Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun
merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri
merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami.
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri
tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Perawat
menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding
tenaga professional perawatan kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan
untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan. Peran
pemberi perawatan primer adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab
nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya
berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain tetapi juga memberikan
intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi pereda nyeri, mengevaluasi
efektivitas intervensi, dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif.
Selain itu, perawat berperan sebagai pendidik untuk pasien dan keluarga, mengajarkan
mereka untuk mengatasi penggunaan analgetik atau regimen pereda nyeri oleh mereka
sendiri jika memungkinkan.

B.

TUJUAN
a.

Tujuan Umum

Page 1

Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan manajemen


keperawatan.
b.

Tujuan Khusus
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui definisi nyeri


Untuk mengetahui teori nyeri
Untuk mengetahui stimulus nyeri
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Untuk mengetahui proses keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri

BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP DASAR NYERI
1.1 Pengertian Nyeri

Page 2

Menurut Mc. Caffery (1979), nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
memengaruhi

seseorang

dan

eksistensinya

diketahui

bila

seseorang

pernah

mengalaminya. Menurut Asosiasi Nyeri internasional (1979) disebutkan bahwa nyeri


adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan balik secara aktual maupun potensial,
atau menggambarkan keadaan kerusakan seperti tersebut di atas.
Menurut Kozier dan Erb (1983), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang
dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata,
ancaman, dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri Internasional,
pemahaman tentang nyeri adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan
nyeri menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa fisik.
Adapun definisi dari Kozier dan Erb, nyeri diperkenalkan sebagai suatu
pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan fisik
semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk
mengatasi nyeri.
1.2 Fisiologi Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas alam
kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara otomatis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada
yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf aferen.
Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian
tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic) dan pada daerah viseral.
Karena letaknya yang berbeda beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi
yang berbeda.
Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu :
Page 3

a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab
nyeri dihilangkan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2 m/det) yang terdapat
pada derah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, saraf, otot dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi,
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral. Reseptor ini meliputi organ
organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada
reseptor ini biasanya difus (terus menerus). Nyeri yang timbul dari reseptor ini biasanya
tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan
iskemia dan inflamasi.
Nyeri viseral dapat menyebabkan nyeri alih (reffered pain) yaitu, nyeri yang dapat
timbul pada daerah yang berbeda/jauh dari organ asal stimulus nyeri tersebut. Nyeri
pindah ini dapat terjadi karena adanya spinaps jaringan viseral pada medula spinalis
dengan serabut yang berasal dari jaringan subkutan tubuh.
Berdasarkan jenis rangsang yang dapat diterima oleh nosiseptor, didalam tubuh
manusia terdapat beberapa jenis nosiseptor yaitu, nosiseptor ternal, nosiseptor mekanik,
nosiseptor elektrik dan nosiseptor kimia. Adanya berbagai macam nosiseptor ini
memungkinkan terjadinya nyeri karena pengaruh mekanis, kimia, listrik atau karena paru
bahan suhu.
Serabut nyeri jenis A delta merupakan serabut nyeri yang lebih banyak
dipengaruhi oleh rangsang mekanik daripada rangsang panas dan kimia, sedangkan
serabut nyeri jenis C lebih dipengaruhi oleh rangsangan suhu, kimia, dan mekanik kuat.
Proses terjadinya nyeri dapat dilihat pada gambar 2.
Page 4

Stimulus nyeri: biologis, zat kimia, panas, listrik secara mekanik.

Stimulus nyeri menstimulasi nosiseptor di perifer

Impuls nyeri diteruskan oleh serat afferen (A-Delta dan C) ke medulla spinalis melalui
dorsal horn

Impuls bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan III)

Impuls melewati traktus spinothalamus.

Impuls masuk ke formation retikularis


Sistem limbic

Impuls langsung masuk ke thalamus


Fast pain

Slow pain
-

Timbul respon emosi


Respon otonom: TD meningkat, keringat dingin
1.3 Teori Nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor
dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap
paling relevan.
a. Teori Spesivisitas (Specivicity Theory)
Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke-17. Teori ini didasarkan pada
kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri.
Page 5

Saraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikannya melalui
ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan
pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respons nyeri. Teori ini tidak
menjelaskan bagaimana faktor faktor multidimensional dapat memengaruhi nyeri.
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu
menghantarkan rangsang dengan cepat dan serabut bersinapsis pada medula spinalis
dan meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input sensori
nyeri yang menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri.
c. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)
Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang
menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang dapat memfasilitasi atau
memperlambat transmisi sinyal nyeri.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa didalam tubuh manusia terdapat dua macam
transmiter implus nyeri yang berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi
yang lain seperti rasa dingin, hangat, sentuhan, dan sebagainya. Reseptor berdiameter
kecil (Serabut A delta dan Serabut C) berfungsi untuk mentransmisikan nyeri yang
sifatnya keras dan reseptor ini biassanya berupa ujung saraf bebas yang terdapat diseluruh
permukaan kulit dan pada struktur tubuh yang lebih dalam seperti tendon, fascia dan
tulang serta organ organ interna. Sedangkan transmiter yang berdiameter besar (Serabut
A-Beta) memiliki reseptor yang terdapat pada struktur permukaan tubuh dan fungsinya
selain mentranssisikan sensai nyeri juga lebih berfungsi untuk mentransmisikan ssnsai
lain seperti sensai getaran, sentuhan, sensai panas atau dingin, serta juga terhadap tekanan
halus. Implus dari Serabut A-Beta mempunyai sifat tinhibitori (hambatan dan
ditransmisikan ke Serabut C dan A delta.
Ketika ada rangsang kedua Serabut tersebut akan membawa rangsang menuju
kornu bersalis dan terdapat pada medula spinalis (kornu posperius meduallae spinalis)
dimedula spenalis inilah terjadi interaksi antara Serabut berdiameter besar dan Serabut
berdiameter kecil disuatu area khusus yang disebut dengan supstania tantia belatinosa
(SG) pada supstantia ini dapat terjadi perubahan modifikasi serta mempengaruhi apakah
sensasi nyeri yang diterima oleh medula spenalis akan diteruskan keotak atau akan di
hambat.
Page 6

Sebelum implus nyeri dibawa kotak Serabut besar dan Serabut kecil akan
berinteraksi di area supstansitantia galatinsa : yang apabila tidak terdapat stimulus atau
implus yang ada kuat Serabut besar maka implus nyeri Serabut kecil akan dihantarkan
menuju seltugger (T) untuk kemudian dibawa ke otak yang akhirnya akan menimbulkan
sensasi nyeri yang akan dirasakan oleh tubuh. Keadaan ketika inpluus nyeri dihantarkan
ke otak inilah yang diistilahakanpintu gerbang terbuka.
Sebaliknya apabila tabrakan inpluus yang ditransmisikan oleh selaput berdiameter
besar karna adanya stimulasi kulit sentuhan,getara,hangat,dan dingin serta sentuhan panas
inplus ini akan menghambat inplus dari serabut berdiameter kecil diarea substantia
gelatinosa sehingga bisa dibawa oleh serabut kecil akan berkurang atau bahkan tidak
dihantar kan ke otak oleh substentia galatinosa,karnanya tubuh tidak dapat merasakan
sensai nyeri kondisi ini dengan pintu gerbang tertutup.
Dalam penghantaran menuju otak,sinaps substantia galatinosa akan melepaskan
substansi P yang diduga sebagai neurotransmiter utama unplus nyeri paling sedikit
terdapat 6.jaluar senden untuk inpuls nosiseftip venrtal medula spinalis,yang paling
utama adalah traktus spinotalamikus (spinothalamic tract) dan traktus spinoretikuler
(spinoreticular tract).
Impuls yang dibawa oleh traktus spinotalamikus selanjutnya sudah dibawa ke
korteks untuk dilinterpretasi sedangkan impuls yang dibawa oleh traktus spinoretikuler
akan b dibawa kedaerah talamus dan batang otak untuk mengaktifan respon respons
autonomik dan limbik (afektif mitivasional).
Apabila impuls nyeri diteruska (pitu gerbang terbuka) implus akan dieruskan ke
otak untuk kemudian diproses didalam otak tiga tingkat yang berbeda, yaitu pada
talamus, otak tengah (mid brain) dan pada korteks otak.
Talamus bertindak sebagai penerima input sensori (implus nyeri)dari traktus
spinotalamikus leteral unutk kemudia diteruskan ke korteks.

