BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada bab ini diuraikan mengenai beberapa landasan teori dan rumus-rumus
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. Berdasarkan teori dan
rumus tersebut maka dapat dilakukan analisis perhitungan kinerja dari ruas jalan
penelitian ini.
2.1
26
secara
efisien
antara
pusat
kegiatan
wilayah
atau
menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan kegiatan lokal serta jalan
kolektor sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder ketiga.
2.1.3 Jalan lokal
Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi (Anonim, 2004 : 1-2). Adapun jalan lokal ini hanya digolongkan menjadi
jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
2.2
Karakteristik Geometrik
27
28
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua arah dengan lebar jalur lalu-lintas lebih
dari 10,5 meter dan kurang dari 16,0 meter (Anonim,1997 : 5-23) dan terbagi
2, yaitu:
a. Jalan empat-lajur terbagi (4/2 D)
Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut:
-
Lebar lajur 3,5 meter (lebar jalur lalu-lintas total 14,0 meter)
Median
Lebar lajur 3,5 meter (lebar jalur lalu-lintas total 14,0 meter)
Lebar lajur 3,5 meter (lebar jalur lalu-lintas total 21,0 meter)
29
Median
2.2.2
Kereb
Kereb sebagai batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh
30
2.2.4
Bahu jalan
Anonim (1997 : 5-6) menyebutkan jalan perkotaan tanpa kereb pada
umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalu-lintasnya. Lebar dan kondisi
permukaanya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas dan
kecepatan pada arus tertentu akibat pertambahan lebar bahu terutama karena
pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti
kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya.
2.2.5
Median
Median atau pemisah tengah adalah suatu jalur bagian jalan yang terletak
Alinyemen jalan
Lengkung horizontal dengan jari-jari kecil mengurangi kecepatan arus
bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena
secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan rendah maka pengaruh ini
diabaikan (Anonim, 1997 : 5-6).
2.3
kapasitas jalan (Alhadar, 2011 : 327-336). Menurut Anonim (1997 : 1-2), yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, meningkatnya kemacetan pada
jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diakibatkan bertambahnya
31
menganalisis arus lalu-lintas. Untuk mempresentasikan karakteristik arus lalulintas, maka dikenal 3 parameter utama yang saling berhubungan secara
matematis (Tamin, 2008), yaitu volume lalu-lintas, kecepatan (speed) dan
kepadatan (densiy).
2.4.1
Volume lalu-lintas
Arus lalu-lintas sering juga disebut volume lalu lintas timbul karena adanya
proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam rangka proses
pemenuhan kebutuhan, yang mana dalam melakukan perpindahan/pergerakan ini
diperlukan sarana dan prasarana transportasi beserta lingkungan dimana prasarana
tersebut berada. Adapun volume lalu-lintas (Tamin, 2008) merupakan jumlah lalulintas yang melewati titik pengamatan pada ruas jalan selama suatu interval
waktu. Volume lalu-lintas ini punya satuan kendaraan per jam. Namun untuk
meningkatkan ketelitian dalam pengambilan data maka arus lalu-lintas ini dapat
dihitung dengan berbagai selang waktu dan dalam penelitian ini selang waktu
yang diambil adalah per 15 menit.
Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pada
suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu (Tahir, 2011 : 129-138). Selain itu,
volume lalu-lintas menurut (Bukhari dan Saleh, 2002) diperoleh dengan
pengamatan langsung di lapangan tentang jumlah kendaraan yang lewat pada
periode waktu tertentu (detik, menit, jam dan sebagainya). Volume lalu lintas ini
32
N
.(2.1)
t
Dimana :
q
33
Arus lalu-lintas
perlajur (kend/jam)
0
1050
0
1100
Emp
HV
1,30
1,20
1,30
1,20
MC
0,40
0,25
0,40
0,25
d
.(2.2)
t
Dimana :
v
= kecepatan (km/jam);
34
2.4.3
satuan panjang jalan pada suatu saat dalam waktu tertentu (Tahir, 2011 : 130).
Kepadatan lalu-lintas dirumuskan sebagai berikut:
n
.(2.3)
L
Dimana :
k
= kepadatan;
nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih oleh pengemudi jika mengendarai
kendaraan bermotor tanpa terpengaruh oleh kendaraan bermotor lainnya.
