PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar membuat antibody untuk mencegah
penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti
vaksin BCG, DPT, Campak , melalui mulut seperti polio. (Hidayat, 2008)
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal
terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor diantaranya terdapat tinggi kadar antibody pada saat dilakukan imunisasi,
potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi. Kefektifan
imunisasi tergantung dari factor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan
tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
Efek samping vaksin bagi sebagian anak umumnya berupa reaksi ringan di
area penyuntikkan seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan. Terkadang reaksi
disertai demam ringan 1-2 hari setelah imunisasi, gejala tersebut umumnya tidak
berbahaya dan akan hilang dengan cepat. (subdit imunisasi kementrian kesehatan
RI,2010)
Imunisasi dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis ,
virus dapat dilemahkan serta pemberian imunisasi polio pada umur 0-11 bulan
selama empat kali dengan jarak pemberian empat minggu melalui oral. Imunisasi
dapat mencegah terjadinya campak pada anak sebab penyakit ini sangat menular,
pemberian vaksin pada usia 9-11 bulan dengan cara subkutan efek sampinngnya
terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas.
Campak merupakan salah satu penyakit menular dengan berbagai komplikasi
yang berat, sangat potensialmenimbulkan wabah atau kejadian luar biasa (KLB),
serta dapat menyebabkan kematian. Sedangkan gambaran situasi global tahun
2008, diketahui terdapat 164.000 kematian akibat campak di dunia. Artinya
terdapat 450 kematian akibat campak terjadi setiap hari, atau 18 kematian akibat
campak terjadi setiap jam. Namun pada dasarnya , penyakit ini merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Status imunisasi anak ditentukan tidak hanya oleh factor factor yang berada
di tingkat rumah tangga (factor komposisional) melainkan factor factor yang
berada seperti komunitas, geografis dan program imunisasi dinas kesehatan
kabupaten/kota. Di tingkat rumah tangga berdasarkan penelitian, diketahui
variable variable yang mempengaruhi cakupan imunisasi adalah pengetahuan
ibu, pendidikan ibu, usia ibu dan jumlah kunjungan antenatal serta status ekonomi
rumah tangga. keberhasilan imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa
manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri, pertusis, tetanus,
campak , hepatitis, dll dikatakan dr. Badriul Hegar, Sp.A.(K) Ketua umum PPIDAI.
WHO dan UNICEF menetapkan indicator cakupan imunisasi adalah 90% di
tingkat nasional dan 80% di semua kabupaten. Dalam rencana strategis
Departement Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005-2009, target universal
child immunization (UCI) desa sebesar 98 % tercapai pada tahun 2009. Anak
balita di Indonesia tahun 1999/2000 sebesar 66,3 % yang memiliki cakupan
imunisasi lengkap, angka cakupan tersebut masih jauh dari target Universal Child
Immunization (UCI) sebesar 90% (jurnal pembangunan manusia Vol. 7 No. 1
April 2009)
Banyak penyakit baru yang menular dan mematikan serta penyakit infeksi
masih menjadi masalah di Indonesia. Selain gaya hidup yang sehat dan menjaga
keberhasilan imunisasi merupakan cara melindungi anak- anak dari bahaya
penyakit menular. Standart pelayanan minimum kesehatan (SPMK) yang
dicanangkan oleh pemerintah, bahwa tahun 2010 nanti bayi yang lahir
mendapatkan imunisasi secara merata.
Karena banyaknya penyakit menular dan rata-rata masih bisa dilakukan
pencegahan dengan adanya imunisasi maka dengan ini akan diuraikan beberapa
penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara pencegahan penyakit DPT dengan imunisasi?
1.2.2 Bagaimana cara pencegahan penyakit Hepatitis A dan B dengan
1.2.3
1.2.4
imunisasi?
Bagaimana cara pencegahan penyakit Poliomelitis dengan imunisasi?
Bagaimana cara pencegahan penyakit Campak dengan imunisasi?
2
1.2.5
1.2.6
1.2.7
imunisasi?
Bagaimana cara pencegahan penyakit Typus dengan imunisasi?
1.3 Tujuan
1.3.1
1.3.2
imunisasi.
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit Hepatitis A dan B
1.3.3
dengan imunisasi.
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit Poliomelitis
1.3.4
dengan imunisasi.
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit Campak dengan
1.3.5
imunisasi.
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit Campak TBC
1.3.6
dengan imunisasi.
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit Pneumokokkus
1.3.7
dengan imunisasi.
Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit Typus dengan
imunisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
2.1.1 Difteri
Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphtheria. Bakteri ini terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang - kadang konjunngtiva
atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu - abuan yang
dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada
difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar
dan melunak. Pada kasus - kasus yang berat dan sedang ditandai dengan
pembengkakan
dan
oedema
di
leher
dengan
pembentukan
membran
pada trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. Difteri hidung
biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi. Infeksi subklinis (kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin
dapat menyebabkan gejala umum atau local antara lain myocarditis dengan heart
block dan kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah
gejala klinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit bermacam - macam dan tidak
dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan
bagian dari impetigo (Kadun,2006). Penularan umumnya melalui udara, berupa
infeksi droplet, selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Penyebab
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheria merupakan
bakteri Gram positif yang bersifat polimorf, tidak berspora, tidak bergerak,
bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasif, tetapi kuman
dapat mengeluarkan toxin, yaitu eksotoxin yang bersifat patologis. Terdapat 3
jenis basil Corynebacterium diphtheriae, yaitu : type mitis, type intermedius dan
type gravis.
Corynebacterium
diphtheria
dapat
dikalsifikasikan
dengan
cara
ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat,
bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung
dan saraf berlangsung secara perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita
dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.
Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan
selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di
dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna
abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di bawahnya
akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraatau secara
tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami
kesulitan bernafas. Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah
diagnosis ditegakkan. Tak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di
tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung
yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG.
Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahannya :
a. Infeksi ringan: pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fasial
dengan gejala hanya nyeri menelan
b. Infeksi sedang: pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding
posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan
pengobatan konservatif
c. Infeksi berat: disertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat, yang hanya dapt
diatasi dengan trakeostomi serta gejala komplikasi miokarditis, paralisis atau
pun nefritis dapat menyertainya.
Berdasarkan lokasi gejala yang dirasakan penderita :
a. Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan
ingus yang bercampur darah. Prevalesi difteri ini 2 % dari total kasus
difteri. Bila tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan
sumber utama penularan. Gejala konstitusi ringan.
b. Difteri faring (pharingeal diphtheriae) dan tonsil dengan gejala radang
akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,50C, nadi yang cepat, tampak
6
membran
putih
keabu-abuan
di
tonsil/
faring/
laring
antitoksin
sangat
mempengaruhi
prognosa.
Diagnosa
harus
Komplikasi
a. Saluran nafas
obstruksi
jalan
nafas,
bronkopneumonia,
atelektasis paru
b. Kardiovaskuler
c. Urogenital
d. Susunan saraf
Imunisasi
Imunisasi DPT merupakan vaksin mati, sehingga untuk
mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang
pencegahan, kelengkapan ataupun pemberian imunisasi ulangan sangat
diperlukan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak
berumur 6 tahun.
Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi
primer DPT tiga kali dengan interval masing-masing 4 minggu.
Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan
imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang), dan yang telah
Pengobatan karier
Pengobatan yang diberikan adalah Penisilin 100 mg/kgBB/hari
oral/suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama satu
minggu.
2.1.2 Pertusis
Pertussis adalah infeksi saluran pernafasan akut . Bordetella pertussis
merupakan penyebab pertussis epidemic dan merupakan penyebab biasa pertussis
sporadis. B. pertussis merupakan penyebab pertusisi kadang kadang.
Penyakit ini berlangsung lama dan berbahaya khususnya pada masa bayi.
Setelah masa inkubasi selama 7 hari , terdapat stadium kataral yang berlangsung
1-2 minggu yaitu selama kondisi anak tersebut tidak baik dengan tanda tanda
infeksi saluran nafas atas. Batuk menjadi semakin parah dan bersifat paroksismal.
Spasme batuk dpat diikuti whoop saat inspirasi, terutama pada anak-anak yang
lebih besar. Muntah dapat terjadi, dan anak tersebut dapat menjadi sianosis atau
apnea selama spasme batuk, serta menjadi kelelahan setelah batuk. Di antara
spasme mungkin terdapat kesulitan nafas yang nyata meskipun pemeriksaan fisik
menunjukkan paru paru tidak ada kelainan. Fase ini berlangsung selama 4
sampai 6 minggu, dan batuk membaik secara bertahap selama lebih dari 2-3
minggu sesudahnya. Pada kasus kasus ini dilakukan pembiakan kuman
penyebab yang diambil dari apusan nasofaring dengan menggunakan media
Bordet- Gengou. Namun tersebut sulit diambil bila batuk telah muncul.
Limfositosis yang mencolok mendukung diagnosis pertusis
PATOGENESIS
Bordetella merupakan kokobasili gram negative yang sangat kecil yang tumbuh
secara aerobic pada media agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan
dengan factor pertumbuhan nikotinamid, asam amino untuk energy , dan arang
atau resin siklodekstrin untuk menyerap bahna bahan berbahaya. . Spesies
10
bordetella memiliki tingkat homologi DNA yang tinggi pada gen virulen, dan ada
kontroversi apakah cukup ada perbedaan untuk menjamin klasifikasi sebagai
spesies yang berbeda.Hanya B. pertusis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP).
Sitotoksin trachea , adenilat siklase, dn TP tampak menghambat pembersihan
organisme. Sitotoksin trachea, factor dermonekrotik, dan adenilat siklase diterima
secara dominan menyebabkan cedera epitel local yang mengasilkan gejala
gejala pernafasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti mempunyai
aktivitas biologis (missal, sensitivitas histamine, sekresi insulin, disfungsi leukoit)
beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebbakan
limfositosis segera pada binatang percobaan dengan pengembalian limfosit agar
tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak memainkan peran sentral tetapi bukan
peran tunggal dalam pathogenesis.
MANIFESTASI KLINIS
Pertusis dibagi dalam 3 stadium
1. Stadium Kataral : 1-2 minggu
- Mulai seperti ISPA biasa
- Febris absen atau ringan
- Makin lama makin batuk keras terutama batuk malam
2. Stadium Paroksismal/ Spasmotik : 4-6 minggu bisa sampai 10 minggu
- Batuk berat yang singkat dan rangkaian 5- 20 batuk tanpa
bernafas . muka bisa menjadi merah, sianosis dan edema, vena
-
mutah muntah
Habis semua ini, pasien terbaring kelelahan, berkeringat, dan sesak
nafas
Rangsangan apapun dapat memulai proses ini kembali
Febris tetap ringan kalau ada.
Pada bayi dibawa 3 bulan, whoopnya biasanya tidak ada, namum
Remaja & dewasa sering tidak bersuara whoop, hanya ada batuk
DIAGNOSA
Pertusis harus dicurigai pada setiap individu yang mempunyai keluhan
batuk murni atau dominan, termasuk jika yg berikut ini tidak ada : demam,
malaise atau mialgia, eksantema dan enantema, nyeri tenggorok, parau, takipnea,
mengi dan ronkhi. Untuk kasus sporadic, definisi kasus klinik batuk yang lamanya
14 hari atau lebih dengan sekurang kurangnya disertai satu gejala paroksismal,
rejan atau muntah pascabatuk mempunyai sensitivitas.
KOMPLIKASI
Bayi sebelum usia 6 bulan mempunyai mortalitas dan morbiditas
berlebihan. Mereka yang berumur sebelum 2 bulan mempunyai frekuensi yang
dilaporkan tertinggi kasus rawat inap karena pertusis (82%), pneumonia (25%),
12
13
14
Ringan
iritibel 53 %, nyeri local 51 %, Febris > 38 derajat Celcius : 47 %,
edema local 40 %, eritema local 37 %
Berat
Anafilaksis (2:100.000), langsung dalam 3 jam sesudah suntikan
Enkefalopati (1:140.000), dalam 7 hari
Konvulsi [dengan/tanpa febris] (6:10.000), dalam 3 hari
Menangis jerit / teriak terus-menerus > 3 jam (1:100), dalam 48
jam
Syok / Pingsan (hipotensi, hiporesponsif) (6:10.000), dalam 48
jam
Febris >40,5 C (3:1000), dalam 48 jam
Bila terjadi salah satu reaksi berat, anak tidak diberi Vaksin Pertussis
Whole Cell lagi. < 7 tahun DT, > 7 tahun dT. Maka sebelum reseptor
Vaksin Pertussis disuntik ulang, dokter/petugas wajib bertanya tentang
reaksi dulu! Bagi pasien neurologis non-progresif (retardasi mental, spastis
otot, epilepsi yang terkontrol Rx) boleh diberi vaksin pertussis whole cell.
Banyak dokter menyaran memberi paracetamol (10 15 mg/kg/dosis)
sebelum dan setiap 4 6 jam sesudah vaksin pertussis ini selama 24 48
jam untuk mencegah febris tinggi (& mungkin konvulsi febris) serta nyeri
lokal.
Vaksin Pertusisi Acelluler (aP)
Mengandung immunogens dari B. pertussis, bukan sel utuh
yang mati. Reaksi-reaksi sama, namun lebih ringan & jarang (25-
15
16
antibodi tetanus dalam jumlah yang cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh
bayinya.
Imunisasi TT pada kehamilan sendiri mungkin akan memberikan
cukup waktu antara dosis pertama dan dosis kedua, serta antara dosis kedua
dengan saat kelahiran. Interval imunisasi TT dosis pertama dan dosis kedua
minimal 4 minggu.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita
hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan
imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan risiko cacat bawaan atau pun abortus dengan mereka
yang tidak mendapatkan imunisasi.
program.
Pertolongan persalinan yang tidak memenuhi syarat kebersihan dan
sterilitas
Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan, misalnya
pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, atau
setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dan
sebagainya
Patofisiologi
17
menyebabkan
penghambatan
terhadap
pelepasan
Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus adalah:
a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka
mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut
kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat
18
dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut
sehingga bayi tak dapat menetek .
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan
mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke
samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti
busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan
secara berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba
seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada
(toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan
untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung
lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.
e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat
kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan
sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut
jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau
kadar denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga
dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos
pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum
yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya.
Lambat laun, masa istirahat kejang semakin pendek sehingga
menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung
terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh
masa sadar; seterusnya bisa menyebabkan kematian.
Komplikasi
19
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang mengalami tetanus adalah
spasme otot faring, pneumonia aspirasi, asfiksia, ateletaksis, fraktur kompresi
Diagnosis
Stadium 1: trismus 3cm tanpa kejang tonik umum walau dirangsang
Stadium 2: trismus <3 cm dengan kejang tonik umum bila dirangsang
Stasium 3: trismus 1 cm dengan kejang tonik umum spontan
Diagnosis Banding
Diagnosis banding tetanus antara lain striknin, tetani, meningitism rabies,
angina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi, pembesaran kelenjar getah
bening leher, kuduk kaku, mastoiditis, peneumonia lobaris atas, myositis leher,
spondylitis leher.
Pencegahan
Tetanus adalah penyakit yang sepenuhnya dapat dicegah; kadar
antibody serum 0,01 U/mL dianggap protektif. Imunisasi aktif harus
mulai pada masa bayi dengan vaksin gabungan toksoid difteri-toksoid
tetanus-pertusis (DPT) pada usia 2, 4, dan 6 bulan, dengan booster pada
usia 4-6 tahun dan pada interval 10 tahun sesudahnya sampai dewasa
dengan toksoid tetanus-difteri (Td). Imunisasi wanita dengan toksoid
tetanus mencegah tetanus; dosis tunggal toksoid yang berisi 250 Lf unit
mungkin aman diberikan pada trimester ketiga kehamilan dan member
cukup antibody transplasenta untuk melindungi anak untuk sekurangkurangnya 4 bulan. Untuk orang-orang umur 7 tahun atau lebih yang
belum diimunisasi, seri imunisasi primer terdiri dari 3 dosis toksoid Td
yang diberikan secara intramuskuler, yang kedua 4-6 minggu sesudah yang
pertama dan yang ketiga 6-12 bulan sesudah yang kedua.
Cara-cara pencegahan tetanus pascatrauma
terdiri
dari
20
ditemukan dalam flora mulut anjing. Semua luka, kecuali luka-luka pada
penderita yang terimunisasi penuh, memerlukan GIT manusia. Pada setiap
keadaan lain (misal, penderita dengan riwayat imunisasi tidak diketahui
atau tidak sempurna; luka remuk; luka tusuk atau luka proyektil; luka-luka
yang terkontaminasi dengan ludah, tanah atau tinja; jejas tarikan; fraktur
komplikata; radang dingin) harus diberi 250 U GIT secara intramuscular,
dan naik sampai 500 U untuk luka yang sangat cenderung-tetanus (yaitu
tidak dapat dibersihkan, dengan banyak kontaminasi bakteri atau lamanya
>24 jam). Jika GIT tidak tersedia, maka penggunaan GIIV manusia dapat
dipertimbangkan. Jika tidak ada dari produk ini yang tersedia, maka 3.0005.000 U antitoksin tetanus yang berasal dari kuda atau sapi (ATT) dapat
diberikan secara intramuscular sesudah uji untuk hipersensitivitas;
walaupun pada dosis ini penyakit serum dapat terjadi.
Luka itu sendiri harus dilakukan pembersihan dan debridement
secara bedah untuk membuang benda asing dan jaringan nekrotik apapun
yang memungkinkan keadaan anaerobic terjadi. Toksoid tetanus harus
diberikan bersama dengan GIT (atau ATT) jika diberikan dalam semprit
yang berbeda pada tempat yang berbeda. Booster toksoid tetanus (lebih
baik Td) diberikan pada semua orang yang berjejas yang telah
meyelesaikan seri imunisasi primernya jika (a) luka bersih dan kecil tetapi
telah 10 tahun sejak booster yang terakhir, atau (b) luka lebih serius dan
telah 5 tahun sejak booster terakhir. Pada luka yang perawatannya
tertunda, imunisasi aktif harus dimulai segera. Walaupun toksoid tetanus
cair menghasilkan respons imun lebih cepat daripada toksoid terserap atau
terpresipitasi, toksoid terserap dapat menahan titer lebih lama.
Penanganan
Penanganan tetanus difokuskan untuk menangani kejang. Adapun
langkah langkah untuk menangani tetanus adalah sebagai berikut :
a
Puskesmas
Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan
nafas.
Pemasangan spatel lidah yang di bungkus kain untuk mencegah
lidah tergigit.
21
Berikan oksigen
Pasang infuse glucose 10% sebanyak 80ml/kg/hari
Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang
dengan:
Diazepam 0,5mg/kg/i.m atau supositoria
Apabila masih kejang, ulang tiap 30 menit
Ditambah Luminal 30 mg i.m. sampai kejang berhenti
Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat
i.m.)
Rujuk ke rumah sakit
Rumah Sakit
Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan
nafas.
Pemasangan spatel lidah yang di bungkus kain untuk mencegah
lidah tergigit.
Berikan oksigen
Pasang infuse glucose 10% sebanyak 80ml/kg/hari
Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat
1,5% (4:1)
Dosis anti kejang i.v. dengan dosis rumat
Diazepam 8-10 mg/kg i.v. diganti tiap 6 jam
ATS 10.000 U/hari i.m
Ampisilin 100 mg/kg i.v. atau Prokain Penisilin 50.000 U/kg I.m
selama 3 hari
Ruang perawatan tenang dengan sedikit sinar karena penderita
sangat peka akan suara dan cahaya yang dapat merangsang
kejang. (Saifuddin, 2009)
Menurut jurnal Intrathecal antitetanus serum (horse) with steroid
23
bila beku, terkena panas, atau sinar mataharilangsung. Vaksin disimpan dalam
lemari es suhu 20-80C dengan masa kadaluarsa 2 tahun.
Kontraindikasi pemberian vaksin DTp antara lain usia anak diatas 7 tahun,
demam lebih dari 280 C, sakit berat (terutama kelainan neurologis), riwayat reaksi
berat terhadap pemberian DTP sebelumnya berupa syok, kejang, penurunan
kesadaranm atau gejala neurologis lainnya. Bila anak berusia lebiih dari 7 tahun
dapat diberi imunisasi DT. Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian
imunisasi DTP adalah demam, nyeri, bengkak local. Abses steril, syok, kejang.
Bila terjadi demam dan nyeri pada tempat suntikan dapat diberi analgetikantipiretik. Bila terdapat reaksi berlebihan maka imunisasi berikutnya diberikan
DT.
2.2 Hepatitis A dan B
Hepatitis A
Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV. Virus hepatitis A merupakan virus
RNA dalam famili Picornaviridae. Virus hepatitis A (HAV) menginfeksi hati,
infeksi ini dapat menyebabkan ikterik maupun non-ikterik. Ada tidaknya tanda
klinis ikterik tergantung oleh usia pasien yangmengalami hepatitis A. Pada anak
berusia kurang dari 6 tahun, lebih dari 90 % yang menderita infeksi HAV bersifat
asimtomatik. Kontrasnya, lebih dari dua pertiga anak yang lebih besar dan orang
dewasa mengalami tanda klinis ikterik setelah infeksi HAV (Committee on
InfectiousDisease Pediatrics, 2007).
Beberapa karakteristik HAV diantaranya :
a. RNA virus
b. Dikenal sebagai enterovirus 72, namun sekarang digolongkan menjadi
heptovirus
c. Hanya memiliki 1 serotif
d. Susah dikultur
e. Memiliki empat genotif
24
Patofisiologi Hepatitis A
25
kehamilan,
anak
Risiko
dalam
kandungannya
transmisi
ke
janin
dari
dapat
ibu
yang
umumnya
rendah
26
dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis
inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
Fase Prodromal (Pre ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise
umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas, anoreksia dan
diare. Fase preikterik yang mana setara dengan inisiasi respon imun hostdan
terjadi sebelum sel liver mengalami kerusakan yang signifikan. Fase preikterik ini
secara teratur berasosiasi seperti gejala influenza non spesifik yang terdiri atas
anoreksia, mual, pening dan meriang - meriang. Kebanyakan pasien dengan
hepatitis viral akut menunjukkan hanya sedikit gejala ringan dan kerusakan
hepatosit yang minimal.
Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
Fase Konvalesen (Penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih
sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam
2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi
dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B. Pada 5-10% kasus perjalanan
klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan
(Sudoyo, 2006).
HAV resisten terhadap asam, sehingga memungkinkan virus ini untuk bisa
melewati lambung dan masuk ke dalam usus halus. Setelah masa inkubasi selama
28 hari (antara 15-50 hari), orang yang terinfeksi dapat mengalami vague dan
gejala-gejala non-spesifik. Salah satu gejala awal yang sering menjadi perhatian
27
medis yaitu terlihatnya urine yang berwarna gelap, yang biasanya didahului oleh
penyakit prodromal ringan selama 1-7 hari, yaitu meliputi anoreksia, malaise,
demam, mual, dan muntah. Dalam beberapa hari setelah onset bilirubinemia, feses
mulai clay colored , dan sklera, kulit, serta membran mukosa mulai menjadi
jaundice (kuning). Hepatomegali dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisik. Tidak
adanya pewarnaan feses dapat kembali normal dalam 2 hingga 3 minggu, yang
sering mengindikasikan adanya perbaikan dari penyakit. Pruritus jarang terjadi.
Durasi penyakit bervariasi, tetapi sebagian besar pasien secara signifikan
membaik dalam 3 hingga 4 minggu, termasuk perbaikan dari meningkantnya
konsentrasi enzim-enzim hepatoseluler.
Efek patologik hepatitis A terhadap hati terbatas. Saat HAV bereplikasi
dalam sel-sel hati,virions dilepaskan ke dalam sinusoid hepatik dan kanalikuli
bilier, kemudian menuju ke usus dan diekskresikan ke dalam feses. Puncak
infektivitas terjadi selama 2 minggu sebelum onset jaundice atau peningkatan
kadar enzim-enzim hepar dalam serum. Viremia terjadi segera setelahinfeksi
terjadi dan muncul selama periode meningkatnya konsentrasi enzim hepatoseluler,
tetapikonsentrasi virus dalam darah lebih sedikit dibandingkan yang berada dalam
feses.
Infeksi Hepatitis A selama masa kanak-kanak sebagian besar asimptomatik
dan menimbulkan imunitas seumur hidup, sedangkan infeksi setelah masa kanakkanak akan disertai dengan peningkatan keparahan dari gejala dan dapat
menimbulkan kematian.
Pemeriksaan Penunjang
Tes serologi untuk mengetahui kadar immunoglobulin M Hepatitis - A
virus (IgM HAV) yang dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi virus
hepatitis A serta untuk menentukan apakah infeksi terjadi akut atau tidak. Tes
serologi ini penting untuk skrining anak-anak yang rentan terkena penyakit ini.
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah untuk mencari dua jenis
antibodi terhadap virus, yang disebut IgM dan IgG. Pertama, dicari antibody IgM,
yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh 5-10 hari sebelum gejala muncul dan
28
biasanya hilang dalam 6 bulan. Tes juga mencari antibody IgG yang
menggantikan antibody IgM yang seterusnya melindungi infeksi HAV.
Apabila tes darah menunjukkan negative untuk antibody IgM dan IgG
kemungkinan pernah terinfeksi HAV. Sebaiknya pertimbangkan untuk
vaksinasi HAV.
Apabila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG,
maka kemungkinan tertular dalam 6 bulan terakhir ini dan sistem kekebalan
Terapi
Tidak ada terapi yang spesifik yang dapat meringankan penyakit pada
hepatitis A. Bed rest atau tirah baring mungkin dapat membantu meringankan.
Jika pasien mengalami vomiting yang frekuent, perlu diperhatikan bila ada gejala.
Pasien harus menghindari alcohol dan obat-obatan yang dimetabolisme di hepar
atau dapat memperparah hepar.
Pencegahan
Cara yang paling efektif sebagai pencegahan hepatitis A antara lain
sanitasi yang baik, perbaikan hygiene makanan dan minuman, imunisasi maupun
vaksinasi. Sebagai contoh, tersedianya pasokan air minum yang aman, tempat
pembuangan limbah dalam masyarakat yang baik, adanya praktek kebersihan
pribadi seperti mencuci tangan secara teratur dengan air bersih.
Upaya Imunisasi Hepatitis A
Vaksinasi terhadap hepatitis A harus menjadi bagian dari rencana
komprehensif untuk pencegahan dan pengendalian virus hepatitis. Semua anak
yang berusia > 1 tahun, kelompok faktor risiko, pasien penyakit hati kronis dan
orang-orang dengan gangguan pembekuan darah sebaiknya menerima vaksin
hepatitis A. Terdapat dua jenis vaksin hepatitis A yang berlisensi di AS adalah
29
Vaqta dan Havrix. Efek samping dari vaksin tersebut adalah rasa sakit dan panas
di tempat injeksi, sakit kepala, tidak enak badan dan nyeri. Adapun efek samping
serius seperti anafilaksis, sindrom Guillain Barre, brachial plexus neuropathy,
tranverse myelitis, sklerosis multipel, enselopati dan erythema multiforme juga
pernah dilaporkan.
Hepatitis B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota famili
Hepadnavirus. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun, yang pada sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker
hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi
epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di
Tiongkok dan berbagai negara Asia.
Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan
paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine,
chloroform, arsen, fosfor dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam
industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja
tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam
darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke
dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun
lain.
Manifestasi Klinis
30
Masa inkubasinya 6-8 mingg. Lamanya masa inkubasi ini tergantung dari
faktor pejamu. Gejala infeksi HBV akut sangat jarang ditemukan pada masa anak,
haanya terjadi pada 5% bayi, 5-15% anak berusia 1-5 tahun. Sedangkan pada anak
yang lebih besar dan dewasa 33-50%. Pada kasus yang simptomatik akut,
umumnya ditemukan malaise, anoreksia, rasa tidak enak di perut yang biasanya
mendahului timbulnya ikterus dan timbulnya dalam beberapa minggu sampai
bulan setelah terpapar virus. HBsAg mulai terdeteksi dalam fase ini. Pada
pemeriksaan fisis, umumnya hanya ditemukan hepatomegali. Gejala artralgia dan
kemerahan pada kulit yang kadang-kadang timbul, kemungkinan berhubungan
dengan pembentukan kompleks HBsAg- anti HBs. Hal tersebut timbul sebelum
terjadi peningkatan kadar SGPT dan manifestasi lain yang menunjukkan
keterlibatan hati.
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hepatitis B biasanya muncul sekitar 3 bulan setelah
terinfeksi dan dapat berkisar dari ringan sampai parah. Tanda dan gejala Hepatitis
B hampir sama dengan hepatitis A, yaitu:
a. Urine gelap
b. Sakit perut
c. Demam
d. Nyeri sendi
e. Kehilangan nafsu makan
f. Mual dan muntah
g. Kelemahan dan kelelahan
h. Kulit menguning dan bagian putih mata (jaundice).
Kebanyakan orang yang terinfeksi hepatitis B di saat dewasa sepenuhnya
pulih. Namun bayi dan anak-anak jauh lebih mungkin untuk mengembangkan
infeksi Hepatitis B kronis. Belum ada obat untuk hepatitis B namun vaksin dapat
mencegah penularan penyakit ini. Penyakit Hepatitis B bukan tidak bisa
disembuhkan, namun proses pengobatannya biasanya dilakukan dalam jangka
waktu lama atau bahkan seumur hidup. Jika tidak diobati, hepatitis B bisa
berkembang menjadi sirosis dan kanker hati. Gejala hepatitis B umumnya ringan.
31
Gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut,
mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan
bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama
seperti bagian putih mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan
air seni berwarna seperti teh.
Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan
dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua golongan
umur.
Ada beberapa cara penularan virus hepatitis B:
terlebih dulu apakah reaktif terhadap hepatitis, sipilis dan HIV. Sesungguhnya,
tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah,
dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena hepatitis B dan sekarang sudah
kebal, atau bahkan virus hepatitis B sudah tidak ada lagi. Bagi pasangan yang
hendak menikah, dianjurkan memeriksakan pasangannya untuk mencegah
penularan hepatitis B.
Diagnosis
Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas
dan sepuluh kali lebih menular (infectious). Virus ini juga dapat bertahan hidup di
32
luar tubuh manusia selam 7 hari. Kebanyakan gejala hepatitis B tidak jelas
terlihat.
Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang
disebabkan infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan
HBsAg positif (>6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan
berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif
diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan
hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis
infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi,
biokimiawi dan histologi.
infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA.
Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum,
sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus hepatitis
B.
Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi
adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas
nekroinflamasi. Oleh karena itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai
prediksi
gambaran
histologi.
Pasien
dengan
proses
nekroinflamasi
menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal. Pasien
dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi
antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan
untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan
proses nekroinflamasi aktif.
Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat
tanggapan
kekebalan
tubuh
lemah,
33
maka
pasien
tersebut
akan
inaktif.
Ketiga,
jika
tanggapan
tubuh
34
Pencegahan
Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih
sehat, misalnya menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan homoseksual,
hubungan seks multi partner. Selain itu, pencegahan paling efektif terhadap
hepatitis B adalah dengan imunisasi (vaksinasi) hepatitis B. Imunisasi hepatitis B
dilakukan tiga kali, yaitu bulan pertama, dua bulan dan enam bulan kemudian.
Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi setiap orang dari semua golongan umur.
Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi hepatitis B yaitu bayi baru lahir,
orang lanjut usia, petugas kesehatan, penderita penyakit kronis (seperti gagal
ginjal, diabetes, jantung koroner), pasangan yang hendak menikah, wanita pra
kehamilan.
2.3 Poliomelitis
A. Pengertian Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yg
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi
saluran usus. Viru ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke system
saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralisis).
B. Etiologi
Virus polio termasuk family Picornavirus dan genus Enterovirus
merupakan virus kecil dengan diameter 20-32 nm, berbentuk sferis dengan
ukuran utamanya RNA yang terdiri dari 7.433 nukleotida, tahan pada Ph
3-10, sehingga dapat tahan terhadap asam lambung dan empedu. Virus
tidak rusak beberapa hari dalam temperature 2-8 C, tahan terhadap
gliserol, eter, fenol 1 % dan bermacam-macam detergen, tetapi mati pada
sushu 50-55 C selama 30 menit, bahan oksidator, formalin , klorin dan
sinar ultraviolet.
Secara serologi virus polio dibagi 3 tipe yaitu :
a. Tipe I Brunhilde
b. Tipe II Lansing
c. Tipe III Leon
35
nucleus rubra
Thalamus dan hipotalamus
Palidum
Korteks cerebri daerah motoris
Medulla spinalis yang sering kena ialah segmen cervikalis dan
lumbalis .
Gambaran patologi ialah kerusakan motor neuron, pada awalnya
36
mikroskopis
ini
tidak
patognomonis
untuk
ini
menyerang
saraf
tulang
belakang,
saraf tulang belakang dan batang otak. Infeki ini akan mempengaruhi
system saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan
berkembang biaknya virus dalam system saraf pusat, virus akan
menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki
kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak
akan bereaksi terhadap perintah dari system saraf pusat. Kelumpuhan
pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut
acute flaccid paralysisi (AFP). Infeksi parah pada system saraf pusat
dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada
toraks dan abdomen, disebut quadriplegia.
3. Polio Bulbar
Polio jenis ini disebabkan tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor
yang mengatur pernapasan dan saraf cranial, yang mengirim sinyal ke
berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal
dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi,
dan otot muka; saraf auditori yang mengatur
pendengaran; saraf
tenggelam
dalam
sekresinya
sendiri
kecuali
dilakukan
39
F. Masa Inkubasi
40
Masa inkubasi penyakit polio 3-6 hari dan kelumpuhan terjadi dalam
waktu 7-21 hari. Paparan virus polio pada seseorang dapat menimbulkan
bentuk klinik :
1. Inapparent infection, tanpa gejala klinik, yg banyak terjadi (72 %)
2. Infeksi klinik ringan, sering terjadi (24 %) dengan gejala panas, lemas,
malaise, pusing, muntah, tenggorokan sakit dan gejala kombinasi
3. Abortive poliomyelitis, jarang terjadi (4 %) didahului dengan panas,
malaise, pusing, muntah , dan sakit perut
4. Paralytic Poliomyelitis, dimulai dari gejala seperti pd infeksi klinik
ringan, diselang dengan periode 1-3 hr tanpa gejala lalu disusul dengan
nyeri otot, kaku otot dan demam.
5. Post polio syndrome (PPS) yaitu bentuk manifestasi lambat (15-40 th)
setelah infeksi polio dengan gejala klinik polio paralitik yg akut.
Gejala yang muncul adalah nyeri otot luar biasa, paralisis baru.
Pathogenesis blm jelas namun bukan akibat infeksi yang persisten.
G. Penyebaran Penyakit
Virus ditularkan oleh infeksi droplet dari oro faring (mulut dan
tenggorokan) atau tinja penderita yg terinfeksi. Penularan terutama terjadi
melalui fekal oral atau yang jarang melalui oral-oral.
