Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keterbatasan fiskal, yaitu pendanaan yang bersumber dari negara,
menyebabkan ekspansi kapasitas infrastruktur di Indonesia terhambat. Dalam
jangka waktu tahun 2010 2014, diperkirakan butuh investasi sebesar Rp. 1.450
Trilyun (Bappenas, 2010). Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk
mengatasi defisit infrastruktur ini adalah dengan mendorong partisipasi aktif
sektor swasta. Swasta diijinkan ikut membangun sektor infrastruktur, melalui
skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Regulasi yang mendukung
pelaksanaan proyek dengan skema KPS juga sudah diterbitkan pemerintah,
melalui Peraturan Presiden no. 67 tahun 2005 sebagaimana telah diperbaharui
dengan Peraturan Presiden no. 13 tahun 2010 tentang Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Banyak argumentasi yang mendasari bentuk kerjasama pemerintah dan
swasta, atau dikenal dengan istilah Public Private Partnership (PPP), dalam
penyediaan fasilitas publik. Sapte (1997) mencatat beberapa argumen penting,
yaitu : pertama, pemerintah tidak punya sumber daya yang mencukupi untuk
memelihara dan membangun infrastruktur seiring dengan perkembangan ekonomi
negaranya. Kedua, perkembangan teknologi yang terus berlanjut, daya saing pasar
tergantung pada infrastruktur yang berkualitas dan efisien. Ketiga, KPS adalah
cara yang efisien dalam merealokasi resiko dan tanggung jawab dalam
mengembangkan infrastruktur. Terakhir, KPS merupakan pilihan alternatif untuk
tidak melakukan swastanisasi penuh (full privatization).
Salah satu sektor yang juga diakomodir melalui Perpres no. 13 tahun 2010
adalah pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Penyediaan air
minum/bersih oleh pemerintah selama ini dipenuhi melalui keberadaan
perusahaan daerah air minum (PDAM) di setiap wilayah kabupaten/kota. Air
bersih merupakan barang ekonomis yang penting, termasuk salah satu unsur yang

berperan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat. Untuk itu, pemerintah


dituntut mampu menyediakan dan menjamin kontinuitas serta kualitas pasokan air
bersih, baik untuk kepentingan masyarakat umum terlebih juga sektor industri.
Ekspansi pembangunan bidang ini juga akan sejalan dengan amanat pemenuhan
target Millenium Development Goals (MDGs), dimana pada tahun 2015
ditargetkan bahwa coverage area bagi publik untuk mengakses air minum bersih
harus sudah mencapai 68,9 % (Bappenas, 2010).
Pengembangan kapasitas sektor air minum dengan melibatkan pihak
swasta sudah banyak dilakukan di berbagai negara. Paling tidak tercatat sebanyak
29 proyek air minum dibangun dengan skema KPS di China (Chen, 2009), juga
penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin dengan bentuk KPS di banyak
negara, seperti India, Uganda, Zambia, Ghana, Yordania, Filipina, Bolivia dan
Indonesia (Franceys dan Gerlach, 2008). Selain itu KPS air minum juga terdapat
di Spanyol, Argentina, USA, Mexico, Brazil, dan Chili (Biswas dan Tortajada,
2005), Sirtaine, dkk (2005) juga mencatat paling tidak terdapat 29 pihak swasta
pemegang hak konsesi air minum di wilayah Amerika Selatan.
Di Indonesia, berdasarkan catatan Badan Pendukung Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) sampai akhir tahun 2009, terdapat 25
proyek KPS sektor air minum yang sudah maupun akan beroperasi. Adapun
bentuk KPS yang digunakan bervariasi, mulai dari Build-Operate-Transfer (BOT),
Build-Transfer-Operate (BTO), Build-Own-Operate (BOO), Joint Operation (JO)
serta hak konsesi. Bentuk BOT masih mendominasi KPS sektor air minum di
Indonesia saat ini, yang jumlahnya mencapai sekitar 48 % proyek, dengan masa
konsesi yang bervariasi. Meski demikian, berdasarkan kajian perbandingan bentuk
KPS terbaik bagi pihak yang bekerjasama pada rencana pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Minum PDAM Bandarmasih, Banjarmasin, menunjukkan bahwa
keputusan pemilihan bentuk KPS terbaik sangat tergantung dari kriteria
keputusannya, apakah ditinjau dari segi finansial ataukah dari segi alokasi
resikonya (Alimansyah. 2006).
BPS Propinsi Jatim (2009) mencatat bahwa pada tahun 2008 terdapat 38
perusahaan air minum di wilayah propinsi Jawa Timur. Jumlah air minum yang
disalurkan oleh tiga puluh delapan perusahaan ini mencapai 353,10 juta meter
2

