Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Rongga mulut manusia terdiri dari struktur-struktur yang kompleks dan
terlapisi oleh suatu cairan yang disebut saliva. Cairan ini dihasilkan oleh beberapa
kelenjar yang terdapat didalam rongga mulut. 99% dari cairan ini merupakan air
yang mengandung elektrolit dan protein. Kelenjar-kelenjar saliva tersebut selalu
mensekresikan saliva setiap saat dengan volume dan waktu tertentu yang disebut
dengan saliva flow (de Almeida PDV et al., 2008). Saliva menjaga kelembapan
dan kenyamanan di dalam rongga mulut. Selain itu, saliva juga berfungsi
melawan kuman dan menjaga enamel supaya tidak terjadi karies (WebMD, 2015).
Di dalam rongga mulut terdapat suatu jaringan penyangga gigi yang disebut
dengan periodontium. Jaringan tersebut terdiri dari 4 struktur utama, yaitu
gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan cementum yang menempel pada
akar gigi (Scheid et al., 2012). Salah satu penyakit yang terdapat pada jaringan
tersebut adalah penumpukan kalkulus. Secara umum, kalkulus merupakan suatu
plak pada gigi yang mengalami mineralisasi (Rajendran dan Sivapathasundharam,
2009). Mineral-mineral yang terkandung didalam saliva dipercaya dapat
mempengaruhi pembentukan kalkulus (Heinonen, 2012). Untuk membuktikan
pernyataan tersebut, maka penulis berminat menulis judul Pengaruh Kandungan
Mineral dalam Saliva terhadap Kalkulus
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kandungan mineral terhadap konsentrasi mineral?
2. Bagaimana pengaruh volume saliva terhadap konsentrasi mineral?
3. Bagaimana pengaruh volume saliva terhadap pH saliva?
4. Bagaimana pengaruh konsentrasi mineral dan pH saliva terhadap
pembentukan kalkulus?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pengaruh kandungan mineral terhadap konsentrasi
mineral
2. Mendeskripsikan pengaruh volume saliva terhadap konsentrasi mineral
3. Mendeskripsikan pengaruh volume saliva terhadap pH saliva
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Saliva
2.1.1 Definisi Saliva
Saliva cairan rongga mulut yang berfungsi melindungi jaringan di dalam
rongga mulut dengan cara pembersihan secara mekanis untuk mengurangi
akumulasi plak, lubrikasi elemen gigi-geligi, pengaruh buffer, agregasi bakteri
yang dapat menghambat kolonisasi mikroorganisme, aktivitas antibakterial,
pencernaan, retensi kelembaban, dan pembersihan makanan. Perubahan kondisi
saliva sangat mempengaruhi kesehatan rongga mulut seseorang. (Amelia, 2010)
Berikut ialah fungsi dari saliva:
Fungsi
Proteksi
Efek
Membersihkan ronggamulut
Komponen aktif
Air
Lubrikasi
Mucin, glikoprotein
Buffer
Pembentukan pelikel
Mempertahankan pH
Tooth integrity
Menetralkan asam
Maturasi enamel
Memperbaiki enamel
Barrier fisik
proteins
Mucin
Pertahanan imun
IgA
Pertahanan nonimun
Peroksidase,
Aktivitas antimikroba
lactoferin,
agglutinin,
Memperbaiki jaringan
Pencernaan
Perasa
Lisozim,
histatin,
mucin,
defensing
dan
cathelicidin-LL37
Growth Factor, trefoil protein
Air, mucin
Epidermal growth factor dan
karbonik anhydrase VI
yaitu kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Bentuk anatomi dari ketiga
kelenjar tersebut memiliki persamaan; sel acini memproduksi saliva. Sel acini
dikelilingi oleh matriks ekstrasel, sel mioepitel, miofibroblas, sel imun, sel
endotel, sel stroma dan sabut saraf. (Ligtenberg, 2014)
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Bagian superfisial dari
kelenjar parotis berada pada subkutan, di depan telinga bagian eksterna, dan
bagian profundusnya tersembunyi di belakang ramus mandibular. Kelenjar parotis
berhubungan dengan cabang perifer dari saraf fasial. Duktus kelenjar parotis
(Stensens duct) terletak menyilang
sepanjang tepi anterior masseter dan bermuara pada papil yang terletak
bersebrangan dengan molar kedua rahang atas. (Nanci, 2013)
Kelenjar submandibular terletak pada bagian posterior pada dasar mulut,
bagian tepi posterior dari kelenjar submandibular diselimuti oleh musculus
mylohyoid. Duktus kelenjar submandibular (Whartons duct) terletak di atas
musculus mylohyoid dan bermuara di bawah lidah, di lateral frenulum lingualis.
