Anda di halaman 1dari 20

K3LL (Keselamatan Kesehatan Kerja Lindung Lingkungan)

1. Pengertian Umum K3LL


Keselamatan

adalah

perihal

(keadaan)

selamat,

kesejahteraan,

kebahagiaan dan sebagainya. Jadi Keselamatan dan kesehatan kerja adalah


pengawasan terhadap orang, mesin, material, dan metode yang mencakup
lingkungan kerja agar supaya pekerja tidak mengalami cidera (Kamus Bahasa
Indonesia)
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonom (Menurut
UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I Pasal 1)
Kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai
profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Kerja dapat juga di
artikan sebagai pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Dr. Franz Von Magnis di
dalam Anogara (2009 : 11), pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan.
Sedangkan Hegel di dalam Anogara (2009 : 12) menambahkan bahwa inti
pekerjaan adalah kesadaran manusia.
Lingkungan hidup adalah kesatuan, dan mahluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan
penegakan hukum. ( Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
K3LL merupakan singkatan dari kesehatan keselamatan kerja dan lindung
lingkungan. Dalam K3LL hal yang penting dipelajari adalah bagaimana cara agar

seseorang dapat menghindari segala macam kerugian yang diperolehnya dalam


melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan.
K3LL merupakan suatu program yang memprioritaskan seorang pekerja untuk
dapat menaati celah-celah dari sumber bahaya yang ada di lingkungan kerjanya.
sehingga pekerja mengetahui akan keselamatan diri mereka nantinya di
lingkungan tersebut dan yang pasti target dari tujuan K3L2 yaitu Zerro Accident
(Nihil Kecelakaan) sesuai dengan Program yang terlaksana. Ada beberapa
terminologi dalam K3LL yang menjadi dasar utama kajian ilmu tersebut yaitu:
1. Hazard adalah segala macam hal baik benda maupun kondisi lingkungan
tertentu yang dapat menimbulkan suatu bahaya atau berpotensi memiliki
bahaya.
2. Risk atau dalam padanan bahasa indonesianya berarti risiko adalah besarnya
kemungkinan suatu bahaya dapat mengenai suatu objek yang berada di sekitar
hazard.
3. Incident adalah suatu kecelakaan yang tidak menimbulkan kerugian
sedangkan
4. Accident adalah suatu kecelakaan yang dapat memberikan kerugian. Keduaduanya merupakan kejadian yang tak terduga dan tiba-tiba terjadi pada saat
melakukan kegiatan atau aktivitas pekerjaan. Kerugian itu berasal dari hazard
dengan risk yang melekat dan ada pada potensi bahaya itu.
HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga
disebut, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung
Lingkungan). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur
Organisasi Perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari
Perencanaan,

Pengorganisasian,

Penerapan

dan

Pengawasan

serta

Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya


Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan.

2.

Landasan Hukum Penerapan K3LL


Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang sangat penting bagi

para Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3


(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja.

Berikut merupakan landasan hukum K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain :
1. Undang-Undang Dasar 1945
Berdasarkan Undang- Undang Dasar 1945 penerapan K3 terkandung
dalam pokok pikiran pertama yaitu: Negara melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pokok pikiran pertama tersebutlah yang menjadi dasar dalam


pembuatan peraturan peraturan tentang K3LL.
2. Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut :

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban
pimpinan

tempat

kerja

dan

pekerja

dalam

melaksanakan

keselamatan kerja.

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. UndangUndang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan
berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan
kesehatan

secara

berkala.

Sebaliknya

para

pekerja

juga

berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan


benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992,
pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya
kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga
diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan
kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


Undang-Undang

ini

mengatur

mengenai

segala

hal

yang

berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam


kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan
kerja.

3. Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden


Sebagai

penjabaran

dan

kelengkapan

Undang-undang tersebut,

Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan


Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
diantaranya adalah :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang
Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas
Bumi.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang
Timbul Akibat Hubungan Kerja

4.

Peraturan Menteri terkait K3


Untuk memperjelas penjabaran dan penjelasan dari pelaksanaan K3LL
pada perusahaan, maka diterbitkan lah Peraturan Menteri yang terkait K3LL:

Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan


Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.

Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan


Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi
Tenaga Paramedis Perusahaan.

Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja


pada Konstruksi Bangunan.

Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan


Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja.

Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat


Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor


Penyakit Akibat Kerja.

Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.

Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.

Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan


Tenaga Kerja.

Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm


Kebakaran Otomatis.

Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.

Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan


Produksi.

Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan


Angkut.

Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja.

Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syaratsyarat Operator Pesawat Uap.

Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syaratsyarat Operator Keran Angkat.

Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasiinstalasi Penyalur Petir.

Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan,


Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa


Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan


Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih
Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.

Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan


Pemeriksaan Kecelakaan.

Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan,


Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.

Permenaker

RI No 3 Tahun 1999 tentang

Syarat-syarat

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang


dan Barang.

5.

Keputusan Menteri terkait K3 :

Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan


keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep
125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan


Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan
Konstruksi.

Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan


dan Kesehatan Kerja.

Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan


Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.

Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Nasional.

Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas


Faktor Fisika di Tempat Kerja.

Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan


Kebakaran di Tempat Kerja.

Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan


Kimia Berbahaya.

Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan


Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai

Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat


Kerja.

Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis


Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau
Moral Anak.

Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan


Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

6.

Instruksi Menteri terkait K3 :

Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang


Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.

Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan


Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3 :
Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen
Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian
Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999
tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi
Lift.
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002
tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Teknisi Listrik.

3. Struktur Organisasi Pada K3LL


Struktur organisasi adalah suatu bagian yang menunjukkan hubungan
antara fungsi dan tugas dari tiap tiap bagian dalam suatu organisasi.
Struktur organisasi k3 dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Departemen berdiri sendiri dan berada langsung dibawah General
Manager
b. Departemen berada dibawah pengewasan departemen produksi
c. Departemen berada dibawah pengawasan departemen Maintenance
d. Berdiri secara independent, dan langsung berada dibawah pengawasan
direktur.
Secara umum struktur organisasi departemen K3 dapat dilihat pada
gambar berikut :

MANAGER K3

KEPALA
OPERASI K3

KEPALA
AUDIT &
EVALUASI K3

SUPERVISOR
PLANNING

SUPERVISOR
IMPLEMENTA
SI

SUPERVISOR
EVALUASI

SUPERVISOR
AUDIT

PELAKSANA

PELAKSANA

PELAKSANA

PELAKSANA

Bagianbagian yang terlibat langsung dalam manajemen K3 antara


lain:

Manajer
Merupakan tingkat tertinggi dari masing-masing divisi yang mengelola
dan mengambil keputusan yang tepat untuk meningkatkan produktivitas
divisinya, khususnya dalam hal penanganan keselamatan dan kesehatan
kerja.

Supervisor
Sebagai mengarahkan, membagi, mengawasi dan memberi penilaian
setiap pekerjaan yang dibebankan kepada tiap pelaksana.

Teknisi
Merupakan pekerja level terakhir yang bertugas menjalankan kegiatan
untuk menjalankan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan
Tersebut .

4. Sistem Kerja
Pada era globalisasi saat ini, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan salah satu tuntutan utama dalam
pemenuhan standar Internasional terhadap suatu produk barang atau jasa.
Apalagi pasar mancanegara memiliki persyaratan untuk suatu produk barang
atau jasa, seperti ISO (The International Organization for Standardization)
dan OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment Series). Sehingga
membudayakan K3 merupakan salah satu konstribusi membangun bangsa dan
negara, sehingga dapat bersaing dengan bangsa dan negara maju. Dalam era
globalisasi ini, terutama dalam menghadapi persaingan perdagangan
internasional, azas penerapan K3 merupakan syarat utama yang berpengaruh

besar terhadap nilai investasi, kualitas dan kuantitas produk, kelangsungan


usaha perusahaan serta daya saing sebuah negara. Untuk itu penerapan K3
ditegaskan sebagai upaya untuk memenuhi hak-hak dan perlindungan dasar
bagi tenaga kerja yang sangat penting karena akan mempengaruhi ketenangan
bekerja, kesela matan, kesehatan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga
kerja.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja,
dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya
serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan
mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial
untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang
dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi
bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik hazard maupun
resiko tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya
dilaksanakan dengan baik.
Pada lingkungan kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja dipengaruhi
oleh:
1. Beban Kerja.
Berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2. Spesifikasi dan Kuantitas Pekerjaan.
Hal ini bergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran
jasmani, ukuran tubuh dan sebagainya.
3. Lingkungan Kerja.
Faktor
psikososial.

fisik,

kimia,

biologik,

ergonomik,

maupun

aspek

Manajemen resiko merupakan strategi penerapan kesehatan dan keselamatan


kerja di tempat kerja, dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman
dan sehat serta melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat,
selamat dan berkinerja tinggi. Pada prinsipnya manajemen resiko merupakan
upaya mengurangi dampak negatif dari resiko yang dapat mengakibatkan kerugian
pada aset organisasi baik berupa manusia, material, mesin, metode, hasil produksi
maupun finansial.
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber resiko akan selalu dijumpai
baik yang berasal dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, aspek
ergonomi, stressor, listrik dan sumber energi lain, mesin, sistem manajemen
perusahaan bahkan pelaksana atau operator. Melalui analisis dan evaluasi semua
potensi bahaya dan resiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian
agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. Langkah-langkah yang biasanya
dilaksanakan dalam penilaian resiko, antara lain:
1.

Menentukan tim penilai.


Penilai bisa berasal dari intern perusahaan atau dibantu pihak lain
(konsultan) di luar perusahaan yang memiliki kompetensi baik dalam
pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan.

2.

Menentukan obyek atau bagian yang akan dinilai.


Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian
atau departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan
obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.

3.

Kunjungan atau inspeksi tempat kerja.


Kegiatan

ini

dapat

dimulai

melalui

suatu

walk

through

survey atau inspection yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang
lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar
dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan,
proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi
pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4.

Identifikasi potensi bahaya.


Dapat dilakukan melalui informasi mengenai data kecelakaan kerja,
penyakit dan absensi. Laporan dari Panitia Pengawas Kesehatandan
Keselamatan Kerja (P2K3), supervisor dan keluhan yang dialami pekerja.