kubik setahun. Pada perusahaan air minum di daerah tertentu, untuk memenuhi
pasokan air minum yang akan didistribusikan ke pelanggan, sebagian diusahakan
melalui proyek KPS. Implementasi proyek KPS air minum di Jawa Timur ini
diantaranya terdapat di wilayah kabupaten Sidoarjo. Paling tidak diketahui selama
tahun 2001, sebanyak 16,5 % kebutuhan air minum PDAM Delta Tirta Sidoarjo
dipasok dari pihak swasta, melalui keberadaan PT. Taman Tirta Sidoarjo dengan
kapasitas produksi maksimum 200 liter/detik (Sukaryorini, 2004). BPPSPAM
juga merilis data adanya proyek kerjasama PDAM Delta Tirta Sidoarjo dengan
pihak swasta lain, yaitu PT. Haranida, dalam rangka penambahan kapasitas
produksi sebesar 450 liter/detik yang mulai beroperasi pada tahun 2005.
Ye dan Tiong (2003), menyatakan bahwa pengembangan infrastruktur
yang didanai oleh pihak swasta meliputi tiga tahap, yaitu : tahap pengembangan
awal, tahap konstruksi dan tahap operasional. Tahap pengembangan awal berakhir
seiring dengan pemberian kontrak konsesi. Oleh karena itu, hanya tahap
konstruksi dan operasional saja yang termasuk dalam masa konsesi. Lebih lanjut
dinyatakan, bahwa terdapat dua kemungkinan struktur masa konsesi : (1) konsesi
satu periode, dimana tahap konstruksi masuk dalam bagian masa konsesi, dan (2)
konsesi dua periode, dimana konsesi diberikan setelah konstruksi selesai
dilakukan, jadi hanya operasional saja yang merupakan konsesi dengan durasi
yang tetap. Konsesi adalah kontrak jangka panjang yang diberikan pemerintah
kepada

pihak

swasta,

sebagai

imbalan/kompensasi

atas

pendanaan,

pengembangan, dan pembangunan yang dilakukan atas fasilitas publik. Dalam


periode waktu tersebut, swasta diwajibkan untuk memberikan produk/layanan
(operasional dan pemeliharaan) kepada publik serta berhak memungut biaya
dengan tarif tertentu (Sapte, 1997; Zhang, 2009).
Masa konsesi menjadi suatu hal yang sangat penting, karena terkait dengan
kepentingan pemerintah sebagai pemilik proyek maupun pihak swasta sebagai
pemegang hak konsesinya (Shen, dkk, 2002 ; Zhang dan Abourizk, 2006; dan Ng,
dkk, 2007a). Shen dan Wu (2005), Shen, dkk (2007) menyatakan bahwa masa
konsesi yang terlalu lama berpotensi lebih menguntungkan swasta, sebaliknya hal
ini akan merugikan pemerintah. Di sisi lain, apabila pemerintah menginginkan
masa konsesi yang lebih pendek, swasta akan menolak kontrak atau akan
3