Page 7

Otak tengah berfungsi untuk meningkatkan kewaspadaan dari korteks terhadap


datangnya rangsang sedangkan korteks berfungsi untuk melokalosasi implus dan impuls
diperesi sesuai dengan lokasi terjadinya nyeri perhatikan gambar 1-2.
Dalam perkembangan selajutnya teori gerbang jendali nyeri juga dikembangkan
untuk menjelaskan tentang adanya fungsi inhibotor (penghambatan) impuls nyeri oleh
oatk. Basbaum dan fields meyakinibahwa sttrukture otak tengah memberika efek
penghambat terhadap implis nyeri kondisi seperti rangsang elektris,penggunaan obat
analgesik dan faktor-faktor psikologis mampu merangsang struktur medula untuk
memperlambat transmisi implus nyeri dimedula spinalis.
1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang nyeri pada seorang individu
meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Usia
Jenis kelamin
Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya
Makna nyeri
Perhatian klien
Tingkat kecemasan
Tingkat stres
Tingkat energi
Pengalaman sebelumnya
Pola koping
Dukungan keluarga dan sosial

b. Faktor-faktor yang meningkatkan toleransi terhadap nyeri adalah sebagai berikut :

Alkohol
Obat-obatan
Hipnosis
Panas
Gesekan/garukan
Pengalihan perhatian
Kepercayaan yang kuat

c. Faktor-faktor yang menurunkan toleransi terhadap nyeri antara lain:


Page 8

Kelelahan
Marah
Kebosanan, depresi
Kecemasan
Nyeri kronis
Sakit/penderitaan

1.5 Klasifikasi Nyeri


1.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Awitan
Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan
nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari 1 detik
sampai dengan kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi
dalam waktu lebih dari enam bulan.
Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera. Penyakit akut atau pada pembedahan
dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat).
Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk
mengindikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri jenis ini biasanya hilang
dengan sendirinya atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh.
Tabel 1-1 . Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis
Karakteristik

Nyeri Akut

Nyeri Kronis

Tujuan

Memperingatkan
adanya cedera
atau masalah

Tidak ada

Awitan

Mendadak

Terus menerus atau


intermiten

Intensitas

Ringan samapi berat

Ringan sampai berat

Durasi

Durasi singkat (dari


beberapa detik
hinga enam
bulan)

Durasi lama (enam bulan


atau lebih)

Respons
Otonom

Konsisten dengan

Tidak ada respons otonom

Page 9

respons simpatis

Komponen
Psikologis

Respons
lainnya

Frekuensi jantung
meningkat

Volume sekuncup
meningkat

Tekanan darah
meningkat

Dilatasi pupil

Tegangan otot
meningkat

Penurunan
motilitas
gastrointestinal

Mulut kering

Ansietas

Depresi

Mudah marah

Menarik diri, isolasi


-

Tidur terganggu

- Libino terganggu
- Nafsu makan menurun

Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermiten atau bahkan persisten.
Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri
kronis nonmaglina. Karakteristik nyeri kronis adalah penyembuhannya tidak dapa
diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan (namun, pada beberapa kasus sulit
ditemukan). Nyeri kronis dapat menyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi. Klien
yang mengalami nyeri kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi diri. Nyeri ini
menimbulkan kelelahan mental dan fisik.
1.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Lokasi

Page 10

Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu nyeri
superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan
(fantom).
Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada
laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki sensasi yang tajam.
Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot dan
tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi
dengan adanya peregangan dan iskemia.
Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal. Nyeri
yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya
tumpul.

Tabel 1-2. Perbedaan nyeri somatik dan viseral


Karateristik

Somatik

Viseral

Kualitas

Superfisial
Tajam, menusuk

Dalam
Tajam atau tumpul,

Tajam, tumpul,

Lokalisasi
Menjalar
Stimulus penyebab

Terpusat
Tidak
Cedera, Abrasi,

difus
Menyebar
Tidak
Cedera, panas,

difus, kejang
Menyebar
Ya
Distensi,

panas/dingin

iskemia, pergeseran iskemia,


spasme, iritasi,

Reaksi autonom
Refleks kontraksi

Tidak
Dalam

Ya
Ya

kimiawi
Ya
Ya

otot

Nyeri sebar radiasi adalah sensai nyeri yang meluas di daerah asal ke jaringan
sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien seperti berjalan/bergerak dari daerah
asal nyeri ke sekitar atau ke sepanjang bagian tubuh tertentu. Nyeri dapat bersifat
intermiten atau konstan.
Page 11

Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang mengalami
amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsi berada pada organ yang telah diamputasi seolaholah organnya masih ada. Contohnya pada klien yang menjalani operasi pengangkatan
surabaya atau pada amputasi ekstremitas.
Nyeri alih (referred pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral
yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.
Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami
nyeri kedalam medula spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut saraf yang berada
pada bagian tubuh lainnya. Nyeri yang timbul biasanya pada beberapa tempat yang
kadang jauh dari lokasi asal nyeri
1.5.3

Berdasarkan Organ
Berdasarkan pada tempat timbulnya, nyeri dikelompokkan dalam : nyeri organik,

nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik.


Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau
potensial) organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali sebagai akibat dari adanya
cedera, penyakit, atau pembedahan terhadap salah satu atau beberapa organ.
Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia.
Nyeri ini dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis. Gangguan ini
lebih mengarah pada gangguan psikologis daripada gangguan organ. Klien yang
menderita memang benar-benar mengalaminya. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efekefek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien.

1.6 Respon Tubuh Terhadap Nyeri


1.6.1 Respon Fisik
Respons fisik timbul karena pada saaat impuls nyeri ditransmisikan oleh medula spinalis
menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom terstimulai, sehingga menimbulkan
respons yang serupa dengan respons tubuh terhadap stres.
Page 12

Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta pada nyeri superfisial, tubuh
bereaksi membangkitkan General Adaptation Syndrome (reaksi flight or flight), dengan
merangsang sistem saraf simpatis. Sedangkan pada nyeri yang berat dan tidak dapat
diotoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan mengakibatkan stimulasi
terhadap saraf parasimpatis. (lihat tabel).
Tabel 1-3. Respons fisiologis tubuh terhadap nyeri
REAKSI
Simpatis
Dilatasi Lumen Bronkus,
Peningkatan frekuensi napas

EFEK
Memungkinkan penyediaan oksigen yang
lebih banyak

Denyut jantung meningkat

Memungkinkan transpor oksigen lebih besar


kedalam jaringan tubuh (sel)

Vasokontriksi perifer

Meningkatkan tekanan darah dengan


memindahkan suplai darah dari perifer ke
organ viseral, otot, dan otak

Peningkatan glukosa darah

Memungkinkan penyediaan energi tambahan


bagi tubuh

Diaforesis

Mengendalikan suhu tubuh selama stres

Tegangan otot meningkat

Menyiapkan otot untuk mengadakan aksi

Dilatasi pupil

Menghasilkan kemampuan melihat yang


lebih baik

Penurunan motilitas usus

Menyalurkan energi untuk aktivitas tubuh


yang lebih penting

Parasimpatis
Pucat

Disebabkan suplai darah yang menjauhi


perifer

Kelelahan otot
Karena kelemahan
Tekanan darah dan nadi
menurun
Page 13

Pengaruh stimulasi nervus vagal

Frekuensi napas cepat, tak


teratur

Karena mekanisme pertahanan yang gagal


untuk memperpanjang perlawanan tubuh
terhadap stres (nyeri)
Kembalinya fungsi gastrointestinal

Mual dan muntah


Akibat pengeluaran energi yang berlebihan
Kelemahan

1.6.2 Respon Psikologis


Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi
atau arti nyeri bagi klien. Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang negatif
cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik
menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi nyeri
sebagai pengalaman yang positif akan menerima nyeri yang dialaminya.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain

Bahaya dan merusak


Komplikasi, seperti infeksi
Penyakit baru
Penyakit yang berulang
Penyakiy yang fatal
Peningkatan ketidakmampuan
Kehilangan mobilitas
Menjadi tua
Sembuh
Perlu untuk penyembuhan
Hukuman karena berdosa
Tantangan
Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
Sesuatu yang harus ditoleransi
Bebas dari tanggung jawab yang dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan,

persepsi, pengalaman masa lalu, dan juga faktor sosial budaya.

