Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Thalassemia

merupakan

golongan

penyakit

anemia

hemolitik

yang

diturunkan secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya
gangguan pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau
compound heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia
beta mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk
mempertahankan kualitas hidupnya.
Kurang lebih 3% dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana
angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah di Asia.2 Di Indonesia
thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik
dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di
Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia HbE
sebanyak 45%.3,4 Frekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia
ditemukan berkisar antara 3-10%.5,6,7 Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan
angka kelahiran 23 dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta,
diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen thalassemia setiap tahunnya.8
Semarang dengan jumlah penduduk 1.419.478, angka rata-rata kelahiran 37,
dapat diperkirakan menurut persamaan Hardy-Weiberg9 akan lahir 29 bayi
pembawa gen thalassemia tiap tahunnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan

pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika dan Iytali antara 1925-1927.
Talasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India
sampai Asia Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah
mengalami perubahan pola penyakit bermakna. Peningkatan kebersihan dan
pelayanan kesehatan menyebabkan penyakit infeksi dan malnutrisi berkurang.
Dahulu, bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari
setahun. Tapi saat ini sebagian besar dapat selamat dan memerlukan diagnosis
serta penatalaksanaan yang lanjut. Karena penatalaksanaan talasemia cukup
mahal, perubahan ini akan menghabiskan dana yang cukup besar di Negara
denagn frekuensi talasemia tinggi.
Thalasemia merupakan sekelompok heterogen anemia hipopkromik
herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetic yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi atau
insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak
adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang
cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis
rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan
mengakibatkan fenotipe thalasemia. Banyak diantara mutasi ini adalah unik untuk
daerah geografi setempat. Pada umunya, rantai globin yang disintesis dalam
eritrosit thalasemia secara structural adalah normal. Pada bentuk thalasemia
yang berat, terbentuk hemoglobin homotetramer abnormal ( 4 atau 4 ) , tetapi
komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah
Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip thalasemia. Untuk
menandai ekspresi berbagai gen thalasemia, penunjukan tanda huruf diatas
(superscript) digunakan untuk membedakan thalasemia yang mengahsilkan rantai

globin yang dapat diperlihatkan, meskipun pada tingkat yang menurun ( misalnya,
thalasmiaa + ) . Dari bentuk dimana sintesis rantai globin yang terkena tertekan
secara total ( misalnya, thalasemia 0 ) .
2.2.

Epidemiologi
Sebaran thalasemia terentang lebar dari eropa selatan-mediteranian, timur

tengah, dan afrika sampai dengan asia selatan, asia timur, asia tenggara.
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetic manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerahdaerah perbatasan laut mediterania, sebagian besar afrika, timurtengah, sub Benua
India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Italy atau
Yunani dan 0.5% dari kulit hitam Amerika membawa gen thalasmia . Dibeberapa
daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai 1 atau lebih gen
thalasemia. Daerah geografi dimana thalasemia merupakan prevalen yang sangat
parallel dengan daerah dimana plasmodium falciparum dulunya merupakan
endemic. Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan membawa gen
thalasemia, agaknya menggaambarkan kekuatan elektif yang kuat yang menolong
ketahanan hidupnya pada daerha endemic penyakit ini.

2.3.

Klasifikasi
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat

pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi talasemia.
Secara klinis dibagi menjadi 3 grup yaitu :
1. Talasemia mayor sangat bergantung pada transfuse
2. Talasemia minor / karier tanpa gejala
3. Talasemia intermedia

Secara molekuler talasemia dibedakan atas :


1. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )

2. Talasemia ( gangguan pembentukan rantai )


3. Talasemia - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gennya
diduga berdekatan)
4. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )
Talasemia Beta
Lebih dari 150 mutasi telah diketahui tentang talasemia

, sebagian

besar disebabkan perubahan pada satu basa, delesi atau insersi 1-2 basa pada
bagian yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron, ekson ataupun
diluar gen pengkode.
Satu substitusi disebut mutasi non sense menyebabkan perubahan satu
basa pada ekson yang mengkode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan
terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak tahan lama. Satu
mutasi lain yang disebut frameshift menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga
menghasilkan kodon stop baru. Mutasi pada intron, ekson atau perbatasannya,
menggangu pelepasan ekson dari precursor mRNA. Misalnya, satu substitusi pada
GT atau AGG pada intron-ekson junction mengganggu pemisahan, beberapa
mutasi pada bagian ini menyebabkan penurunan produksi b globin. Mutasi pada
sekuen ekson menyerupai intron-ekson junction

mengaktivasi terjadinya

pemisahan. Misalnya, sekuen menyerupai IVS-1 dan kodon 24-27 pada ekson 1
gen globin , mutasi pada kodon 19 (A_G), 26 (G-A) dan 27 (G-T)
menyebabkan penurunan jumlah mRNA karena splicing abnormal dan substitusi
asam amino pada mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein.
Hemoglobin abnormal yang dihasilkan adalah hemoglobin Malay,E dan Knossos
yang memberikan fenotip talasemia

minor.

Substitusi satu basa juga terjadi pada bagian kosong gen globin . Bila
mengenai bagian promoter, menurunkan jumlah transkripsi gen globin

dan

menyebabkan talasemia

minor. Mutasi pada bagian akhir ( 3 1)

mempengaruhi proses pembentukan mRNA dan menyebabkan talasemia

mayor.
Karena banyaknya mutasi pada talasemia

, pasien yang nampaknya

homozigot mungkin merupakan heterozigot dari 2 lesi molekuler yang berbeda.


Jarang sekali pasien dengan talasemia
ini terjadi pada gabungan talasemia

memiliki HbA2 normal, biasanya hal

dan .

Perubahan hematologi
Pasien datang pertama kali biasanya dengan Hb berkisar 2-8 g/dl. Eritrosit
terlihat hipokromik dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang
hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling dan
eritrosit berinti selalu Nampak di darah tepi, setelah splenektomi sel-sel ini akan
muncul dalam jumlah yang lebih banyak.
Jika dihitung retikulosit hanya sedikit meningkat, jumlah leukosit dan
trombosit masih normal, kecuali bila didapatkan hipersplenisme.
Pada pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem
eritroid dengan banyak inklusi di perkusor eritrosit, yang lebih Nampak dengan
pengecatan metal-violet yang bisa memperlihatkan endapan a globin.
Karier talasemia beta
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan dan jarang didapatkan
splenomegali. Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH
dan MCV yang bermakna. Pada hapusan darah memperlihatkan hipokromik,
mikrositik dan basophilic stipping dalam berbagai tingkatan. Didaerah
mediterania karier talasemia beta alfa biasanya memiliki kadar HbA2 normal.

Penyebab terseringnya adalah gabungan dengan kelainan gen talasemia . Dalam


konseling genetic, keadaan ini harus dibedakan dengan karier talasemia alfa.

Bentuk intermedia talasemia beta


Tidak semua talasemia beta homozigot dan heterozigot memerlukan
transfuse sejak lahir. Intilah talasemia beta intermedia dipakai mulai kondisi yang
hamper seberat talasemia beta, dengan anemia berat dan gangguan pertumbuhan,
sampai kondisi yang hamper seringan karier talasemia beta, yang hanya bisa
diketahui dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih berat
didapatkan gangguan pertumbuhan, perubahan tulang dan gagal tumbuh sejak
awal, penatalaksanaannya tidak dibedakan dengan talasemia yang tergantung
transfusi.
Talasemia beta dengan varian structural beta globin.
Kelainan ini merupakan gabungan dengan HbS, C atau E.
a. HbS talasemia beta
Gambaran klinisnya dipengaruhi oleh gen talasemia beta. Pada HbS
talasemia o, dimana HbA tidak diproduksi sulit dibedakan dengan anemia
sel sickle. Pada talasemia + dimana produksi rantai normal menurun,
didapatkan kadar HbA 5-10% dan sering memberikan gambaran yang
berat.
b. HbC talasemia beta
Didapatkan di Afrika Barat dan Mediterania, dengan talasemia intermedia
ringan sampai sedang. Dapat ditemukan sel target hamper 100% pada
darah tepi.
c. HbE talasemia beta
Kondisi ini biasa dijumpai di India Timur, Bangladesh, Birma dan Asia
Tenggara. Karena HbE memiliki gambaran klinis gambaran mirip
talasemia minor, gabungan heterozigot ini seberat talasemia
homozigot.

Komplikasi yang ditimbulkan mirip dengan talasemia mayor, sedang


bentuk yang lebih ringan memiliki komplikasi seperti talasemua
intermedia. Gambaran hanya sesuai dengan gen talasemia . Pada HbE
talasemia o, Hb terdiri dari F dan E. sedangkan pada HbE talasemia +
diapatkan sejumlah Hb.
Talasemia Alfa
patologi molecular dan genetika pada talasemia
daripada talasemia

lebih komplek

, karena adanya 2 gen a globin pada setiap kromosom 16.

Genotip normal a globulin digambarkan

/ . Talasemia

o , disebabkan

beberapa delesi pada 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot digambarkan


dengan beberapa delesi pada 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot
digambarkan -/- dan -/ . Jarang sekali talasemia

disebabkan oleh

-globin, 40 kb diatas kumpulan gen

delesi bagian yang mirip LCR

globin. Atau pemutusan lengan pendek kromosom 16.


Pada beberapa kasus terjadi delesi pada 1 bagian dari pasangan gen

globulin, sedangkan yang lain utuh. Lainnya memiliki 2 gen globin tapi salah satu
mengalami mutasi sehingga menyebabkan inaktivasi sebagian atau seluruhnya.
Delesi pada talasemia

diklasifikasikan lebih lanjut dengan 2 variasi

umum yang menyebabkan hilangnya 3,7 atau 4,2 kb dari DNA, disebut sebagai

3,7 atau

4,2. Diketahui kemudian bahwa bentuk tersebut sangat

heterogen tergantung dari kelainan genetic yang mendasari delesi. Delesi ini
diduga dari penggabungan dan crossing over pasangan gen tersebut saat meiosis.

Menghasilkan kromosom dengan satu

dan kromosom lain dengan triple

Bentuk lain talasemia

yang disebabkan oleh mutasi, mirip talasemia

. Beberapa disebabkan oleh mutasi pada bagian awal dan pemisahan yang

menghasilkan rantai

yang sangat tidak stabil dan tidak dapat membentuk

tetramer. Bentuk lain yang sering di Asia Tenggara, mutasi satu basa kodon
terminasi UAA CAA. Sehingga diterjemahkan menjadi glutamin dan mRNA
akan dibaca terus sampai tercapai kodon stop yang lain. Sehingga dihasilkan

globin yang lebih panjang tapi dalam jumlah sedikit, disebut Hb constant spring.
Mutasi kodon terminasi bisa bermacam-macam. Satu mutasi pada sekuen 3 gen

globin, AATAAA- AATAAG, bagian yang memberi signal poliadenilasi

globin mRNA. Ssuatu proses yang menstabilkan mRNA saat berpinah ke


sitoplasma. Mutasi menghasilkan penurunan produksi rantai

yang bermakna.

Homozigot talasemia o
Sindrom hidrops Hb Barts ini biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup
hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan
edem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8g/dl dengan eritrosit
hipokromik dan beberapa berinti. Kadar Hb Barts 80%, sisa Hb Portland.
Kelainan ini sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum dan
masalah karena hipertrofi plasenta. Pemeriksaan otopsi memperlihatkan
peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi, berhasil diselamatkan dengan
transfusi tukar dan transfusi berulang. Pertumbuhan dan perkembangan bisa
mencapai normal.
HbH disease (Talasemia /+)

Pada keladaan ini ditandai dengan adanya anemia dan splenomegali


sedang. Memiliki variasi klinis, beberapa tergantung transfusi, sedangkan
sebagian besar bisa tumbuh normal tanpa transfusi . gambaran darah tepi khas
talasemia dengan perubahan eritrosit, dengan HbH bervariasi, sedikit Hb Barts
HbA2 rendah sampai sedang. HbH bisa diketahui dengan bantuan brilian cresil
blue yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukan badan inklusi.
Karier talasemia Alfa
Karier talasemia alfa bisa berasal dari talasemia o (-/) atau talasemia
a+ (-/-). Biasanya asimpotmatis, didapatkan anemia hipokromik ringan dengan
penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hb elektroforesis normal dan psien
hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA. Pada masa neonates didapatkan Hb
Barts 5-10%, tapi tidak didapak=tkan HbH pada masa dewasa. Kadang bisa
didapatkan inklusi pada eritrosit karier talasemia .

Karier talasemia alfa silent


Bentuknya heterozigot karier talasemia + (-/memiliki gambaran darah
yang abnormal, tetapi dengan Hb elektroforese normal. Saat lahir 50% kasus
memiliki Hb Barts 1-3%, tapi tidak adanya Hb Barts tidak menyingkirkan
diagnosis ini.
Talasemia Intermedia
Sebelum kita mendiagnosis thalasemia intermedia, seyogyanya kita
mengetahui komplikasi akibat penyakit thalasemia itu sendiri, karna dengan
mengetahui komplikasi tersebut, bila kita temukan gejala dan tanda tersebut kita
harus berfikir kemungkinan orang ini penderita thalasemia intermedia.
2.4.

Patofisiologi
Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan

oksigen selama masa pertumbuhan, mulai embrio kemudian fetus hingga dewasa.

Hb memiliki bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari 2 pasang rantai globin
yang terikat dengan heme. Hemoglobin fetus dan dewasa memiliki raintai
dan

(HbA,

2 2), rantai

(HbA 2, 2 2)

menjadi Hb Portland atau dnegan rantai


dan

dan rantai

, yang

menjadi Hb Gower, sedangkan rantai

membentuk Hb Gower 2. HbF sendiri ada bermacam-macam, ada 2

macam rantai pada asam amino nomer 136, glisin atau alanine. Disebut rantai
G

dan rantai

A , keduanya diproduksi oleh lokus gen yang berbeda.

Macam-macam rantai globin tersebut diatur oleh 2 gen globin. Gen globin
mirip

, berada di kromosom 11, terdiri dari 60 kb. Gen globin mirip

berada di kromosm 16. Tiap gen globin terdiri dari rantai nukleotida basa yang
terdiri coding sekuen atau ekson dan non coding atau intervening sekuen ( IVS )
atau intron. Ada 3 bagian promotor yang mengatur transkripsi gen structural. Gen
globin memiliki bagian yang mengatur ekspresi gen eritroid yang sesuai dengan
masa perkembangan. Termasuk enhancer, bagian yang meningkatkan ekspresi
gen meski tempatnya jauh dan bagian utama dari egn pengatur, atau locus control
region ( LCR ) pada keluarga gen globin

dan HS pada komplek gen

yang terletak diatas kelompok gen globin yang bertanggung jawab atas aktivasi
jaringan eritroid. Setiap sekuen pengatur ini memiliki struktur nukleotida yang
merupakan bagian reseptor untuk memulai transkripsi molekul activator dan
repressor. Molekul tersebut ikut mengatur ekspresi gen globin yang sesuai dengan
fase perkembangan. Tiap bagian pengatur ini terikat pada factor eritroid khusus,
GATA-1 dan NF-E2 yang mengaktifkan LCR yang kemudian akan mengaktifkan
keluarga gen globin

. Nampaknya LCR dan HS40 terletak berhadapan

dengan bagian promotor gen globin, bersama factor transkripsi serta protein lain,
memulai transkripsi gen.

Pada saat satu gen globin di tarnskripsi, mRNA disintesis dari salah satu
rantainya dengan RNA polymerase. Awalnay mengahsilkan mRNA precursor
termasuk intron dan ekson. Di dalam nucleus mRNA awal ini mengalami
modifikasi lagi, bagian intron dan ekson dipisahkan. Proses ini dipengaruhi oleh
susunan mRNA perkusor. Mutasi pada bagian ini menyebabkan berbagai tipe
talasemia, mRNA yang sudah dimodifikasi ini pindah ke sitoplasma perkursor
eritrosit dan menjadi template pembuatan rantai globin.
Perkembangan dari embrio, fetus dan dewasa mengubah produksi
hemoglobin sesuai dengan organ hemopoesis saat itu. Regulasi dari perubahan
tersebut masih belum diketahui, diduga LCR secara bergantian mempengaruhi
, ,

dan rantai

pada waktu yang berbeda sesuai masa pertumbuhan.

Bagaimana ini terjadi masih belum jelas, diduga DNA-binding protein tertentu
yangmempengaruhi aktivasi dan represi gen tertentu sesuai masa pertumbuhan.

2.5.

Gejala klinis
Hampir semua anak dengan talasemia beta homozigot dan heterozigot

memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, seperti :


1.
2.
3.
4.
5.

Gagal tumbuh
Kesulitan makan
Infeksi berulang
Kelemahan umum
Pada bayi biasanya tampak pucat dan didapatkan splenomegali.
Bila bayi tidak mendapatkan cukup transfuse, tanda klinis khas talasemia

mayor mulai timbul. Sehingga gambaran klinis talasemia beta dapat dibagi
menjadi 2 :
1. Cukup mendapat transfuse
2. Dengan anemia kronis sejak anak-anak
Pada anak yang mendapatkan cukup transfuse, pertumbuhan dan
perkembanganya biasanya normal, dan splenomegali biasanya tidak ada.
Gambaran klinis pasien yang tidak mendapatkan transfuse adekuat sangat
berbeda Seperti :
1. Pertumbuhan dan perkembangan yang sangat lambat.
2. Pembesaran lien yang progresif sering memperburuk anemianya dan
kadang-kadang diikuti oleh trombositopenia.
3. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan demormitas tulang
kepala, dengan zigoma yang menonjol, memberikan gambaran khas
mongoloid.
4. Terdapat gambaran hair on end pada tulang tengkorak.

Pada Thalasemia gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edem


permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8g/dl dengan eritrosit hipokromik
dan beberapa berinti. Kadar Hb Barts 80%, sisa Hb Portland. Kelainan ini sering
disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum dan masalah karena

hipertrofi plasenta.Pada keladaan ini ditandai dengan adanya anemia dan


splenomegali sedang.
Pada Thalasemia intermedia dapat dijumpai gambaran klinis berupa
adanya tanda dan gejala anemia dengan atau tanpa riwayat

2.6.

