Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen bawah uterus.
(Taber, 1994: 337)
Plasenta previa ialah plasenta yang ada di depan jalan lahir (prae = di depan; vias =
jalan), plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga menutupi
seluruh atau sebagian ostium internum. (Sastrawinata, 1984: 110)
Sebenarnya implantasi plasenta yang normal itu pada dinding depan atau dinding
belakang rahim di daerah fundus uteri. Menurut Varney, 2006 bahwa plasenta previa
adalah posisi plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior(belakang)
maupun anterior(depan), sehingga perkembangan plasenta yang sempurna menutupi os
serviks. Sedangkan menurut Mochtar, 1998 bahwa plasenta previa adalah plasenta yang
letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu:
a. Plasenta previa Totalis
Plasenta menutupi seluruh jalan lahir atau ostium internum pada tempat implantasi,
jelas tidak mungkin bayi dilahirkan pervaginam (normal/spontan), karena resiko
perdarahan sangat hebat
b. Plasenta previa Parsialis/ Lateralis
Plasenta yang hanya menutupi sebagian/ separuh jalan lahir atau ostium internum.
Pada tempat implantasi inipun resiko perdarahan masih besar dan biasanya tetap
tidak dilahirkan melalui pervaginam.
c. Plasenta previa Marginalis
Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir atau ostium internum bisa
dilahirkan pervaginam tetapi resiko perdarahan tetap besar.
d. Low lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)
Plasenta yang implantasinya rendah beberapa millimeter atau cm dari tepi jalan lahir
atau tidak sampai ke ostium internum dimana resiko perdarahan tetap ada, namun
bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan pervaginam.

Letak plasenta normal


( Manuaba, 2008 : 78)

Letak kelainan plasenta

2. Etiologi
Penyebab plasenta previa secara pasti masih sulit ditentukan tetapi ada beberapa
kemungkinan terjadi kalau keadaan endometrium kurang baik misalnya karena atrofi
endometrium dan mungkin adanya abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang
disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma operasi atau infeksi. Keadaan ini yang
dapatdiduga menimbulkan kejadian plasenta previa misalnya terdapat pada :
- Multiparitas, terutama kalau jarak antara kehamilan-kehamilannya yang terlalu
-

pendek.
Usia > 35 tahun
Pada bekas operasi SC atau operasi mioma uteri.
Curettage yang berulang ulang
Riwayat plasenta previa sebelumnya
Keadaan endometrium yang kurang baik dan belum siap menerima hasil konsepsi,
menyebabkan bahwa plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi
kebutuhan janin. Karena luasnya, sampai mendekati atau menutup ostium internum.
Memang pada plasenta previa sering mendapati plasenta yang luas dan tipis dan

lebih sering terjadi plasenta akreta. ( Sastrawinata, 1984 : 113; Taber, 1994 : 340)
3. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuk segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada saat serviks mendatar (effacement)
dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi
itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa betapa pun pasti terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di
tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup
dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebh banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan menulang

kejadian

perdarahan.

Demikianlah

perdarahan

akan

berulang

tanpa

sesuatu

sebab(causeless) dan tanpa rasa nyeri (painless). (Prawirohardjo. 2010 : 496 497)
4. Tanda dan Gejala
Gejala yang ditimbulkan adanya kemungkinan plasenta previa yaitu perdarahan
tiba tiba tanpa nyeri. Darah sering berwarna merah terang, jumlahnya sedikit demi
sedikit/ dlm jumlah banyak dan biasanya baru timbul setelah bulan ke tujuh/ selama
trimester III. Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergeseran antara plasenta
dan dinding rahim dari implantasi karena isi rahim lebih cepat tumbuh daripada
rahimnya sendiri akibatnya isthmus uteri tertarik kekuatan menjadi dinding cavum uteri
dan kuatnya insersi plasenta itu sendiri. Perdarahan pada plasenta previa bersifat
berulang ulang maksudnya dengan majunya usia kehamilan yang juga menyebabkan
peregangan uteri bertambah lagi dan bisa menimbulkan perdarahan baru sehingga
kejadian ini bisa berulang ulang. Gejala yg juga ditemukan pada plasenta previa
dimana penurunan kepala yang tidak masuk pintu atas panggul karena plasenta berada
pada kutub bawah rahim dan karena hal tersebut juga ukuran panjang rahim berkurang,
maka pada plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak. ( Taber, 1994 : 338
339; Sastrawinata, 1984 : 114). Jika ada gejala hipovolemik seperti hipotensi dan
takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat daripada penampakan secara klinis. (Prawirohardjo, 2010 : 500)
Gambaran kehilangan darah dan kemampuan kompensasi ibu hamil
Derajat Kehilangan

