Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan
administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan.
Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya
kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan.
1. Klasifikasi jalan menurut fungsi
Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan pasal 8 Undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan
dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan arteri terbagi
atas :
Jalan Arteri Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kesatu yang
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Jika ditinjau
dari peranan jalan maka persyaratan yang harus di penuhi oleh jalan arteri primer adalah :
a. Kecepatan rencana > 60 km/jam
b. Lebar badan jalan > 8,0 m
c. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
d. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas local
e. Jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota
Jalan Arteri Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghuungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder yang
lainnya atau kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jika ditinjau dari peranan jalan
maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri sekunder adalah :
a. Kecepatan rencana > 30 km/jam
b. Lebar jalan > 8,0 m
c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata-rata
d. Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan
kolektor terbagi menjadi :
Jalan Kolektor Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota kedua dengan kota
jenjang kedua, atau kota jenjang kesatu dengan kota jenjang ketiga. Jika ditinjau dari peranan
jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah :
a. Kecepatan rencana > 40 km/jam
b. Lebar badan jalan > 7,0 m
c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata
d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak
terganggu
e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas local
f.
Jalan Kolektor Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder lainnya atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi
oleh jalan kolektor sekunder adalah :
a. Kecepatan rencana >20 km/jam
b. Lebar jalan > 7,0 m
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lokal terbagi
menjadi :
Jalan Lokal Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil.
Kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota
jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya. Jika ditinjau dari peranan jalan maka
persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal primer adalah:
a. Kecepatan rencana > 20 km/jam
b. Lebar jalan > 6,0 m
c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa
Jalan Lokal Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan, atau kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau kawasan sekunder ketiga dan
seerusnya dengan perumahan. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus
dipenuhi oleh jalan lokal sekunder adalah :
a. Kecepatan rencana > 10 km/jam
b. Lebar jalan > 5,0 m
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Didalam pasal 6 dan pasal 9 Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2006 tentang Jalan dijelaskan bahwa fungsi
jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang merupakan bagian dari
Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan antarkawasan perkotaan,
yang diatur secara berjenjang sesuai dengan peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu lintas
menerus maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kawasan
perkotaan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan antarkawasan
di dalam perkotaan yang diatur secara berjenjang sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.
2. Klasifikasi berdasarkan status
Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai
dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
c. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat
pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
e. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam
desa, serta jalan lingkungan.
3. Klasifikasi berdasarkan muatan sumbu
Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan muatan sumbu yang ditetapkan berdasarkan fungsi
dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; dan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
3. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan
sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
4. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar
melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih
dari 10 (sepuluh) ton.
(a)
(b)
Gambar 3.1 Gambar konstruksi jalan rel (a) dan skematik potongan melintangnya Secara konstruksi, jalan rel
dibagi dalam dua bentuk konstruksi, yaitu :
a. Jalan rel dalam konstruksi timbunan,
b. Jalan rel dalam konstruksi galian.
Jalan rel dalam konstruksi timbunan biasanya terdapat pada daerah persawahan atau daerah rawa, sedangkan
jalan rel pada konstruksi galian umumnya terdapat pada medan pergunungan. Gambar 3.2 menunjukkan contoh
potongan konstruksi jalan rel pada daerah timbunan dan galian.
(a)
(b)
Gambar 3.2 Contoh potongan jalan rel pada timbunan (a) dan galian (b)
(a)
Gambar 3.3 Struktur jalan rel beserta sistem komponen penyusunnya
(b)
Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram
Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram
Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram
Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram
Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram
Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram
Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal antara lain : besar tekanan maksimum (axle load)
yang sanggup diterima rel saat KA melintas dan kecepatan laju KA yang diijinkan saat melewati rel.
Semakin besar R, maka makin besar axle load yang sanggup diterima oleh rel tersebut. Tipe rel paling
besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54 yang digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya
padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di
Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.
2. Plat Landas
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat
landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai
lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi
Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai
landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber
pad karena telah melekat pada beton.
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga
untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus
untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat
dibawahnya.
3. Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberpa fungsi yang penting, diantaranya menerima beban dari rel dan
mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan yang kecil, mempertahankan sistem
penambat untuk mengikat rel pada kedudukannya, dan menahan pergerakan rel arah longitudinal, lateral
dan vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan konstruksinya, seperti bantalan besai, kayu maupun beton.
