasanya pegal juga. Aku kembali
mengintip untuk yang ke seribu kali. Imel belum juga muncul, Tristan dan Alvin pun
menghilang.
Gawat! kataku pelan.
Aku keluar dari persembunyianku berusaha mencari mereka. Mobil Vios tempat Tristan
dan Alvin bersender masih terparkir rapih.
Mampus! Gua pulang sama siapa?gumamku.
Sama gua! suara berat menyahut dari belakang.
Suara berat itu mengagetkanku dan dengan cepat ku balikkan badan. Betapa lemas
kaki ini melihat Tristan telah berdiri selangkah dariku.
Ngapain di sini? Kita dah nungguin lo dari tadi.
Ooo eh sori gua kirain janjiannya di sini. jawabku terbata.
Tristan hanya merespon dengan senyum karismatiknya dan membuatku menjadi
bertambah grogi. Yang bisa kulakukan hanya berdiri dan menggenggam erat taskuyang
kupinjam dari Imel
Emmm emang Imel udah datang? basa-basiku.
Enggak, tapi nelpon gua, katanya ketemuan di citos aja.
Ooogitu. aku kembali terdiam. Tidak tahu harus bagaimana. Pandangan Tristan
kepadaku, membuatku salah tingkah. Setelah mengetahui status Tristan yang sekarang
menjomblodan bukan cowok Imelmembuatku semakin deg-degan.
Tristan meraih lenganku dan menarik perlahan menuju area parkir. Genggaman
lengannya membuatku tak berdaya.
Tubuhku hanya mengikuti kemana Tristan membawaku. Pandanganku tetap tertuju ke
kepalaTristan yang membelakangiku.
Aku tidak mengerti kenapa semakin aku berusaha menghindari Tristan, perasaanku
kepadanya semakin kuat.

Perasaan yang membuatku senang, deg-degan dan cemas di saat yang sama.
Perasaan yang ingin kurasakan setiap hari, setiap saat.
Kehidupanku di Lyon yang tadinya ku sukai karena begitu nyaman dan teratur, telah
tergantikan dengan kehidupan yang unpredictable dan anehnya I like it a lot.
Aku juga tidak mengerti apakah ini karena memang aku cinta Jakarta atau Tristan. Or
both.

Tristan memang cowok yang sangat menarik. Tadinya kupikir Tristan adalah seorang yang
snob, sok cool atau sok keren, seperti kebanyakan cowok-cowok yang menyadari bahwa
dirinya di atas rata-rata .
Cowok sok cool berlaku di mana saja, di belahan dunia manapun. Di Lyon pun aku
mempunyai teman yang merasa dirinya paling cakep sedunia, memang sih, tampangnya
sangat mirip dengan Tom Cruise, tapi caranya menunjukkan bahwa dirinya mirip Tom Cruise
malah membuatku malas untuk dekat dengannya.
Berbeda dengan Tristan, walaupun ia tidak mirip Tom Cruise atau Tom welling still, hes
cute. Dan yang membuatnya seperti magnet berjalan adalah pembawaannya yang
santai , sangat baik dan tidak pernah memberikan kesan bahwa dirinya termasuk cowok
yang wow.
j

Sinar matahari yang terik menembus atap Cilandak Town Square menerpa lantai beton
berwarna abu-abu lusuh. Kami berdiri di atas tangga jalan menuju lantai atas yang dipenuhi
restoran-restoran yang beberapa terlihat sangat asing olehku.
Tristan dan Alvin berjalan perlahan di depanku. Sesekali Tristan menengok ke belakang
seperti memeriksa apakah aku masih ada atau tidak. Aku hanya melempar senyum manis
saat ia menatapku. Ku tatapi kaca-kaca restoran yang memantulkan refleksi wajahku. Ku
rapikan tatanan rambutku, kuberpura-pura memperhatikan jalan saat Tristan menengok ke
arahku dan kembali bercermin saat ia tidak memperhatikanku.
Kok, kayaknya tidak pernah rapih ya? Rambut ini benar-benar harus dipotong! Mungkin
aku akan memotong sangat pendek atau hanya dirapikan saja. Tapi bagaimana menurut
Tristan? Apakah dia lebih suka pendek atau panjang? Jangan sampai aku salah potong.

