Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Mary Parker Follett (Jones, 2013), manajemen adalah "the
art of getting things done through people. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa manajemen sangat dipengaruhi oleh perilaku
individu dalam suatu organisasi. Bagaimana agar bisa memotivasi
individu atau karyawan sehingga mereka dapat memberikan kinerja
yang terbaik yang sesuai dengan tujuan perusahaan bukan hal yang
mudah.
Oleh sebab itu perlu kajian lebih lanjut mengenai perilaku individu
dalam

manajemen

khususnya

akuntansi

manajemen

dan

sistem

pengendalian agar biaya atas human error dapat ditekan dan tidak
mempengaruhi keseluruhan kinerja perusahaan. Pada makalah yang
berjudul Motivating Behavior in Management Accounting and Control
System ini akan dijelaskan secara ringkas tentang hal - hal yang
mempengaruhi perilaku karyawan/individu dalam bekerja, diantaranya
fungsi pengendalian dalam manajemen, mengapa insentif tidak bisa
digunakan dan mitos-mitos mengenai gaji.

1.2 Maksud dan Tujuan


Makalah ini dimaksudkan dan ditujukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Seminar Akuntansi Manajemen di Magister Akuntansi Universitas
Padjadjaran. Selain itu, makalah ini dimaksudkan agar dapat menjadi
referensi bagi para pengguna Akuntansi Manajemen di lingkungan
akademisi dan praktisi.

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dirumuskan


sebagai berikut:
a. Bagaimana fungsi kontrol pada manajemen?
b. Mengapa perencanaan insentif tidak berhasil?
c. Apa saja 6 mitos berbahaya mengenai gaji?

1.4 Sistematika Penulisan


Bab I PENDAHULUAN
.1
I.2
I.3
I.4

Latar Belakang
Maksud dan Tujuan
Rumusan Masalah
Sistematika Penulisan

Bab II ISI
2.1 The Control Function of Management
2.2 Why Incentive Plans Cannot Work
2.3

Six Dangerous Myths About Pay

Bab III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

BAB II
2

ISI

2.1 The Control Function of Management


Pada bagian ini akan dibahas mengenai permasalahan umum dari
pengendalian, berbagai jenis pengendalian, dan jenis pengendalian mana
yang cocok dan apa alasannya. Identifikasi permasalahan umum dari
pengendalian akan ditelusuri dengan memahami apa yang menjadi alasan
kita untuk mengimplementasikan pengendalian dan menjelaskan apa
yang bisa dicapai dengan pengendalian yang baik.
A.

Why Are Controls Needed?


Dalam suatu organisasi tidak semua individu memberikan hal yang

terbaik, mengerjakan tugas-tugasnya sesuai tujuan organisasi, tidak


mampu memproses informasi secara optimal, dan akhirnya membuat
keputusan yang tidak konsisten dengan tujuan. Kejadian tersebuat bisa
terjadi karena lack of goal congruence. Hal seperti itu membuat organisasi
harus memiliki semacam perlindungan agar sikap-sikap individu yang
tidak diinginkan tidak terjadi.
Pengendalian yang tidak cukup baik setidaknya akan mengakibatkan
kinerja perusahaan memburuk dan pada kondisi yang lebih parah lagi
dapat menyebabkan kegagalan besar dalam perusahaan tersebut.
B.

What Is Good Control?


Perfect Control, berarti jaminan pencapaian yang sesuai dengan

perencanaan, namun perfect control tidak mungkin terjadi karena adanya


kejadian-kejadian yang tidak terduga. Beberapa kriteria penting dari
kontrol yang baik sebagai berikut :
1 Kontrol

berorientasi

untuk

masa

yang

akan datang,

dimana

kejadian-kejadian di masa lalu hanya menjadi panduan saja untuk


masa yang akan datang, yang berarti tujuan dari kontrol ini adalah

untuk menjaga agar tidak ada kejadian-kejadian yang tidak sesuai


lagi di masa yang akan datang.
2 Kontrol bersifat multidimensional, sebagai contoh kontrol dalam
departemen produksi tdak dapat dikatakan baik kecuali jika semua
aspek kinerja termasuk kualitas, efisiensi, dan aset manajement
juga dikontrol dengan baik.
3 Penilaian apakah jaminan kinerja yang baik telah dicapai, seorang
ahli dapat menilai bahwa sistem pengontrolan yang ditetapkan telah
memadai.
4 Kontrol yang baik tidak selalu bersifat ekonomi

C.

How Can Good Control Be Achieved?


Pengendalian yang baik bisa dicapai dengan 2 hal yaitu, dengan

menghindari behavioral problems dan/atau mengimplementasikan satu


atau lebih jenis pengendalian.
1) Control-Problem Avoidance
Menghindari masalah-masalah behavioral yang tidak diinginkan bisa
dilakukan dengan 3 cara yaitu :
a) Otomatisasi
Apabila otomatisasi telah diterapkan, maka beberapa masalah yang
biasanya terjadi karena human error bisa terhindarkan. Contoh sederhana,
dalam

penghitungan

menghindari

kesalahan

gaji

yang

hitung

dilakukan

pegawai

secara

diminta

manual,untuk

untuk

membuat

perhitungan dalam program spreadsheet sehingga penjumlahan dan


sebagainya dapat dilakukan secara otomatis oleh komputer.
b) Sentralisasi
Ketika suatu keputusan penting di setiap level atau setiap area
dikendalikan oleh satu bagian, kesalahan akan terhindari dan lebih mudah
ditelusuri karena tidak ada orang lain yang terlibat.

c) Berbagi resiko
Dengan berbagi resiko dengan pihak external perusahaan, resiko
yang ditanggung apabila terjadi akan lebih kecil. Contohnya dengan
bekerja sama dengan perusahaan asuransi, jika ada kecelakaan terjadi,
biaya yang harus dikeluarkan bisa diminimalisir.
2) Types of Control
Apabila manajemen tidak bisa atau memilih untuk tidak menghindari
behavioral

problem,

maka

yang

harus

dilakukan

adalah

mengimplementasikan satu atau lebih jenis pengendalian. Jenis-jenis


pengendalian yang dimaksud adalah pengendalian berdasarkan objek
pengendaliannya, yaitu :
a) Control of Specific Action
Pada jenis pengendalian ini, usaha yang dilakukan adalah untuk
memastikan setiap individu melakukan hal yan seharusnya dilakukan atau
tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan. Control of
Specific Action ini terbagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Behavioral constraints. Manajemen dapat menggunakan behavioral
constrainst untuk membatasi kemungkinan kejadian hal - hal yang tidak
diinginkan. Behavioral constraints terbagi menjadi dua, physical dan
administrative. Contoh untuk physical misalnya, penggunaan kunci atau
key personal identification system agar tidak ada karyawan yang masuk
sembarangan pada ruangan tertentu. Contoh untuk administrative adalah
pembagian tugas dalam suatu organisasi, agar tidak ada satu karyawan
yang menangani dua tugas yang seharusnya membutuhkan dua orang
berbeda demi keamanan.
Action accountability. Tipe kedua ini maksudnya adalah jenis sistem
pengendalian feedback dimana karyawan harus bertanggung jawab atas
tindakan mereka. Implementasi jenis pengendalian ini membutuhkan: (1)
definisi mengenai batasan perilaku-perilaku seperti apa yang diterima
atau diperbolehkan dalam bentuk SOP, (2) menelusuri perilaku karyawan
5

