Tristan. kata Dinda yang bertubuh lumayan gempal untuk seorang cewek.
Hah? Maksudnya apa ya? tanyaku sedikit bingung.
Masa lo ga tau? Tristan tuh lagi deketin Friska. celetuk Mirel.
Aduuhh!! Apalagi ini? Bagaimana mungkin aku berada di tengah-tengah situasi seperti
ini. Merde!
Gua ga tau dan gua ga ada hubungannya sama sekali. Gua bener-bener cuma
temenan sama Tristan. jelasku.
Yaaa kita sih cumang ngasih tau aja kok. ujar Joyce.
Ooo ok, ya udah ya. Aku langsung ngeluyur keluar toilet, rasanya toilet itu semakin
sempit saja.
Aku tidak tahu lgi harus berpikir apa. Apakah benar Tristan sedang mendekati Friska? Jika
benar, berarti penolakan Tristan terhadap Imel, karena ia sedang mengejar Friska. Lalu
bagaimana dengan ku? Sepertinya aku terlalu banyak berharap. Tristan is out of my
league.
Mangkok Imel sudah bersih, yang tersisa hanya sedikit kuah mie dan beberapa potongan
daging. Sedangkan pesanan Tristan dan Alvin baru saja sampai.
Kok lama banget sih lo? Nyasar? tanya Imel.
Enggak kok. Jawabku singkat. Aku tidak ingin membicarakan masalah Friska di depan
Tristan.
Lo mo mesen apa? tanya Imel.
Ehm, minum aja deh. Napsu makanku hilang setelah kejadian di toilet tadi. Aku tidak
menyangka akan jadi sejauh ini. Padahal aku belum berbuat apa-apa.
Bagaimana seandainya aku memang berniat mendekati Tristan atau sebaliknya.
Bagaimana jika aku dan Tristan jadian, pasti masalah yang aku dapati akan bertambah
banyak dan rumit. Sedangkan aku anak baru di sini. Yang kubutuhkan saat ini adalah teman
bukan saingan.
Yakin lo? Udah makan aja. Gua yang traktir. ujar Imel.
Bener nih Mel? sahut Alvin.
Bukan elo! Mirel! balas Imel.
Sudah beberapa hari minggu aku kembali ke Jakarta. Tout va bien2. Memang awalnya
butuh adjustement yang cukup membuat kepalaku pusing. Tapi sekarang aku sudah bisa
mengikuti pelajaran di sekolah, ritme kehidupan Jakarta dan pertemanan di sekolah.
Semua kebutuhan ku telah terpenuhi, mulai dari baju-baju, buku-buku sampai HP yang
tidak pernah aku tinggalkan sedikitpun.
1.Thatsall
2.Semuaberjalanbaik
Mamah dan papah selalu menelponku memberiku semangat ketika aku merasa putus
asa menngikuti pelajaran, menghillangkan rasa kesendirianku, membuatku merasa aman.
Seharusnya kita memberikan penghargaan bagi pencipta HP terutama yang membuatnya
menjadi sangat murah.
Kemarin ini aku ke Mal Ambasador untuk membeli HP. Cukup membingungkan dengan
berbagai macam tipe. Tapi aku tetap fokus pada satu; harga! Secara, dana yang kupunya
sangat terbatas. Dan aku juga mencari GSM yang ga aneh-aneh. Dan pastinya yang
tarifnya murah dan kualitasnya baik. Gila, semua iklannya bilang murah dengan berbagai
macam cara. Jadi bingung abis, agh. Tapi setelah lama mempertimbangkan dan masukkan
dari beberapa pemilik toko HP. Aku memilih memakai GSM yang baik, AXIS. Kata mereka
hitungan pulsanya ga ngebohong, makenya ga ribet terus murah banget pulsanya.
Well, sekarang aku punya HP. Aku mulai memasukkan nomor-nomor teman-teman baruku
didalamnya. Lumayan juga menghabiskan waktu memencet-mencet HP baru. Seru.
Aku berhenti di nama Tristan. Hmmmshortcut call ku yang pertama adalah Imel, kedua
tante Mirna, ketiga rumah Imel, keempat Tristan ga ya?
Ternyata menemukan teman yang cocok, sangat sulit, apalagi jika semua orang mulai
menganggap kalau aku adalah CCP-nya Tristan. Aku baru menyadarinya setelah bertemu
Friska.
Gila! Baru beberapa hari di sekolah ini, aku langsung menjadi sumber gosip. Sebegitu
pentingnyakah aku sampai-sampai aku menjadi the center of attention. Atau memang figur
Tristan begitu menonjol di sini?
CCP baru-nya Tristan,Gelar itu membuatku menjadi popular instantly, Betapa tidak,
saudaraku sendiri juga pernah menjadi pacar Tristan dan teman seangkatanku tergila-gila
untuk mendapatkan Tristan.
Padahal sampai saat ini aku sama sekali tidak berupaya mendapatkan Tristan, walaupun
memang aku sangat menyukainya.
Cukup kesal juga digosipin di sekolah. Mata-mata yang memandang ku dengan diiringi
dengungan suara yang menyebut-nyebut namaku dan Tristan membuatku sedikit banyak
terganggu. Tapi ada sedikit rasa bangga dalam diriku. Merasa sebagai orang penting di
duniaku yang baru, sangat memudahkanku untuk melewati masa transisi dari Lyon ke sini.
Aku sempat merasa menjadi salah satu cewek terpopuler di sekolah yang di antaranya
Friskadan aku berusaha tidak menghilangkan perasaan itu karena hal itu membantu
menumbuhkan rasa percaya diriku.
Baru sekarang kusadari bahwa selama ini di Lyon, aku bukanlah diriku. Aku dihantui rasa
minder dan inferior di antara teman-teman Perancisku. Dan seharusnya itu tidak boleh
kulakukan.
Di sini aku seperti mendapatkan kesempatan kedua untuk menjadi diriku yang
sebenarnya. Well, thanks to Tristan yang membuatku populer dan memberiku rasa
percaya diri.
Mirel,
apa
hubungannya
cost
dan
demand?
suara
menggelegar
tiba-tiba