Aku bisa tanya ke Imel potongan rambut yang eperti apa yang Tristan sukaitunggu dulu,
itu sama saja bunuh diri. Jelas-jelas Imel masih tergila-gila dengan Tristan. Masa, aku musti
nanya ke Tristan langsung, Tris, lo suka gaya rambut apa? that would be so weird!
Untuk sementara, harus memaksimalkan yang sudah kumiliki; rambut panjang yang
sangat sulit untuk diatur.
Kami memasuki restoran chopstik yang di dalamnya sudah ada Imel yang asik
menyatapmie dengan mangkok besar.
Haaiii Miiirr!!! Gimana sekolah? Enak?
Aku speechless, begitu santainya Imel setelah membolos, tanpa beban sedikitpun.
Sepertinya ia sering cabud seperti ini. Tapi melihat Tristan dan Alvin, mereka juga santaisantai saja. Apakah hanya aku saja yang terlalu serius menanggapi hal ini?
Ya, mungkin aku terlalu serius menjalani masa sekolahku, tapi bagaimana tidak serius,
mencerna istilah-istilah dalam pelajaran dan aku sama sekali tidak mengerti sistem penilaian
di sini. Mungkin sedikit-sedikit aku ingat semasa aku SMP, tapi sekarang sama sekali berbeda.
Tris, kamu mo makan apa? tanya Imel.
Apa ya? Vin lo mo makan ga? ujar Tristan.
Ya iyalah, dari tadi udah laper banget gua. jawab Alvin spontan dengan tampangnya
yang super laper sambil memegang perutnya seakan belum makan sejak kemarin.
Alvin langsung menyabet buku menu yang ada di atas meja.
Ngapain aja lo di sekolah? tanya Imel.
Ya belajar lah. Jawabku.
Ya itu mah gua juga tau. Pas istirahat?
Eeng di kantin aja kok.
Ga ada yang iseng?
Ga, ga ada.
Kok, pada lama banget sih datengnya?
Iya, tadi gua agak-agak bingung, soalnya lo ga ada di depan. Jadi gua nunggu lo di
depan pintu sekolah. jelasku.
Susah juga ya ga punya HP, lo minta dong sama Nyokap lo buat beli HP.
Iya, kata Nyokap lo, pake uang Nyokap lo dulu kok.
Bilang cepetan, kebutuhan mendesak gitu.
Yeee, gimana sih! Ga sopan kali, ngomong gitu ke Nyokap lo.

Biar cepet dapet HP.


Katanya gua mo di beliin BB, coba liat BB lo dong. pintaku.
Imel mengeluarkan BB Stormnya yang super tebal.
Kok gede banget sih Mel? tanyaku.
Eh, ini tuh canggih banget. Kalo mo liat yang murah, tuh liat punya Alvin.
Alvin memperlihatkan BB nya yang tipis dan terlihat simple.
Nah, gua ini aja, emang bedanya apa sih? tanyaku.
Kalo punya Alvin ga 3G. jelas Imel sambil mengunyah mie-nya.
Ooo gitu. Kalo lo Tris, BB lo kayak gimana? tanyaku dengan nada yang dilembutlembutkan.
Sama kok sama Imel. Jawab Tristan singkat dengan senyum menghiasi wajahnya.
Encore, cette sourire! Qui peut resister cette sourire?1batinku.
Pandangan mataku dan Tristan bertubrukan membuatku salah tingkah. Aku kembali
merapikan rambutku yang terasa selalu berantakan.
Eh, Mel gua ke toilet dulu ya. Ujarku.
Mo gua anterin? tanya Imel.
Ga, ga usah. Lo kan lagi makan. Di mana ya toilet-nya?
Apa gua aja yang nganterin? tanya Alvin.
Ini lagi! Udah lo pesen makanan aja! cegah Imel.
Lo ke kiri aja Mir, terus aja, nanti juga ketemu. jelas Imel.
Ok.
Saking cerahnya hari, Citos tidak memerlukan sedikitpun cahaya pembantu. AC-AC
besar yang menyemburkan hawa dingin seperti tidak berfungsi. Hawa hangat matahari
tetap terasa.
Kenapa aku dulu tidak pernah ke sini? Apa yang mamah dan aku kerjakan dulu sampai
aku tidak pernah menginjakkan kaki di Citos.
Di dalam toiletsudah ada beberapa anak SMA yang sedang merapikan rambutnya.
Sepertinya wajah-wajah yang sangat familiar. Mungkin dari sekolah yang sama denganku.