Keterangan

Darah

Kehilangan darah sekitar 900 cc/15%


Adaptasi terhadap hilangnya darah dapat dikompensasi/ terjadi
Kelas I

perubahan hemodinamik ringan


Nadi meningkat sekitar 80 100/menit
Tes miring supine hipotensif negative, artinya masih dapat

Kelas II

beradaptasi dengan baik


Kehilangan darah sekitar 1.200 1.500cc/ 20 25%
Nadi meningkat antara 100 130/ menit
Tekanan diastolic menigkat karena vasokonstriksi pembuluh darah
perifer
Tes miring supine hipotensif positif, artinya sudah mulai tidak
mampu mengatasi hilangnya darah

Bagian ujung jari dingin, kulit kering, dan tampak pucat


Kehilangan darah sekitar 1.800 2.100cc/ 30 35% dari volume
darah
Kelas III

Terjadi penurunan tekanan darah


Nadi meningkat antara 120 160/ menit
Ujung jari bertambah dingin, lemas, dan kulit pucat
Kehilangan darah sekitar 2.400 3.000cc/40 45%
Nadi sangat meningkat antara 160 180/menit mirip fibrilasi
jantung
Nadi pada pergelangan tangan dan lutut tidak teraba

Kelas IV

Tekanan darah perifer tidak dapat diukur


Kesadaran menurun akibat iskemia sistem saraf pusat
Terjadi gangguan ginjal dengan oliguria sampai anuria
Keadaan syok hipovolemik sulit untuk ditolong karena telah
terjadi kegagalan sistem kardiovaskular

Bagian ujung jari sangat dingin dan kulit pucat


( Manuaba, 2007 : 482)
5. Pemeriksaan Penunjang
a.

USG untuk menentukan letak plasenta secara tepat dan tidak menimbulkan
bahaya radiasi terhadap ibu dan janin serta tidak menimbulkan rasa nyeri.
(Prawirohardjo, 2002 : 369)

b.

Pemeriksaan darah : kadar Hb untuk menilai derajat anemia atau tidak


Golongan darah untuk persiapan transfusi darah jika diperlukan.
(Taber, 1994 : 339 340)
Urine lengkap untuk memperhatikan jumlah urin setiap jam karena perdarahan
yang banyak pada plasenta previa akan menimbulkan oligouria bahkan anuria
(Manuaba, 2007 : 486)

6. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan adanya gejala gejala klinis dan beberapa pemeriksaan
a.

Anamnesis

Perdarahan jalan lahir setelah 22 minggu, tanpa rasa nyeri dan berulang ulang
dengan volume yang lebih banyak terutama pada multigravida. ( Prawirohardjo,
2002 : 369)
b.

Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
Sering dijumpai kesalahan letak janin.
Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih
goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul.
Bila cukup pengalaman (ahli ), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen
bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus. ( Mochtar, 1998 : 273)

c.

Pemeriksaan inspekulo
Bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari dalam uterus atau dari
kelainan serviks, vagina, varises pecah, dan lain lain. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai. (Prawirohardjo,
2002 : 369)

d. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi,
radioisotop dan ultrasonografi. Nilai diagnostiknya cukup tinggi di tangan ahli, akan
tetapi ibu dan janin pada pemeriksaan radiografi dan radioisotop masih dihadapkan
pada bahaya radiasi yg cukup tinggi pula sehingga cara ini mulai ditinggalkan.
(Prawirohardjo, 2002 : 369)
e.

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan implantasi plasenta dan jarak tepi
plasenta terhadap ostium. Jika diagnosis plasenta previa telah ditegakkan dan janin
matur, rencanakan persalinan (terapi aktif). Jika pemeriksaan USG tidak
memungkinkan dan kehamilan kurang dari 37 minggu, lakukan penanganan
plasenta previa sampai usia kehamilan 37 minggu yaitu dengan terapi ekspektatif.
(Saifuddin, 2002 : M-21)

f.

Pemeriksaan dalam
Adalah cara yang paling bisa digunakan di bidang obstetri untuk diagnosis plasenta
previa. Walaupun cara ini bisa digunakan harus hati hati karena bahayanya sangat
besar yaitu dapat menyebabkan perdarahan yang hebat, terjadi infeksi, bisa
menimbulkan his dan kemudian bisa menimbulkan partus premature. Oleh karena
itu, pemeriksaan double setup bisa dilaksanakan dan untuk melakukan tindakan ini

harus dilakukan di meja operasi untuk mengantisipasi kejadian atau resiko yang
tidak diinginkan dari pemeriksaan dalam. ( Mochtar, 1998 : 274)
7. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah
sebagai berikut :
a. Pada ibu bisa terjadi perdarahan yang hebat hingga syok hipovolemik karena
kekurangan cairan, anemia karena perdarahan, infeksi sepsis, emboli udara yang
jarang terjadi.
b. Pada anak bisa terjadi hipoksia, persalinan premature, pertumbuhan janin yang
lambat karena pasokan darah yang tak mencukupi. ( Sastrawinata, 1984 : 115)
8. Penanganan
a. Terapi Ekspektatif (pasif) tujuannya supaya janin tidak terlahir premature, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Upaya
dilakukan pemantauan klinis secara ketat dan baik, Sikap ekspektatif tentu hanya
dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit

sekali.
Syarat bagi terapi ekspektatif :
Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal)
Keadaan janin masih hidup
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
Belum ada tanda tanda inpartu
Usia kehamilan < 36 minggu atau berat janin < 2500 gram
Pada terapi ekspektatif, penderita dirawat di rumah sakit sampai berat anak
kurang lebih 2500 gram atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi
ekspektatif diusahakan menentukan lokalisasi plasenta dengan soft tissue teknik,
dengan radioisotope atau dengan ultrasound. Kalau kehamilan 37 minggu telah
tercapai, kehamilan diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan.
Selanjutnya penderita selalu harus diberikan antibiotic mengingat kemungkinan
infeksi besar karena perdarahan dan tindakan tindakan intrauterine. Tindakan apa
yang dipilih untuk pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakannya
tergantung pada faktor faktor antara lain perdarahan banyak atau sedikit, keadaan
ibu dan anak, besarnya pembukaan, tingkat plasenta previa dan paritas. Pada
perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil dipertimbangkan untuk terapi

ekspektatif. (Sastrawinata, 1984: 117)


b. Terapi aktif
Wanita hamil di atas usia 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin

karena bisa membawa maut bagi ibu. Cara menyelesaikan persalinan dengan
plasenta previa antara lain:
Cara vaginal yang bermaksud mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan
demikian menutup pembuluh pembuluh darah yang terbuka (tamponnade pada
plasenta). Caranya terdiri dari:
a. Pemecahan ketuban (amniotomi)
Umumnya dilakukan pada plasenta previa letak rendah, plasenta previa
marginalis. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena setelah
pecah, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta,
dan plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan
dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.
Jika his tidak ada atau lemah setelah pemecahan ketuban diberi infus
oksitosin(Pitocin).
b. Versi Braxton Hicks
Tujuannya adalah mengadakan tamponnade plasenta dengan bokong(dan kaki)
janin. Hal ini tidak dilakukan pada janin yang masih hidup. Mengingat
bahayanya adalah robekan pada servik dan pada segmen bawah Rahim, perasat
ini tidak mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar, tapi dalam keadaaan
istimewa misalnya kalau pasien berdarah banyak, anak sudah meninggal dan
mendapat kesulitan memperoleh darah atau kamar operasi masih lama siapnya
maka cara ini dapat dipertimbangkan.
Syarat untuk melakukan versi ini adalah pembukaan harus dapat dilalui 2 jari
(supaya dpat menurunkan kaki)
Teknik : setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus, maka
tangan yang sepihak dengan bagian bagian yang kecil masuk. Setelah labia
dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetric dan 2 jari (jari telunjuk dan jari
tengah) masuk ke dalam cavum uteri. Tangan satunya menahan fundus. Kepala
anak ditolak ke samping adalah ke pihak punggung anak. Tangan luar
mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan
oleh tangan dalam , maka tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki
dibawa keluar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yg seringan ringannya
tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Kalau beratnya berlebihan
maka mungkin terjadi robekan servik. Selanjutnya menunggu sampai anak lahir
dengan sendirinya. Sekali kali jangan melakukan ekstraksi walaupun
pembukaan sudah lengkap mengingat mudahnya terjadi robekan pada servik dan
segmen bawah rahim.

c. Dengan Cunam Willet


Maksudnya tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala janin dijepit dengan
cunam willet kemudian diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti.
Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali
menyebabkan perdarahan pada kulit kepala sehingga jarang sekali dilakukan.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan tidak aktif. (Sastrawinata, 1984: 118 - 120)
SEKSIO CAESAREA
Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup,
tindakan ini tetap dilakukan maksudnya untuk mempersingkat lamanya
perdarahan, mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Tindakan ini dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
kalau terjadi perdarahan yang hebat. SC pada plasenta previa, walaupun juga
mengurangkan kematian bayi,terutama dilakukan untuk kepentingan ibu, oleh
karena itu dilakukan SC juga pada plasenta previa walaupun anak sudah mati.
(Sastrawinata, 1984: 120)

DAFTAR RUJUKAN
Mochtar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi Jilid 1 Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Saifuddin, Abdul Bari, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata Sulaeman, 1982. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset
Taber Benzion, 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC
Manuaba, Sp.OG, Prof. dr. I.B.G.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Manuaba, Sp.OG, Prof. dr. I.B.G.2008. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi & ObstetriGinekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai