PENDAHULUAN
kubik setahun. Pada perusahaan air minum di daerah tertentu, untuk memenuhi
pasokan air minum yang akan didistribusikan ke pelanggan, sebagian diusahakan
melalui proyek KPS. Implementasi proyek KPS air minum di Jawa Timur ini
diantaranya terdapat di wilayah kabupaten Sidoarjo. Paling tidak diketahui selama
tahun 2001, sebanyak 16,5 % kebutuhan air minum PDAM Delta Tirta Sidoarjo
dipasok dari pihak swasta, melalui keberadaan PT. Taman Tirta Sidoarjo dengan
kapasitas produksi maksimum 200 liter/detik (Sukaryorini, 2004). BPPSPAM
juga merilis data adanya proyek kerjasama PDAM Delta Tirta Sidoarjo dengan
pihak swasta lain, yaitu PT. Haranida, dalam rangka penambahan kapasitas
produksi sebesar 450 liter/detik yang mulai beroperasi pada tahun 2005.
Ye dan Tiong (2003), menyatakan bahwa pengembangan infrastruktur
yang didanai oleh pihak swasta meliputi tiga tahap, yaitu : tahap pengembangan
awal, tahap konstruksi dan tahap operasional. Tahap pengembangan awal berakhir
seiring dengan pemberian kontrak konsesi. Oleh karena itu, hanya tahap
konstruksi dan operasional saja yang termasuk dalam masa konsesi. Lebih lanjut
dinyatakan, bahwa terdapat dua kemungkinan struktur masa konsesi : (1) konsesi
satu periode, dimana tahap konstruksi masuk dalam bagian masa konsesi, dan (2)
konsesi dua periode, dimana konsesi diberikan setelah konstruksi selesai
dilakukan, jadi hanya operasional saja yang merupakan konsesi dengan durasi
yang tetap. Konsesi adalah kontrak jangka panjang yang diberikan pemerintah
kepada
pihak
swasta,
sebagai
imbalan/kompensasi
atas
pendanaan,
memaksa untuk menaikkan service fee dalam operasional proyek agar dapat
memperoleh tingkat laba yang pasti guna mengganti kerugian investasi.
Ukuran kinerja yang memuaskan kepentingan kedua belah pihak (win-win)
adalah sebuah kondisi yang memaksimumkan return ataupun meminimumkan
resiko dari masing-masing pihak yang bekerjasama. Bagi pemegang hak konsesi,
hal ini tercermin pada besarnya profit yang dihasilkan, sehingga memiliki
kemampuan lebih dalam mengembalikan investasi yang sudah dilakukannya.
Sirtaine, dkk (2005) menemukan fakta bahwa pemegang hak konsesi KPS di
negara-negara wilayah Amerika Selatan tidak mendapatkan laba yang cukup.
Profitabilitas pemegang hak konsesi sangat dipengaruhi oleh sektor usaha dan
kualitas regulasi dari pemerintah.
Zhang (2005a) menyebutkan terdapat lima faktor yang mempengaruhi
kesuksesan KPS dalam kerangka prinsip saling menguntungkan (win-win). Dua
faktor utama adalah economic viability dan alokasi resiko. Studi empiris yang
dilakukan Alimansyah (2006) menguatkan fakta bahwa bentuk KPS terbaik
dipengaruhi dengan penetapan kriteria keputusannya, yaitu aspek finansial dan
alokasi resikonya. Selain itu, penelitian yang dilakukan Ng, dkk (2007a)
menyatakan bahwa tarif, IRR dan masa konsesi merupakan penentu keberhasilan
konsesi proyek KPS. Adapun, Zhang (2005b), memaparkan bahwa capital
structure, sesuatu yang terkait dengan sumber pembiayaan dari project company,
merupakan isu kritis yang harus dipecahkan, karena mempengaruhi kerangka KPS
yang saling menguntungkan (win-win).
Dalam prakteknya, pemerintah biasanya memberikan masa konsesi
tertentu pada proyek KPS yang ditawarkan, dengan menjamin tingkat
pengembalian proyek pada tingkat tertentu selama masa konsesi, berdasar atas
perhitungan pemerintah sendiri. Di sisi lain, perspektif swasta besar kemungkinan
berbeda, karena perbedaan dalam hal melihat resiko proyek, atau bahkan juga
dipengaruhi oleh kemampuan finansialnya. Zhang (2009), menyatakan bahwa
praktek seperti itu secara umum tidak menghasilkan pemilihan pemegang hak
konsesi yang efisien. Akan lebih baik apabila masa konsesi dimasukkan sebagai
bahan evaluasi tender proyek KPS, sehingga akan mengakomodasi kepentingan
swasta dalam menentukan masa konsesinya (Tang, dkk, 2009).
4
2.