yang terkait dan (3) menerapkan sistem reward-punishment apabila ada


sikap yang melewati batas.
Preaction review. Pengendalian ini melibatkan pengamatan bagaimana
karyawan bekerja sebelum pekerjaan tersebut selesai. Misalnya dengan
direct supervision, formal planning reviews, dan persetujuan mengenai
pengajuan pengeluaran sebelum pekerjaan tersebut selesai. Dengan
pengendalian ini, kita bisa memperbaiki kesalahan sebelum kesalahan itu
berakibat lebih besar pada perusahaan karena kita telah mendeteksinya
sebelum pekerjaan selesai.
b) Control of Results
Pengendalian bisa dicapai dengan fokus pada hasil. Penggunaan jenis
pengendalian ini membutuhkan: (1) definisi ruang lingkup hasil yang ingin
dicapai, meliputi efisiensi, kualitas, dan pelayanan (2) mengukur kinerja
dengan ruang lingkup tersebut (3) menyediakan rewards atau punishment
sesuai dengan pencapaian target yang telah ditentukan. Control of result
merupakan bentuk pengendalian yang berbasis future-oriented, mereka
memotivasi karyawan untuk berperilaku selaras dengan kebutuhan
perusahaan.
c) Control of Personnel
Control

of

personnel

lebih

menekankan

pada

ketergantungan

keterlibatan individu pada hal yang harus dilakukan untuk mencapai


tujuan organisasi dan pengendalian ini menyediakan bantuan untuk
membantu individu tersebut. Jenis pengendalian ini biasanya dapat
diimplementasikan pada perusahaan keluarga skala kecil atau pada
professional partnership. Pada dua jenis usaha ini, setiap individu memiliki
tujuan yang selaras dengan perusahaan sehingga pengendalian hanya
perlu

untuk

membantu

individu

tersebut

dalam

mencapai

tujuan

perusahaan.

D.

Feasibility constraints on the choice of controls


6

1) Feasibility constraints pada personnel control


Personnel control merupakan jenis pengendalian yang paling mudah
beradaptasi untuk berbagai situasi. Karena keselerasan tujuan pribadi
dengan tujuan perusahaan yang sudah dimiliki, akan lebih mudah dalam
mencapai target - target tertentu.

2) Feasibility constraints pada control over specific action


Manajemen harus memiliki ketegasan mengenai perilaku apa yang
diinginkan dan yang tidak diinginkan. Sehingga lebih mudah dalam
menilai apakan seorang karyawan telah mencapai target sesuai dengan
cara yang benar atau tidak.
3) Feasibility constraints pada control over results
Batasan yang paling penting pada control over results adalah
kemampuan untuk mengukur suatu hasil pekerjaan dengan efektif.
Idealnya, manajemen harus :
1. assess the correct performance areas;
2. be precise;
3. be timely; dan
4. be objective

E.

How to choose among the feasible options


Secara

umum

pemilihan

jenis

pengendalian

harus

mempertimbangkan 3 hal berikut :


1. the total need of control;
2. the amount of control that can be designed into each of the control
devices; dan
3. the cost of each, both in terms of money spent and unintended
behavioral effects, if any.
Pertimbangan tersebut akan dijelaskan lebih jauh dibawah ini.

1) Need for controls


Kebutuhan akan pengendalian suatu organisasi bergantung pada
dampak pada bagian tertentu pada keseluruhan kinerja suatu organisasi.
Contohnya

pengendalian

pada

pengembangkan

produk

baru

lebih

dibutuhkan dibandingkan dengan pengendalian produksi produk yang


sudah ada. Karena apabila terjadi kesalahan di proses pengembangan
produk

baru,

dampaknya

lebih

besar

pada

keseluruhan

kinerja

perusahaan dibandingkan kesalahan yang terjadi di proses produksi


produk yang sudah ada.
2) Amount of control provided by feasible options
Jumlah pengendalian yang disediakan oleh pilihan - pilihan yang
memungkinan bergantung pada design pengendalian tersebut dan
seberapa baik pengendalian itu bisa diimplementasikan pada situasi yang
dialami. Personnel control biasanya memberikan beberapa tingkatan
pengendalian. Walaupun personnel control cocok dilakukan di perusahaan
keluarga

berskala

kecil,

tetapi

mereka

hanya

memberikan

sedikit

peringatan akan kegagalan atau bahkan tidak sama sekali.


Untuk pengendalian specific-action dan results control dapat memberikan
jumlah

pengendalian

yang

beragam.

Secara

umum,

hal

ini

membutuhkan : (1) spesifikasi detail mengenai apa yang diharapkan dari


setiap individu (2) pencegahan dari hal - hal yang tidak diinginkan, atau
monitoring yang efektif dan sering dari tindakan atau hasil yang dilakukan
dan (3) administrasi dari penalties atau rewards yang dberikan pada pihak
- pihak terkait.
3) Costs: Outlay and Behavioral
Biaya dari suatu pengendalian bergantung pada dua factor yaitu
biaya incremental dolar dan biaya dari perilaku - perilaku yang tidak
diinginkan. Biaya sesungguhnya dari suatu pengendalian bisa lebih murah
dibandingkan pertama kali biaya tersebut muncul karena beberapa alat
bantu bisa saja sudah ada untuk alasan-alasan tertentu.

F.

Where does feedback fit in?


Pengendalian merupakan kegiatan yang berorientasi pada masa

depan, karena kinerja masa lalu tidak bisa dirubah, tetapi analisis dari
hasil dan feedback yang beragam seringkali memberikan bantuan
tambahan pada sistem pengendalian.
Ada 3 alasan mengapa feedback dari hasil masa lalu sangat penting
sebagai bagian dari sistem pengendalian.
Pertama, feedaback dapat menjadi reinforcement bagi suatu resultaccountability sistem. Kedua, pada situasi yang berulang, ukuran dari
suatu hasil pekerjaan bisa memberikan indikasi dari suatu kegagalan
tepat waktu untuk jadi perbaikan yang berguna. Ketiga, analisis tentang
bagaimana hasil bervariasi dengan berbagai kombinasi input yang
mungkin

meningkatkan

pemahaman

tentang

bagaimana

input

berhubungan dengan hasil.


Perlu diperhatikan bahwa 2 alasan terakhir hanya berguna pada
situasi yang hanya memiliki sedikit pengulangan. Apabila suatu situasi
benar-benar hanya sekali waktu saja, seperti pengeluaran besar atau
keputusan investasi yang unik, manajemen hanya memiliki sedikit
manfaat dari penerapan feedback.

2.2 Why Incentive Plans Cannot Work


Sulit untuk melihat keunggulan yang dipercaya kebanyakan manajer
dan pemberi saran yang percaya pada kekuatan dari adanya reward.
Mayoritas

perusahaan

di

Amerika

Serikat

menggunakan

beberapa

program motivasi pegawai dengan cara memberikan kompensasi pada


satu indeks kinerja dan yang lainnya. Namun, tidak banyak yang
mempercayai bahwa orang akan melakukan pekerjaan lebih baik jika
mereka dijanjikan insentif. Asumsi dan penerapan ini meluas, namun
serangkaian

bukti

pendukung

mulai

bermunculan

dari

sisi

yang
9

menentang. Berdasarkan sejumlah penelitian di laboratorium, tempat


kerja, kelas, dan tempat lainnya, sistem reward tertentu justru dapat
merusak tujuan proses ke arah yang lebih baik. Kegagalan program
insentif

terjadi

karena

terdapat

kesalahan

program

berupa

ketidakcukupan asumsi psikologis yang mendasari keseluruhan rencana.