Splenomegali
Batu empedu
Trombosis
Kardiomiopati
Hemopoiesis ekstramedular
Penyakit hati kronik
Ulkus maleolar
Kelainan endokrin atau DM
Penatalaksanaan

Skrining dan pencegahan


Ada 2 pendekatan untuk menghindari talasemia :
1. Karena karier talasemia Beta bisa diketahui dengan mudah, skrining
populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila
heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot
atau gabungan heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari
diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan
talasemia beta berat.
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dL. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata; ia
memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum
tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulangtulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis. Transfuse
dengan dosis 15-20 mml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya diperlukan
untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfuse. Lebih baik
digunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan
CPD). Walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat transfuse
lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang

direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan
pemberian antipiretik sebelum transfuse.
Talasemia
Pembenan transfusi darah dan kombinasi dengan terapi agen pengikat
(chelating agent) yang efektif mampu merubah gambaran anak dengan talasemia
yang berat, tentu diperlukan biaya yang mahal.
Transfusi sel darah merah
Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, mengurangi komplikasi
anemia dan eritropoiesis yang tidak efektif membantu pertumbuhan dan
perkembangan selama masa anak-anak dan memperpanjang ketahanan hidup pada
talasemia mayor. Keputusan untuk memulai program transfusi didasarkan pada
kadar hemoglobin < 6 g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut,
yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa dan
atau ekspansi sumsum tulang. Penentuan berbasis molekuler dart talasemia b yang
berat jarang dapat memperkirakan kebutuhan transfusi yang teratur. Sebelum
dilakukan transfuse pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin
hepatitis B diberikan dan fenotif sel darah merah secara lengkap ditentukan,
sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi.
Regimen yang digunakan untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin
sebelum transfusi tidak melebihi dan 9,5 gIdl telah menunjukkan berupa
penurunan kebutuhan transfusi dan memperbaiki kontrol beban besi tubuh,
dibandingkan dengan regimen transfuse di mana hemoglobin lebih dan 11 g/dl.
Regimen transfusi secara individual pada tiap-tiap pasien, perlu diketahui.
Konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi, volume Sel darah merah yang
diberikan dan besamya limpa, sebaiknya dicatat pada setiap kunjungan untuk
mendeteksi perkembangan hipersplenisme.
Tipe konsentrat sel darah merah

Penelitian dengan menggunakan neosit atau sel darah merah muda telah
menunjukkan ketahanan yang lebih lama, menurunkan kebutuhan masa Sel darah
merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin. Analisis terbaru
melaporkan interval sekitar 15% selama pemberian konsentrat neosit. Meskipun
hal ini diperkirakan akan mengurangi bingga menurukan kebutuhan terapi
pengikat besi, hal ini dapat meningkatkan paparan pada unit donor dan
meningkatkan biaya persiapan sebesar 5 kali lipat dibandingkan konsentrat
standar. Hence menyatakan, penggunaan neosit hanya memberi keuntungan
sedikit pada tatalaksana jangka panjang pada kebanyakan pasien yang ditransfusi.

Terapi pengikat besi dengan deferoksamin


Absorpsi deferoksamin secara oral buruk. Ekskresi besi setelah pembenan
jangka pendek deferoksamin secara intramuskular, intravena dan subkutan
pertama kali dilaporkan awal tahun 1960. Setelah lebih dan dua dekade,
pemberian jangka panjang intramuskular dilaporkan menimbulkan akumulasi besi
secara perlahan dan penghambatan fibrosis hati pada pasien yang mendapat
transfusi, bila deferoksamin diberikan efektif melalui infus 24 jam dan selanjutnya
12 jam. Bersamaan dengan studi ini diijinkan pemberian infus deferoksamin
subkutan selama satu malam menggunakan pompa portable yang dapat dibawa ke
rumah sebagai metode standar pemberian deferoksamin saat ini.
Talasemia mayor
Manfaat terapi deferoksamin pada ketahanan hidup pasien talasemia
pertama kali dilaporkan pada tahun 1980. Penelitian pada 4 pusat studi di Amerika
Selatan pada tahun 1990 menunjukkan efektifitas penggunaan deferoksamin pada
talasemia mayor berhubungan dengan lamanya komplikasi timbul akibat
kelebihan besi, dengan determinan keluaran klinis besamya beban besi tubuh.
Sembilan puluh persen pasien tidak mengalami kelainan jantung setelah 15 tahun
terapi. Sebagai perbandingan, pasien dengan besi dalam tubuh sulk terkontrol

memiliki nilai perkiraan bebas kelainan jantung kurang dan 20%. Pengilcat besi
yang efektif juga mencegah penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus.
Laporan mengenai perbaikan kelainan fungsi hati dan berkurangnya
fibrosis hati
mendukung manfaat pemberian deferoksamin subkutan yang memben pengaruh
pada hati pasien talasemia.
Efektifitas deferoksamin pada pencegahan gangguan pertumbuhan dan
disfungsi gonadal telah dilaporkan secara studi cross sectional pada dewasa muda
dengan talasemia mayor yang mendapat terapi teratur sejak masa kanak-kanak.
Sembilan puluh persen dan pasien mencapai pubertas normal, sebaliknya hanya
38% pada kelompok kedua yang mendapat relatif lebih sedikit deferoksamin pada
awal umur sepuluh tahun. Peningkatan fertilitas pada pria dan wanita dengan
talasemia mayor telah dilaporkan pada dekade sebelumnya. Studi lain juga
rnelaporkan insiden yang tinggi dan disfungsi gonadal dan amenorrhea sekunder
pada remaja dengan talasemia mayor. Pemberian defenoksamin secara intensif
pada anak sendiri berhubungan dengan perbaikan pertumbuhan linier.
Perbaikan keadaan pasien talasemia mayor yang menderita gangguan
fungsi jantung, hati dan tiroid yang dipacu besi selama terapi deferoksamin yang
intensif, telah dipelajan. Pada pasien dengan penyakit jantung yang diapcu besi
pada fase terminal, transplantasi jantung atau kombinasi transpiantasi jantung dan
hati telah terbukti rneningkatkan ketahanan hidup pasien dengan talasemia mayor.
Sebaliknya penanganan gangguan pituitary belum pemah dilaporkan sebelumnya
pada pasien talasemia, sehingga pencegahan dan komplikasi ini dengan pemberian
deferoksamin yang teratur penting untuk manajemen anak dengan talasemia.