Page 14

1.6.3 Respons Perilaku


Respon perilaku yang timbul pada klien yang mengalami nyeri dapet bermacammacam. Meinhart dan Mc. Caffery (1983) menggambarkan tiga fase perilaku terhadap
nyeri yaitu : antisipasi, sensasi, dan fase pascanyeri.
Fase antisipasi merupaka fase yang paling penting karena pada fase ini
merupakan penentuan untuk fase berikutnya. Pada fase ini, merupakan fase yang
memungkinkan individu untuk memahami nyeri, untuk belajar dan mendapatkan
gambaran tentang nyeri itu sendiri. Pada fase ini, klien dipersiapkan untuk belajar
bagaimana mengendalikan nyeri yang mungkin akan timbul, dan juga klien diajarkan
bagaimana tindakan klien jika terapi/atau tindakan yang dilakukan kurang efektif. Pada
fase antisipasi , klien juga belajar mengendalikan emosi (kecemasan) sebelum nyeri itu
sendiri muncul, karena kecemasan dapat menyebabkan peningkatan sensasi nyeri yang
terjadi pada klien dan/atau tindakan ulang yang dilakukan oleh klien untuk mengatasi
nyeri menjadi kurang efektif.
Pada saat terjadi nyeri, banyak perilaku yang dapat diungkapkan oleh seorang
klien yang mengalami nyeri seperti menangis, meringis, meringkukkan badan, menjerit,
dan bahkan mungkin berlari-lari. Perilaku klien dalam merespons nyeri ini dapat
dipengaruhi oleh kemampuan tubuh untuk menoleransi nyeri dan juga oleh beratringannya sensasi nyeri itu sendiri. Kadang kala klien tidak mau mengungkapkan
pengalaman nyeri yang dirasakannya karena menganggap dirinya adalah orang yang
cengeng atau ia akan berpandangan bahwa perawat akan menyebut klien sebagai
pasien yang cerewet
Pada fase pascanyeri klien mungkin mengalami trauma psikologis, takut, depresi,
serta dapat juga menggigil.
1.7 Pengukuran Nyeri
1.7.1 Pengenalan Tentang Nyeri
Pengenalan nyeri meliputi berbagai aspek, yaitu :

Page 15

A. Penentuan ada tidaknya nyeri.


Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika
pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cedera atau luka.
B. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).
1)
Faktor Pencetus (P: Provocate),
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh
yang mengalami cedera.
2)
Kualitas (Q: Quality),
Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh
klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah,
3)

seperti tertindih, perih, dan tertusuk.


Lokasi (R: Region),
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan

4)

semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.
Keparahan (S: Severe),
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling
subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang
ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)


Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0
sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10
mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif
digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik.

Page 16

Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS)


Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis
lurus, yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala analog visual merupakan
pengukur

keparahan

nyeri

yang

lebih

sensitif

karena

pasien

dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka (McGuire, 1984).

Gambar 3 Skala Deskriptif Verbal


Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah
satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan
sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam
jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak
ada nyeri sampai nyeri yang paling hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut
pada klien dan meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan.

Page 17

Gambar 4 Skala Nyeri Oucher


Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan
alat yang dinamakan Oucher, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan
nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan
skala fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anakanak yang lebih kecil.

Gambar 5 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker


5)

Durasi (T: Time).


Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan
rangkaian nyeri.

C. Faktor yang memperberat/memperingan nyeri.

Page 18

Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya
peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres, dan lain-lain.
1.

Respon Fisiologis.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan
melibatkan organ-organ visceral (misal: infark, miokard, kolik akibat kandung

empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:
a) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).

Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.

Peningkatan heart rate.

Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.

Peningkatan nilai gula darah.

Diaphoresis.

Peningkatan kekuatan otot.

Dilatasi pupil.

Penurunan motilitas GI.


b)
Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

Muka pucat.

Otot mengeras.

Penurunan HR dan BP.

Nafas cepat dan irregular.

Nausea dan vomitus.

Kelelahan dan keletihan.


2.
Respon Perilaku.
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain:
merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang
sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan
alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
3.
Respon Afektif.
Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian
terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.
4.
Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari,
sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam

Page 19

program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur,


pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.
5.

Persepsi Klien Tentang Nyeri.


Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses
penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.

6.

Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.


Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk menurunkan
nyeri yang ia alami.

1.8 Teknik Stimulasi


1.8.1 Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (narkotik),
nonopioid atau NSAIDs (Nonsteroid Anti-Inflammation Grugs), dan adjuvant, serta koanalgesik.
Table 3-1. Daftar Analgesik yang Umum Digunakan
Kelompok
Analgesik narkotik

Jenis
Butorfanol (Stadol)
Fentanil sitrat (Sublimaze)
Hidromorfon hidroklorid (Dilaudid)
Meperidin hidroklorid ( Demerol)
Metilmorfin fosfat (Ccodeine, Tylenol 3, empirin 3)
Morfin sulfat(Morphine)

NSAIDs

Propoxifen napsilap(Darvon-N, Darvocet-N)


Asetaminofen(Tylenol, Datril)
Asam asetilsalisilat (Aspirin)
Kolin magnesium trisalisat (Trilisate)
Diclofenak sodium (Voltaren)
Ibuprofen (Motril, Advil)
Indometasing sodium trihidrat (Indocin)
Naproksen (Naprosyn)

Page 20

Naproksen sodium (Anaprox)


Piroksisam (Feldene)
Analgesik Adjuvan

Tolmetin sodium (Tolectin)


Amitriptilin (Evatil)
Klorpromazin (Thorazine)
Diazepam (Valium)
Hidrozine (Vistaril)

Analgesik opioid ( narkotik) terdiri dari bebagai derivate dari opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan member efek
euphoria (kegembiraan) karena obat ini mengadakan ikatan dengan resptor opiate.
Table 3-2. Daftar Obat Narkotik yang Umum Digunakan.
Nama generic
Morfin sulfat
Kodein sulfat
Hidromorfon

Dialudid

Dosis
5 15 mg/3 4 j
15 60 mg/3 - 4 j
2 4 mg/4 6 j

Cara pemberian
SC, IM
SC, PO
IV, IM, SC, PO

hidroklorid
Meperidin

Demerol

50 150 mg/3 4 j

IV, IM, SC, PO

hidroklorid
Methadone
Pentazosin

Dolophine
Talwin

2,5 10 mg/ 3- 4 j
50 100 mg/ 3 4

IM, SC, PO
PO

Percodan
Levo-Dromoran

j
5 mg/ 4 6 j
2 ng/ 6 8 j

PO
PO, SC

Oksikodon
Leforvanol tatrat

Merek dagang

Ada beberapa tipe reseptor seperti mu, delta, dan kappa) dan mengaktifkan penekan nyeri
endogen pada susunan saraf pusat. Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga
menekan pusat pernapasan dan batuk di medulla dating otak. Dampak lain dari obat narkotik
adalah sedasi dan peningkatan toleransi obat sehingga kebutuhan dosis obat akan meningkat.
Terdapat dua jenis utama opoid, yaitu :
a. Agonis murni

Page 21

Merupakan obat opioid murni yang berikatan dengan kuat terhadap reseptor (mu),
menghasilkan efek maksimum dalam menghambat nyeri. Yang termasuk dalam obat
agonis murni adalah morfin, kodein, meperidin (Demerol), propoksifen (darfon), dan
hidromorfin (dilaudid). Obat kelompok ini tidak memiliki batas dosis maksimum.
b. Kombinasi agonis-antagonis
Obat kelompok ini dapat memberikan efek seperti opioid (dalam menghambat nyeri) jika
diberikan kepada klien yang tidak mendapat opioid murni. Obat ini juga berpengaruh
pada opioid jjka ada dalam tubuh dengan cara memblok reseptor (mu) dan
menginaktifkan obat opioid murni (agonis murni). Termasuk dalam kelompok ini adalah
buprenorfin (buprenex), dekoksin (dalgan), pentazosin hidroklorid (talwin), butolfanol
tartad (stadol) dan nalbufin hidroklorid (nubain).
Saat memberikan analgesic, perawat harus mengamati efek samping obat. Seluruh
jenis opiate akan memberikan efek mengantuk pada awal pemberian dan efek ini akan
menurun pada pemberian berikutnya. Opioid juga memberikan efek mual, muntah,
konstipasi dan depresi pernapasan. Sebelum obat narkotik diberikan, klien harus dikaji
tingkat kesadaran dan frekuensi pernapasannya. Adanya depresi pernapasan (misalnya,
dari 18 menjadi 12 kali/menit) menunjukkan dosis nerkotik berlebihan. (Lihat Tabel 3-3).
Analgesic non-opioid (analgetik non-narkotik) atau sering disebut juga
Nonsteroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti-nyeri juga memiliki efek anti-inflamasi dan antidemam (anti-piretik). Obat-obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri yang
bekerja pada ujung saraf perifer di daerah yang mengalami cedera, dengan menurunkan
kadar mediator peradangan yang dibangkitkan oleh sel-sel yang mengalami cedera. Obat
ini juga menurunkan pelepasan prostaglandin di daerah cedera. Obat kelompok ini
memiliki efek maksimum ( ceiling effect), yaitu peningkatan dosis obat ini hingga kadar
tertentu tidak menyebabkan peningkatan efek analgesia. Obat ini umumnya diberikan
untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti
adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster. Untuk mengatasi gangguan ini, biasanya
pemberian obat dilakukan setelah, atau bersama makanan dan atau memberikan antacid
Page 22

bersama-sama dengan obat. NSAIDs mungkin dikontraindikasikan pada klien dengan


gangguan pembekuan darah, perdarahan gaster atau tukak lambung, penyakit ginjal,
trombosito-penia, dan mungkin juga infeksi (karena NSAIDs akan menungkatkan
demam).
Analgesic adjuvant adalah obat yang dikembangkan bukan untuk memberikan
efek analgesic, tetapi ditemukan mampu menyebabkan penurunan nyeri pada berbagai
nyeri kronis. Contohnya adalah sedative ringan atau tranquiliser seperti diazepam
(Valium), mungkin membantu menurunkan spasme otot yang disertai nyeri selain
menurunkan kecemasan, stress, dan ketegangan sehingga klien mampu tidur dengan baik.
Antidepresan seperti amitriptilin hidroklorid (Elavil), diberikan untuk mengatasi
depresi atau gangguan suasana hati (mood disordes) selain juga member efek mengurangi
gangguan nyeri. Beberapa antikonvulsan seperti karbamazepin (Tegretol) dan
klonazepam (Klonopin), umumnya diberikan untuk mengatasi kejang, tetapi juga
berguna untuk mengendalikan nyeri neuropati seperti pada herpes zoster dan neuropati
diabetikum.
Table 3-3. Efek Opioid dn Tindakan Pencegahannya
Gejala
Konstipasi

Pencegahan atau penatalaksanaan


Tingkatkan asupan cairan dan makanan tinggi serat
Tingkatkan aktivitas

Mual, muntah

Jika perlu berikan laksatif


Infomasikan kepada klien adanya efek mual muntah selama
beberapa hari awal pemberian
Berikan antiemetic bila perlu

Sedasi

Ganti dengan analgesic


Jelaskan bahwa toleransi mungkin dicapai setelah 3-5 hari
Berikan obat stimulant seperti dekstro-amfetamin sulfat
(Dexedrine), atau metilpenidat hidroklorid (Ritalin)

Depresi

pada pemberian obat untuk nyeri kronis


Berikan antagonis Opium seperti nalokson hidroklorid

pernapasan

(Narcan) sampai pernapasan kembali normal. Pemberian


dilakukan dengan campuran 10 ml larutan salin.

Page 23

Gatal

Berikan kompres dingin, cairan pelembap (losion), dan


aktivitas
Berikan antihistamin (mis., dipenhidramin hidroklorid
[Benadry])
Beri informasi bahwa toleransi dapat juga menyebabkan

Retensi urine

timbulnya gatal
Mungkin diperlukan untuk melakukan kateterisasi
Beri antagonis narkotik, misalnya Nalokson hidroklorid
(Narcan)

Telah atau bersama makanan dan atau memberikan antacid bersama-sama dengan
obat. NSAIDs mungkin dikontraindikasikan pada klien dengan gangguan pembekuan
darah, perdarahan gaster atau tukak lambung, penyakit ginjal, trombositopenia, dan
mungkin juga infeksi (karena NSAIDs akan meningkatkan demam).
\
1.8.2 Penatalaksanaan Nonfarmokologis
Penatalaksanaan nonfarmokologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri
berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif. Penanganan fisik meliputi stimulasi
kulit, stimulasi elektrik saraf kulit transkutan (TENS, transkutaneous Elektrical Nerve
Stimulation), akupuntur, dan pemberian placebo. Intervensi perilaku kognitif meliputi
tindakan distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, umpan balik biologis, hipnotis,
dan sentuhan terapeutik.
Penanganan nyeri dengan tidakan fisik dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

Meningkatkan kenyamanan
Memperbaiki adanya difungsi fisik
Mengubah respons fisiologik
Menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan imobilitas karena nyeri atau
adanya pembatasan aktivitas

Page 24

Stimulasi kulit dapat member efek penurunan nyeri yang efektif. Tindakan ini
mengalihkan tindakan klien sehingga klien berfokus pada stimulus taktil dan
mengabaikan sensasi nyeri, yang pada akhirnya adapat menurunkan persepsi nyeri.
Stimulasi kulit juga dipercaya dapat:
1. Meningkatkan pelepasan endorphin yang memblok tarnsmisi stimulus nyeri
2. Menstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan transmisi
implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C
Yang termasuk teknik stimulasi kulit meliputi:
Masase
Kompres panas dan dingin
Akupuntur
Stimulasi kontralateral

MASASE KULIT
Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot.
Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar,
sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. Beberapa strategi stimulasi
kulit lainnya juga menggunakan mekanisme ini. Masase adalah mekanisme kulit tubuh
secara umum, dipusatkan pada punggung dan bahu, atau dapat dilakukan pada satu atau
beberapa bagian tubuh dan dilakukan sekitar 10 menit pada masing-masing bagian tubuh
untuk mencapai hasil relaksasi yang maksimal.
Masase kulit dapat dilakukan dengan menggunakan ointment (balsam gosok) atau
liniment (obat cair gosok) yang mengandung mentol untuk membantu mencapai
pengurangan nyeri. Balsem ini akan menimbulkan sensasi hangat segera setelah
pemakaian

hingga beberapa saat setelah pemberian. Di Indonesia, balsam sering

digunakan untuk mengurangi nyeri otot dan sendi serta digunakan pada perut yang terasa
kembung.
Berikut ini contoh prosedur penanganan nyeri dengan masase punggung.
Tipe masase
Page 25

Efflurage : Memberikan pukulan pada tubuh


Petrisage : Membuat pijatan atau cubitan besar pada kulit, subkutan, dan otot
Kotak 3-1. Langkah-langkah prosedur masase punggung
a.
Pilih waktu yang tepat, yang bebas dari gangguan.
b.
Hangatkan minyak dengan telapak tangan sebelum digunakan, usapkan
pada punggung
c.
Lakukan efflurage pada seluruh permukaan punggung
d.
Lakukan gerakan melingkar sejajar pada kedua bagian punggung hingga
ketulang belakang dengan tekanan ringan
e.
Pijat punggung, bergerak dari satu sisi ke sisi lainnya
f.
Lakukan petrisage pada punggung dan bahu
g.
Lakukan gerakan tangan dengan tekanan pada punggung, dengan tekanan
sedang
h.
Lakukan efflurage dan petrisage pada punggung atas dan bahu,
menggunakan tekanan yang kuat dan lama
i.
Berikan pukulan sepanjang kolumna spinal
j.
Lakukan gerakan sirkular dengan telapak tangan
k.
Akhiri mepijatan dengan menggunakan pukulan ringan pada seluruh
punggung

KOMPRES
Penggunaan panas dingin meliputi penggunaan kantong es, masase mandi air
dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal panas.
Kompres panas dingin, selain menurunkan sensari nyeri juga dapat meningkatkan
penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.
Penggunaan panas, selain member efek mengatasi atau menghilangkan sensari
nyeri, teknik ini juga memberikan reaksi fisiologis antara lain:
1. Meningkatkan respons inflamasi
2. Meningkatkan aliran darah dalam jaringan
3. Meningkatkan pembentukan edema
Penggunaan panas (aplikasi kompres panas) sebaiknya dilakukan pada:

Page 26

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Trauma yang lebih dari 48 jam


Sistesis
Hemoroid
Nyeri punggung
Artritis
Bursitis

Penggunaan kompres panas dikontrainkandikasikan pada:


1.
2.
3.
4.

Trauma 12-24 jam pertama


Perdarahan/edema
Gangguan vascular
Pleuritis

Contoh metode penggunaan kompres panas:


1. Handuk atau waslap dicelupkan ke dalam air hangat dan diletakkan pada bagian
tubuh (handuk ditutup dengan plastic disekitar daerah kompres agar panas tidak
2.
3.
4.
5.
6.

menyebar keluar)
Menggunakan kantong atau bli-buli panas
Mandi air panas
Berjemur di sinar matahari
Menggunakan selimut hangat, bantal panas
Menggunakan lampu penghangat, yaitu lampu 60 watt dengan leher angsa yang
diletakkan pada jarak 45-60 cm di daerah yang sangat diberikan aplikasi hangat
Perlu diketahui bahwa apabila suhu yang di aplikasikan terlalu tinggi akan

menimbulkan rasa tidak nyaman dan kurang memberikan efek penurunan nyeri pada
klien. Untuk itu, suhu perlu di atur yaitu sekitar 52o C pada dewasa normal, 40,5-46o C
pada klien dewasa yang tidak dasar, dan 40,5-46o C pada anak kecil dibawah usia 2
tahun.
Pada aplikasi dingin, selain akan memberikan efek menurunan sensari nyeri
aplikasi dingin juga memberikan efek fisiologis:
1. Menurunkan respons inflamasi jaringan
2. Menurunkan aliran darah
3. Mengurangi edema
Penggunaan kompres dingin diindikasikan pada:
Page 27

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Trauma 12-24 jam pertama


Fraktur
Gigitan serangga
Perdarahan
Spasme otot
Artristis rheumatoid
Pruritus
Sakit kepala

Penggunaan kompres dingin dikontraindikasikan pada:


1. Penyakit Reinaud
2. Alergi dingin
3. Trauma yang lama (lebih dari 48 jam)
Untuk memberikan efek terapeutik yang diharapkan (mengurangi nyeri), sebaiknya
suhu tidak terlalu dingin (yaitu, berkisar antara 18-27o C), karena suhu yang terlalu
dingin selain memberikan rasa tidak nyaman juga dapat menyebabkan frostbite/membeku. Perhatikan pemasangan kompres pada daerah yang mengalami penurunan
sensasi seperti pada penderita diabetes, hemiplagia, atau penderita yang tidak sadar.
STIMULASI KONTRALATERAL
Stimulasi kontralateral adalah memberikan stimulasi pada daerah kulit di sisi yang
berlawanan pada daerah terjadinya nyeri. Stimulasi kontralateral dapat berupa garukan
pada daerah yang berlawanan jika terjadi gatal, menggosok (masase) jika kram (kejang)
atau memberikan kompres dingin atau panas serta pemberian balsam atau obat cair
gosok.
Metode ini mungkin berguna jika daerah mengalami nyeri tidak dapat disentuh
karena karena hpersensitif, tertutup perban dan gips atau ketika terjadi nyeri bayangan
atau fantom (phantom pain).
ACUPRESSURE (PIJAT REFLEKSI)
Acupressure

dikembangkan

dari

ilmu

pengobatan

kuno

Cina

dengan

menggunakan system akupunktur. Terapis member tekanan jari-jari pada berbagai titik
organ tubuh seperti pada akupunktur. Tindakan ini merupakan tindakan sederhana dan
Page 28

mudah dipelajari. Terdapat banyak buku yang membahas teknik pijat refleksi ini. Apalagi
dengan teknik ini ternyata terbukti efektif untuk mengatasi nyeri, teknik ini dapat terus
digunakan dan dapat diajarkan kepada klien.
TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
Stimulasi saraf elektris transkutan menggunakan satu unit peralatan yang
dijalanankan dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi
kesemutan, getaran, atau mendengung pada area kulit tertentu. TENS telah digunakan
baik untuk menghilangkan nyeri akut atau kronis. TENS diduga dapat menurunkan nyeri
dengan menstimulasi reseptor nonnyeri di area yang sama dengan serabut yang
menstransmisi nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori gerbang kendali nyeri. Pada
berbagai riset menunjukkan bahwa penggunaan TENS memberikan efek terapeutik yang
sama atau lebih efektif darpada penggunaan pereda nyeri dengan penggunaan standar.
Umumnya, TENS digunakan untuk mengatasi berbagai nyeri kronis, nyeri pascatrauma,
nyeri fantom, neuralgia perifer, sakit pinggang bawah, antritis inflmasi, trigeminus
neuralgia dan pada klien yang cemas atau depresi.
Pada penggunaan alat ini, elektroda sebaiknya tidak dipasang diatas rambut, kulit
yang iritasi, jahitan, sinus karotis (menyebabkan bradikardia), otot laring dan faring
(menyebabkan spasme) atau pada uterus ibu hamil. Perawatan alat dilakukan dengan
membersihkan eletroda minimal satu hari sekali, membersihkan elektroda minimal kulit
dengan sabun dan air, mengeringkan kulit dan memasang kembali alat TENS.
IMOBILISASI
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat
meredakan nyeri. Kasus seperti arthritis reunatoid mungkin memerlukan teknik ini untuk
mengatasi nyeri. Kadang kala penugasan kesehatan memberikan intruksi kepada klien
untuk istirahat selama terjadinya nyeri tanpa disertai intrkasi instruksi yang jelas
bagaimana istirahat yang dimaksud dan berapa lama istirahat harus dilakukan. Kondisi
sering membingungkan klien, sehingga klien takut untuk memulai aktivitasnya kembali;
yang akhirnya menyebabkan penurunan minat, kemampuan penurunan beraptasi dengan
nyeri dan bahkan menimbulkan berbagai komplikasi seperti kontraktur serta nyeri otot.
Page 29

Sangat penting bagi klien untuk diajarkan tentang bagaimana ia harus beraktivitas selama
terjadinya nyeri dan kapan ia harus beristirahat. Yakinkah bahwa istirahat bukan untuk
mengobati, tetapi hanya salah satu teknik untuk meredakan nyeri yang tidak dapat
ditoleransi. Anjuran untuk istirahat harus dipertimbangkan dengan meninjau pada aspek
kerusakan dengan mobilisasi, serta dampak kerusakan terhadap nyeri tubuh.
Penatalaksaan nonfarmakologik kedua yang digunakan dalam stimulasi fisik
adalah pemberian placebo. Plasebo dalam bahasa latin berarti Saya ingin
menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan farmokologik dalam bentuk yang dikenal
dengan klien sebagai obat seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya.
Plasebo umumnya terdiri atas gula, larutan salin normal, dan atau air biasa.
Karena placebo tidak memiliki efek farmakologik, obat ini hanya memberikan
efek karena dikeluarkannya produk alamiah (endogen) endorphin dalam sistme control
desenden; sehingga menimbulkan efek penurunan nyeri. Harapan klien yang positif
terhadap pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya.
Semakin sering klien mendapatkan informasi tentang keefektifan suatu terapi, makin
efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang diinformasikan bahwa suatu medikasi
diperkirakan dapat meredakan nyeri hamper pasti mengalami peredaan nyeri yang lebih
baik dibandingkan dengan klien yang diberitahu bahwa pengobatannya tidak memberikan
efek apapun. Hubungan perawat klien yang positif juga dapat member peran yang amat
penting dalam meningkatkan efek placebo.
Selama pemberian placebo, beberapa prinsip yang harus diingat adalah:
1. Efek placebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak mengalami nyeri
2. Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji kejujuran individu tentang nyeri atau
sebagai pengobatan lini depan
3. Respons positif terhadap placebo, yaitu penurunan nyeri, jangan pernah
diinterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa nyeri yang dialami klien tidak nyata
4. Jangan pernah memberikan placebo sebagai pengganti analgesic
Intervensi kognitik-perilaku meliputi tindakan distraksi, teknik relaksasi, umpan balik
biologis, hipnotis, dan sentuhan terapeutik.

Page 30

DISTRAKSI
Distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang
lain. Teknis distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler
menghambat stimulus nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan
dapat menyebabkan menghambat implus nyeri ke otak (nyeri berkurang dan tidak
dirasakan oleh klien). Stimulus yang menyenangkan dari luar dapat merangsang sekresi
endorphin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang.
Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu,
banyaknya modalitas sensori yang digunakan, dan minat individu dalam stimulasi. Oleh
karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan lebih efektif
dalam menurunkan nyeri disbanding stimulus satu indra saja.
Macam-macam distraksi antara lain:
a. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televise, membaca Koran, melihat pemandangan dan
gambar termasuk distraksi visual
b. Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan music yang disukai, atau suara burung serta gemercik air.
Individu di anjurkan untuk memilih music yang tenang dan disukai, dan diminta
untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk
menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau
kaki.
c. Distraksi pernapasan
Bernapas ritmik, anjurkan klien untuk memandang focus pada satu objek atau
memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan
dari satu sampek empat dan kemudian menghembuskan napas melalui mulut secara
perlahan sambil menghitung satu sampai empat (salam hati). Anjurkan klien untuk
berkonsentrasi pada sensai pernapasan dan terhadap gambar yang member
ketenangan. Lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola pernapasan yang ritmik.
Bernapas ritmik dan masase, intruksikan klien untuk melakukan pernapasan ritmik,
dan pada saat bersamaan lakukan masase pada bagian tubuh yang mengalami nyeri
dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
d. Distraksi intelektual
Page 31

Antara lain dengan mengisi teka teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di
tempat tidur) seperti mengumpulkan prangko, menulis cerita.
e. Teknik pernapasan
Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembahyang.
f. Imajinasi terbimbing
Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan, dan
mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan
diri dari perhatian terhadap nyeri. Sebagai contoh: perintahkan klien untuk menutup
mata dan membayangkan atau menggambarkan hal yang menyenangkan; ketika klien
menggambarkan bayangannya, tanyakan tentang suara, cahaya, benda yang tampak
dan bau bauan yang terbayangkan. Minta klien untuk menggambarkan dengan lebih
rinci.
Teknik lain yang dapat digunakan adalah mengintruksikan klien untuk melakukan
napas ritmik, lalu klien diminta untuk membayangkan bahwa setiap napas yang
dihembuskan menyebabkan ketegangan dan ketidaknyamanan dikeluarkan. Setiap
kali melakukan inhalasi, klien harus membayangkan energy penyembuhan dialirkan
ke bagian tubuh yang mengalami nyeri.
RELAKSASI
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi. Teknik relaksasi mungkin perlu
diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal. Klien yang telah mengetahui
teknik ini mungkin hanya perlu diinstruksikan menggunakan teknik relaksasi untuk
menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri.
Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai upaya pembebasan mental dan fisik dari
tekanan dan stress. Dengan relaksasi, klien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
Kemampuannya dalam melakukan relaksasi fisik dapat menyebabkan relaksasi mental.
Relaksasi memberikan efek secara langsung terhadap funsi tubuh, seperti:
a. Penurunan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan
b. Penurunan komsumsi oksigen oleh tubuh
c. Penurunan tegangan otot
d. Meningkatkan kemampuan konsentrasi
e. Menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan

Page 32

Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
dan berirama. Klien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan cara menghitung lambat dalam
hati saat bersamaan dengan inhalasi (hirup, dua, tiga) dan ekhalasi (hembuskan, dua,
tiga). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu jika menghitung
dengan keras bersama sama klien pada awalnya. Apabila pernapasan yang teratur telah
tercapai, perintahkan klien untuk perlahan-lahan untuk merelaksasikan otot-otot pada
leher, tangan, dada, paha, dan kaki.
UMPAN BALIK TUBUH
Umpan balik tubuh (biofeedback) adalah teknik mengatasi nyeri dengan memberikan
informasi kepada klien tentang respons fisiologis tubuh terhadap nyeri yang dialami klien
(mis., tekanan darah atau tegangan otot serta EEG) dan cara untuk mengendalikan secara
involunter respons tersebut.
Dengan member informasi yang akurat tentang tekanan darah, ketegangan otot
atau melihat monitor poligraf, klien akan bersaha untuk mencapai relaksasi yang optimal,
sehingga nyeri yang dirasakan klien berkurang.
SENTUHAN TERAPEUTIK
Terapi ini sangat dipercaya dapat menolong klien yang menderita nyeri. Teknik
yang digunakan adalah perawat melakukan meditasi dalam waktu singkat sebelum kontak
dengan klien. Pada periode ini, perawat menyembunyikan tingkat energy internal,
kemudian meraba klien dan mentransmisikan energy penyembuhan. Rasionalisasi
keberhasilan metode ini tidak dapat dimengerti dengan jelas.
Selain berbagai teknik di atas, oenting juga bagi perawat untuk memberikan
pedoman

antisipasi

(anticipatory

guidance).

Teknik

ini

merupakan

teknik

penatalaksanaan nyeri dengan melakukan modifikasi terhadap tingkat kecemasan klien


yang ditimbulkan oleh nyeri. Teknik ini dilakukan dengan memberikan informasi
mengenai:
1. Awitan dan durasi nyeri
Page 33

2.
3.
4.
5.
6.

Kualitas, tingkat keparahan dan lokasi nyeri


Informasi mengenai bagaimana keadaan klien pada saat nyeri
Penyebab nyeri
Tindakan yang perlu dilakukan oleh perawat dank lien untuk mengatasi nyeri
Hasil yang diharapkan setelah prosedur tindakan
Teknik ini dilakukan pada saat klien tidak merasakan atau sedikit merasakan

nyeri. Penjelasan yang diberikan dapat membantu klien mengendalikan kecemasan dan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

BAB III
APLIKASI TEORI
KASUS

Nn. V dibawa ke Rumah Sakit Respati pada tanggal 9 maret 2013 oleh ibunya
dengan keluhan nyeri diabdomen. Saat dilakukan pengkajian pada nn.v nyerinya skala 7
seperti ditusuk-tusuk, klien juga tampak meringis kesakitan karena nyeri yang dirasakan
hilang timbul saat bergerak. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil vital sign sbb:
Page 34

N=80x/mnt RR=20x/mnt TD=110/70 S=38C. Nn V mengatakan sering kencing (5-7


kali)dan merasa kesakitan saat buang air kecil, urin berwarna pekat seperti air teh. Hasil
pemeriksaan lab di dapatkan bakteri Escherichia coli sebanyak 50-90%, ditemukan
leukosit dan eritrosit di dalam urin.
a.

Pengkajian
Biodata Pasien
Nama

: Nn.V

Umur

: 16 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA (Sekolah Menengah Atas)

Pekerjaan

: Pelajar

Status pernikahan

: Belum menikah

Alamat

: Jln.anggur no.240 sleman, DIY

Diagnosa medis

: Infeksi Saluran Kemih

Tgl.masuk

: 9 maret 2013

Penanggung Jawab
Nama

: Ny.S

Umur

: 45 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP (Sekolah Menengah Pertama)

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status pernikahan

: Sudah menikah

Alamat

: Jln.anggur no.240 sleman, DIY

Status Kesehatan Saat Ini


Keluhan utama klien adalah nyeri
1. Riwayat Kesehatan
a.

Riwayat Kesehatan saat ini

Page 35

Nn. V dibawa ke Rumah Sakit Respati pada tanggal 9 maret 2013 oleh ibunya dengan
keluhan nyeri diabdomen. Saat dilakukan pengkajian pada nn.v nyerinya skala 7
seperti ditusuk-tusuk, klien juga tampak meringis kesakitan karena nyeri yang
dirasakan hilang timbul saat bergerak. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil vital
sign sbb: N=80x/mnt RR=20x/mnt TD=110/70 S=38C. Nn V mengatakan sering
kencing (5-7 kali)dan merasa kesakitan saat buang air kecil, urin berwarna pekat
seperti air teh. Hasil pemeriksaan lab di dapatkan bakteri Escherichia coli sebanyak
50-90%, ditemukan leukosit dan eritrosit di dalam urin.
b. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kesehtan terdahulu pasien tidak pernah mengalami kecelakaan, pasien juga
tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak pernah dioperasi, pasien juga tidak
c.

mengkonsumsi alkohol dan tidak pernah alergi obat-obatan.


Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang pernah mempunyai penyakit infeksi saluran kemih.

2. Basic Promoting Physiology of Health


1. Aktifitas dan Latihan
Pasien mampu melakukan aktifitas seperti makan, minum, dan mandi. Sebelum sakit
pasien juga sering berolahraga rutin. Tapi setelah dibawa kerumah sakit aktifitas
pasien banyak dibantu oleh keluarga.
2. Tidur dan istirahat
Pasien sebelum sakit tidur kurang lebih 6-7jam setiap hari. Tapi setelah sakit tidur
klien terganggu karena nyeri yang dirasakan hilang timbul.
3. Kenyamanan dan nyeri
Pasien sering mengalami nyeri, pasien juga mengatakn nyerinya hilang timbul dengan
skala 7.
4. Nutrisi
Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3 kali sehari. Berat badan klien sebelum
sakit adalah 48kg dan tinggi badan klien 155cm. Namun setelah sakit berat badan
klien turun dari 48kg menjadi 45kg karena nafsu makan klien berkurang. Makanan
yang disukai klien adalah bakso dan klien juga tidak alergi pada makanan apapun.
Setelah sakit nafsu makan klien berkurang karena nyeri yang dirasakan. Klien juga
tidak pernah melakukan operasi.
5. Cairan, elektrolit dan asam basa

Page 36

Pasien mengkonsumsi kurang lebih 3000 mililiter perhari. Namun setelah sakit
asupan cairan klien berkurang karena klien juga mengalami hipertermi.
6. Eliminasi urin
Pasien sebelum sakit kencing 3 kali sehari,tidak merasa sakitt,warna urin kuning
jernih. namun setelah sakit pasien kencing 5-7 kali sehari,pasien kesakitan saat
kencing,warna urin pekat seperti air teh.
7. Sensori, persepsi dan kognitif
Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, sensasi
taktil, dan pengecapan. Dan klien tidak pernah mengalami gangguan yang
berhubungan dengan sensori, persepsi dan kognitif.
3. Pemeriksaan Fisik
a.

Keadaan umum
Kesadaran pasien penuh, dengan hasil vital sign klien meliputi frekuensi nadi
80x/menit, respirasi klien 20x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, dan suhu klien
meningkat 38C.

b. Kepala
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik kulit, muka dan rambut normal. Kondisi mata
konjungtiva anemis, sklera dan lensa normal.
Hidung pasien normal tidak ditemukan septum ataupun polip, dan tidak ada gangguan

c.
d.
e.
f.
g.

dalam hidung pasien. Mulut dan bibir klien tidak ada terjadi masalah.
Telinga klien simetris, bersih dan tidak terjadi gangguan pendengaran.
Leher
Leher pasien normal tidak terjadi pembesaran pada thyroid ataupun lesi.
Tenggorokan
Tenggoroan pasien normal, tidak ada gangguan pada saat menelan.
Dada
Bentuk dada pasien normal.
Abdomen
Saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan pada abdomen.
Genetalia
Genetalia pasien normal, tidak terdapat keputihan ataupun gangguan genetala lainnya.

4. Psiko sosio budaya dan spiritual


Psikologis:
Perasaaan klien setelah mengalami masalah ini adalah klien merasa sangat tidak
nyaman karena nyeri yang dirasakan hilang timbul saat bergerak dan saat buang air
Page 37

kecil. Aktifitas klien juga banyak dibantu oleh keluarga ataupun perawat yang sedang
bertugas.
Sosial:
Sebelum sakit Nn.v sering mengikuti kegiatan masyarakat yaitu sebagi anggota
remaja masjid yang aktif.
Budaya:
Nn.v menganut budaya jawa.
Spiritual:
Sebelum sakit Nn.v sering solat berjamaah dimasjid namun setelah sakit Nn.v tidak
pernah melakukan kegiatan tersebut.
5. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri Escherichia coli sebanyak 5090%, ditemukan leukosit dan eritrosit di dalam urin.
b.

Analisa Data
Nama klien

: Nn. V

Umur

: 16tahun

Ruang

: Anggrek

NO
1.

2.

Page 38

No.Register : 1234
Diagnosa Medis : Infeksi saluran kemih

Data Fokus
DS:
-keluhan nyeri diabdomen.
-nn.v menyatakan nyerinya
skala 7 seperti ditusuktusuk.
-klien juga tampak meringis
kesakitan karena nyeri
yang dirasakan hilang
timbul saat bergerak.
DO: DO:
-Suhu= 38C
DS: -

Etiologi
Agen injuri

Problem
Nyri akut

biologis

Penyakit

Infeksi Saluran
Kemih

Hipertermi

Gangguan
Eliminasi

3.

Urin
DS:
-. Nn V mengatakan sering
kencing (5-7 kali)dan
merasa kesakitan saat
buang air kecil, urin
berwarna pekat seperti air
teh.
DO:
-Hasil pemeriksaan lab di
dapatkan bakteri
Escherichia coli sebanyak
50-90%, ditemukan
leukosit dan eritrosit di
dalam urin.

c.

Prioritas Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis


2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.

Rencana Keperawatan
Nama klien

: Nn. V

No.Register : 1234

Umur

: 16tahun

Diagnosa Medis : Infeksi saluran kemih

Ruang

: Anggrek

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

O
1.

Nyeri akut
berhubunga
n dengan
agen injuri
biologis

Page 39

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 jam maka nyeri
pasien akan berkurang
dengan kriteria hasil
sbb:
1.pasien dapat
mengontrol
nyerinya
2.skala nyeri

1.lakukan
pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan

1.untuk mengetahui
tingkat kenyerian
pasien.
2.untuk menghindari
faktor penyebab
nyeri.
3.untuk mengalihkan
perhatian pasien
tentang nyeri.
4.untuk mengurangi

berkurang dari
skala 7 menjadi
skala 3
3.vital sign
RR=18-24x/menit,
HR=80100x/menit,
T=36,5-37,5C,
TD=110/80mmHg
4.pasien dapat
memanajmen
nyerinya.

2.
Hipertermi
b.d penyakit

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 jam maka suhu
tubuh pasien dapat
kembali normal dengan
kriteria hasil sbb:
1.termoregulasi=pengat
uran suhu tubuh.
Supaya suhu tubuh
pasien kembali pada
pengaturan suhu tubuh
yang normal
2.vital sign
RR=18-24x/menit,
HR=80-100x/menit,
T=36,5-37,5C,
TD=110/80mmHg

faktor
presipitasi.
2.control
lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri, seperti
suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan.
3.ajarkan
tentang tehnik
nonfarmakolog
i.
4.berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri.
1.kaji kesadaran
pasien.
2.kaji suhu
tubuh pasien.
3.beri banyak
minum.
4.ajari keluarga
dan pasien
bagaimana
cara menjaga
agar suhu
tubuh tetap
berada pada
kondisi
normal atau
ajari cara
mengompres

rasa nyeri.

1.mengetahui
bagaimana respon
pasien.
2.agar kita mengetahui
bagaimana perubahan
suhu tubuh pasien
setiap saatnya.
3.membantu memenuhi
kebutuhan volume
cairan pasien.
4.agar kita dapat
memandirikan pasien
dan keluarganya.

