Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Endoftalmitis merupakan keradangan pada seluruh jaringan intraokular, yang


mengenai dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sclera dan kapsula
tenon (Ilyas, 2006). Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 yaitu endogen dan eksogen.
Endophthalmitis endogen merupakan kasus yang jarang, terjadi hanya 2-15% dari semua
kasus endoftalmitiss. Angka rata-rata kejadian tahunan sekitar 5 per 10.000 pasien rawat inap.
Biasanya mata kanan lebih sering terkena daripada mata kiri karena terletak lebih proximal
atau lebih dekat dengan peredaran darah arteri Inominata kanan yang juga menuju arteri
carotis kanan. Pada saat ini peningkatan resiko terjadinya infeksi disebabkan antara lain oleh
penyakit AIDS, peningkatan penggunaaan obat-obat imunosupresan dan prosedur operasi
yang invasif, seperti transplantasi sumsum tulang (Jolinda, 2006).
Kasus endoftalmitis eksogen sekitar 60% terjadi setelah operasi intraokular.
Endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di Amerika
Serikat, sekitar 0,1-0,3% post operasi katarak terjadi komplikasi endophthalmitis, dan telah
meningkat selama 3 tahun terakhir. Selama 2002-2004 di wilayah Asia, rata-rata rasio
kejadian endoftalmitis pascaoperasi katarak mencapai 0,05 persen. Di Indonesia, memang
belum ada data pasti tentang angka kejadian endoftalmitis. Endoftalmitis juga dapat terjadi
setelah suntikan intravitreal, diperkirakan 0,029% per 10.000 suntikan (Istiantoro, 2013).
Selain itu, endophthalmitis pasca trauma terjadi pada 4-13% dari semua cedera mata
tembus. Keterlambatan dalam penanganan cedera diduga sebagai penyebab dari peningkatan
risiko endoftalmitis (Jolinda, 2006).
Penurunan penglihatan dan kehilangan penglihatan yang permanen merupakan
komplikasi tersering dari endoftalmitis. Pasien mungkin memerlukan enukleasi untuk
menghilangkan rasa sakit (Jolinda, 2006).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata


Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu
1. Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
2. Jaringan uvea, terdiri dari iris, korpus siliaris dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera. Bagian ini ikut memasok
darah ke retina.

Gambar 2.1 Uvea


A. IRIS
Penampang frontal
a. Akar iris

Berhubungan dengan korpus siliaris dan anyaman trabekula


Paling tipis sehingga mudah ruptur
b. M. Dilatators pupilae

Berjalan radier dari M. spinchter papillae sampai akar iris

Midriasis oleh saraf simpatis

c. M. Spinchter pupilae

Berjalan sirkular selebar + 1 mm pada ujung bebas iris

Miosis oleh saraf parasimpatis (N.III)

d. M. Spinchter papillae
ujung bebas iris membentuk pupil
Penampang sagital
a. Endotel

Menutupi permukaan depan iris, kecuali kripte

Pertukaran zat antara stroma melalui humor aqous

b. Kripte

Lembah-lembah pada permukaan depan iris

Menghilang pada waktu edema iris

Tidak mengandung epitel

Jika hilang, maka tanda terjadi udem / radang pada iris

c. Stroma

Banyak mengandung pembuluh darah dan pigmen

Bersama pigmen epitel iris menentukan warna iris

d. Epitel iris: Dua (2) lapis dan mengandung banyak pigmen.

Gambar 2.2 Lapisan epitel iris

B. CORPUS CILIARIS
Salah satu fungsi dari corpus ciliaris adalah menghasilkan humor aquous. Processus
ciliaris terdiri atas 70 lipatan yang merupakan tempat melekat dari zonula zinni (lig.
Suspensorium) dan terdiri atas dua lapisan endotel : lapisan endotel dalam
menghasilkan humor aquous sedangkan lapisan endotel luar menghasilkan pigmen.
C. COROID
Adalah lapisan yang berada diantara sklera dan retina (mulai dari ora serata
sampai dengan N.II). Koroid merupakan lapisan gelap kecoklatan yang mengandung
banyak pigmen dan pembuluh darah (berada pada bagian vaskulosa). Pembuluh
darah koroid memberikan nutrisi kepada retina (1/3 bagian luar), korpus vitreus, dan
lensa. Penampang dari luar ke dalam koroid adalah:

Supra arachnoid space (berjalan a. dan n. ciliaris longus)

Lapisan pembuluh darah besar

Lapisan pembuluh darah sedang

Lapisan pembuluh darah kecil (choriocapiler)

Lamina vitrea (membrane bruch)

3. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
2.2 Endoftalmitis
2.2.1 Definisi
Endoftalmitis merupakan suatu reaksi inflamasi yang timbul akibat adanya
kolonisasi bakteri, jamur atau parasit pada intraokular. Hal ini dapat terjadi secara
eksogen (post-operative, post-trauma) akibat penyebaran mikroorganisme dari
permukaan mata, luka terbuka, lensa intraokular (IOL), benda asing intra okular,
peralatan yang terkontaminasi, maupun endogen seperti sepsis (Barry, 2007).
Endoftalmitis dapat menyebakan hilangnya kemampuan visual secara permanen
hingga kehilangan bola mata. Reaksi ini dapat timbul akibat respon imun terhadap
suatu antigen maupun dari suatu infeksi (Ojaimi).
Endoftalmitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu endogen dan eksogen.
Endoftalmitis endogen berasal dari penyebaran secara hematogen pada kondisi

bakteremia maupun akibat jamur. Hal ini seringkali didapatkan pada pasien dengan
imunosupresi, penggunaan obat secara intravena, emakaian kateter urine dalam
jangka panjang, maupu infeksi. Endoftalmitis eksogen berasal dari infeksi intraokular
yang disebabkan masuknya organisme dari lingkungan luar. Hal ini dapat timbul ada
pasien dengan kondisi post-trauma dan post-operasi. Pada endoftalmitis postoperative akut dapat terjadi pada beberapa operasi nvasif mata seperti operasi katarak,
glaukoma, kornea, strabismus, dan vitrektomi. Hal ini berhunungan dengan adanya
perforasi, penanaman material, dan penyebaran dari patogen eksternal (Ojaimi).
2.2.2 Patofisologi
Kejadian, tingkat keparahan, dan gejala klinis endoftalmitis bergantung dari
rute terjadinya infeksi. Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh virulensi dan jumlah
mikroba patogen, imunitas pasien, serta waktu pemeriksaan (Barry, 2007).
Pada mikrobial endoftalmitis, terdapat tiga fase infeksi: fase inkubasi, fase
akselerasi, dan fase destruktif. Fase inkubasi, belum menampakkan gejala klinis yang
signifikan dan terjadi selama 16-18 jam. Inokulasi bakteri intraokular selanjutnya
menembus barrier aquoeus dengan eksudasi fibrin dan infiltrasi seluler dengan
granulosit netrofil. Fase inkubasi utamanya ditentukan oleh jenis bakteri patogen
(contoh, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selama 10 menit,
Propionibacterium sp. >5 jam) dan karakteristik tertentu dari bakteri patogen seperti
produksi toksin (Barry, 2007).
Pada kasus infeksi primer terjadi di bagian posterior dari bola mata, reaksi
inflamasi pada bagian anterior mata dapat lebih dulu timbul. Hal ini juga dipengauhi
oleh sistem imun sesifik dengan makrofag dan limfosit di kavitas vitreus. Kurang
lebih tiga hari setelah infeksi intraokular, antibodi spesifik patogen dapat terdeteksi
yang berhubungan dengan eliminasi patogen dengan opsonisasi dan fagositosis dalam
waktu 10 hari (Barry, 2007).
Hal ini dapat menghasilkan hasil negatif pada kultur laboratorium namun
terjadi reaksi inflamasi yang berat pada mata. Mediator inflamasi dari infiltrasi sel,
terutama sitokin dapat menyebabkan efek destruksi, retinal injury, dan proliferasi
vitreoretinal yang disebut fase dekstruktif (Barry, 2007).
Pada endoftalmitis endogen, prosesnya diawali oleh penyebaran infeksi primer
yang mendasari, baik bakteri, jamur maupun parasit.

Sebagian besar organisme

menyebar ke mata melalui jaringan vaskular pada segmen posterior mata. Mata kanan
lebih berisiko karena terdapat hubungan langsung dengan arteri karotis kanan.