Oleh karena besarnya beban besi tubuh merupakan determinan utama


untuk outcome klinis, tujuan utama terapi pengikat besi adalah untuk mengontrol
besi tubuh secara optimal. ini berarti harus diminimalkan baik risiko komplikasi
dan kelebihan besi, maupun efek samping dan deferoksamth yang akan memngkat
bila terjadi penurunan yang besar dan beban besi tubuh. Dengan demikian, terapi
untuk memenuhi kebutuhan snilpanan besi tubuh yang normal (besi hati mencapai
0,2-1,2 mg/g berat kering jaringan hati), meningkatkan kemungkinan toksisitas
deferoksamin dan tidak diharapkan pada pasien dengan terapi pengikat besi.
Tingkat rendah dan beban besi (sebanding dengan konsentrasi besi hati antara 3,27 mg/g benat kening janingan hati) dapat benkembang pada individu dengan
heterozigot hemokromatosis herediter, suatu kelainan cli mana absorpsi besi tidak
dapat diatur, berhubungan dengan harapan hidup normal dan tidak ada kejadian
kematian yang dipicu besi yang terjadi. Sebagai perbandingan, kelainan yang
homozigot akan menimbulkan beban besi tubuh lebih besar (besi hati melebihi 7
mg/g berat kering jaringan hati), meningkatlcan nisiko komplikasi kelebihan besi.
Akhirnya, pada pasien dengan beban besi tubuh yang lebih besar (besi hati lebih
15 mg!g berat kering janingan hati), risiko terjadinya penyakit jantung dan
kematian dini sangat meningkat. Pertimbangan ini menyarankan tujuan
konservatif pemberian terapi pengikat besi pada pasien talassemia mayor adalah
untuk mempertahankan konsentrasi simpanan besi hati sekitar 3,2-7 mg/g berat
kering jaringan hati), pada batas yang ditemukan pula pada pasien heterozigot
hemokromatosis herediter yang sehat.
Sesuai ketenangan diatas, sebagai tambahan untuk menurunkan simpanan
besi jaringan, penurunan ftaksi besi plasma yang tidak terikat transferin (nontransferin-bound plasma iron) juga merupakan tujuan terapi pengikat bei pada
talasemia mayor. Periurunari ftaksi ini telah ditunjukkan selama pembenian infus
deferoksamin subkutan dan intravena, setelah konsentrasi sebelum terapi dapat
diobservasi.

Manajemen terapi pengikat


Beberapa masalah yang perlu diketahui pada terapi pengikat besi jangka panjang:
Pengukuran beban besi tubuh yang akurat
Waktu yang tepat untuk memulai terapi
Kebutuhan yang diperlukan untuk keseimbangan antara efektifitas dan
toksisitas.
Pengukuran beban besi tubuh
Penentuan konsentrasi fenitin serum atau plasma merupakan cara yang
tersering digunakan untuk estimasi tidak langsung dan simpanan besi tubuh pada
penatalaksanaan pasien dengan terapi pengikat. Konsentrasi feritin plasma sekitar
4000 mg/I menunjukkan batas atas fisiologis dan kecepatan sintesis fentin, kadar
yang lebih tinggi, disebabkan pelepasan feritin dati sel yang mengalami
kenusakan, tidak menggambarkan simpanan besi tubuh secara langsung. Implikasi
klinisnya, perubahan konsentrasi feritin serum 4000 mg/l memiliki relevansi klinis
yang terbatas. Interpetasi dari kadar feritin dapat diengaruhi berbagai kondisi yang
menyebabkan perubahan konsentrasi beban besi tubuh, termasuk defisiensi
askorbat, panas, infeksi akut, inflamasi kronis, kerusakan hati baik akut maupun
kronis, hemolisis dan eritropoesis yang tidak efektif, yang kesemuanya sering
terjadi pada pasien talasemia mayor. Hence menyatakan, konsentrasi feritin serum
bukan merupakan determinan yang tepat bagi beban besi tubuh dan kepercayaan
pada hasil pengukuran dapat menyebabkan manajemen yang keliru pada pasien.
(Tabel 1.3-1)
Tabel I.3-1. Pengukuran beban besi tubuh pada talasemia
Pengukuran
Tidak Langsung
Konsentrasi feritin serum/plasma

Komentar
Banyak digunakan secara luas
Non invasive
Kurang sensitif dan spesifik
Kurang berhubungan dengan konsentrasi besi

Saturasi transferin serum


Test deferoksamin 24 jam

hati pada pasien


Sensitifitas rendah
Kurang dari separoh pasien poliklinik yang

dapat mengumpulkan secara tepat


Rasio besi urin /feses bervariasi, kurang
berhubungan dengan konsentrasi beri hati
Pencitraan besi jaringan CT hati

merangsang eksresi besi


Hubungan bervariasi dengan konsentrasi besi

MR hati

hati telah dilaporkan


Hubungan bervariasi dengan konsentrasi besi
hati telah dilaporkan
Perubahan karena terapi dapat di lihat dengan

MR jantung

biopsy hati
Hanya dapat melihat simpanan besi jantung
perubahan selama terapi pengikat sesuai

MR kelenjar pituitari anterior

dengan penurunan besi jantung


Hanya melihat simpanan besi

Valuasi fungsi organ

berhubungan dengan cadangan pituitari


Kebanyakan tes kurang sensitif dan spesifik

Langsung
Jumlah besi jantung biopsy
Jumlah besi dihati biopsy

pituitari

Dapat mengetahui adanya disfungsi organ


Kebanyakan test sulit dilakukan
Tidak tepat karena distribusi besi dijantung
Tidak homogen
Metode yang dirujuk mampu mengukur
langsung beban besi tubuh, beratnya fibrosis
dan inflamasi
Aman
dengan

menggunakan

arahan

ultrasonografi
Super conducting susceptometry Non invasive berhubungan erat dengan hasil
(SQUID)

biosfi besi hati

Tehnik pencitraan termasuk computed tomography (CT) dan magnetic


resonance imaging (MRI) telah digunakan untuk evaluasi simpanan besi jaringan
baik secara in vitro maupum in vivo. MRI dapat mengidentifikasikan keberadaan
besi jaringan, dan metode ini juga potensial digunakan untuk mengetahui
simpanan besi dalam jantung. Metode ini juga telah dinyatakan shahih sebagai
pemeriksaan besi jaringan yang secara kuantitatif setara dengan biopsi jaringan.