A.

Temporary Compliance
Teori behavioris, menyatakan bahwa pekerjaan secara tidak langsung

bertanggung jawab dalam membayar pekerja berdasarkan hasil yang


dikerjakan bagi para pekerja pabrik, opsi saham bagi eksekutif atas, hak
istimewa yang diberikan kepada pegawai terbaik bulanan, dan komisi
untuk bagian penjualan. Sekian lama konsultan menggunakan formula
perhitungan bonus untuk menggerakan pegawai. Sementara itu, uang,
liburan, perjamuan, daftar berbagai model behavioris terkait motivasi
sangatlah terbatas. Dan saat ini, banyak orang berpikiran ke depan terkait
mempromosikan kerja tim, partisipasi manajemen, pengembangan terusmenerus, dan yang lainnya memakai reward untuk dilakukan dan
dipertahankan secara lebih baik.
Selain itu, beberapa artikel menunjukkan kritik atas rencana insentif
yang selalu dibatasi terkait detail implementasinya. Perhitungan yang
tepat atas pemberian insentif atau mungkin menyewa konsultan akan
mengatasi masalah yang ada. Herbert H. Meyer, professor emeritus di
departemen

psikologi

College

of

Social

and

Behavioral

Sciences,

University of South Florida menulis Anyone reading literature on this


subject published 20 years ago would find that the articles look almost
identical to those published today. Penilaian tersebut dapat ditulis pagi
ini, yang sebenarnya ditawarkan pada tahun 1975. Hampir lewat 40 tahun
dan pemikiran tidaklah berubah.
Apakah reward berhasil? Jawabannya bergantung pada bagaimana
kita mengartikan work. Riset menyarankan bahwa kesuksesan reward
bergantung pada 1 hal yaitu kepatuhan sementara. Ketika hal tersebut
10

mengakibatkan perubahan akhir pada sikap dan perilaku, bagaimanapun


reward, seperti hukuman yang tidak efektif. Ketika reward gagal, orangorang akan kembali ke perilaku lamanya. Penelitian menunjukkan bahwa
menawarkan insentif untuk mengurangi berat badan, berhenti merokok,
menggunakan sabuk pengaman, atau (pada kasus anak-anak) berperilaku
bermurah hati tidak hanya kurang efektif dibandingkan strategi lain tapi
juga

membuktikan

akan

menjadi

lebih

buruk

dibandingkan

tidak

melakukan apa-apa sama sekali. Insentif, yang psikologis sebut motivator


extrinsic, tidak mengubah sikap yang mendasari perilaku mereka. Mereka
tidak menciptakan komitmen abadi mengenai berbagai nilai ataupun
tindakan. Sebaliknya, insentif hanya sementara mengubah yang mereka
lakukan.
Untuk produktivitas, paling tidak adan 12 penelitian selama 3 dekade
terakhir yang menunjukan bahwa orang yang berharap menerima reward
dalam menyelesaikan tugas ataupun untuk melakukan tugas dengan
sukses biasanya tidak melakukan sebaik orang yang tidak memikirkan
reward sama sekali. Penelitian ini menguji reward untuk anak-anak dan
dewasa, pria dan wanita, dan termasuk tugas mulai dari mengingat fakta
untuk menciptakan pemecahan masalah untuk mendesain kolase. Secara
umum, pemikiran yang terbuka dibutuhkan. Orang dengan kinerja buruk
justru akan tampil ketika pekerjaan menghasilkan reward. Menariknya,
peneliti sendiri sering menerima kejutan. Mereka berasumsi bahwa
reward akan menghasilkan pekerjaan yang lebih baik tapi ditemukan yang
sebaliknya.
Pertanyaan bagi manajer adalah apakah rencana insentif dapat
bekerja ketika ada motivator extrinsic. Sayangnya, sebagai penulis C.
Douglas Jenkins, Jr mencatat, banyak organisasi meneliti lebih dalam pada
efek variasi dari kondisi insentif dan tidak pada pembayaran gaji
berdasarkan kinerja per tingkatnya.
Sejumlah penelitian menguji apakah dengan atau tidak membayar
terutama

pada

tingkat

eksekutif,

berkaitan

dengan

profitabilitas

perusahaan dan pengukuran lainnya pada kinerja. Seringkali mereka


11

menemukan sedikit atau korelasi negatif antara gaji dan kinerja. Secara
khusus, ketiadaan hubungan seperti diartikan sebagai bukti hubungan
antara kompensasi dengan sesuatu yang lain dibanding bagaimana orang
baik melakukan pekerjaannya. Tapi kebanyakan data ini dapat mendukung
kesimpulan yang berbeda-beda, sebab akibat yang bertolak belakang.
Mungkin penelitian ini mengungkapkan bahwa gaji yang lebih tinggi tidak
menghasilkan kinerja yang lebih baik. Dengan kata lain, ide memberikan
reward yang berkualitas merupakan hal yang bodoh.
Berdasarkan penemuan Jude T. Rich dan John A. Larson, formerly of
McKinsey & Company. Pada tahun 1982, menggunakan wawancara dan
pernyataan proksi, mereka menguji program kompensasi pada 90
perusahaan utama di US untuk menentukan apakah penerimaan kembali
pemegang saham lebih baik untuk perusahaan jika menggunakan rencana
insentif untuk eksekutif atas dibandingkan dengan perusahaan yang tidak.
Mereka tidak dapat menemukan adanya perbedaan.
4 tahun kemudian, Jenkins menelusuri 28 penelitian sebelumnya
yang mengukur pengaruh insentif keuangan pada kinerja. (Beberapa
dilakukan di laboratorium dan beberapa di lapangan) analisisnya, Insentif
Keuangan, diterbitkan pada tahun 1986, mengungkapkan bahwa 16 atau
57% dari penelitian menemukan adanya efek positif pada kinerja.
Bagaimanapun, seluruh pengukuran kinerja dihitung secara kuantitatif:
pekerjaan yang baik menghasilkan lebih atau dilakukan dengan lebih
cepat. Hanya 5 penelitian yang melihat pada kualitas kinerja, dan tidak
ada yang menunjukkan manfaat dari insentif.
Analisis lainnya mengambil keuntungan pada situasi yang tidak biasa
yang dipengaruhi sekelompok juru las pada perusahaan manufaktur di
Midwestern. Sesuai permintaan serikat, sistem insentif yang memiliki efek
untuk beberapa tahun tiba-tiba dihilangkan. Sekarang, jika insentif
keuangan memberikan motivasi, ketiadaannya akan menurunkan tingkat
produksi. Dan itulah yang benar-benar terjadi. Untunglah, Harold. F Rothe,
manajer personel terdahulu dan asisten staf perusahaan pada Perusahaan
Beloit,

menelusuri

produksi

selama

berbulan-bulan,

menyediakan
12

serangkaian data jangka panjang yang jarang dikumpulkan pada bidang


ini. Setelah terjadi penurunan di awal, Rothe menemukan bahwa
ketiadaan insentif berpengaruh pada produksi juru las cepat dimulai, naik
dan akhirnya mencapai tingkat yang tinggi dan lebih tinggi dari
sebelumnya.
Salah satu review terbesar mengenai bagaimana program intervensi
mempengaruhi kinerja pekerja, meta-analisis terhadap 330 perbandingan
dari 98 penelitian yang dilakukan pada tahun 1980 oleh Richard A. Guzzo,
profesor psikologi pada Universitas Marykand, College Park dan rekannya
pada Universitas New York. Sejumlah angka terlihat menyarankan
hubungan positif antara insentif keuangan dan produktivitas, tapi karena
terdapat variasi besar antara satu penelitian dengan penelitian yang lain,
tes statistik mengindikasi bahwa tidak ada efek siginifikan secara
keseluruhan.