3.
Gangguan
Page 40

Setelah dilakukan

1.Pantau

1.untuk mengetahui

eliminasi
urin b.d
infeksi
saluran
kemih

tindakan keperawatan
3x24 jam maka
gangguan eliminasi
urin teratasi dengan
kriteria hasil sbb:
1. Kontinensia kemih
2. Eliminasi urin

eliminasi
urine
termasuk
frekuensi,
konsistens
i, bau,
volume,
dan
warna.
2.Rekam
output
urin
3.Berikan
antibiotik.

perubahan-perubahan
urine
2.untuk mengetahui
bayak sedikitnya urin
yg keluar
3.untuk menghilangkan
infeksi.

Implementasi dan Evaluasi


Catatan Perkembangan
Nama klien
: Nn. V
Umur
: 16tahun
Ruang
: Anggrek
NO
1.

Jam/tangga
l
08.30/
10/03/2013

No.Register : 1234
Diagnosa Medis : Infeksi saluran kemih

Implementasi

Evaluasi

1.mengkaji vital
sign
DS: DO: N=80x/mnt
RR=20x/mnt
TD=110/70
S=38C.

Waktu,Tagal :
14:00,10/03/2013
S: klien mengatakan
masih nyeri di
abdomen

2.Mengkaji
tingkat nyeri
DS : Pasien
mengatakan
nyeri di
daerah
abdomen
DO: pasien
Page 41

O: - S= 30 C
-klien tampak
nyeri ketika
dilakukan
pemeriksaan
abdomen
A: masalah belum
teratasi

Nama/ttd

kukuh
_st

tampak nyeri
ketika
dilakukan
pemeriksaan
abdomen

11.30 WIB

Page 42

3.Membantu
pasin untuk
mengotrol
nyerinya
DS:DO: pasien tmpak
mengerti
tentang tehnik
nafas dalam
yang
diajarkan oleh
perawat
1.melibatkan
keluarga
untuk
membantu
menurunkan
suhu tubuh
pasien
DS:
DO: keluarga
tanpak
mengerti apa
yang
dijelaskan/
diajarkan
perawat
2.memberi
banyak
minum
DS: pasien
mengatakan
akan berusaha
banyak
minum

P: lanjutkan intervensi
Kaji vs
Beri obat anal

14:00

08:30 /
11/03/2
013

DO: pasien
tampakmenge
rti dengan
penjelasan
perawat
1. memantau
frekueensi,wa
rna urin
DS : klien
mengatakan
sering buang
air kecil tp
sedikit
-sedikit
DO : - urin
berwarna
keruh seperti
air teh
1.kaji vital sign
DS :
DO : S=37,5C
N=80x/mnt
RR=
20x/mnt
TD=
120/70
mmHg

Waktu,Tagal
11/03/2013, 14:00
wib
S: pasien dalam
keadaan
composmentis/sad
ar
O: -S=37,5C
-pasien dalam
keadaan
compousmentis
A: masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan
intervensi

11:30 WIB

Page 43

1.kaji tingkat
kesadaran
DS
DO: Pasiendalam
keadaan
composmentis

kuku
h_st

08:30/
12/03/2
013

1.kaji tingkat
nyeri
DS: Pasien
mengatakan
sudah tidak
nyeri lagi
pada abdomen
.
DO: tidak ada
nyeri tekan
pada abdomen

S:-pasien
mengatakan
sudah tidak
merasa nyeri lagi.
- pasien mengatakan
sudah tidak sering
buang air kecil
lagi.
O:- S=37,5C
- tidak ada nyeri
tekan pada
abdomen.
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi.

11.00/
12/03/2013

1.kaji vital sign


DS :
DO : S=37,5C
N=80x/mnt
RR=
20x/mnt
TD=
120/70mmHg

14.00/
12/03/2013

1.kaji eliminasi
urine
termasuk
frekuensi,
konsistensi,
bau, volume,
dan warna.
DS: pasien
mengatakan
sudah tidak
sering buang
air kecil lagi.

Page 44

kukuh_st

BAB IV
PENUTUP

A.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah di atas adalah sebagai berikut:
1. Definisi keperawatan Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.
2. Definisi secara medis Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu mekanisme
produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
3. Definisi secara spikologis Scr umum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan
yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik dari serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional.
4. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Reseptor nyeri terbagi dalam dua komponen yaitu reseptor A delta dan serabut C.
5. Teori nyeri terbagi menjadi Teori Spesifik, Teori Pattern dan pengontrolan nyeri
(gate comtrol).
Page 45

6. Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas
yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit
dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau
rangsangan.

B. SARAN
1. Bagi mahasiswa diharapakn dengan adanya makalah asuhan keperawtan ini dapat
membantu dalam membuat makalah asuhan keperawtan tentang nyeri, dan
memperbanyak pengetahuan dari berbagai refrensi lainnya.
2. Bagi perawat diharapkan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tidak
hanya sebagai pemberi asuhan keperawatan namun juga berperan aktif dalam
mencegah akan terjadinya suatu penyakit.
3. Bagi dunia keperawatan diharapakan kita sebagai tenaga kesehatan mampu
memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin, dan meningkatkan kualitas
perawat yang lebih bermutu.

Page 46

Page 47

Anda mungkin juga menyukai

  • Erlina 1
    Erlina 1
    Dokumen7 halaman
    Erlina 1
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Komunitas Pesantren
    Asuhan Keperawatan Komunitas Pesantren
    Dokumen21 halaman
    Asuhan Keperawatan Komunitas Pesantren
    Heny Ermawati Part II
    50% (2)
  • Dimut
    Dimut
    Dokumen1 halaman
    Dimut
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Soal Gadar 2
    Soal Gadar 2
    Dokumen12 halaman
    Soal Gadar 2
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Erlina 2
    Erlina 2
    Dokumen2 halaman
    Erlina 2
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Sosbud 6
    Sosbud 6
    Dokumen26 halaman
    Sosbud 6
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen29 halaman
    Isi
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Askep Gangguan Pertukaran Gas
    Askep Gangguan Pertukaran Gas
    Dokumen3 halaman
    Askep Gangguan Pertukaran Gas
    Heny Ermawati Part II
    100% (1)
  • Tugas Telaah Jurnal
    Tugas Telaah Jurnal
    Dokumen5 halaman
    Tugas Telaah Jurnal
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Personal Hygiene
    Personal Hygiene
    Dokumen7 halaman
    Personal Hygiene
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen6 halaman
    Pembahasan
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • WOC Fix
    WOC Fix
    Dokumen1 halaman
    WOC Fix
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Nutrifood
    Bab 1 Nutrifood
    Dokumen6 halaman
    Bab 1 Nutrifood
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Askep Ra
    Askep Ra
    Dokumen14 halaman
    Askep Ra
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Linda As
    Linda As
    Dokumen11 halaman
    Linda As
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Dimas Ganteng
    Dimas Ganteng
    Dokumen1 halaman
    Dimas Ganteng
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Doa Merawat Pasien 2 s1 Kep
    Doa Merawat Pasien 2 s1 Kep
    Dokumen7 halaman
    Doa Merawat Pasien 2 s1 Kep
    SyiFa Leave Zuster
    Belum ada peringkat
  • Sosbud 6
    Sosbud 6
    Dokumen26 halaman
    Sosbud 6
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2
    Kasus 2
    Dokumen2 halaman
    Kasus 2
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Personal 2
    Personal 2
    Dokumen57 halaman
    Personal 2
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Cover Sap
    Cover Sap
    Dokumen1 halaman
    Cover Sap
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Cover Fisika
    Cover Fisika
    Dokumen1 halaman
    Cover Fisika
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • DIMUT
    DIMUT
    Dokumen1 halaman
    DIMUT
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen56 halaman
    Isi
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2
    Kasus 2
    Dokumen2 halaman
    Kasus 2
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • WOC Demam
    WOC Demam
    Dokumen1 halaman
    WOC Demam
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Kasus Salah Pemberian Obat
    Kasus Salah Pemberian Obat
    Dokumen2 halaman
    Kasus Salah Pemberian Obat
    Heny Ermawati Part II
    100% (2)
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen15 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen43 halaman
    Isi
    Heny Ermawati Part II
    Belum ada peringkat