Penyebaran langsung dari fokus infeksi juga dapat terjadi pada kasus infeksi sistem
saraf pusat melalui nervus optikus. Berbeda dengan endoftalmitis akibat post-operasi
dan post trauma, dimana kerusakan jaringan diakibatkan oleh produksi toksin dari
organisme, pada endoftalmitis endogen, kerusakan jaringan terjadi karena septik
embolus yang masuk di vaskular segmen posterior dan bertindak sebagai sebuah
nidus untuk diseminasi dari organisme ke dalam jaringan yang bersangkutan setelah
menembus blood-ocular barrier. Hal ini menyebabkan proliferasi mikroba dan reaksi
inflamasi pada jaringan yang terkena (Sadiq, 2015).
2.2.3 Etiologi
Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang
disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau auto
imun (non infeksi). Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat (Ilyas,
2006):
1. Endogen Endoftalmitis: terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun parasit
dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara hematogen ataupun
akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis
2. Eksogen Endoftalmitis : dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi
sekunder / komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka
bola mata, reaksi terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata. Bakteri
gram positive menyebabkan 56-90% dari seluruh kasus endoftalmitis (Ilyas,
2002). Beberapa kuman penyebabnya adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus, dan spesies Streptococcus. Bakteri gram negatif seperti
pseudomonas, Escherichia coli dan Enterococcus dapat ditemukan dari trauma
tembus bola mata (Ilyas, 2006).
3. Endoftalmitis fakoanafilaktik: merupakan endoftalmitis unilakteral ataupun
bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa terhadap lensa yang
mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan suatu penyakit
autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak
mengenali jaringan lensa yang tidak terletak di dalam kapsul. Pada tubuh
terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang
akan menimbulkan gejala endoftalmitis fakoanafilaktik
2.2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif yang
didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.2.4.1 Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah (Vaughan, 2002):
a. Fotofobia
b. Nyeri pada bola mata
c. Penurunan tajam penglihatan
d. Nyeri kepala
e. Mata terasa bengkak
f. Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita perlu
di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah
diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang
rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan endoftalmitis
endogen akibat penyebarannya secara hematogen adalah meningitis, endokorditis,
infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan pielonefritis untuk endoftalmitis
fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya riwayat segala subjektif katarak
yang diderita pasien sebelumnya (Ilyas, 2006).
2.2.4.2 Objektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang
terkena dan derajat infeksi/peradangan (Miller, 2007). Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat
ditemukan dapat berupa (Ilyas, 2006) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Udem Palpebra Superior


Reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis
Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva
Udem Kornea
Kornea keruh
keratik presipitat
Bilik mata depan keruh
Hipopion
Kekeruhan vitreus
Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun
hilang sama sekali..

Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan


masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca,
dengan proyeksi sinar yang baik1 .
2.2.5 Pemeriksaan penunjang
Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat
spesifik untuk mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan waktu
48 jam 14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari cairan dari COA dan corpus
viterous Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada corpus viterous. Oleh sebab
itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat dilakukan
pemeriksaan USG mata. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ada benda
asing dalam bola mata, menilai densitas dari vitreitis yang terjadi dan mengetahui apakah
infeksi telah mencapai retina (Ilyas, 2006)..
Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui dengan pasti kuman
penyebab endoftalmitis, terutama bila ada penyakit sistemik yang dapat menimbulkan
endoftalmitis, melalui penyebaran secara hematogen. Pemeriksaan penunjang tersebut
dapat berupa (Ilyas, 2006).:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pemeriksaan darah lengkap,


LED
Kadar nitrogen
Urea darah
Kreatinin.
Foto rontgen thoraks
USG jantung
Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja

2.2.6 Diagnosis banding


a. Panuveitis
b. Tumor intraokuler
c. Panoftalmitis
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga lapisan
mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan panoftalmitis.
Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan
kapsula tenon (Coundry, 2002).

2.2.8 Penatalaksanaan
a. Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.
b. Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik, yang
digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.
c. Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah
pada mata dan mencegah terjadinya sinekia.
d. Tindakan Vitrektomi
Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi
mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang
dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara
ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu pengobatan
ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses inflamasi yang
terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat.
Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai pemberian
antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik yang diduga
secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui. Pada endoftalmitis yang
disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara intraviteral merupakan langkah
pertama yang diambil. Pemberian antibiotik dilakukan secepatnya bila dugaan
endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang sesuai segera diberikan, bila hasil kultur
sudah ada. Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa antibiotik yang bekerja
terhadapa membran set, seperti golongan penicilin, Cephalosporin dengan antibiotik
yang dapat menghambat sintesa protein dengan reseptor ribosomal, seperti golongan
Chloramphenicol, Aminoglycosida (Ilyas, 2006)..
Terapi steroid pada penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi yang
disertai eksudet dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini penting untuk
endoftalmitis, karena dasar dari endoftalmitis adalah inflamasi, dimana prognosis
visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang terus berlanjut. Sampai saat ini pemberian
kortikosteroid pada endoftalmitis masih kontroversi walaupun sudah banyak penelitian
menunjukkan

hasil

yang

memuaskan

dari

pemberian

Dexamethason dalam

menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan
kerusakan luas pada mata . Dexamethason dapat diberikan secara intravitreal dengan
dosis 400ug dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis (Ilyas, 2006).
Pemberian Sikloplegik dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi
aliran darah pada mata, mencegah dan melepas sineksia serta mengistirahatkan iris dan
benda siliar yang sedang mengalami infeksi. Pada kasus yang berat dapat dilakukan