Terlebih

lagi,

insentif

keuangan

sebenarnya

tidak

berhubungan dengan jumlah pekerja yang tidak hadir ataupun berhenti


bekerja pada suatu periode waktu. Kontrasnya, pelatihan dan program
penetapan tujuan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar pada
produktivitas dibandingkan rencana pembayaran sesuai kinerja.

B.

Why Rewards Fail


Mengapa banyak eksekutif tetap melanjutkan program insentif?

Mungkin karena sedikit orang menghabiskan waktu untuk menguji


hubungan

antara

produktivitas

dan

program
moral

insentif

pada

dan

lingkungan

permasalahan
kerja.

Reward

dengan
membeli

kepatuhan sementara, sehingga itu terlihat seperti masalah yang teratasi.


Sulit menempatkan bahaya yang mereka sebabkan pada jangka panjang.
Selain itu, penerima reward tidak terjadi pada kebanyakan dari kita,
mengingat bahwa guru kita, orang tua, dan manajer yang mungkin
13

menggunakannya. Do this and youll get that adalah bagian dari


kehidupan di Amerika. Pada akhirnya, dengan percaya pada masalah
motivasi terkait sistem insentif akan berpengaruh sesaat, dibandingkan
teori psikologis di balik seluruh insentif, kita dapat tetap optimis bahwa
penyesuaian minor secara relatif akan memperbaiki kerusakan.
Pada jangka panjang, biaya potensial pada berbagai perusahaan
yang mencoba sistem fine-tune reward-driven compensation mungkin
besar. Fundamental flaws of behaviorism itu sendiri menjerumuskan
segala

prospek

yang

mempengaruhi

perubahan

perilaku

ataupun

peningkatan kinerja jangka panjang melalui penggunaan reward. Terdapat


6 kerangka yang menguji biaya sebenarnya dari program insentif:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Pay is not a motivator;


Rewards punish;
Rewards rupture relationships;
Rewards ignore reasons;
Rewards discourage risk-taking; dan
Rewards undermine interest.

1) Pay is not a motivator


Deklarasi W. Edward Deming mungkin mengejutkan, bahkan absurd.
Tentu saja uang membeli segala sesuatu yang orang inginkan dan
butuhkan. Selain itu, jika mereka dibayar sedikit, mereka akan lebih
perhatian pada masalah keuangan. Memang, beberapa penelitian pada
beberapa dekade terakhir menemukan kapan orang-orang menanyakan
permasalahan teman sekerja atau pada situasi dimana manajer kepada
bawahannya.

Mereka

mengasumsikan

uang

yang

utama.

Tetapi

menempatkan pertanyaan secara langsung apa yang kamu perdulikan?


dan pembayaran gaji hanya di urutan 5 atau 6.
Bahkan jika orang-orang secara prinsip perduli dengan gaji mereka,
hal ini tidak membuktikan bahwa uang memotivasi. Tidak ada jaminan
yang kuat pada asumsi ketika dibayar lebih akan mendorong mereka
untuk bekerja lebih baik, pada jangka panjang, lebih bekerja keras lagi.
Frederick Herzberg, Distinguished Professor of Management, University of
14

Utahs Graduate School of Management, berpendapat bahwa hanya


karena sedikit uang dapat menganggu dan demotivasi, tidak berarti
bahwa lebih banyak uang akan meningkatkan kepuasan ataupun motivasi.
Masuk akal untuk mengasumsikan bahwa jika penghasilan seseorang
dipotong setengahnya, moralnya pasti akan cukup menderita atas kinerja
yang buruk. Tapi jika penghasilan diberikan dua kali lipat juga tidak
menjamin akan diikuti dengan bekerja lebih baik.
2) Rewards punish
Banyak

manajer

mengerti

bahwa

paksaan

dan

ketakutan

menghancurkan motivasi dan menciptakan tentangan, pertahanan, dan


kemarahan. Mereka menyadari bahwa manajemen hukuman adalah
bentuk yang kontradiktif. Herzberg menulis dalam HBR 25 tahun yang lalu
(One More Time: How Do You Motivate Employees? Januari-Februari
1968), KITA, dia dengan malu-malu menjelaskan untuk bertahan pada
kick in the pants (pemaksaan) mungkin menghasilkan pergerakan tapi
bukan motivasi.
Kegagalan yang sering dibuat eksekutif yaitu untuk mengenali
observasi Herzberg mengenai reward. Punishment dan reward adalah dua
sisi mata uang. Reward memiliki efek jera karena seperti halnya hukuman
yang tepat, manipulatif. Do this and youll get that tidak terlalu berbeda
dengan Do this or heres what will happen to you. Pada situasi insentif,
reward itu sendiri mungkin sangat diinginkan; tetapi dengan memberi
bonus berdasarkan perilaku, manajer memanipulasi bawahannya dan
melatih mereka agar kualitas dapat terkontrol dari waktu ke waktu.
Lebih lanjut lagi, tidak menerima reward mungkin akan menerima
hukuman. Insentif dapat dipotong atau ditarik dengan sengaja, atau tidak
diterima oleh seseorang yang berharap mendapatkannya, efeknya identik.
Semakin reward diinginkan, cenderung semakin tidak diperoleh.
Pada ajaran baru, kita diberi nasihat jika seseorang melakukan
sesuatu yang benar akan memperoleh reward, tidak berbeda dengan
ajaran lama yang menasihati kita jika seseorang melakukan kesalahan
15

dan diancam akan menerima hukuman jika melakukannya lagi. Kedua


pendekatan tersebut diterima oleh banyak orang. Manajer menciptakan
lingkungan kerja dimana orang-orang merasa dikontrol, lingkungan
menjadi