5.

Mencari

informasi

atau

data

potensi

bahaya.

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari


MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang
relevan.
6.

Analisis resiko.
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat
keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan
untuk mengatasi resiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap
mungkin.

7.

Evalusi resiko.
Memprediksi tingkat resiko melalui evaluasi yang akurat merupakan
langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko.
Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap
analisis dan evaluasi resiko.

8.

Menentukan langkah pengendalian


Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya resiko membahayakan
bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu
ditentukan langkah pengendalian, seperti :

Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,


engineering

control,

pengendalian

peralatan/mesin atau pelindung diri.

administratif,

pelindung

Menyusun program pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan


pemahaman berkaitan dengan resiko.

Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan atau tempat kerja.


d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui
pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan
lain-lain.

Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat atau emergensi dan


pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.

9. Menyusun pelaporan.
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus
dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis.

10. Pengkajian ulang penelitian.


Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau
bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi,
pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan
berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

E. Asuransi Ketenagakerjaan
BPJS

Ketenagakerjaan

(Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan


bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan
penyelenggaraan nya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial
BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan
pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.

BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial


tenaga kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No.
24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenaga
kerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014.
BPJS

Kesehatan dahulu

bernama

Askes bersama BPJS

Ketenaga

kerjaan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan. Kesehatan


Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS
Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2015.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah salah satu lembaga jaminan sosial
terbesar di Indonesia. Jamsostek menawarkan berbagai macam program mulai
dari program kecelakaan kerja, jaminan hari tua hingga program pemeliharaan
kesehatan.
Ada dua jenis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
masalah kecelakaan kerja dan biaya pengobatannya, bila perusahaan ini mengikuti
program jamsostek, Undang-undang no.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang berlaku, Pasal 9 Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja menguraikan yang termasuk jaminan kecelakaan
kerja, yaitu meliputi:
1. biaya pengangkutan
2. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan
3. biaya rehabilitasi
4. santunan berupa uang yang meliputi:

santunan sementara tidak mampu bekerja

santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya

santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.

Bahkan Kepres RI No. 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang timbul


karena hubungan kerja mengatur hak pekerja bila menderita penyakit karena
hubungan kerja, yakni mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih
dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (paling lama 3
tahun sejak hubungan kerja berakhir)
Apabila perusahaan tersebut belum mengikuti program Jamsostek maka
acuannya adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-04/Men/1993 tentang
Jaminan Kecelakaan Kerja. Menurut Perme No. 4/1993, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit
yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah
melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Jumlah jaminan kecelakaan kerja yang dibayarkan terdiri dari:

pengangkutan dari tempat kejadian ke Rumah Sakit yang terdekat atau ke


rumahnya;

pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan di Rumah Sakit;


Selain itu juga diberikan santunan berupa uang yang terdiri dari:

santunan sementara tidak mampu bekerja sebagai pengganti upah;atau

santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya;atau

santunan cacat total untuk selama-lamanya.


Besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja dan Santunan tercantum dalam

Lampiran Peraturan Menteri ini.


Seperti yang sudah disebutkan dalam UU No.3/1992, bahwa program
Jamsostek wajib dikuti oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja
sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp 1 juta
sebulan. Program Jamsostek merupakan haknya tenaga kerja.

Apabila terdapat perusahaan yang belum mengikuti Program Jamsostek,


maka tenaga kerja dapat melaporkannya ke:

Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia

Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di

Departemen yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi ketenagakerjaan/pegawai


Pengawas Ketenagakerjaan pada Kantor Dinas Tenaga Kerja setempat

F. Sanksi Perusahaan Yang Tidak Menjalankan K3LL


Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak dapat kita pungkiri begitu
banyak perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di Indonesia. Mulai dari
perusahaan kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai perusahaan yang telah
mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan diwajibkan untuk memberi
perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja kepada setiap pihak
di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap
permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk
perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan
untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar
keamanan dan kesehatan kerja.
Sesuai dengan Pasal 151, UU No. 4 Tahun 2009, perusahaan yang lalai
pada pelaksanaan K3 akan diberikan sanksi administratif berupa:

Peringatan tertulis;

Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau


operasi produksi; dan/atau

Pencabutan IUP, IPR, atau IUPK.

Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3


kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana

telah

disebutkan

sebelumnya,

pengawasan/

inspeksi

keselamatan kerja telah didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk


pengawasan tersebut telah dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di
Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar
1,400 pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional.
Sekitar 400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan
pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja
di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i)
Seksi Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja,
dan (iii) Unit Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja
untuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam
mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen
Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong
pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang
merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada
tahun 1982 sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat
kepada Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua
instansi pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja

dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa data K3


di tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam
membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatankegiatan penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan
pendidikan. Selama periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan
sekurangkurangnya 27 lokakarya dan seminar mengenai berbagai subyek di
sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah menerbitkan sejumlah buku dan
majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita
yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum
bisa berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai
pihak baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya
melaksanakan K3

dalam

Anda mungkin juga menyukai