Persamaan penentuan kecepatan arus bebas dapat digunakan persamaan
berdasarkan (MKJI 1997 : 5-18) dengan rumus berikut:
Fv = (Fvo + FVw) x FFsf x FFVcs
.......(2.4)
Dimana:
Fv
Fvo
FVw
35
Tipe jalan
Kendaraan
ringan
(LV)
Kendaraan
berat (HV)
Sepeda
Semua
motor
kendaraan
(MC)
(rata rata)
Enam-lajur terbagi
(6/2D) atau tiga lajur
61
52
48
57
57
50
47
55
53
46
43
51
44
40
40
42
satu-arah (3/1)
Empat-lajur terbagi
(4/2 D) atau dualajur satu-arah (2/1)
Empat-lajur tak
terbagi (4/2 UD)
Dua-lajur tak terbagi
(2/2 UD)
Sumber: Anonim (1997)
2.5.2
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalulintas (FVw)
36
Lebar jalur lalu-lintas juga akan mempengaruhi kecepatan arus bebas dasar
pada segmen jalan. Adapun faktor penyesuaian kecepatan arus dasar akibat lebar
jalur lalu-lintas (Anonim, 1997 : 5-45) dapat dilihat dalam Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalur Lalulintas (FVw)
2.5.3
37
Kode
VL
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
VH
tinggi
Sumber: Anonim (1997)
Frekuensi
berbobot
kejadian
Kondisi Khusus
Bila data rinci hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping
dapat ditentukan (Anonim, 1997 : 5-40) dengan memilih salah satu keadaan
segmen jalan paling tepat, kemudian di amati dan dibandingkan secara visual
keadaan di lapangan dengan kondisi khusus dari masing-masing kelas hambatan
samping yang sesuai gambar kelas hambatan samping yang disyaratkan Manual
Kapasitas Jalan Indonesia. Setelah didapat kelas hambatan samping berdasarkan
Tabel di atas, kemudian akan didapat nilai dari penyesuaian kecepatan akibat lebar
bahu yang akan dipakai dalam perhitungan persamaan 2.4. Adapun faktor
38
penyesuaian kecepatan akibat lebar bahu (Anonim, 1997 : 5-46) dapat dilihat
dalam Tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Bahu (FFVsf)
2.5.4
penyesuaian kecepatan arus dasar terhadap ukuran kota dapat dilihat dalam Tabel
2.6 berikut:
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFV cs)
Ukuran kota (juta penduduk)
<0,1
0,1 0,5
0,93
0,5 1,0
0,95
1,0 3,0
1,00
> 3,0
1,03
2.6
Kapasitas
39
= kapasitas;
Co
FCw
Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar adalah kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, pola
40
suatu ruas jalan. Semakin besar lebar jalur suatu segmen jalan maka semakin
besar pula nilai kapasitasnya. Faktor penyesuaian untuk kapasitas akibat lebar
jalur lalu-lintas (Anonim, 1997 : 5-51) dapat dilihat pada Tabel 2.8:
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu-lintas (FCw)
41
2.6.3
dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti
pejalan kaki (bobot = 0,5), kendaraan umum/kendaraan lain berhenti (bobot =
1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan (bobot = 0,7) dan kendaraan lambat (bobot
= 0,4). Sementara (Marhush 2013 : 21) menyebutkan bobot untuk pedagang kaki
lima (PKL) adalah 1,0. Faktor penyesuaian untuk kapasitas akibat hambatan
samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb-penghalang akan
mempengaruhi besarnya nilai kapasitas suatu segmen jalan. Adapun faktor
penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dapat dilihat dalam Tabel 2.9
berikut:
Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCSF )
42
2.6.4
< 0,1
kota
0,86
0,1 0,5
0,90
0,5 1,0
0,94
1,0 3,0
1,00
> 3,0
Sumber: Anonim (1997)
1,04
2.7
terhadap kapasitas jalan. Derajat kejenuhan digunakan sebagai faktor utama dalam
penentuan tingkat kinerja suatu ruas jalan dengan didapat nilai derajat kejenuhan
akan menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas
atau tidak (Kayori et al, 2013 : 611). Untuk menghitung derajat kejenuhan pada
suatu ruas jalan perkotaan digunakan persamaan dalam Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (1997) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga yaitu:
DS = Q/C
(2.6)
Dimana :
DS = derajat kejenuhan;
Q
= kapasitas (smp/jam).
43
= L/TT
.(2.7)
Dimana:
V
TT
2.8
kecepatan, namun derajat kejenuhan (DS) juga merupakan salah satu dari
indikator kinerja lalu lintas (Kayori et al, 2013 : 611). Kecepatan ini sendiri juga
ada hubungan dengan derajat kejenuhan. Adapun hubungan kecepatan dengan
derajat kejenuhan disajikan dalam bentuk grafik (Anonim, 1997 : 5-58) dimana
kecepatan disini adalah kecepatan kendaraan ringan, untuk grafiknya dapat dilihat
pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
44
Gambar 2.1 Grafik kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak-lajur
dan satu arah
Sumber: Anonim, 1997
.
Gambar 2.1 Grafik kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak-lajur
dan satu arah
Sumber: Anonim, 1997
2.9
Pertumbuhan Lalu-lintas
45
Di mana :
Pt
Po
= umur rencana.