Anda di halaman 1dari 6

Bel sekolah berbunyi.

Suasana sekolah yang tadinya hening berubah


menjadi riuh. Teriakan murid-murid SMA XII membahana ke seluruh
penjuru sekolah. Lorong-lorong sekolah di lantai 1 dan 2 dijejali muridmurid lalu-lalang yang berusaha menghilangkan trauma waktu belajar
di kelas. Seorang murid dengan seragam yang masih rapih tetap berada
di bangku kelasnya. Ia asyik memainkan pensilnya di atas kertas putih di
meja.
Woi, Di ngapain lo disini? Ayo ke luar. teriak Daniel antusias di pintu
kelas 12 IPS 1 yang berada di lantai 1 sambil memegang bola basket
berwarna coklat usang merek Spalding.
Tanpa menunggu lama Ardi mengambil tas backpack-nya, bergerak dari
bangkunya dan menghampiri Daniel yang sudah berlari menuju lapangan
basket yang berada di tengah sekolah.
Lapangan yang dulunya berwarna hijau terang sekarang berubah
menjadi hijau lumut dan warnanya hilang di beberapa bagian lapangan.
Semen yang telah licin memantulkan cahaya matahari yang terik ke
sekeliling tembok kelas yang berada di sekitar lapangan itu. Murid-murid
kelas 10 yang masuk siang berjalan menaiki tangga menuju lantai 2.
Teriakan murid-murid yang bermain basket menggema ke setiap dinding
sekolah. Dentuman bola basket menumbuk lapangan semen membuat
Daniel semakin bersemangat menggiring bola ke arah ring basket.
Pandangannya tidak lepas dari ring basket yang berada di hadapannya,
walaupun teman-teman di sekitarnya menarik urat berteriak memintaminta Daniel untuk mengoper bola.
Daniel Wibisana, pernah terpilih sebagai tim inti basket SMA XII sewaktu
baru masuk SMA XII, tetapi karena sering mangkir latihan akhirnya ia
dicoret dari tim.
Pernah juga masuk final 3on3 sebuah kejuaraan nasional tetapi ia
dinyatakan kalah karena tidak datang akibat tertidur pulas di rumahnya
sampai malam.
Daniel

memang

terkenal

egois

dalam

bermain

basket

maupun

kehidupan sehari-hari dan penyakit yang paling parah adalah ia jarang


menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. Ia juga mempunyai sifat

malas yang berlebihan. Namun sejak berteman dengan Ardi Maranata, Ia


berhasil meredam sifat-sifatnya terutama yang terakhir itu.
Persahabatan Ardi dan Daniel adalah sebuah persahabatan yang saling
menguntungkan. Ardi banyak membantu Daniel menghilangkan sifat-sifat
buruknya dan juga dalam hal pelajaran. Dan Daniel membantu Ardi dalam
hal pergaulan. Ardi yang tergolong murid sangat pintar, tidak mempunyai
banyak teman dan sangat canggung dalam bergaul.
DING! Bola memantul di papan ring tanpa menyentuh ring basket
sedikitpun. Muka-muka kesal terlihat di sekitar Daniel. Salah seorang
teman Daniel berteriak, Man, liat kanan kiri dong oper oper.
Daniel mematung di luar garis 3 point dengan wajah datar.
Di pintu kelas terlihat Ardi bersender dengan membawa backpack-nya.
Semangat Daniel bermain basket menghilang begitu saja seiring
keluhan temannya. Ia bergegas mengambil tasnya di bawah tiang basket
dan pergi menghampiri Ardi.
Di ke mal yuk. Ajak Daniel.
Makan dulu ah laper gua. jawab Ardi memegangi perutnya yang
sangat rata. Tak ada lemak, tak ada otot.
Makan di mal aja. usul Daniel.
Ga ada duit man. Di Mas No aja murah, enak, kenyang. ujar Ardi
sambil tetap berjalan keluar area sekolah menuju warteg Mas No yang
terletak di pinggir jalan tidak jauh dari SMA XII.
Warteg yang berdiri sejak plang Nyoya Meneer di atasnya didirikan itu
sangat ramai pengunjung. Dari pagi sampai malam warungnya tidak
pernah lengang. Wartegnya yang berwarna biru bukan saja dipenuhi anakanak SMA tetapi juga supir-supir angkot, pegawai-pegawai, pekerjapekerja kasar sampai eks pegawai rendahan yang diantar supirnya
dengan mobil E-class.
Hari Senin ini sangat panas. Jalanan terlihat lebih berdebu dari biasanya.
Panas yang sangat menyengat kepala terutama untuk orang-orang yang
berambut cepak seperti Ardi. Mereka berjalan pelan berusaha tidak