Perancangan bantalan yang baik sangat diperlukan supaya fungsi bantalan dapat optimal. Ada tiga jenis
bantalan, yakni :
Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang
dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur
Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu.
Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan
persinyalan elektrik
Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling
banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar
daripada dua bantalan lainnya.
4. Penambat Rel
Fungsinya untuk menambat atau mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan
batang rel tersebut, agar batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan menjaga kelebaran trek
(track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang
rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.
Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang dipasang
menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta api tua.
Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yang biasanya
digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi. Penambat
elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit (istilahnya Continuous Welded
Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah pemuaian) karena kemampuannya
untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara horizontal saat pemuaian. Penambat elastis
inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama pada bantalan beton, meskipun ada juga yang
digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi.
Berbagai macam penambat elastis, antara lain:
Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua segmen
(potongan batang rel). Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup atau baut (Bolt)
penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap
potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. Pada
setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space). Saat ini telah dikenal metode
penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR). Dengan
metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi
celah pemuaian, sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.
6. Rail Anchor
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel
yang disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena
pada sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian.
Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping
bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang
ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk
mencegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat
kaku pada bantalan kayu atau besi.
3.
4.
5.
6.
Khusus melayani pengiriman dan penerimaan barang dan letaknya dekat dengan daerah industri,
perniagaan, dan lalu lintas umum. Sepur gudang dapat dibuat disatu sisi atau pada kedua sisi
gudang dan didalam gudang satu sepur atau lebih.
Untuk cadangan perluasan dan ketentraman kota bisa dibuat diluar kota.
Emplasemen langsir
Kereta api barang dari semus jurusan yang menuju ke empalsemen langsir gerbong-gerbongnya
dipisah-pisahkan dalam kelompok-kelompok menurut jurusan dan tempat tujuannya. Letak
emplasemen harus jauh dari pemukiman agar pekerjaan melangsir gerbong tidak mengganggu
ketertiban umum.
Emplasemen Penyusun / Depo Kereta
Tempat untuk membersihkan, memeriksa, memperbaiki kerusakan kecil dan melengkapi keretakereta kembali menjadi rangkaian kereta api untuk disiapkan di sepur berangkat di emplasemen
penumpang pada saat kereta api mulai atau mengakhiri perjalanannya.
Emplasemen Depo Lokomotif
Untuk kebutuhan lokomotif-lokomotif yang menginap. Diperlukan ditempat-tempat peralihan
dari jalan dataran ke jalan pegunungan untuk pergantian lokomotif dan di tempat-tempat yang
harus melayani lokomotif-lokomotif untuk keperluan di emplasemen langsir
Emplasemen Pelabuhan
Terdiri dari dua jurusan, yaitu daerah pedalaman ke pangkalan sebaliknya. Kereta api barang
yang datang dari pedalaman diceraikan di emplasemen pelabuhan menurut kelompok-kelompok
pembagi, kemudia gerbong-gerbong dibawa ke kelompok pembagi masing-masing, dimana
dilakukan penyusunannya menurut pangkalan-pangkalan dan gudang-gudang.
Peron
Peron adalah pelataran (halaman) pada stasiun kereta api, tempat penumpang menunggu atau tempat turun naik
dari kereta.
Monorel
Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional
yang memiliki dua rel paralel dan denfan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari
beton dan roda karetnya terbuat dari karet sehingga tidak sebising kereta konvensional. Sampai saat ini terdapat
dua jenis manorel yaitu :
a. Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan diatas rel
b. Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju dibawah rel
a. Berdasarkan jenis fisik : BRT (Bus Rapid Transit), LRT (Light Rail Transit) yaitu kereta api rel listrik,
yang dioperasikan menggunakan kereta (gerbong) pendek seperti monorel dan heavy rail transit yang
memiliki kapasitas besar.
b. Berdasarkan area pelayanan : metro yaitu heavy rail transit dalam kota dan commuter rail yang
merupakan jenis MRT untuk mengangkut penumpang dari daerah pinggir kota kedalam kota dan
mengantarkannya kembali kedaerah penyangga.
SHUTTLE BUS
Tempat perhentian bus atau halte bus atau shelter atau stopan bus (dari bahasa Inggrisnya bus stop)
adalah tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus, biasanya ditempatkan pada jaringan pelayanan
angkutan bus. Di pusat kota ditempatkan pada jarak 300 sampai 500 m dan di pinggiran kota antara 500 sampai
1000 m.