Pengukuran konsentrasi besi hati merupakan metode yang paling


kuantitatif, spesifik dan sensitif untuk mengukur beban besi tubuh pada pasien
talasemia mayor. Biopsi hati memberikan hasil terbaik untuk evaluasi akumulasi
besi pada hepatosit dan sel Kupfer, aktifitas inflamasi dan gambaran histologi dan
hati. Prosedur dibawah arahan ultrasonografi ini aman pada anak-anak, tanpa
komplikasi pada pasien < 5 tahun walaupun dilakukan> 1000 sen. Biopsi hati
sebaiknya dikerjakan untuk penatalaksanaan anak dengan talasemia mayor.
Penatalaksanaan terapi pengikat (chelating therapy)
Hanya sedikit pedoman yang digunakan menentukan waktu yang tepat
untuk memulai terapi pengikat besi. Pendekatan yang praktis adalah dengan
menentukan konsentrasi serum fenitin setelah pembenian transfusi yang teratur.
Berdasarkan nilai tersebut ditentukan kapan memulai pemberian terapi
deferoksamin subkutan malam han. Sebagaimana penekanan diatas, percaya pada
hasil pengukuran serum feritin saja, dapat menimbulkan kekurang akuratan
mengetahui beban besi tubuh pada pasien. Penulis merekomendasikan
pemeniksaan biopsi hati dengan arahan ultrasonografi, pada semua anak dengan
talassemia mayor untuk mengetahui konsentrasi besi hati setelah transfusi teratur
selama I tahun. Bila kadar besi hati pada batas yang ideal dengan terapi pengikat
besi jangka lama, maka terapi segera dikerjakan. Bila biopsi hati tidak dapat
dikerjakan pada awal terapi, pengobatan dengan deferoksamin subkutan tidak
boleh melebihi 25-35 mg/kg/24 jam bagi anak, sebaiknya dimulai I tahun setelah
transfusi teratur. Dasar dan rekomendasi ini akan dijelaskan pada bagian
benikutnya
Keseimbangan antara efektifitas dan toksisitas deferoksamin
Kebanyakan toksisitas yang ditimbulkan oleh deferoksamin timbul pada
anak yang mendapat dosis melebihi 50 mg/kg atau mendapat dosis yang lebih
kecil pada anak dengan beban besi tubuh yang rendah. Toksisitas yang
berhubungan dengan deferoksamin dan penatalaksanaan digambarkan dalam tabel
1.3-2. Efek samping yang penting bagi anak adalah penurunan tinggi badan baik

dalam keadaan duduk maupun berdini, berhubungan dengan efek deferoksamin


pada kartilago spinal. Perbaikan pertumbuhan linier pada pasien dengan kelainan
spinal ini tidak terjadi walaupun dilakukan penurunan dosis deferoksamin,
sehingga penting untuk mencegah toksisitis mi.
Kebanyakan toksisitas dan pembenian deferoksamin intensif dapat dicegah
dengan pemeniksaan sederhana. Diantaranya, pengukuran beban besi tubuh secara
langsung dan teratur dengan tujuan mempertahankan kadar besi hati antara 3-7
mg/kg berat keringjanngan hati. Bila konsentrasi besi hati tidak dapat diukur
secara teratur, indeks toksisitas yang didefinisikan sebagai rata-rata dosis hanan
deferoksamin (dalam mg/kg) dibagi konsentrasi feritmn serum (dalam mg/kg)
seharusnya dihitung pada semua pasien setiap 6 bulan dan tidak boleh m,.lcbihi
0,025. Dosis deferoksamin tidak boleh melebihi dosis 50 mg/kg/han. Evaluasi
teratur terhadap toksisitas deferoksamin direkomendasikan pada seinua pasien
yang mendapat terapi deferoksamin.
Alternatif terapi dengan infus deferoksamin subkutan
Kesulitan yang palin sering timbul sehubungan dengan terapi jangka
panjang deferoksamin subkutan adalah kesulitan pelaksanaan terutama pada
remaja. Alternatif yang dapat diambil untuk mengatasi masalah iritasi jaringan
adalah dengan pemberian obat melalui akses vena yang dapat ditanam (implant).
Cara ini menurunkan nyeri lokal dan iritasi nteri lokal dan iritasi infus subkutan
dan berhubungan dengan cepatnya penurunan total besi tubuh. Kebutuhan
pemberian deferoksamin malam hari berubah dengan regimen ini dan
pelaksanaannya pada pasien tmpak membaik.

Tabel I.3-2. Monitoring toksisitas deferoksamin


Toksisitas
Pemeriksaan
Tuli
sensorineural Audiogram

Frekuensi
Setiap tahun,

frekuensi tinggi

keluhan

Terapi
bila Hentikan

DFO

ulangi secepatnya.

Ukur

secepatnya

beban

besi

tubuh

secara langsung.
DFO

tidak

diteruskan hingga 6
bulan jika HIC 3,2-7
mg/kg berat kering
jaringan hati
Ulangi

audiogram

setiap

bulan

sampai normal

Kelainan retina

Pemeriksaan retina

Setiap

tahun,

Atur

DFO

sesuai

HIC

seperti

pada

tabel 3.
jika Hentikan

DFO

ada gejala secepat secepatnya


mungkin

Hitung beban besi


tubuh

secara

langsung
DFO

tidak

diteruskan hingga 6
bulan jika HIC 3,2-7
mg/kg berat kering
jaringan hati.
Turunkan dosis DFO
jadi 25 mg/kg/hari,
4x seminggu
Ukur

beban

tubuh
Kelainan spinal dan Foto
metafisis

pergelangan Setiap tahun

tangan, lutut, torako

langsung
DFO

besi
secara
tidak

diteruskan sampai 6

lumbo-sakral,
age

bone

bulan bila HIC 3

pergelangan

mg/kg berat kering

tangan

jaringan hati
Ulangi

pengukuran

HIC setelah 6 bulan


Atur

DFO

sesuai

Penurunan kecepatan Ditentukan dari tinggi Dua kali setahun

HIC pada tabel 3


Seperti
kelainan

pertumbuhan

metafisis dan spinal

tinggi saat

berdiri

dan

dan atau tinggi saat duduk

Diukur secara teratur

duduk

6 bulan sekali oleh


dokter endokrin anak

Pengikat besi aktif secara oral


Mahal dan tidak nyamannya pemberian deferoksamin mendorong
penemuan pengikat besi aktif secara oral. Agen ini merupakan 1,2 dimethyl -3
hydroxypyridin -4-one (deferipron, L1) , yang dipatentkan tahun 1982 sebagai
alternatif deferoksamin untuk pengobatan kelebihan besi kronis. Efektifitas jangka
panjang obat ini sudah dievaluasi menggunakan determinan kuantitatif dari kadar
besi pada hati pada dua penelitian. Namun keduanya memberikan kesimpulan
yang masih dini pada tahun 1996. Pemantauan konsentrasi besi hati terapi jangka
panjang dengan deferipron ini dilakukan pada pasien secara acak menggunakan
deferipron dan deferoksamin yang telah diberi informasi lebih dahulu mengenai
efektifitas jangka panjang deferiprone pada talasemia mayor. Yang pertama,
konsentrasi besi hati yang melebihi ambang batas berhubungan dengan
peningkatan risiko penyakit jantung dan kematian dini pada pasien sepertiga
talasemia mayor. Setelah 2 tahun penelitian, bulan Mei 1997 menunjukkan ratarata peningkatan konsentrasi besi hati mendekati 50% pada pasien yang diterapi
deferiprone, namun tidak berbeda secara bermakna dengan yang diterapi
menggunakan deferoksamin.