mengeluarkan keringat terlalu banyak dan mencari keteduhan yang


diberikan pepohonan yang juga berusaha hidup di tengah sengatan
matahari.
Dari luar, warteg Mas No terlihat mulai dipadati pelanggannya. Ardi dan
Daniel agak mempercepat langkahnya karena khawatir tidak mendapat
tempat duduk dan lauk yang rasanya mwak nyuzz.
Ardi melongok ke dalam warung Mas No. mencari tempat duduk yang
kosong. Di dalam sudah dipenuhi orang-orang yang khusyuk manyantap
makanannya seolah mereka berada di dunia kulinernya sendiri.
Nil, penuh banget Nil. Adanya cuma kursi panas ujar Ardi.
Ya sudah lah. Perut udah ga bisa diajak damai. Masuk aja. jawab
Daniel.
Ardi dan Daniel duduk di pojok terpanas warteg Mas No. Tempat yang
sangat dihindari para pengunjung yang sudah sering ke tempat itu.
Letaknya yang di pojok ruangan dekat tempat cuci piring sehingga sering
terciprat air sabun dan merusak rasa makanan mas No yang gurih
ditambah

panas

yang

dihantarkan

kompor

di

sebelahnya

cukup

mengganggu konsentrasi terutama saat menyantap makanan pedas.


Ardi dan Daniel menaruh tas mereka di meja panjang kemudian
menghampiri etalase yang dipenuhi aneka ragam menu klasik warteg.
Telor ceplok, telor dadar, oseng tempe, sayur sop,... bisa dibilang sangat
mirip dengan menu rumahan tapi dengan ekstra vetsin dosis tinggi.
Man lo tau gak? tanya Daniel tiba-tiba. Wajah Daniel terlihat sangat
bersemangat.
Apaan? jawab Ardi tanpa melepaskan pandangannya dari makananmakanan di etalase mas No.
Mas soto aja deh sama nasi, minumnya es teh manis. pesan Ardi
kepada Mas No.
Soto satu, es teh manis satu! teriak mas No kepada istrinya yang
bertanggung jawab atas produksi soto dan segala jenis minuman di
warteg Mas No.
Mo ada anak baru dari SMA Caraka. kata Daniel seraya menampilkan
muka mupengnya

Daniel menunjuk telor dadar, sayur sop dan udang balado. Disusul
gerakan sigap Mas No mengambil lauk-lauk yang ditunjuk Daniel.
SMA Caraka Bandung? tanya Ardi
Iya! tegas Daniel.
Yang sekolah kaya Tarki itu?
Iya!
Kok lo tau?
Dari Regi, dia dikasih tau Renta, Renta dikasih tau bu Siwi guru BP.
jelas Daniel.
Terus? tanya Ardi cuek.
Wah, cewek man cewek! jelas Daniel.
Ardi dan Daniel kembali ke meja mereka. Daniel langsung menyendok
makanan di piringnya dan secepat kilat memasukkan ke dalam mulutnya.
Emang gua pikirin! ujar Ardi cuek.
Yang ini wajib lo pikirin.
Emang lo tau orangnya? tanya Ardi
Ya enggak. jawab Daniel dengan suara lemah
Trus... ngapain dipikirin? tanya Ardi lagi, yang di depannya sudah
tersedia soto daging dan nasi hangat.
Nih anak pasti foxy abis.
Apaan? Foxy? Boxy?
Norak lo! Cantik abis!
Tapi lo tau darimana?
I just know, man!
Lo kesurupan setan DVD bajakan ya?! Ngomong bahasa normal aja!
Payah lo Di, lo seneng cewek ga sih? jangan-jangan lo homo lagi.
Monyet lo!
Gua yakin banget nih cewek pasti cantik sinting
Ooo... jadi lo suka yang sinting!
Cape gua ngomong sama lo. keluh Daniel yang kemudian menyantap
makanannya disusul tawa mereka berdua.
Menurut nara sumber yang terpercaya... cerita Daniel dengan mulut
penuh makanan.