memaksa untuk menaikkan service fee dalam operasional proyek agar dapat
memperoleh tingkat laba yang pasti guna mengganti kerugian investasi.
Ukuran kinerja yang memuaskan kepentingan kedua belah pihak (win-win)
adalah sebuah kondisi yang memaksimumkan return ataupun meminimumkan
resiko dari masing-masing pihak yang bekerjasama. Bagi pemegang hak konsesi,
hal ini tercermin pada besarnya profit yang dihasilkan, sehingga memiliki
kemampuan lebih dalam mengembalikan investasi yang sudah dilakukannya.
Sirtaine, dkk (2005) menemukan fakta bahwa pemegang hak konsesi KPS di
negara-negara wilayah Amerika Selatan tidak mendapatkan laba yang cukup.
Profitabilitas pemegang hak konsesi sangat dipengaruhi oleh sektor usaha dan
kualitas regulasi dari pemerintah.
Zhang (2005a) menyebutkan terdapat lima faktor yang mempengaruhi
kesuksesan KPS dalam kerangka prinsip saling menguntungkan (win-win). Dua
faktor utama adalah economic viability dan alokasi resiko. Studi empiris yang
dilakukan Alimansyah (2006) menguatkan fakta bahwa bentuk KPS terbaik
dipengaruhi dengan penetapan kriteria keputusannya, yaitu aspek finansial dan
alokasi resikonya. Selain itu, penelitian yang dilakukan Ng, dkk (2007a)
menyatakan bahwa tarif, IRR dan masa konsesi merupakan penentu keberhasilan
konsesi proyek KPS. Adapun, Zhang (2005b), memaparkan bahwa capital
structure, sesuatu yang terkait dengan sumber pembiayaan dari project company,
merupakan isu kritis yang harus dipecahkan, karena mempengaruhi kerangka KPS
yang saling menguntungkan (win-win).
Dalam prakteknya, pemerintah biasanya memberikan masa konsesi
tertentu pada proyek KPS yang ditawarkan, dengan menjamin tingkat
pengembalian proyek pada tingkat tertentu selama masa konsesi, berdasar atas
perhitungan pemerintah sendiri. Di sisi lain, perspektif swasta besar kemungkinan
berbeda, karena perbedaan dalam hal melihat resiko proyek, atau bahkan juga
dipengaruhi oleh kemampuan finansialnya. Zhang (2009), menyatakan bahwa
praktek seperti itu secara umum tidak menghasilkan pemilihan pemegang hak
konsesi yang efisien. Akan lebih baik apabila masa konsesi dimasukkan sebagai
bahan evaluasi tender proyek KPS, sehingga akan mengakomodasi kepentingan
swasta dalam menentukan masa konsesinya (Tang, dkk, 2009).
4

Shen, dkk (2002) mengembangkan model penetapan masa konsesi proyek


build-operate-transfer (BOT) yang sifatnya deterministik. Dalam kenyataannya,
KPS sering menghadapi kendala ketidakpastian (uncertainty) dan berbagai macam
resiko di dalamnya (Shen dan Wu, 2005 ; Zhang dalam Akintoye dan Beck,
2009). Sebagai contoh karena besarnya ukuran dan kompleksitas proyek,
anggaran modal dan waktu konstruksi yang mungkin berubah, biaya dan
pendapatan yang mungkin bervariasi selama masa konsesi. . Oleh karena itu, Shen
dan Wu (2005) menyatakan bahwa penggunaan asumsi deterministik pada
variabel yang mempengaruhi kinerja konsesi memiliki keterbatasan. Meskipun
demikian, Theys dan Notteboom (2010) menyatakan bahwa model deterministik
masih memadai digunakan, apabila ketidakpastiannya masih dapat diterima atau
dapat diramalkan secara akurat.
Berdasarkan paparan di atas, pengembangan sebuah model stochastic
untuk mendapatkan masa konsesi bagi pihak dalam proyek KPS perlu dilakukan.
Model stochastic lebih dipertimbangkan untuk digunakan, mengingat faktor
ketidakpastian dan resiko banyak terjadi dalam proyek KPS. Masa konsesi KPS
harus diputuskan dengan prinsip win-win, serta mempertimbangkan kriteria
kualitatif bersamaan dengan kriteria kuantitatif (Tang, dkk, 2009). Keterbatasan
dana dari pihak swasta dalam investasi proyek perlu dipadukan juga dalam model
(Petterson dan Fabozzi, 2002). Masa konsesi yang optimal ditetapkan dengan
melihat keberadaan faktor penting yang mempengaruhi masa konsesi proyek KPS,
seperti resiko dan pembiayaan (Ng, dkk, 2007b).
Model yang dibangun akan digunakan untuk menetapkan masa konsesi
dengan prinsip win-win bagi pihak pemerintah dan swasta yang bekerjasama
dalam proyek. Untuk menunjukkan penerapan dari model yang dikembangkan,
maka diambil sebuah studi kasus proyek penyediaan air minum yang
direncanakan dilakukan dengan bentuk KPS di wilayah kabupaten Gresik. Dalam
hal ini data proyek IPA Krikilan yang dimiliki oleh PDAM Tirta Suci Gresik
digunakan dalam menjalankan model. Masa konsesi ditetapkan berdasar model
yang dibangun, yang memberikan hasil optimal baik bagi kepentingan PDAM
Tirta Suci Gresik sebagai pemilik proyek, maupun pihak swasta sebagai
pemegang hak konsesinya.
5