1.Again, That smile! Who can resist that smile?

Setelah melihatku, mereka kasak-kusuk membisikkan sesuatu yang sepertinya menyangkut


diriku. Kalau mereka mengenalku, berarti benar, mereka memang berasal dari SMA yang
sama.
lo Mirel bukan? salah satu dari mereka bertanya kepadaku.
Iya bener. Jawabku.
Lo tadi jalan sama Tristan ya? tanyanya.
Hah? Eeeng iya.
Mereka

kembali

kasuk-kusuk

dengan

suara

kecil

yang

sangat

mengganggu

keingintahuanku.
Eh iya, kita belom kenal ya? Nama gua Friska. kata salah sstu dari mereka yang terlihat
sedikit jutek.
Mirel. Sambutku seraya bersalaman.
Dinda
Mirel
Joyce
Mirel
Ku salami mereka satu per satu. Wajah mereka memberikan kesan kurang bersahabat.
Tidak tahu kenapa, mungkin hanya perasaanku saja.
Lo di kelas berapa? tanya Friska.
IPS 8
Ooo...
Sori, gua musti buru-buru, sampe ketemu besok ya. kataku berusaha meninggalkan
mereka di toilete.
Eh, tunggu. Dinda menahan ku dengan menarik lenganku.

Anda mungkin juga menyukai

  • Rom 8
    Rom 8
    Dokumen5 halaman
    Rom 8
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 94
    Rom 94
    Dokumen5 halaman
    Rom 94
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 93
    Rom 93
    Dokumen5 halaman
    Rom 93
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 95
    Rom 95
    Dokumen5 halaman
    Rom 95
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 92
    Rom 92
    Dokumen5 halaman
    Rom 92
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 6
    Rom 6
    Dokumen5 halaman
    Rom 6
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 9
    Rom 9
    Dokumen5 halaman
    Rom 9
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 91
    Rom 91
    Dokumen4 halaman
    Rom 91
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 7
    Rom 7
    Dokumen5 halaman
    Rom 7
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 97
    Sin 97
    Dokumen180 halaman
    Sin 97
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 5
    Rom 5
    Dokumen5 halaman
    Rom 5
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 5
    Rom 5
    Dokumen5 halaman
    Rom 5
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 4
    Rom 4
    Dokumen5 halaman
    Rom 4
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 3
    Rom 3
    Dokumen6 halaman
    Rom 3
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 1
    Rom 1
    Dokumen6 halaman
    Rom 1
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Rom 2
    Rom 2
    Dokumen7 halaman
    Rom 2
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 98
    Sin 98
    Dokumen5 halaman
    Sin 98
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 9
    Sin 9
    Dokumen5 halaman
    Sin 9
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 96
    Sin 96
    Dokumen5 halaman
    Sin 96
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 94
    Sin 94
    Dokumen5 halaman
    Sin 94
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 94
    Sin 94
    Dokumen5 halaman
    Sin 94
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 95
    Sin 95
    Dokumen5 halaman
    Sin 95
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 92
    Sin 92
    Dokumen5 halaman
    Sin 92
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 93
    Sin 93
    Dokumen5 halaman
    Sin 93
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 8
    Sin 8
    Dokumen5 halaman
    Sin 8
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 93
    Sin 93
    Dokumen5 halaman
    Sin 93
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 7
    Sin 7
    Dokumen5 halaman
    Sin 7
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 6
    Sin 6
    Dokumen5 halaman
    Sin 6
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Sin 5
    Sin 5
    Dokumen5 halaman
    Sin 5
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat