Anda di halaman 1dari 4

PELAKSANAAN KODE ETIK

Langkah awal didalam pelaksanaan kode etik adalah mempunyai dokumen


mengenai standar dan kode etik. Namun, hal tersebut harus diimbangi dengan
penegakan (enforcement) yang tegas dan konsisten karena jika tidak kredibilitas
profesi dipertanyakan.
1. Kredibilitas lembaga-lembaga di sektor publik menjadi sorotan LSM seperti
ICW dan masyarakat umum. Sebagai contoh kasus vonis bebas mantan
Direksi Bank Mandiri ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan M. Sholeh Tasripan oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hal ini menurut masyarakat umum
merupakan berita buruk bagi perang terhadap korupsi.
2. Pimpinan KPK bersikap tegas dan cepat dalam menangani kasus pemerasan
yang dilakukan penyidiknya. Sebagai contoh kasus yang dialami oleh Ajun
Komisaris Suparman, penyidik kpk yang terlibat kasus pemerasan saksi
terkait pengusutan kasus dugaan korupsi di PT Industri Sandang Nusantara.
3. KPK memberikan hukuman berupa pemberhentian penyidik yang
bersangkutan.
STANDAR AUDIT INVESTIGATIF
Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Di dalam pekerjaan audit juga
terdapat standar audit dan para auditor ingin menegaskan adanya standar tersebut.
Dengan adanya standar tersebut, pihak yang diaudit, pihak yang memakai laporan
audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
Menurut K. H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett, merumuskan beberapa standar
untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah
investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
Standar-standar tersebut adalah :
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best
practices). Dalam hal ini ada dua hal yang harus dilakukan, pertama adalah
upaya membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk
pada saat itu (benchmarking). Kedua adalah upaya benchmarking dilakukan
terus-menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga
bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, dan
diindeks; dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai
referensi jika ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa
investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi tersebut membantu
perusahaan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepte
best practices yang dijelaskan diatas dapat dilaksanaan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya. Investigasi dilakukan dengan cara yang

melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat menuntut


perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut,
baik dalam kasus hokum administrative maupun hokum pidana. Di Indonesia
ada tindak pidana dimana beban pembuktian terbalik dimungkinkan. Untuk
tindak pidana, jaksa penuntut umum harus mengajukan sedikitnya dua alat
bukti yang memberikan keyakinan pada hakim.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat
kritis ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi
keterbatasan waktu. Oleh karena itu, sejak memulai investigasinya,
investigasi harus menentukan cakupan investigasinya agar tidak membuka
peluang bagi seseorang untuk menghancurkan, menghilangkan, atau
menyembunyikan barang bukti serta menghapus jejak kejahatan.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak
ketiga, pengamanan mengenai hal-hal bersifat rahasia, ikuti tata cara atau
protocol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Badan Pemeriksaan Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
mencantumkan beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan kecurangan
(fraud) dan ketidakpatutan :
1. Apabila ketentuan peraturan perundang-undangan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus merancang
metodologi dan prosedur pemeriksaan sedemikian rupa sehingga dapat
mendeteksi penyimpangan yang dapat membawa pengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan.
2. Tidak praktis bagi pemeriksa untuk menetapkan suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan berpengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan.
Hal ini disebabkan program pemerintah sangat dipengaruhi oleh berbagai
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tujuan pemeriksaan yang
sangat beragam.
3. Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal :
a. Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan.
b. Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat
mengandalkan hasil kerja penasihat hukum, apabila tujuan
pemeriksaan mensyaratkan adanya pengujian untuk menilai
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Dalam merencakan pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan


perarutan perundang-undangan, pemeriksa harus menilai resiko
kemungkinan terjadinya penyimpangan.
5. Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan
risiko terjadinya kecurangan (fraud) yang secara signifikan dapat
mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
6. Ketika pemeriksa mengidentifikasi faktor-faktor atau resiko-resiko kecurangan
yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan,
pemeriksa harus merespon masalah tersebut dengan merancang prosedur
untuk bisa memberikan keyakinan yang memadai bahwa kecurangan
tersebut dapat dideteksi.
7. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau transaksi-transaksi yang
berindikasi kecurangan.
8. Pelatihan, pengalaman, dan pemahaman pemeriksa terhadap program yang
diperiksa dapat memberikan suatu dasar bagi pemeriksa untuk lebih
waspada bahwa beberapa tindakan yang menjadi perhatiannya bisa
merupakan indikasi adanya adanya kecurangan.
9. Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ketidakpatutan terjadi,
maka mungkin saja tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan perundangundangan yang dilanggar. Dalam hal ini ketidakpatutan adalah perbuatan
yang jauh berada di luar pikiran yang masuk akal atau diluar praktik-praktik
yang lazim.
10.Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
menelusuri indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri
proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-duanya.
11.Suatu pemerikasaan yang dilaksanakan sesuai standar pemeriksaan ini akan
memberikan keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau
kecurangan yang signifikan dapat memengaruhi hasil pemeriksaan.
STANDAR AKUNTANSI FORENSIK
Ringkasan standar umum dan khusus akuntansi forensik :
1. Independensi: Akuntan forensik harus independen dalam melaksanakan
tugas
2. Objektivitas: Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam
melaksanakan telaah akuntansi forensiknya.
3. Kemahiran professional: Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan
kemahiran dan kehati-hatian professional.
a. Sumber Daya Manusia : harus mempunyai kemahiran teknis,
pendidikan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan tugas yang
diserahkan kepadanya.

b. Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan Disiplin : hal ini diperlukan


oleh sumber daya manusia yang akan melakukan akuntansi forensik
agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.
c. Supervisi : salah seorang harus berfungsi sebagai in-charge yang
bertanggung jawab dalam mengarahkan penugasan dan memastikan
bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana harusnya dan
didokumentasi dengan baik.
d. Kepatuhan terhadap standar perilaku.
e. Hubungan manusia : harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan
sesama manusia seperti yang diharapkan dalam hubungan antarmanusia di dunia bisnis dalam kegiatan sehari-hari, atau ketika
melakukan wawancara dan interogasi dan kegiatan akuntansi forensik
lainnya.
f. Komunikasi : akuntansi forensic harus mempunyai kemampuan
komunikasi yang baik secara lisan maupun tulisan.
g. Pendidikan berkelanjutan : harus senantiasa mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi teknisnya dengan mengikuti pendidikan
berkelanjutan.
h. Kehati-hatian professional : akuntansi forensik harus melaksanakan
kehati-hatian profesionalnya dalam melaksanakan tugasnya.
4. Lingkup Penugasan : harus memahami dengan baik penugasan yang
diterimanya. Harus mengkaji penugasan itu dengan teliti untuk menentukan
apakah penugasan dapat diterima secara professional, dan apakah ia
mempunyai keahlian yang diperlukan atau dapat memperoleh sumber daya
yang mempunyai keahlian tersebut. Lingkup penugasan akuntansi forensik
berupa :
a. Keandalan informasi.
b. Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan
perundang-undangan.
c. Pengamanan asset.
d. Penggunaan sumber daya secara efisien dan ekonomis,
5. Pelaksanaan Tugas Telahaan : pelaksanaan tugas akuntansi forensik meliputi
(1) perumusan mengenai apa masalahnya, evaluasi atas masalah itu, dan
perencanaan pekerjaan, (2) pengumpulan bukti, (3) penilaian bukti, dan (4)
mengomunikasikan hasil penugasan.

Anda mungkin juga menyukai