(Nanci, 2013)
Kelenjar sublingual merupakan kelenjar terkecil dari ketiga pasang
kelenjar saliva mayor. Kelenjar ini terletak pada bagian anterior dasar mulut,
antara mukosa dan musculus mylohyoid. Sekresi kelenjar ini melalui duktus kecil,
yaitu Rivinus, yang terletak di sepanjang sublingual fold dan terkadang dapat
melalui duktus yang lebih besar (Bartholins duct) terletak dekat duktus
submandibular. (Nanci, 2013)
Kelenjar saliva minor memiliki jumlah 600 sampai 1000 kelenjar. Kelenjar
saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, bukalis, labialis, palatinal, dan
glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini berada di bawah mukosa dari bibir, lidah,
pipi, serta palatum. (Bailey, 2006)
Salivary flow rates (SFR) merupakan total berat dari saliva yang
disekresikan selama 5 menit dan dinyatakan dalam satuan ml/menit. Hasil yang
diperoleh merupakan jumlah saliva normal yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
saliva di dalam rongga mulut per satuan waktu. (Trajtenberg et al. 2013).
Salivary flow rate rata-rata seseorang perkiraan sekitar 0,5 1,5 liter per
hari. Acuan umum dari salivary flow rate adalah sebagai berikut :
b) Splinting
Saliva dibiarkan terakumulasi di dasar mulut, kemudian diludahkan kedalam
suatu wadah atau gelas.
c) Suction
Saliva terakumulasi di dasar mulut kemudian diambil dengan menggunakan
alat yang disebut saliva ejector
d) Adsorben (swab)
Saliva diakumulasi kemuduian diswab dengan menggunakan cotton wall
swab untuk kemudian disentrifugasi.
2.3 pH saliva
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pH saliva
Derajat keasaman (pH) dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh irama cyrcadian, diet dan rangsangan
terhadap kecepatan sekresi saliva (Arabaci T. et.al., 2013).
a. Irama cyrcadian
Irama cyrcadian mempengaruhi pH dan kapasitas buffer saliva. Pada
keadaan istirahat atau segera setelah bangun, pH saliva meningkat dan
kemudian turun kembali dengan cepat. Pada seperempat jam setelah makan
(stimulasi mekanik), pH saliva juga tinggi dan turun kembali dalam waktu 3060 menit kemudian. pH saliva meningkat hingga malam, dan setelah itu turun
kembali (Arabaci T. et.al., 2013).
b. Diet
Diet juga mempengaruhi kapasitas buffer saliva. Diet kaya karbohidrat
dapat menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan diet
kaya protein mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Diet kaya
karbohidrat meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri
mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri, meningkatkan
sekresi zat-zat basa seperti ammonia (Arabaci T. et.al., 2013).
2.3.2 Kapasitas Buffer Saliva
Kapasitas buffer saliva merupakan suatu mekanisme pertahanan yang
penting dimana kapasitas buffer saliva adalah suatu kemampuan dari saliva untuk
menjaga pH saliva tetap berada dalam nilai diatas pH kritis (Pedersen AML,
2007).
c. Kalikren
Dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor pembekuan
darah XII dan dengan demikian berguna bagi proses pembekuan darah
(Wong, 2008)
d. Laktoperoksidase
Mengkatalisis oksidasi
thiosianat
menjadi
hypothio
yang
mampu
Ion
kalsium
dinilai
dengan
menggunakan Atomic
Absorption
Spectrophotometer
5. Anorganik fosfat konsentrasi ion ditentukan dengan metode
Molybdenum-Vanadatemenggunakan Ulteaviolet visible spectrophotometer.
2.5 Konsentrasi Mineral dalam Saliva
2.5.1 Definisi
Konsentrasi mineral saliva merupakan perbandingan antara mineralmineral yang terkandung di dalam saliva dan volume cairan yang terdapat di
dalam saliva. Mineral-mineral yang terkandung di dalam saliva antara lain
sodium, potassium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat dan fosfat.
Konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi di dalam saliva dapat
menyebabkan pertukaran ion pada permukaan gigi sehingga remineralisasi pada
gigi cepat terjadi. Konsentrasi kalsium dalam saliva berbeda-beda tergantung pada
salivary flow (SF) dan tidak terpengaruh oleh makanan yang dikonsumsi.
2.6 Kalkulus
2.6.1 Definisi
Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus merupakan plak
terkalsifikasi. Jenis kalkulus di klasifikasikan sebagai supragingiva dan
subgingiva berdasarkan relasinya dengan gingival margin. (Michalowicz Bryan S,
Pihlstrom Bruce L, 2006)
Kalkulus supragingiva ialah kalkulus yang melekat pada permukaan
mahkota gigi mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini
berwarna putih kekuning-kuningan atau bahkan kecoklat-coklatan. Konsistensi
kalkulus ini seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi
dengan skeler. Pembentukan kalkulus tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah plak di
dalam mulut,tetapi juga dipengaruhi oleh saliva. Saliva dari kelenjar saliva
mengalir melalui permukaan fasial molar atas melalui ductus Stensen sedangakn
orifisium ductus Whartons dan ductus Bhartolin kosong pada permukaan lingual
darah
gigi).
Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita biasanya
mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi sering berdarah,
bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan penyangga gigi. Infeksi
yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan menyebabkan tulang
pernyangga gigi menipis, kemudian gigi akan goyang dan mudahtanggal.
Selain mengakibatkan gigi tanggal, bakteri menginfeksi jaringan penyangga gigi
dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, bakteri dapat
menyebar ke organ lain seperti jantung (Bakteremia). Karena itu ada beberapa
kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari gigi, ini disebut infeksi
fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis) termasuk penyakit yang dapat
disebabkan oleh infeksi fokal.
2.6.3 Faktor-faktor penyebab kalkulus
1. Gigi berdesakan.
Gigi berjejal/berdesakan merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar susunan gigi
yang normal. Kondisi gigi berjejal terkadang menjadi masalah bagi penderitanya.
Gigi berjejal sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat
menyebabkan penumpukan plak yang juga merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya kalkulus dan gingivitis. (Altriany Sasea, B. S. Lampus, Aurelia Supit,
2013)
2. Makanan/minuman yang mengandung mineral kalsium dan fosfor
Kalkulus merupakan kumpulan plak yang mengalami kalsifikasi dan melekat erat
pada permukaan gigi serta objek solid lainnya di dalam mulut, akibatnya dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan penyangga gigi. Air sumur gali
memiliki kandungan seperti kalsium dan fosfor yang juga merupakan kandungan
dalam pembentukan kalkulus. (Wanda S. Wungkana, Billy J. Kepel, Dinar A.
Wicaksono, 2014)
3. Sisa-sisa makanan yang menempel pada piranti cekat orto.
Sisa sisa makanan yang melekat pada gigi yang dibiarkan akan terus menumpuk.
Penumpukan sisa makanan tersebut yang tidak dibersihkan akan berkumpul
menjadi plak dan akhirnya menjadi kalkulus. Sisa-sisa makanan tersebut
menempel pada piranti cekat orto pada pengguna kawat gigi. (Charlito J. R.
Galag, P. S. Anadita, Olivia Waworuntu, 2015)
2.6.4 Cara mengukur kalkulus
Teknik pengambilan sampel dengan cara (purposive sampling) yaitu,
pengambilan sample secara sengaja sesuai persyaratan yang diperlukan, dengan
menggunakan Pemeriksaan indeks kalkulus dilakukan dengan cara men-jalankan
sonde dari arah incisal atau oklusal ke arah servikal. Nilai nol menandakan tidak
terdapat kalkulus, nilai satu menandakan kalkulus menutup tidak lebih dari 1/3
servikal, nilai dua menandakan kalkulus menutup lebih dari 1/3 servikal, nilai tiga
menandakan kalkulus menutup lebih dari 2/3 servikal
Daftar Pustaka
Almeida PDV, Gregio AMT, Machado MAN, Lima AAS, Azevedo LR. Saliva composition and
functions: a comprehensive review. The J of contemporary dental practice 2008; 9(3): 111.
Amelia R, Handajani J, Puspita R. Pemakaian kontrasepsi pil dan suntik menaikkan pH dan
volume saliva. Dentika Dental Journal 2010; 15(1): 1-5.