yang

tidak

kondusif

untuk

eksplorasi,

belajar,

dan

pengembangan.
3) Rewards rupture relationships
Hubungan

di

antara

pegawai

seringkali

menjadi

korban

dari

perebutan reward. Sebagai pemimpin dari Total Quality Management,


pergerakan ditekankan pada program insentif dan sistem penilaian kinerja
yang menemani mereka, mengurangi kemungkinan untuk kerjasama.
Peter R. Scholtes, konsultan manajemen senior pada Joiner Associates Inc
menekankan, Everyone is pressuring the system for individual gain. No
one is improving the system for collective gain. The system will inevitably
crash. Tanpa kerjasama tim, tidak akan ada kualitas.
Cara yang paling pasti untuk menghancurkan kerjasama, keunggulan
organisasional adalah memaksa orang bersaing untuk memperoleh
reward ataupun pengakuan atau membuat peringkat melawan satu sama
lain. Untuk tiap orang yang menang, terdapat banyak orang yang
memperoleh kerugian. Dan semakin banyak penghargaan diumumkan
melalui memo, newsletter, dan perjamuan award, semakin banyak
dampak kerugian yang diterima. Selanjutnya, ketika pegawai bersaing
untuk insentif yang terbatas, mereka akan mulai melihat satu sama lain
sebagai rintangan untuk kesuksesan mereka. Namun hal yang sama dapat
terjadi pada penerapan berbagai reward; memperkenalkan kompetisi
hanya membuat keadaan buruk menjadi lebih buruk.
Hubungan antara supervisor dan bawahannya dapat hancur karena
insentif. Tentu saja supervisor yang memberi hukuman terlihat seperti
mobil polisi pada kaca belakang pegawai. Tapi bahkan supervisor yang
memberi reward dapat menghasilkan beberapa reaksi buruk. Contohnya,
pegawai

mungkin

tergoda

untuk

menyembunyikan

masalah

yang

mungkin dimiliki dan menunjukan diri sebagai orang yang kompeten di


16

depan manajer dalam mengontrol uang. Daripada meminta pertolongan,


sebagai

prasyarat

untuk

kinerja

yang

optimal,

mereka

berusaha

meyakinkan manajer bahwa mereka memiliki segala sesuatu yang


terkendali.
4) Rewards ignore reasons
Dalam menyelesaikan masalah di lingkungan kerja, manajer harus
mengerti apa akar permasalahannya. Apakah pegawai tidak cukup
disiapkan sesuai pekerjaannya? Apakah pertumbuhan jangka panjang
harus dikorbankan untuk memaksimalkan pengembalian jangka pendek?
Apakah pekerja tidak dapat berkolaborasi dengan efektif? Apakah hirarki
yang ketat mengintimidasi pegawai untuk membuat rekomendasi dan
merasa tidak berdaya? Tiap situasi ini menghasilkan tanggapan yang
berbeda-beda.

Namun

mengandalkan

insentif

untuk

meningkatkan

produktivitas hanyalah menghasilkan masalah dan perubahan yang


berarti.
Selain itu, manajer sering menggunakan sistem insentif sebagai
pengganti

untuk

memberi

pekerja

yang

mereka

butuhkan

untuk

melakukan pekerjaan yang baik. Memperlakukan pekerja dengan baik,


menyediakan timbal balik yang berguna, dukungan sosial, dan ruang
untuk menentukan sendiri apakah esensi dari manajemen yang baik. Di
samping itu, bonus bagi pegawai dan menunggu hasilnya membutuhkan
sedikit usaha. Memang, beberapa bukti menyarankan strategi manajerial
yang produktif cenderung digunakan dalam organisasi yang menjalankan
rencana

pay-for-performance,

Rothe

mencatat

bahwa

supervisor

cenderung mendemonstrasikan kurangnya leadership ketika intensif


diterapkan.

Seperti,

penulis

Carla

ODell

melaporkan

di

People,

Performance, and Pay telah survey 1600 organisasi dengan American


Productivity Center menemukan sedikit jalan bagi pegawai yang aktif
terlibat dalam organisasi yang menggunakan rencana insentif pada
kelompok kecil. Jone L. Pearce, profesor pada Graduate School of
Management, University of California di Irvine, menulis Why Merit Pay
doesnt Work: Implications from Organization Theory, dibayar sesuai
17

kinerja

sesungguhnya

menghalangi

kemampuan

manajer

untuk

mengatur.
5) Rewards discourage risk-taking
Orang-orang akan melakukan hal yang tepat sesuai dengan yang
diminta jika reward signifikan, Monroe J. Haegele, pendukung program
pay-for-performance, pada The New Performance Measures. Dan
disinilah akar permasalahannya. Kapanpun orang-orang didorong untuk
berpikir mengenai apa yang mereka akan peroleh dalam melakukan
tugas, mereka menjadi cenderung kurang mengambil risiko atau mencari
kemungkinan lain. Dengan kata lain, salah satu yang dikorbankan dari
adanya reward adalah kreativitas.
Keunggulan menarik satu tujuan; reward menarik satu sama lain.
Memberitahu orang-orang bahwa pendapatan mereka akan bergantung
pada produktivitas ataupun tingkat kinerjanya dan mereka hanya akan
fokus pada pada angka. Kadang-kadang mereka akan memanipulasi
jadwal untuk menyelesaikan tugas atau bahkan terlibat terang-terangan
dalam perilaku tidak etis dan ilegal. Thane S. Pittman pada Gettysburg
College menyatakan kapan kita akan termotivasi oleh insentif, features
such as predictability and simplicity are desirable, since the primary focus
associated with this orientation is to get through the task expediently in
order to reach the desire goal. Profesor Cornell University, John Condry
mengutarakan secara singkat: reward adalah enemies of exploration.
Mempertimbangkan penemuan pada organisasional, psikologis Edwin
A. Locke, menintikberatkan pada piece-rate basis untuk pekerjaan
mereka, dia melihat bahwa mereka cenderung memilih tugas yang lebih
mudah agar bayaran atas kesuksesan meningkat. Sejumlah penelitian
lainnya juga menemukan bahwa orang-orang yang bekerja untuk reward
secara umum berusaha meminimalisasi tantangan. Bukanlah sifat dasar
manusia seperti pemalas atau tidak bijaksana dalam memberi suara bagi
pegawai dalam menentukan standar yang digunakan. Orang-orang
cenderung menurunkan pandangannya ketika mereka didorong untuk
18

berpikir tentang apa yang mereka peroleh atas usaha mereka. Do this
and youll get that, dengan kata lain perhatian fokus pada that
dibanding this. Menekankan bonus besar adalah strategi terakhir yang
digunakan jika kita perduli tentang inovasi. Apakah reward memotivasi
orang? Tentu saja. Mereka memotivasi orang untuk memperoleh reward.
6) Rewards undermine interest
Jika tujuan kita adalah keunggulan, tidak ada insentif buatan yang
akan tepat dengan kekuatan motivasi intrinsic. Orang yang melakukan
pekerjaan dengan luar biasa mungkin senang dibayar dan bahkan lebih
senang jika dibayar lebih baik lagi, tapi mereka tidak bekerja untuk
mengumpulkan cek gaji. Mereka bekerja karena mereka menyukai yang
mereka lakukan.
Beberapa akan terkejut dengan berita bahwa motivator extrinsic
adalah pengganti yang buruk untuk minat yang tulus pada satu
pekerjaan. Yang lebih mengejutkan bahwa reward seperti hukuman,
sebenarnya

mungkin

belum

ditentukan

motivasi

intrinsic

yang

menghasilkan kinerja optimal. Semakin manajer menekankan pada yang


pegawai untuk atas bekerja dengan baik, semakin sedikit pegawai yang
tertarik pada pekerjaan itu sendiri.
Penelitian pertama menunjukan efek reward pada motivasi intrinsic
yang dlakukan pada awal tahun 1970 oleh Edward Deci, profesor dan
ketua departemen psikologi pada University of Rochester. Sampai saat ini,
telah banyak eksperimen dengan temuan yang sama. Seperti Deci dan
rekannya Richard Ryan, wakil presiden investasi dan manajer pelatihan
senior pada Robert W. Baird & Co., Inc, menulis pada buku 1985, Intrinsic
Motivation and Self-Determination in Human Behavior, the research has
consistently shown that any contingent payment system tends to
undermine intrinsic motivation. Efek dasar sama pada berbagai jenis
reward dan tugas, meskipun motivator extrinsic secara khusus merusak
ketika terikat tugas yang menarik atau rumit.

19

Deci dan Ryan berpendapat bahwa menerima reward untuk perilaku


tertentu mengirim pesan khusus mengenai apa yang kita lakukan dan
kontrol, atau usaha untuk mengontrol perilaku ke depannya. Semakin
banyak pengalaman mengenai kontrol, semakin kita akan cenderung
kehilangan ketertarikan pada apa yang kita kerjakan. Jika kita pergi
bekerja memikirkan kemungkinan mendapatkan bonus, kita akan merasa
tidak terarah. Reward mengendalikan perilaku kita.
Ahli teori lainnya menjelaskan dengan sederhana mengenai efek
negatif reward terhadap motivasi intrinsic: segala sesuatu disiapkan
sebagai prasyarat untuk hal yang lain sebagai sarana untuk mencapai
tujuan lain, terlihat seperti sesuatu yang kurang diinginkan. Penerima
reward

mengasumsikan,

Jika

mereka

ingin

menyuap

saya

untuk

melakukan sesuatu, hal itu pasti sesuatu yang tidak ingin saya lakukan.
Faktanya pada penelitian yang diterbitkan pada tahun 1992 oleh profesor
psikologi Jonathan L. Freedman dan rekannya pada University of Toronto,
menegaskan bahwa insentif lebih besar yang ditawarkan, semakin banyak
hal negatif yang kita lihat pada berbagai aktivitas ketika bonus diterima.
(Aktivitas itu sendiri bukanlah masalah; pada penelitian ini dimulai dari
partisipasi dalam percobaan medis dan sampai memakan makanan
asing). Apapun alasan pada efeknya, bagaimanapun insentif atau sistem
pay-for-performance

cenderung

membuat

orang

kurang

antusias

mengenai pekerjaan mereka dan kurangnya pendekatan komitmen yang


unggul.

C.

Dangerous Assumptions
Di luar departemen psikologi, beberapa orang membedakan antara

motivasi intrinsic dan extrinsic. Orang-orang ini mengasumsikan untuk


menggabungkan dua konsep ini untuk menghasilkan efek terbaik. Kedua
hal ini mungkin bekerja sama dengan baik dibandingkan hanya salah
satunya. Namun penelitian di dunia nyata memperlihatkannya secara
berbeda.
20

Beberapa manajer bersikeras bahwa satu-satunya masalah pada


program insentif adalah bahwa mereka tidak memberikan

reward

selayaknya/dengan benar. Namun manajer ini gagal memahami faktor


psikologis yang terkait dan konsekuensinya, risiko menjadi status quo.
Bertentangan dengan kebijakan konvensional, penggunaan reward
bukan tanggapan atas orientasi extrinsic yang ditunjukkan banyak
pekerja. Insentif membantu menciptakan fokus pada pertimbangan
keuangan. Ketika organisasi menggunakan manajemen Skinnerian atau
sistem

kompensasi,

orang-orang

menjadi

kurang

tertarik

pada

pekerjaannya, memerlukan insentif extrinsic sebelum mulai berusaha.


Kemudian supervisor

akan berkata, Kamu lihat?

Jika

anda

tidak

menawarkan mereka reward, mereka tidak akan melakukan apapun. Ini


adalah hal yang klasik. Profesor psikologi Barry Schwartz, Swarthmore
College menjelaskan bahwa teori perilaku mungkin menyediakan cara
yang berguna untuk menjelaskan apa yang terjadi pada tempat kerja di
U.S. Bagaimanapun, Hal ini bukan karena pekerjaan adalah contoh alami
prinsip teori perilaku tetapi karena prinsip-prinsip teori perilaku secara
signifikan akan mengubah pekerjaan menjadi contoh dari prinsip teori
perilaku.
Manajer yang bersikeras bahwa pekerjaan tidak akan selesai tanpa
adanya

reward

akan

gagal

dalam

menawarkan

pendapat

yang

meyakinkan untuk memanipulasi perilaku. Menjanjikan reward pada


seseorang yang tidak memiliki motivasi seperti menawarkan air garam
pada seseorang yang haus. Penyuapan di tempat kerja tidak akan
berhasil.

2.3

Six Dangerous Myths About Pay


Setiap hari pemimpin perushaan menghadapi keputusan untuk

membayar. Apakah mereka menyesuaikan sistem kompensasi perusahaan


untuk

mendorong

beberapa

perilaku?

haruskah

mereka

menahan
21

konsultan

untuk

membantu

mereka

mengimplementasi

sistem

pembayaran performmance-based? Seberapa besar kaitan harus mereka


beri kuasa ? terdapat empat keputusan terkait kompensasi tersebut, yaitu:

Seberapa besar harus membayar pegawai


Seberapa besar penekanan di tempatkan

keuangan sebagai bagian sistem reward


Seberapa besar penekanan ditempatkan mencoba untuk menekan

tingkat pembayaran, dan


Apakah akan menerapkan

sistem

untuk

insentif

kompensasi

individual

untuk

perbedaan reward dalam penampilan dan produktifitas, dan jika iya


berapa banyak yang harus di tempatkan pada insentif ini?
Banyak orang-orang bisnis percaya pada enam mitos berbahaya
tentang membayar. Berikut kebenaran dan konsekuensi tentang
kompensasi
Mitos
labor rates dan labor

Hal

tersebut

costs adalah hal yang membingungkan

Realita
tidaklah

sama,

manajerial

dan
dapat

sama

mengarahkan ke beberapa salah langkah dari

Anda

manajerial.
bisa Ketika manager menganggap labor rates dan

merendahkan
costs

anda

labor

labor cost adalah sama, mereka biasanya

dengan terpedaya oleh mitos ini. Labor cost adalah

memotong labor rates

fungsi, labor rates adalah produktifitas.Untuk


merendahkan labor cost anda perlu mengatasi
keduanya. Memang terkadang merendahkan

labor rates meningkatkan labor costs.


costs Hal tersebut terkadang benar. Labor costs

Labor
merupakan
yang

proporsi merupakan proporsi dari

signifikan

total costs
Labor
costs
rendah
senjata

total cost yang

dari beraneka ragam.


yang Kenyataannya, labor costs mungkin cara yang

merupakan paling licin dan berkelanjutan untuk bersaing.


ampuh

kompetitif

dan Lebih

baik

mencapai

keuntungan

yang

yang kompetitif melalui kualitas, customer service,


22

berkelanjutan

produk,

proses

atau

inovasi

servis,

atau

melalui kepemimpinan teknologi. Hal ini jauh


lebih sulit untuk meniru sumber keunggulan
kompetitif
Pembayaran

ini

daripada

hanya

memotong

biaya.
insentif Pembayaran insentif individual, realita nya

individual

menurunkan

kinerja.