Siapa? Regi? tebak Ardi.


Iya. Kata Regi, nih anak pernah juara covergirl gitu.
Tau dari mana dia? tanya Ardi.
Dari Renta, Renta di kasih tahu bu Siwi guru BP.
Bu Siwi jangan-jangan orang BIN1. canda Ardi.
Ha... ha... ha... gak mungkin lah. Masa badan gendut gitu, jadi
intelejen.
Jangan salah. Malah yang kayak gitu yang enggak bakal ketahuan.
Mereka berdua kembali tertawa.
Warteg Mas No sejenak menjadi berisik oleh tawa mereka berdua.
Kita taruhan aja. Kalo ternyata gua bener lo bayar gua limapuluh ribu.
tantang Daniel.
Terserah lo lah
Liat aja nanti, feeling gua ga pernah salah. sombong Daniel.
Ini mah bukan feeling, Lo kan dapet info dari para agen rahasia lo.
jawab Ardi.
O iya, ya...
Selasa pagi di SMA XII
Hari ini kita kedatangan murid baru. Namanya Natalie Putri. Dia baru
pindah

dari

Bandung.

Bapak

Darno,

guru

bahasa

Indonesia

memperkenalkan Natalie yang sedang berdiri di sebelahnya. Kulit bapak


Darno yang coklat sawo kematangan membuat kulit Natalie yang putih
bersih semakin berkilau.
Rambut hitam Natalie bercampur serasi dengan rambut kecoklatannya
dan dikuncir rapi. Baju SMA yang sangat membosankan, di tubuh Natalie
seolah

berubah

menjadi

karya

musim

semi

dari

Mango.

Sebuah

pemandangan yang sangat indah. Mata Ardi tak berkedip sedikitpun.


Sama dengan cowok-cowok lain di kelas 12 IPS 1.
Silahkan Natalie memperkenalkan diri ujar Pak Darno sambil duduk di
kursi guru tanpa meninggalkan pandangannya dari Natalie.
Nama saya Natalie Putri. Dari SMA Caraka Bandung. Saya tinggal di
Bandung selama 2 tahun. Sebelumnya saya tinggal di Jakarta. Natalie

berhenti sambil memandang Pak Darno dengan wajahnya yang sangat


menawan.
Sudah?... gitu aja? tanya pak Darno.
Natalie membalas dengan anggukan kecil.
Ya sudah kamu duduk diii Pak Darno mencari-cari tempat duduk
kosong dan berusaha menjauhkan Natalie dari cowok-cowok di pojok kelas
yang sedari tadi seperti ingin memangsa Natalie.
Kamu duduk di sana saja. Pak Darno menunjuk meja Adisti yang
duduk bersama Regi. Regi kamu pindah ke belakang sama Agung.
perintah Pak Darno.
Natalie berjalan perlahan menuju bangkunya. Rambutnya berkilau
seperti disinari cahaya. Wajah mungilnya melemparkan senyum yang bisa
melelehkan batu es bang Dana tukang cendol depan sekolah.

Anda mungkin juga menyukai