Arabaci T, cicek Y, Beydemir S, Canakci CF, Canakci V. Are increased salivary carbonic
anhydrase VI levels related to the amount of supragingival dental calculus formation
and clinical periodontal scores?. J of Dent Sciences 2013:1-5.
Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery: Otolaryngology. 2006. 4 th ed. Philadelphia;
Lippincott Williams & Wilkins.
David, T.W., 2008, Salivary diagnostics 1st ed. Hal : 59-37, Wiley-Blackwell, Washington.
Dawes C. Why does supragingival calculus form preferentially on the lingual surface of the 6
lower anterior teeth? J Can Dent Assoc 2006;72:923-926.
de Almeida PDV, Grgio AMT, Machado MN, de Lima AAS, Azevedo LR. (2008). Saliva
Composition and Functions: A Comprehensive Review. J Contemp Dent Pract (9)3:072080.
Elizabeth.M. 2007.The Role of Saliva In Oral health. Supportive Oncology. pp.215-225. Available
at www.medical look.com
Fiorellini JP, Kim DM, Uzel NG. Anatomy of the periodontium. In: Carranza FA ed. Carranzas
clinical periodontology. Edisi ke-11. Missouri: Elsevier, 2012: 25.
Gopinath VK, Arzreanne AR. Saliva as a diagnostic tool for assessment of dental caries. Archives
of orofacial sciences 2006; 1: 57-9.
Gupta S, Bhat KM, Kumar MSA. Influence of oral hygiene measures, salivary pH and urea level
on calculus formation A clinical Study. J of Indian Dental Association 2011; 5(5):
Abstract.
Heinonen, J. (2012). Biological role of inorganic pyrophosphate. Boston: Kluwer Academic
Publishers. p. 168
Hashim, Azmi Bin. 2010. Saliva Sebagai Media Diagnosa.FKG USU.
Kitasako Y, Ikeda M, Burrow MF, Tagami J. Oral health status in relation to stimulated saliva
buffering capacity among japanese adults above or below 35 years of age. J med dent
sci 2006; 53: 175-80
Lang NP, Mombelli R, Attstrom R. Oral biofilms and calculus. In: Linde J, LangNP, Karring T,
editors. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. Oxford, UK:Blackwell
Munksgaard; 2008. p. 197-205.
Ligtenberg A J M, Veerman E C I. Saliva: secretion and functions. 2014. Vol 24. German; S.
Karger AG. P: 1
Marsh PD. Dental plaque as a microbial biofilm. Caries Res 2004;38:204-211.
McDonald RE, Avery DR, Weddel JAGingivitis and periodontal diseases.
In:McDonald RE, Avery DR, Dean JA, editors. Dentistry for the Child and
Adolescent.St Louis, MO: Mosby; 2004. p. 449-450.
Nanci A. Ten Cates oral histology: development, structure, and function. 2013. 8 th ed. Canada;
Elsevier Inc. p: 254-255
Pedersen AML. Saliva. Denmark: institute of odontology university of copenhagen, 2007: 2-8.
Rajendran, R., Sivapathasundharam, B.(2009) Shafer's Textbook of oral pathology. 6th edition.
India: Elsevier.
Ramisetti A, Babu R, Kotha K, Tej G, Chirtha S. Influence of salivary pH and urea level on
calculus formation a clinical study. Carib J Seitech 2014; 2: 503- 8.
Scheid, R., Weiss, G. and Woelfel, J. (2012). Woelfel's dental anatomy. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p. 13
Shannon IL & Feller RP. (1979). Parotid Saliva Flow Rate, Calcium, Phosphorus, and Magnesium
Concentrations in Relation to Dental Caries Experience in Children. Pediatric Dentistry
(1)1:016-020.
Trajtenberg, C. , Barros, J. , Patel, S. , Miles, L. and Streckfus, C. 2013. Salivary flow rates, per se,
may not serve as consistent predictors for dental caries. Open Journal of Stomatology 3,
pp. 133-141.
WebMD, (2015). Saliva and Your Mouth: Function of Saliva in Oral Health. [online] Available at:
http://www.webmd.com/oral-health/what-is-saliva [Accessed 11 Sep. 2015].
Wong.D.T.2008. Salivary Diagnostic.NIH Public.pp.100