Banyak

penelitian

meningkatkan kinerja

menyarankan dengan kuat bahwa bentuk


reward menurunkan teamwork. Mendorong
fokus jangka pendek, dan memimpin orangorang untuk percaya bahwa pembayaran tidak
berhubungan sama sekali terhadap kinerja
tetapi untuk memiliki hubungan yang tepat

Orang-orang
untuk

dan kepribadian yang menyenangkan.


bekerja Orang-orang melakukan pekerjaan

untuk

mendapatkan mendapatkan uang, tetapi mereka bekerja

uang

lebih untuk mendapatkan arti dari hidup


mereka. Pada kenyataannya mereka bekerja
untuk bersenang-senang. Perusahaan yang
menolak fakta ini dasarnya menyuap pekerja
mereka dan akan membayar harganya pada
kurangnya loyalitas dan komitmen.

A.

Why The Myths Exist


Pada tanggal 10 Oktober tahun 1997, Wall Street Journal mempublis

artikel tentang Orang yang melawan Motorola yang telah dipilih untuk
membangun pabrik di Jerman untuk membut telepon seluler meskipun
high cost dari tenaga kerja Jerman yang terkenal. The Economist juga
telah menulis artikel tentang labor cost yang tinggi di Jerman mengutip
sebagai bukti labor rates termasuk tunjangan lebih dari $30 per jam.
Ada beberapa hal yang menjadi pemicu munculnya mitos-mitos
tersebut, antara lain:

23

Kebingungan dari labor rates dan labor costs muncul di jurnalisme


bisnis dan didiskusikan setiap hari, manajer melihat keduanya
memiliki persamaan. Dan ketika keduanya memiliki kesamaan, mitos

tentang labor costs tampaknya masuk akal.


Target yang mudah bagi manager yang ingin membuat dampak.
Labor Rates sangatlah terlihat, sangat gampang untuk dibandingkan
tingkat yang anda bayar yang dibayar oleh kompetitor. Karena Labor
cost terlihat menjadi variabel keuangan yang paling lunak, manager
dengan asumsi yang salah menganggap ini merupakan yang paling

berpengaruh.
Terdapat asumsi bahwa perilaku di kendalikan oleh informasi terbaik
yang tersedia pada saat itu dan di desain untuk memaksimalkan
kepentingan diri sendiri pada masing-masing indvidu. Sehingga
orang-orang mengambil pekerjaan dan memutuskan seberasa besar
upaya untuk mengeluarkan nya berdasarkan pengembalian financial
yang mereka harapkan.

B.

From Myth To Reality : A Look At The Evidence


Pada awal tahun 1990-an, Ford memutuskan untuk tidak memberikan

penghargaan kepada pekerjanya sebagai bagian program cost-cutting


yang

baru.

Dan

pada

tahun

1997,

General

Motors

menanggung

serangkaian pemogokan yang dipublikasikan atas masalah outsourcing.


GM menginginkan untuk bergerak lebih kerjanya menjadi bukan serikat,
mungkin upah yang lebih rendah, supplier mengurangi labor cost-nya dan
mejadi lebih profit. Keputusan Ford dan GM dikendalikan oleh mitos bahwa
labor rates dan labor costs adalah hal yang sama.

Dan labor cost

merupakan porposi yang signifikan dari total costs.


New United Motor Manufacturing, perusahaan gabungan antara
Toyota dan General Motor yang berada di Fremont, California membayar
upah paling tinggi di industri Automobile ketika mereka memulai
operasional pada pertengahan 1980, dan juga menawarkan jaminan kerja
aman. Dengan produktivitas 50% lebih tinggi dari pabrik yang sebanding

24

GM, perusahaan gabungan mampu membayar 10% lebih dan masih


keluar ke depan.
GM nampaknya belum mempelajari bahwa yang terpenting bukan
membayar rate tetapi produktifitas. Pada Mei 1996, GM mempersiapkan
untuk menghadapi serikat atas masalah outsourcing dari Harbour
Report kitab dari industri automobile yang komparatif efisiensi, yang
mem-published masalah GM dengan labor rates. Seperti yang di laporkan
di Wall Street Journal pada waktu itu, GM membutuhkan 46 jam untuk
merakit sebuah mobil, ketika Ford hanya 37,92 jam, Toyota 29,44 dan
Nissan hanya 27,36. Dari permasalahan diatas GM seharusnya bertanya
mengapa mereka membutuhkan 21 jam lebih banyak dari Ford untuk
menyelesaikan hal yang sama atau mengapa GM 68% kurang efisien dari
Nissan.
Penelitian oleh William M. Mercer melaporkan bahwa 73% dari
Perusahaan perusahaan yang telah membuat perubahan besar kepada
rencana manajemen kinerja mereka pada dua tahun yang telah terlewati,
yang mereka bereksperimen dengan jalan yang berbeda untuk mengikat
pembayaran kepada kinerja individu. 47% pekerjanya menemukan bahwa
sistemnya tidak adil dan tidak masuk akal, 51% dari pekerja mengatakan
kinerja sistem manajemen menimbulkan sedikit nilai kepada perusahaan.
Mercer menyimpulkan kinerja berdasarkan Pay memiliki dua ciri: mereka
menyerap dalam jumlah besar dari manajemen waktu dan sumber, dan
mereka membuat semua orang tidak bahagia.
Ada dua alasan mengapa perusahaan tidak seharusnya enggan
mendesain sistem pembayaran yang kolektif :
1. Sangat mengejutkan dari beberapa orang yang telah menghabiskan
banyak waktu untuk membaca ilmu ekonomi, bukti dari pengalaman
dari banyak penelitian yang mengidikasi bahwa waktu yang lama
dari free riding cukup sederhana.
2. Individu-individu tidak membuat

keputusan

tentang

seberapa

banyak usaha untuk dikeluarkan pada social vacuum, mereka

25

dipengaruhi oleh tekanan sesama dan hubungan sosial yang mereka


punya dengan teman kerjanya.
Bill Strusz, direktur hubungan industrial perusahaan pada Xerox di
Rochester,

New

York

mengatakan

jika

Manager

berusaha

untuk

meningkatkan kinerja atau menyelesaikan masalah perusahaan dengan


menggunakan kompensasi sebagai satu-satunya penyelesaian, mereka
akan mendapatkan dua hasil : tidak akan terjadi apa-apa dan mereka
akan menghabiskan banyak uang. Orang-orang lebih menginginkan
pekerjaan mereka daripada hanya uang. Uang merupakan jauh dari faktor
yang paling utama dalam pemilihan pekerjaan.
Mengapa institusi SAS memiliki turnover yang rendah pada industri
software meskipun dengan pasar tenaga kerja yang ketat ? para pekerja
mengatakan mereka termotivasi oleh keistimewaan yang unik yaitu
kesempatan untuk bekerja dengan peralatan yang paling terbaru dan
kemudahan dimana mereka dapat bekerja menjadi manajer dan menjadi
kontributor individu. Mereka juga menyebutkan seberapa banyak variasi
proyek yang mereka kerjakan, seberapa pintar dan menyenangkan orang
orang yang bekerja dengan mereka, seberapa banyak perusahaan peduli
dan menghargai mereka. Tentu saja SAS membayar dengan gaji yang
kompetitif, tetapi kunci nya adalah pertahanan pada buadaya dari SAS,
bukan penghargaan yang moneter.
Hal tersebut yang membuat AES, the Mens Wearhouse dan SAS
memiliki persamaan. Nilai dari setiap perusahaan adalah fun. Beberapa
pekerja yang telah mendapatkan tawaran di tempat lain dengan gaji yang
lebih besar dan mereka memilih untuk tetap mengatakan mereka
mendengar berkali-kali bahwa mereka mengetahui lingkungan lain seperti
apa dan mereka memilih untuk berada pada tempat dimana work tidak
hanya empat huruf. Tidak berarti bekerja itu harus mudah, tetapi pekerja
AES mencatat fun berarti bekerja di tempat dimana orang-orang dapat
menggunakan kemampuan mereka dan bekerja dengan lainnya dalam
atmosfir yang saling menghargai.

