Anda di halaman 1dari 4

Hipotiroidisme kongenital

Biasanya disebabkan oleh tidak adanya kelenjar tyroid. Kadang tyroid berukuran kecil atau
ektopik, atau terdapat masalah metabolic pada kelenjar yang menghambat produksi hormone
tiroid. Skrining neonates pada akhir minggu pertama dapat mendeteksi peningkatan TSH. Sangat
jarang hipotiroidisme disebabkan panhipopituitarisme dengan kadar TSH yang normal.1

Program skrining yang sukses memungkinkan dimulainya pemberian dini terapi penggantian
hormone seumur hidup dengan tiroksin oral. Tanpa terapi, hipotiroidisme kongenital
menyebabkan cretinisme. Gambaran klinisnya berupa anak yang cebol dengan tampilan kasar,
rambut jarang, hernia umbilikalis dan masalah belajar berat.1

Hipotiroidisme Juvenile
Anak dengan diabetes dan sindrom Down atau Turner sering mengalami gagal tiroid dikemudian
hari. Tampilan sangat serupa dengan yang ditemukan pada orang dewasa, meski kegagalan
disekolah dan masalah belajar lebih sering dikenali. Gejala utama adalah penurunan pertumbhan
fisik. Hipotiroidisme Juvenile disebabkan penyakit autoimmune dan didapatkan auto-antibodi.
Jarang berasal dari hipofisis.1

Hipotiroidisme
Hipotiroidisme didiagnosis dengan penurunan T4 bebas dalam serum. Hal ini dapat diakibatkan
oleh penyakit tiroid (hipotiroidisme sekunder) atau kelainan kelenjar hipofisis (sekunder) atau
akibat kelainan hipotalamus (tersier).2 hipotiroidisme dibagi menjadi kelainan kongenital atau
didapat dan dapat disertai dengan goiter.

Hipotiroidisme kongenita, terjadi pada sekitar 1:4000 kelahiran hidup dan biasanya disebabkan
oleh malformasi disgenetik (agenesis, aplasia, ektopia) kelenjar tiroid. Jaringan tiroid biasanya

tidak dapat diraba pada keadaan non goiter sporadic ini. Kadar T 4 bebas rendah dan kadar TSH
meningkat, yang membuktikan hipotiroidisme primer. Program skrining neonates rutin untuk
mengukur kadar TSH stick pada darah tali pusat atau tumit sekarang tersedia disetiap negara
bagian di Amerika Serikat dan dibanyak negara. Sampel serum segera untuk mengonfirmasi
penyakit ini harus diambil dari setiap bayi yang memiliki hasil positif pada uji skrining (T 4
rendah, TSH tinggi mengonfirmasi temuannya). Defisiensi TBG kongenital terjadi pada sekitar
1;10.000 kelahiran hidup dan disertai dengan kadar T4 total serum rendah, TSH normal dan T4
bebas dalam serum serta status klinis eutiroid. Hipotiroidisme sekunder atau tersier murni jarang
ditemui, terjadi pada 1:100.000 kelahiran hidup; kadar T4 bebas berkisar dari normal sampai
rendah pada keadaan ini.
Hipotiroidisme kongenital dengan goiter, terjadi sekitar 1 dalam 30.000 kelahiran hidup.
Goiter menggambarkan kelainan metabolism bawaan pada jalur penggabungan iodida atau
biosintesis hormone tiroid atau menggambarkan pasase obat-obat antitiroid transplasenta yang
diberikan pada ibu.2Manifestasi klinis hipotiroidisme kongenital pada masa bayi baru lahir
biasanya tidak kentara, tetapi menjadi lebih nyata beberapa minggu atau beberapa bulan sesudah
lahir. Oleh sebab itu, skrining bayi baru lahir penting untuk membuat diagnosis awal dan
memulai terapi penggantian tiroid tanpa adanya tanda definitif. Namun, temuan pada berbagai
stadium sesudah lahir dapat meliputi kehamilan yang lebih lama dari 42minggu, berat badan
lahir yang lebih besar dari 4kg, hipotermia, akrosianosis, distress pernapasan, fontanella
posterior yang besar, distensi perut, letargi dan sulit makan, icterus lebih dari 3hari sesudah lahir,
edema, hernia umbilikalis, kulit burik, konstipasi, lidah besar, kulit kering dan tangisan parau
(hoarse cry).2
Bila pengobatan dimulai dalam 1bulan atau kurang, sesudah lahir, prognosis untuk
perkembangan intelektual normal sangat baik; program skrining biasanya menawarkan terapi
dalam 1-2minggu setelah lahir. Jika terapi diberikan sesudah 6bulan, dan bila terdapat tanda
hipotiroidisme berat (misalnya kretinisme), kemungkinan fungsi intelektual normal sangat
menurun. Pertumbuhan membaik sesudah penggantian tiroid bahkan pada kasus yang
terdiagnosis lambat.2

1. Meadow R., Newell S. Lecture notes Pediatrika edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2005.p.228-29.
2. Behrman, Richard E. Esensi pediatric Nelson edisi 4. Jakarta: EGC, 2010.p.791-92.

Anda mungkin juga menyukai