Hasil ini dikonfirmasikan pada penelitian kohort lain baru-baru ini, dimana
determinan dari besi hati dilakukan setelah 2 sampai 6 bulan terapi, dengan
menggaris bawahi bahwa terapi deferiprone jangka panjang tidak dapat memberi
kontrol yang adekuat pada besi tubuh kebanyakan pasien talasemia mayor.
Sehubungan dengan itu, juga telah ditegakkan adanya komplikasi yang berkait
dengan deferiprone berupa agranulositosis dan neutropenia lebih dari 80%.
Karena efektifitas yang tidak adekuat dan toksisitas deferiprone , maka evaluasi
keseimbangan antara risiko dan manfaat harus lebih hati-hati dibanding
deferoksamin yang aman dan manjur.
Transplantasi sumsum tulang (TST)
Pengobatan talasemia yang berat dengan transplantasi sumsum tulang
allogenik pertama kali dilaporkan lebih dari satu dekade yang lalu, sebagai
alternatif dari pelaksanaan klinis standar dan saat ini diterima dalam pengobatan
talasemia . Meskipun penyembuhan pasien talasemia adalah dengan TST,
prosedur yang optimal untuk seleksi pasien, waktu yang tepat untuk transplantasi
dan regimen yang harus dipersiapkan masih belum ditentukan dengan jelas hingga
saat ini.
Percobaan yang paling ekstensif telah dilaporkan oleh Lucarelli dkk di
Italia. Mereka mengidentifikasikan tiga karakteristik yang bermakna dalam
menimbulkan risiko komplikasi setelah transplantasi allogenik pada pasien
talasemia :
1. Tingkatan hepatomegali
2. Adanya fibrosis portal pada biopsi hati
3. Efektifitas terapi pengikat sebelum transplantasi
Pada pasien dengan satu dari faktor diatas sebelum transplantasi, kejadian
survival bebas sakitnya lebih buruk secara bermakna dibanding pasien tanpa
faktor di atas. Pada pasien yang tidak memiliki faktor tersebut sebelum TST
alogenik (didefinisikan sebagai pasien kelas 1), ketahanan tanpa sakit lebih dari
90%. Sebaliknya pada pasien dengan semua faktor di atas (Pasien kelas 3) hanya

56%. Faktor-faktor ini berkaitan dengan beratnya kelebihan besi pada saat
transplantasi.
Keberhasilan transplantasi allogenik pada pasien talasemia, membebaskan
pasien dari transfusi kronis namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi
pengikat besi hati hanya ditemukan pada pasien muda dengan beban besi tubuh
yang rendah sebelum transplantasi, kelebihan besi pada parenkim hati bertahan
sampai 6 tahun setelah transplantasi sumsum tulang, pada kebanyakan pasien
yang tidak mendapat terapi deferoksamin jangka pendek aman dan efektif untuk
menurunkan besi jaringan pada pasien eks-talasemia dan dapat dimulai 1 jam
setelah transplantasi sumsum tulang jika konsentrasi besi hati > 7 mg/kg berat
kering jaringan hati pada saat itu.
pemantauan
Selain

pemantauan

efek

samping

pengobatan,

pasien

talassemia

memerlukan pemantauan rutin :


1.
2.
3.
4.

Sebelum transfusi : darah perifer lengkap, fungsi hati.


Setiap 3 bulan : pertumbuhan (berat badan / tinggi badan)
Setiap 6 bulan : feritin
Setiap tahun : pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi
jantung, fungsi endokrin, fisual, pendengaran, serologis virus.

2.7.

Komplikasi
Komplikasi infeksi
Virus hepatitis
Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada pasien
talasemia diatas 15 tahun. Kerusakan hepar yang disebabkan besi, yang
berhubungan dengan komplikasi sekunder dan transfusi dan infeksi virus
hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak dengan
talasemia. Angka kejadian yang tinggi dan kegagalan hati dan karsinoma
hepatoseluler, pada pasien yang terinfeksi virus setelah transfusi mendukung
penggunaan terapi antivirus pada pasien talasemia. Hasil percobaan dengan
interferon ct pada pasien talasemia yang terinfeksi hepatitis C, menunjukkan

respons klinis dan patologis pada gen ini yang dapat berbanding terbalik
dengan beban besi tubuh.
Infeksi Yersinia
Strain patogen dan Yersinia enterokolitika jarang tumbuh pada individu
normal karena mikroorganisme ini tidak memproduksi siderophores, suatu
moleku pembersih besi (iron scavenger molecules). Peningkatan kadar besi
tubuh maupun peningkatan kemampuan siderophores dan mikroha lain, dapat
digunakan untuk pertumbuhan Yersinia enterocolitica. Faktor risiko dan
infeksi ini adalah peningkatan beban besi tubuh dan terapi pengikat
deferoksamin (desfenioksamin). Infeksi oleh Yersinia enterokolitika pertama
kali ditemukan pada 2 anak dengan thalasemia 3 pada tahun 1970, hingga
saat ini telah dilaporkan lebih dan 80 kasus infeksi mi. lnfeksi harus dicurigai
pada pasien dengan kelebihan besi yang mendenita panas tinggi dan fokus
infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai dengan diane. Meskipun kultur
darah tidak ditemukan adanya kuman Yersinia enterocolitica, pada gambaran
klinis ini seperti. terapi gentamisin intravena dan oral tnimethopnimsulfamerhoxazole sebaiknya diberikan segera dan diteruskan sedilcitnya 8
han.
Splenektomi
Dahulu, sebagian besar pasien thalasemia yang berat akan mengalami
pembesaran limpa pertama kehidupan. Meskipun hiperspienisme kadangkadang dapat dihindari dengan yang bermakna dan peningkatan kebutuhan
Sel darah merah setiap tahunnya pada decade transfusi lebib awal dan teratur,
namun banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Splenektomi dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks
transfusinya (dihitung dan penambahan PRC yang dibenikan selama setahun
dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200
ml/kg/tahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda
hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi,
pasien sebaiknya di vaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophlus

influenzae type B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila
anak alergi, penisilin dapat diganti dengan eritnomisin.
Kelebihan besi
Kelebihan besi merupakan konsekuensi yang paling penting dari transfusi
pada pasien talasemia.
2.8.

prognosa
Prognosis pada pasien yang tidak memperoleh transfuse adekuat sangat
buruk. Tanpa transfuse sama sekali mereka akan meninggal pada usia 2 tahun.
Bila dipertahankan pada Hb rendah selama masih kecil, mereka bisa
meninggal karena infeksi berulang.

LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
1.1

PASIEN
Nama pasien

: Bintang tri jaya

Umur

: 6 Tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: jawa

Alamat

: Jl. Tembung, batang kuis, dusun IV

Tgl. Masuk

: 15 12 2014 Pukul : 10.55 WIB

No. RM
1.2

: 22 52 46

ORANG TUA
a. IBU
Nama

: Ny. Muslimah

Umur

: 40 Tahun

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: . Tembung, batang kuis, dusun IV

b. AYAH

2.

Nama

: Tn. Amrianto

Umur

: 40 Tahun

Pekerjaa

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Suku

: jawa

Alamat

: Tembung, batang kuis, dusun IV

RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan utama

3.

: Demam 5 hari SMRS

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Os datang ke RS Haji Medan dengan keluhan demam, demam
dirasakan selama 5 hari ini. Demam di rasakan hilang timbul. Os juga
mengeluhkan perut tampak membesar. Mual (-) muntah (-) batuk (-). BAK
dan BAB normal.

4.

RIWAYAT KELAHIRAN
Tanggal lahir

: 17 Juni 2008

Anak ke

: 3 dari 3 bersaudara

Tempat bersalin

: Rumah Sakit Martondi Letda Sujono

Penolong Persalinan : dr. Joni M , Sp. OG


Cara persalinan

: Sectio Cesar

Usia kehamilan

: Cukup bulan 36 minggu

Berat badan lahir

: 3200 gr

Panjang badan lahir : 49cm


5.

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Perkembangan fisik/motorik

Umur

Gigi pertama

6 bulan

Duduk

8 bulan

Jalan sendiri

1 tahun

Bicara

1,5 tahun

Membaca

6.

Belajar di TK

IMUNISASI DASAR
JENIS

BCG

DPT

Polio

Hepatitis B

Campak

KESAN : lengkap

7.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Tidak ada

8.

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA


Tidak ada

9.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum
Kesadaran
Frekuensi Nadi
Frekuensi Pernafasan
Suhu tubuh
Berat badan
Panjang badan
Kepala
Rambut
Mata

Telinga
Hidung

Mulut
Leher

Toraks

: Tampak Sakit
: compos mentis
: 92 x/menit
: 24 x/menit
: 37,8C
: 14 Kg
: 100 cm
: Normocepali
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
: Konjungtiva anemis (+), Sklera tidak ikterik, Pupil
isokor, simetris, Refleks cahaya +/+
: Serumen (+/+), Nyeri tragus (-/-)
: secret -/-,septum deviasi(-), pernafasan cuping
hidung (-/-)
: Mukosa bibir kering,
: Trakea ditengah, kelenjar Getah bening tidak
teraba

Inspeksi

: Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris

Palpasi

: stem fremitus (+/+) ka=ki

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

:Vesikuler, Ronki (-/-), Wheezing (-/-) Bunyi


Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Simetris

Auskultasi

: Bising usus (+) normal :4x/menit

Palpasi

:Tidak ada nyeri tekan, Hepar dan lien teraba.


Turgor baik.

10.

Perkusi

: Timpani

Bokong
Genitalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
superior

: akral hangat(+)

Inferior

:, akral hangat (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PemeriksaanLaboratorium 18 desember 2014
Darah Rutin

Hasil

Leukosit

6000 /mm3

Eritrosit

3,36 juta/

Hemoglobin

mm3

Hematokrit

9,96 g/dl

Limfosit

25,3 %

Monosit

38,8 %

Netrofil

13,0 %

Eusinofil

47,5 %

Basofil

0,1 %

LED

0,5 %

MCV

52 mm/ 1

MCH

jam

MCVH

75,3 fl

RDW

29,7 pg
39,4 g/dl
18,8 %

11.

DIAGNOSIS BANDING
1. Thalasemia
2. Anemia aplastik
3. Leukemia

12.

DIAGNOSA KERJA
thalasemia

13.

14

PENATALAKSANAAN

IVFD : Ringer Laktat 20 gtt/i mikro

Transfusi 75 PRCcc/12 jam

Dexametason amp

Lasix 10 mg

Inj novalgin 200 mg/8 jam

F0LLOW UP PASIEN
a. 16 desember 2014
S

:-

: Ku

: compos mentis

Suhu : 37,1oC

b.

HR

: 96 x/menit

RR

:26 x/menit

: DD : thalasemia

Transfuse PRC 140 cc/12 jam

Dexametason amp

Lasix

17 desember 2014
S

: pucat (+)

: Ku

: compos mentis

Suhu : 37,1oC
HR

: 100 x/menit

RR

: 26 x/menit

: thalasemia

Transfuse PRC
IVFD Nacl 0,9% 50 cc
Inj dexametason 4 mg /iv
Inj furosemid 15 mg/iv
PRC 100 cc
IVFD Nacl 0,9% 50 cc
Asam folat 1x5 mg
Cotioksazole 2x1 tab (240 mg)

c. 18 desember 2014
S

: pucat (+)

: Ku

: Compos mentis

Suhu : 37,2oC

d.

HR

: 98 x/menit

RR

: 24 x/menit

: thalasemia

: terapi lanjutkan

19 desember 2014
S

: sakit kepala

: Ku

: compos mentis

Suhu : 36,8oC
HR

: 98 x/menit

RR

: 24 x/menit

: thalasemia

IVFD RL 10 gtt/i mikro


Asam folat 1x5 mg
Transfuse PRC 1 bag
Diet MB
Paracetamol 3x7,5 ml

e. 20 desember 2014
S

: -

: Ku

: compos mentis

Suhu : 36,4oC

15.

HR

: 98 x/menit

RR

: 24 x/menit

: thalasemia

:-

RESUME KASUS
Dari anamnesis didapatkan pasien Demam selama 5 hari SMRS.
Demam hilang timbul. Mual (-), muntah (-), Batuk (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva mata anemis. Pada
pemeriksaan abdomen lien dan hepar teraba saat dilakukan palpasi.
Dari

pemeriksaan

Penunjang

laboratorium

didapatkan

hasil

hemoglobin menurun yaitu 9.96 gr/dL (10,8-15,6), Jumlah trombosit


93.000uL (181.000-521.000), hematokrit 25,3% (33-45), eritrosit 3,36
juta/mm3 (4,5-6,5), MCHC 39,4 g/dl (32-36).

Anda mungkin juga menyukai