26

Dari kasus diatas dapat disimpulkan, penghargaan besar yang tidak


penting sesungguhnya dapat mengurangi kinerja

dalam tugas yang

membutuhkan kreatifitas dan inovasi. Pertama, orang yang menerima


semacam penghargaan dapat mengurangi motivasi mereka sendiri
melalui persepsi diri sendiri saya tidak harus menyukai pekerjaan jika
saya harus dibayar banyak untuk melakukan pekerjaan tersebut atau
saya telah menghasilkan banyak, saya harus melakukan pekerjaan
tersebut untuk uang. Kedua, mereka merusak loyalitas mereka sendiri
atau kinerja dengan bereaksi melawan rasa dikendalikan, dan berfikir
sesuatu seperti, saya akan menunjukkan ke perusahaan bahwa saya
tidak bisa dikendalikan hanya melalui uang
C.

Some Advice About Pay

Berikut beberapa saran mengenai pay :


1. Manager akan melakukan perbedaan diantara labor rates dan labor
costs. Hanya labor costs yang menjadi basis untuk kompetisi, dan
labor cost tersebut mungkin bukan komponen besar dari total cost.
Manager seharusnya mengingat tidak hanya apa yang orang-orang
bayar, tetapi juga apa yang mereka hasilkan.
2. Untuk memerangi mitos tentang efektifitas

dari

individual

performance pay, manager harus melihat apa yang terjadi ketika


mereka memasukkan dosis besar reward kolektif pada kompensasi
pegawai mereka. Semakin banyak unit uang digunakan untuk
mengukur kinerja, semakin handal kinerja dapat dinilai.
3. Manager dapat melawan mitos yang orang-orang nya termotivasi
oleh uang dan menekankan pembayaran dan tidak menggambarkan
ini sebagai hal utama yang didapat dari bekerja pada perusahaan
tertentu. Tandem Computer, beberapa tahun sebelum diakuisisi oleh
Compaq,

tidak

akan

mengatakan

salary

anda

sebelum

mengharapkan anda menerima pekerjaan, jika anda bertanya maka


akan dijawab tendem akan membayar dengan kompetitif salary.
Perusahaan memiliki filosofi yang sederhana, jika anda datang
untuk

uang,

anda

akan

pergi

untuk

uang.

Dan

Tandem
27

menginginkan pegawai yang ada disana karena mereka menyukai


pekerjaannya,
sesuatu

budayanya,

(uang)

yang

dan

dapat

orang-orangnya
di

tawarkan

bukan

oleh

karena

perusahaan-

perusahaan lain
4. Manager juga harus mempertimbangkan menggunakan metode lain
selain nilai perusahaan pada pay to signal dan fokus pada
keperilakuan. Berbicara kepada orang-orang tentang apa yang
penting dan mengapa, daripada mencoba untuk mengirim beberapa
sinyal melalui sistem kompensasi.
5. Pemimpin harus datang untuk melihat pembayaran untuk apa ini.
Hanya

satu

unsur

dalam

praktik

manajemen

yang

dapat

membangun atau mengurangi komitmen, kerjasama dan kinerja.


D.

Breaking The Convention To Break The Myths


Perusahaan yang telah melewati mitos tentang Pay dengan sukses,

tahu bahwa pay tersebut tidak dapat diganti untuk lingkungan kerja yang
tinggi pada kepercayaan, menyenangkan, dan pekerjaan yang berarti.
Kompetisi membuat pelajaran dari yang lain. Kerja sama dan kerja sama
cross-functional menjadi impian dari pada cara tempat bekerja seh

28

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
The Control Function of Management menjelaskan tentang
kerangka yang menentukan penggunaan yang tepat atas manajemen
pengendalian. Dalam merancang pengendalian harus memperhatikan: (1)
tindakan pengendalian (2) hasil pengendalian dan (3) personnel control.
Tujuannya untuk memilih di antara berbagai bentuk pengendalian, jenis
keuangan, dan perilaku biaya yang terjadi menggunakan tiap bentuk
pengendalian.
Why Incentive Plans Cannot Work memaparkan mengenai
hubungan reward dengan pengukuran kinerja yang secara fundamental
berlangsung tidak sempurna
pegawai yang direncanakan menerima reward atas usaha mereka yang
berada dibawah performa sama sekali tidak mengharapkan reward
(kurangnya

sistem

current-pay-for-performance).

Akibatnya

sistem

extrinsic reward tidak mengarah ke komitmen secara organisasi, berani


mengambil risiko, dan mengurangi kreativitas dan inovasi.
Manajer yang menuntut pekerjaan tidak akan selesai dengan baik tanpa
reward akan gagal menawarkan keyakinan argumen tentang behavioral
manipulation. Menjanjikan reward untuk seseorang yang tidak termotivasi
itu seperti menawarkan air garam kepada orang yang haus. Penyuapan
dalam lingkungan kerja pasti tidak akan terjadi.
Six Dangerous Myths About Pay merupakan artikel provokatif yang
menanyakan terkait kompensasi pegawai mengenai: (1) seberapa besar
pegawai harus dibayar? (2) seberapa besar penekanan pada kompensasi
keuangan sebagai bagian dari sistem total reward? (3) seberapa besar

29

penekanan yang ditempatkan pada usaha menekan tingkat pembayaran?


(4) haruskah sistem reward diimplementasikan dan reward pegawai
dibuat berdasarkan kinerja masing-masing individu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Pfeffer mendiskusikan 6 mitos
berbahaya mengenai kompensasi dan kemudian menggunakan berbagai
contoh untuk menghilangkannya.

3.2 Saran
1 Manajemen sebaiknya memberikan motivasi kepada pegawai agar
mencintai pekerjaannya.
2 Menggunakan kompensasi sebagai reward sebaiknya dihindari
karena akan mengurangi inovasi dan kreatifitas dari pegawai.
3 Sebisa mungkin manajemen menciptakan lingkungan kerja yang
nyaman dan menurunkan tingkat turnover pada perusahaan.
4 Manajemen sebaiknya tidak mempercayai mitos-mitos yang
membingungkan dan mengakibatkan kesalahan dalam mengambil
keputusan

DAFTAR PUSTAKA

Jones, Norman L. (2013). "Chapter Two: Of Poetry and Politics: The


Managerial Culture of Sixteenth-Century England". In Kaufman, Peter
30

Iver. Leadership and Elizabethan Culture. Jepson Studies in Leadership.


Palgrave Macmillan. p. 18. ISBN 9781137340290.

Young, S. Mark (2004), Reading in Management Accounting, Pearson


Prentice Hall, New Jersey, USA.

31

Anda mungkin juga menyukai