BAB I
1
PENDAHULUAN
BAB II
2
RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi :
emergensi, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan, ruang perawatan khusus
(ICU,HCU,Hemodialisis).
BAB III
DASAR
1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah Sakit mempunyai fungsi :
huruf b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit mempunyai
kewajiban : huruf r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital by laws)
Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital bylaws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate bylaws) dan
peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) yang disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf
medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis
(Clinical Privilege).
3. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan praktik kedokteran
bertujuan untuk
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan rumah sakit wajib
menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
5. Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
6. Pasal 7 Permenkes 1691/2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien
b. Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
I.
Hak pasien;
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
Konsil
Kedokteran
Indonesia
no
21A/KKI/KEP/IX/2006
tentang
BAB IV
PENGERTIAN
4
Pelayanan
di rumah sakit
yang
BAB V
PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan di
5
rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat
lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya
kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan medis kepada
pasien diberikan oleh dokter spesialis.
BAB VI
ASUHAN MEDIS
Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered
Care), dilakukan oleh semua professional pemberi asuhan, a.l. dokter, perawat, ahli
gizi, apoteker dsb, disebut sebagai Tim interdisiplin.
Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing-masing pemberi asuhan, terdiri dari 2
blok kegiatan : Asesmen pasien dan Implementasi rencana
1. Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah :
a. Pengumpulan informasi, a.l. anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dsb
b. Analisis informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau kondisi, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien
c. Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan, untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan pasien
2. Implementasi rencana dan monitor
Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang telah menjalani pelatihanbersertifikat kegawat-daruratan, a.l. ATLS, ACLS, PPGD, menjadi DPJP pada saat
asuhan awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis
dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP pasien tsb
menggantikan DPJP tsb sebelumnya.
Pemberian
asuhan
medis
di
rumah
sakit
agar
mengacu
kepada
Buku
Tujuan :
BAB VII
KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA
1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis,
termasuk pelayanan interpretatif (a.l. DrSp PK, DrSp PA, DrSp Rad dsb), harus
memiliki SK dari Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis /
SPK (Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK
(Clinical Privilege). Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui proses kredensial
dan rekredensial
yang
BAB VIII
9
BAB IX
TATA LAKSANA DPJP
10
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun
rawat inap harus memiliki DPJP
2. Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan
medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya saat dikonsul /
rujuk ditempat (on side) atau lisan ke dokter spesialis, dan dokter spesialis tsb
memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis
tsb telah menjadi DPJP pasien ybs, sehingga DPJP berganti.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk
DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb
bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif. Peran DPJP Utama
adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs
(sebagai Kapten Tim), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis
komprehensif terpadu efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif,
membangun sinergisme, mencegah duplikasi
4. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan atau keluarga
5. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis
sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas
tentang alih tanggung jawabnya.
6. Di unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan
tingkatan keikut-sertaan para DPJP terkait, tergantung kepada sistem yang
ditetapkan misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka.
7. Di kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di
kamar operasi tsb.
8. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikan instruksi, maka
otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
9. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter
lain (a.l. dokter ruangan, residen), maka DPJP yang bersangkutan harus
memberikan supervisi, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf /
tandatangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis
10. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja
secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader) harus proaktif melakukan
koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan
efektif dalam tim
11. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi kepada pasien
karena merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada
11
Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam
area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012;
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006))
12. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tsb dilakukan a.l. di form
asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated
note),
form
asesmen
pra
anestesi/sedasi,
instruksi
pasca
bedah,
form
BAB X
PENUTUP
Untuk dapat memenuhi standar akreditasi rumah sakit versi 2012, maka rumah sakit
memerlukan regulasi yang adekuat tentang DPJP dalam pelaksanaan asuhan
12
medis, dan panduan ini merupakan acuan utama bagi rumah sakit.
Diperlukan
pengaturan yang spesifik untuk setiap rumah sakit karena keunikan budaya, situasi
dan kondisi
13