Virus polio sangat tahan terhadap alcohol dan lisol, namun peka
terhadap formaldehid dan larutan klor. Suhu yang tinggi cepat mematikan
virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahun-tahun. Ketahanan virus di
tanah air sangat tergantung kelembaban suhu dan adanya mikroba lainnya.
Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,
bahkan dapat sampai berkilo kilometer dari sumber penularan. Meskipun
penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh viru polio dari
penderita yang infeksius, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.
Salah satu inang atau makhluk hidup perantara yang dapat dibuktikan
sampai kini adalah manusia.
H. Diagnosa
Diagnosa poliomyelitis ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Tanda tanda vital penting dinilai pada virus polio. Gejala dapat
bervariasi dari infeksi yang tidak jelas sampai paralitik
c. Pemeriksaan neurologis
41
permanen
Gangguan fungsi otonom sesaat, biasanya ditandai dengan retensi
urin
Tanda tanda rangsang meningeal
Gangguan sarf cranial (poliomyelitis bulbar). Dapat mengenai saraf
cranial IX dan X atau III. Bila mengenai formasio retikularis di
batang otak maka terdapat gangguan bernafas, menelan, dan
system kardiovaskular.
d. Pemeriksaan Penunjang
- Isolasi virus. Virus polio dapat diisolasi dari apusan faring, urine,
-
Cairan
serebrospinalis
menunjukkan
42
Mencegah komplikasi
Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi traktus urinarius,
Betanekol dapat mencegah retensio urin. Terapi okupasional dan
terapi bicara.
Pencegahan
Menjaga kebersihan penting dalam pencegahan. Terdapat 2 tipe
vaksin yang digunakan dalam pencegahan poliomyelitis :
1. Vaksin polio yg tidak aktif (Inactivated Polio Vaccine/IPV)
Vaksin primer. Diberikan dalam 3 dosis awal : saat usia 6
minggu atau biasanya pada usia 2 bulan, usia 4 bulan, dan usia
antara 6-18 bln. Dosis keempat diberikan pada usia 4 tahun.
2. Vaksin polio oral (Oral Polio Vaccine/OPV)
Pemberian sama dengan IPV
K. Prognosis
Prognosis polio bergantung pada derajat penyakitnya. Pada polio ringan
dan sedang , kebanyakan pasien sembuh sempurna dalam jangka waktu
singkat. Penderita polio spinal 50 % akan sembuh sempurna, 25 %
mengalami disabilitas ringan, 25 % disabilitas serius dan permanen.
Sebanyak 1 % penderita polio berat akan mengalami kematian.
2.4 Campak
Campak ( Gabak, Morbili, Measles, Rubeola) merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus Morbillivirus. Diperkirakan 30.000 anak meninggal
setiap tahun karena komplikasi yang diakibatkan oleh campak di Indonesia. Pada
tahun 2002, dilaporkan 777.000 kematian, 202.000 kematian diantaranya berasal
dari negara ASEAN serta 15% dari kematian akibat campak berasal dari
Indonesia. Penderita campak terbanyak adalah anak anak dengan usia kurang
dari 12 bulan, diikuti kelompok usia 1 4 tahun dan 5 14 tahun terlebih yang
tidak mendapatkan imunisasi campak.
Cara penularan
Penularan virus Morbillivirus dari orang ke orang melalui percikan air
ludah dan tansmisi melalui udara (sampai 2 jam setelah penderita meninggalkan
ruangan). Waktu penularannya 4 hari sebelum muncul ruam dan 4 hari setelah
43
bawah.
Stadium erupsi. Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul
enantem di palatum durum dan palatum mole. Kemudian terjadi ruam
44
yang
dapat
diikuti
Jarang
- Encephalitis / radang otak
dehidrasi
-Radang paru-paru
-Malnutrisi
-Sariawan
-Komplikasi mata
Pengobatan
Pada umumnya penyakit Campak dapat sembuh dengan sempurna.
Komplikasi terjadi bila kekebalan anak tidak bagus atau anak menderita kurang
gizi. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup,
suplemen nutrisi, obat anti-demam, obat batuk dan pilek. Bila tidak ada
komplikasi dilakukan rawat jalan. Anak perlu dirawat inap bila anak mengalami
demam tinggi (>39C), dehidrasi, kejang, asupan makanan / minuman sulit, atau
adanya komplikasi. Selain itu anak juga perlu untuk diisolasi untuk mencegah
penularan virus Morbilli.
45
lebih
dari
380C,
defisiensi
46
imunologis,
pengobatan
dengan
B. Penyebab
Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis.
47
48
dini
menghancurkan
meluas
dimana
jaringan
sekitarnya
49
granuloma
dan
bagian
berkembang
tengahnya
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Reaksi hipersensitivitas : Tes Kulit Tuberkulin
a. Tes tuberkulin intradermal (Mantoux)
b. Tes tuberkulin dengan suntikan jet
c. Tes tuberkulin tusukan majemuk
2. Pemeriksaan radiografik
Gambaran TBC milier berupa bercak-bercak halus tersebar
merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiology lain yang
sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura
atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen
dipinggir paru atau pleura).
3. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan ini penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA
positip adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan.
F. Penatalaksanaan
50
Pita zinamid
b. Obat sekunder
Prorionamid Tiasetazon
Sikloseren Viomysin
Kanamisin Kapremisyn
Kemaprofilaksis
Vaksinasi BCG
51
Program kontrol.
52
53
diteruskan
sampai
penderita
tersebut
sembuh.
Bila
54
ke
Rumah
Sakit
untuk
penatalaksanaan
selanjutnya.
penderita
BTA positif(Kontak
serumah),
masyarakat
55
pleuritis
57
5. Etambulol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis 30 mg/kg/BB.
K. PENGOBATAN TBC PADA ANAK
Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan pada orang
dewasa tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian:
a. Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan
diberikan setiap hari
b. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak
Susunan paduan obat TBC anak adalah 2HRZ/4HR:
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), dan Pirasinamid
(Z), selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4
HR).
58
Pneumoniae
(Pneumokokkus).