1.2. Perumusan Masalah


Bagaimana menetapkan masa konsesi KPS pada proyek penyediaan air
minum, IPA Krikilan, Gresik, melalui sebuah pemodelan masa konsesi yang
memberi hasil optimal baik bagi kepentingan PDAM Gresik maupun pihak
swasta.

1.3. Tujuan Penelitian


Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh faktor resiko dan pembiayaan pada penetapan masa
konsesi KPS proyek IPA Krikilan, Gresik
2. Menetapkan masa konsesi KPS yang optimal, yaitu memenuhi prinsip winwin, pada proyek IPA Krikilan Gresik baik untuk kepentingan PDAM Gresik
maupun pihak swasta

1.4. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dibatasi oleh hal-hal berikut ini :
1. Obyek penelitian adalah proyek penyediaan air minum dengan menggunakan
bentuk kerjasama pemerintah dan swasta, yaitu proyek IPA Krikilan yang
terdapat di wilayah kabupaten Gresik.
2. Bahasan dilakukan pada level proyek yang dikerjasamakan antara pemerintah
dan swasta. Sehingga pihak yang kepentingannya dilibatkan dalam model ini
adalah hanya swasta (pemegang hak konsesi) dan PDAM Gresik sebagai
pemilik IPA Krikilan.

Asumsi dalam penelitian ini adalah :


1. Masa konsesi proyek melingkupi masa konstruksi dan operasional proyek
2. Ketidakpastian dan resiko yang banyak terlibat dalam aktifitas proyek KPS,
dicerminkan pada penggunaan variabel-variabel yang bersifat random (nondeterministik).
3. Faktor yang dilibatkan masuk dalam skenario keputusan masa konsesi adalah
faktor resiko dan faktor pembiayaan, sehingga pengaruh faktor lainnya
dianggap bernilai konstan.
6

1.5. Manfaat dan Kontribusi Penelitian


Secara umum, diharapkan penelitian ini akan memberi manfaat sebagai berikut :
1.

Memperoleh sebuah model untuk menetapkan masa konsesi KPS proyek


penyediaan air minum, pada kasus IPA Krikilan Gresik.

2.

Mengetahui skenario keputusan masa konsesi terbaik di proyek IPA Krikilan


Gresik berdasarkan optimasi simulasi yang dilakukan terhadap data yang ada.

1.6. Sistematika Penulisan


Laporan penelitian ini ditulis dengan susunan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Berisi tentang penjelasan tentang latar belakang penelitian ini perlu dilakukan,
perumusan masalah, penetapan tujuan dan ruang lingkup penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang definisi dan terminologi judul penelitian, dasar teori yang
mendukung pembahasan dan pemecahan masalah penelitian serta tinjauan
terhadap beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penetapan masa
konsesi proyek KPS.
BAB III. METODE PENELITIAN
Berisi tentang model konseptual penelitian, identifikasi variabel penelitian serta
indikator dari variabel penelitian, identifikasi data penelitian, model simulasi yang
dikembangkan, serta langkah-langkah yang dilakukan dalam penyelesaian
peneliitian
BAB IV. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisi tentang obyek dan data penelitian, uraian model simulasi, proses simulasi
dan verifikasi dari model
BAB V. ANALISA DAN INTERPRETASI
Berisi tentang analisa deskripsi hasil simulasi model, serta interpretasi hasil
simulasi dan optimasi dari model.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran perbaikan berdasarkan
proses dan hasil penelitian ini untuk pengembangan penelitian mendatang

(halaman ini sengaja untuk dikosongkan)

Anda mungkin juga menyukai