terhambatnya kemampuan siswa dalam menguasai tujuan belajar yang harus dicapainya,
yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajarnya. Sebagai akibatnya
adalah adanya kendala dalam kelancaran proses belajar. Banyak siswa yang mengulang
disebabkan karena mereka mengalami LD secara akademis.
B. Fokus Permasalahan
Fokus permasalahan ini berkenaan dengan Identifikasi siswa LD di SD, yang akan
mengembangkan dan menjawab pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimanakah hakikat dari LD?
2. Instrumen dan patokan apakah yang digunakan untuk menjaring dan menyaring siswa
berkesulitan belajar di SD?
C. Hakikat Individu Berkesulitan Belajar
1. Definisi LD
Untuk mengembangkan pemahaman terhadap LD, berikut ini dikemukakan beberapa
pendapat mengenai LD, yaitu:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis
dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran dan tulisan. Gangguan
tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisikondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan.
Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problem belajar yang penyebab
utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik,
hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan
lingkungan, budaya, atau ekonomi. (USOE; United States Office of Education, 1977)
Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk
kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan,
bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi
matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem
saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya
kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan sosial
dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya,
pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan
penyebab atau pengaruh langsung. (NJCLD; National Joint Committee on Learning
Disabilities, 1981)
Dari dua pendapat tersebut, memiliki beberapa persamaan yang berkenaan dengan:
a. Kemungkinan adanya disfungsi neurologis
b. Adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik
c. Adanya kesenjangan antara prestasi dengan potensi
d. Adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain;
1) LD tidak termasuk & disebabkan oleh MR (keterbelakangan mental, tunarungu,
tunanetra,dsb)
2) LD tidak dikategorikan & disebabkan oleh faktor-faktor yg berasal dari luar diri individu.
2. Klasifikasi Kesulitan Belajar
LD diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Kesulitan belajar pra-akademik (perkembangan) dan
Kesulitan belajar akademik.
Kesulitan belajar pra-akademik / perkembangan (developmental learning disabilities),
berkenaan dengan;
Kesulitan dalam berbahasa; Gangguan bahasa reseptif dan gangguan bahasa ekspresif.
Kesulitan dalam berperilaku sosial & emosional; Kesulitan dalam memahami konsep diri,
labilitas emosional, kekurangan dlm keterampilan sosial, gangguan perhatian, hiperaktivitas,
dan gangguan aktivitas motorik. Gangguan perseptual; Gangguan perseptual visual,
gangguan perseptual auditoris, dan gangguan perseptual visual-motor, taktial, dan kinetetik.
Kesulitan belajar kognitif; Gangguan penggunaan operasi mental melalui ingatan, gangguan
dalam melihat hubungan-hubungan, gangguan dalam membuat generalisasi, gangguan
asosiasi, dan gangguan berpikir konseptual.
Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities);
Kesulitan belajar membaca; Kesulitan belajar membaca permulaan dan kesulitan belajar
membaca pemahaman.
Kesulitan belajar menulis; Kesulitan belajar menulis dengan tangan, kesulitan belajar
mengeja, dan kesulitan belajar komposisi.
Kesulitan belajar matematika; Kesulitan belajar konsep matematika dan kesulitan belajar
komputasi matematika.
3. Prevalensi anak berkesulitan belajar
a. Terkait erat dengan definisi yang digunakan karena alat identifikasi dan asesmen untuk
menentukan prevalensi didasarkan atas definisi tertentu.
b. Prevalensi anak usia sekolah yang berkesulitan belajar membentuk rentang dari 1%-30%
D. Identifikasi LD di SD
1. Proses Pembelajaran dan Anak Berkesulitan Belajar
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan
tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan
manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawankawannya dari waktu yang disediakan.
d. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpurapura, dusta dan sebagainya.
e. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam
menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya
kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan
gagal dalam belajar apabila :
a. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah
ditetapkan oleh guru (criterion reference).
b. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran
tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke
dalam under achiever.
c. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat
bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow
learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang
mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga
dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami
kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat
menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan
dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4)
kepribadian.
Tujuan pendidikan
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah
satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan
pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna
mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut
dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu
mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar.
Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka
sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional.
Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut.
Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah
dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai.
Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan
menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar
apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau
sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan
ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan
dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar
dalam bentuk nilai hasil belajar.
Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil
belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar
di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar
kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan
belajar.
Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih
jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini,
guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu
siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.
Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah
mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut
dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai yang
belajar;
a. Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun
khusus dalam bidang studi.
b. Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam record academic kemudian
dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat
penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
c. Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
d. Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar
mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang
diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui
kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list.
e. Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan
guru pembimbing.
E. Penutup
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh
para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan layanan pembelajaran yang
tepat, maka sebelumnya perlu adanya proses identifikasi (menemu-kenali). Hal tersebut
menjadi penting, karena jumlah anak berkesulitan belajar cenderung meningkat dari tahun ke
tahun, yang terjadi di tingkat sekolah dasar.
Daftar Pustaka
Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja
Rosda Karya
Daniel P. Halahan & James M. Kaufman, Exceptional Children - 9th Edition, Massachuset:
Allyn & Bacon, 1994
Janet Lerner, Learning Disabilities - 9th Edition, Boston: Houghton Mifflin Company,, 2000
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Depdikbud RI, 2003
Sunardi, dkk, Menangani Kesulitan Belajar Membaca, Jakarta: Depdikbud RI, 1997
Lampiran:
Format (umum) dalam Identifikasi LD
) pada tempat yang sesuai)
Perilaku Umum dan Ruang Kelas (beri tanda (
No.
Perilaku Penilaian
Ya Kadang-kadang Tidak Tidak tahu
1. Dapat bekerja sendiri
2. Dapat bekerja dalam kelompok
3. Mudah terganggu
4. Mudah letih
5. Terlalu aktif
6. Dapat menunggu dan melakukan giliran
7. Sering tidak masuk sekolah
8. Ikut serta dalam diskusi kelas
9. Menyimak dengan penuh perhatian
Bahasa Tulisan :
No.
Perilaku Penilaian
Ya Kadang-kadang Tidak Tidak tahu
1. Mengeja dengan akurat
2. Mengeja secara ponik
3. Reverses letters
4. Menggunakan tanda baca dengan benar
5. Menyusun ide menjadi kalimat dan alinea yang bermakna
6. Tulisan cakar ayam
7. Menghindari pekerjaan menulis
8. Berbicara jauh lebih baik daripada menulis
Membaca : Persepsi penglihatan, identifikasi kata, dan analisis.
No.
Perilaku Penilaian
Ya Kadang-kadang Tidak Tidak tahu
1. Membaca alfabet
2. Mencocokkan huruf
3. Mengenali huruf
4. Meniru huruf
Membaca Pemahaman :
No.
Perilaku Penilaian
Ya Kadang-kadang Tidak Tidak tahu
1. Memahami gagasan/ide pokok
2. Mengidentifikasi rincian
3. Mengidentifikasi kajadian-kejadian yang berurutan
4. Menggambar
5. Mengikuti aturan tertulis
6. Mengingat materi
Matematika :
No.
Perilaku Penilaian
Ya Kadang-kadang Tidak Tidak tahu
1. Memahami konsep
2. Mengetahui faktor-faktor nomor dasar
3. Mengetahui tabel perkalian
4. Menunjukkan kemampuan berhitung :
Penambahan
Pengurangan
Pengalian
Pembagian
5. Memahami nilai tempat
6. Dapat menerapkan kemampuan matematika pada;
Uang
Waktu
Pengukuran