Streptococcus
pneumoniae
terbanyak ditemukan pada bayi, anak di bawah umur 2 tahun, dan anak yang
tinggal di lingkungan padat. Pneumonia pneumokokkus biasanya terjadi setelah
suatu infeksi virus pada saluran pernfasan (demam, nyeri tenggorokan atau
influenza) menyebabkan kerusakan pada paru-paru sehingga memungkinkan
pneumokokkus menginfeksi daerah ini.
Penyakit ini dapat menyebabkan radang selaput otak, pneumonia (infeksi paruparu), bacterimia (infeksi yang masuk ke dalam darah), dan infeksi telinga tengah.
Penyakit ini sangat berbahaya karena menyebabkan gangguan pendengaran yang
menetap, kerusakan otak, dan kematian.
59
Perokok pasif
Gejala
Gejala infeksi yang muncul bergantung pada penyakit yang ditimbulkannya.
-
IPD
Pada IPD umumnya ditemukan adanya demam, batuk produktif, sesak
napas, kejang (pada meningitis), pada bayi kadang disertai nyeri dada yang
tidak khas. Untuk memastikan apakah seseorang terserang IPD, selain
adanya tanda-tanda di atas, juga dibutuhkan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan kuman S. pneumoniae dari sediaan
yang diambil dari darah dan cairan otak. Bila panas tinggi hingga >40 oC
dan gejala klinis yang berat pada anak usia di bawah 3 tahun, ini kian
tekanan
intra
kranial
dapat
ditandai
dengan
(serebrospinal).
Pengobatan yang paling tepat untuk penyakit pneumokok invasif
adalah dengan memperhatikan hasil kultur dan resistensi. Dengan
demikian ketepatan terapi dapat dilakukan, namun sayangnya
pemeriksaan kultur bakteri membutuhkan waktu yang lama. Tapis
pertama
pengobatan
dapat
dilakukan
dengan
memberikan
penisilin.
Penting
diperhatikan
tentang
adanya
61
2.7 Typus
A. Definisi
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever)
merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan
62
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (Ngastiyah, 2005).
B. Etiologi
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil
gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak
menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui
saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau
dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh
manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu
70C maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C
(Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu:
a. Antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik
untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga
merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b. Antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c. Antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
C. Patofisiologi
63
64
dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan
limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam
kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas
Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang
mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini
berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.
D. Manifestasi klinis
Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi
melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodroma, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan
tidak bersemangat.
Kemudian gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
a. Demam lebih dari 7 hari
Pada kasus tertentu, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden), lidah ditutupi selaput putih kotor (coated
tongue, lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali dengan
65
66
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi
pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis
Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
nyeri perut hebat
kembung
dinding abdomen tegang (defense muskulair)
nyeri tekan
TD menurun
Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit
dalam waktu singkat.
b. Diluar usus halus
Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi
sekunder.
Kolesistitis
Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang,
67
demam paratifoid
malaria
TBC milier
Meningitis
Riketsia
Bakterial endokarditis
pengobatan
Harus istirahat 5-7 hari bebas panas
Mobilisasi sewajarnya, sesuai kondisi
Bila kesadran menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi dan
komplikasi yang lain
b. Diet
menimbulkan gas
Susu 2 kali sehari perlu diberikan
Bila anak sadar dan nafsu makan baik, dapat diberikan makanan lunak
J. Pencegahan
a.
penyediaan air minum yang memenuhi syarat
b.
perbaikan sanitasi
c.
imunisasi
d.
mengobati karier
e.
pendidikan kesehatan masyarakat
K. Discharge Planning
68
69
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Kasus
70
Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke BPM Bunda Dewi pukul 08.00
WIB untuk memeriksakan bayinya, Ardian yang berusia 3 bulan Ibu mengatakan
takut dan cemas dengan keadaan bayinya karena sejak 2 hari lalu bayinya demam
dan sejak dini hari tadi kadang-kadang disertai kejang, mulutnya mencucu seperti
mulut ikan, terkadang sesak nafas, kulitnya membiru, bayinya juga susah
menyusu dan rewel.
Tanggal
: 5 Maret 2013
Waktu
: 08. 00 WIB
BIODATA
Nama bayi
: Ardian Mulyawarman
:1
Nama ibu
: Dwi Handayani
Umur
: 25 tahun
27 tahun
Agama
: Islam
Islam
Jawa/ Indonesia
Pendidikan
: D3 Akuntansi
S1 Teknik
Pekerjaan
: Wiraswasta
Kayawan swasta
Alamat
No Telp/HP
: 085785178600
085755998535
DATA SUBJEKTIF
71
Ibu mengatakan bahwa anaknya demam sejak 2 hari yang lalu , dini hari
tadin anaknya kejang dan mulutnya mencucu dan bila terkena rangsangan
DATA OBJEKTIF
ASSESMENT
Diagnosis
Masalah
Kebutuhan
cahaya matahari
Perbaiki keadaan umum bayi
Konseling cara pemberian ASI menggunakan sendok/pipet
Konseling kepada ibu mengenai keadaan bayi
Diagnosa masalah potensial: Sepsis
Masalah potensial: Kejang ulang
Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien: Rencana rujukan
segera
PLANNING
72
Menjelaskan pada keluarga keadaan bayi saat ini, bahwa bayi mengalami
tetanus yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menyebabkan bayi
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization, Pneumococcal conjugate vaccine for
childhood immunization, March 2008-WHO position paper. Wkly
Epidemiol Record 2008;12:93-104.
2. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulhoholland K, Campbell H.
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bull World Health
Organ 2008;86:408-16.
73
DKK
Giatkan
http://.suara.merdeka.com
Kampanye
Imunisasi
Imunisasi
Satu-Satunya
Cara
Polio,
Mencegah
Tirtonegoro.
2009.
Typoid.
http://ppni-
klaten.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=77:thypoid&catid=38:ppni-akcategory&Itemid=66. Diakses pada tanggal 5 Maret 2013 jam 13.40
WIB.
11. Hepatitis A. http://www.scribd.com/doc/44035470/Hepatitis-A. Diakses
pada tanggal 4 Maret 2013 jam 19.35 WIB
74