Vitrektomi Pars Plana, yang bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk
toksin dan enzim proteolitiknya yang berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi
antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang potensial
menimbulkan ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreous (Ilyas, 2002).
2.2.9 Prognosis
Endoftalmitis endogen lebih buruk daripada endoftalmitis eksogen. Karena
berhubungan dengan tipe organisme yang berhubungan (tingkat virulensi, organisme,
daya tahan tubuh penderita dan keterlambatan diagnosis). Endoftalmitis yang diterapi
dengan vitrektomi 74% pasien mendapatkan perbaikan visus sampai 6/30.
2.3

Eviserasi, Enukleasi, dan Eksenterasi


2.3.1 Eviserasi
2.3.1.1 Definisi
Pengankatan isi bola mata dengan meninggalkan bagian dinding bola mata,
sclera, otot-otot ekstra okuli dan saraf optik (AAO, 2012).
2.3.1.2 Indikasi
Indikasi dari pembedahan eviserasi adalah keadaan kebutaan pada mata
dengan infeksi berat atau kondisi mata yang sangat nyeri. Tumor intraocular
dan phitisis merupakan kontraindikasi dalam meaksanakan pebedahan
eviserasi. Eviserasi memiliki keuntungan dibandingkan enukleasi yaitu
pembedahan dapat dilaksanakan dengan komplikasi yang lebih sedikit,
anastesi dapat dilakukan dengan anastesi local berupa blok retrobulbar dan
proses pebedahan dilakukan dalam waktu yang lebih singkat (AAO, 2012)
2.3.1.3 Prosedur Pembedahan (AAO, 2012)
a. Pembedahan dilakukan menggunakan anastesi local dengan blok retrobulbi.
Jika jaringan mengalami imflamasi maka anastesi ditambahkan atau diberikan
anastesi sistemik seperti Pethidine 100 mg i.m. Pada kasus endophtalmitis
anastesi sistemik lebih baik digunakan.

Gambar 2.3 Eviserasi


b. Spekulum dimasukkan pada lipatan kelopak mata.
c. Dengan menggunakan skapel, insisi dimulai pada bagian limbus, kemudian
kornea dieksisi menggunakan gunting.
d. Bola mata dilepaskan menggunakan sharp currete atau spoon. Pendahan sering
terjadi sehingga sangat penting untuk memastikan semua bagian hitam koroid
dilepaskan menggunakan bare white sclera. Jika terdapat jaringan koroid,
maka terdapat factor resiko yang memungkinkan terjadinya sympatetik
ophtalmologis dikemudian hari. Bersihkan cavum sklera menggunakan swab
basah phenol 5% untuk membantu mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
e. Sklera dibuka melalui drainase, cara ini digunakan untuk eviserasi pada
endhoptalmitis, namun pada

eviserasi yang diindikasikan penyakit lain

penggunaan catgut untuk menutup sklera dan jaringan konjungtiva


disekitarnya.
f. Salep antibiotik digunakan sebelum dilakukan bebat tekan pada mata yang
dilakukan pembedahan.
2.3.2

Enukleasi
2.3.2.1 Defenisi
Pengankatan keseluruhan isi bola mata termasuk nervus optikus (AAO, 2012)

2.3.2.2 Indikasi (AAO, 2012):


a. Visus yang sngat turun dengan nyeri pada rongga orbita.
b. Tumor intraokular
c. Trauma hebat dengan resiko sympathetic ophthalmia
d. Phthisis bulbi
e. Microphthalmia
f. Endophthalmitis/panophthalmitis
g. Kosmetik
2.3.2.3 Proses Pembedahan
a. Pembedahan dilakukan dengan anastesi local yaitu blok retrobulbar namun
pada anak- anak dianjurkan untuk menggunakan anastesi sistemik.
b. Sebuah speculum dimasukkan.
c. Menggunakan forceps dan gunting dibuat insisi pada konjungtiva,
memutaari limbus untuk memisahkan konjungtiva dan kornea.
d. Menggunakan gunting, konjungtiva dipisahkan dari bola mata menjadi
empat kuadran yang dibuat diantara otot-otot ekstraokular.
e. Menggunakan pengait otot (strabismus hook) untuk menjepit masingmasing kuadran. Tandai dengan strabismus hook dibelakang konjungtiva
diantara otot-otot rectus kemudian buat simpul dibawah otot-otot. Masingmasing otot dibagi sekitar 1-2 mm dari orbita.

Gambar 2.4 Enukleasi


a. Gunting melingkar sekitar mata dari temporal atau nasal sampai ke saraf optik
yang terasa sempit pada gunting. Ujung gunting membuka dan kemudian
mengguntik saraf optik. Ketika pembedahan enukleasi dilakukan karena suspek
retinoblastoma, sangat penting untuk menggungting saraf sejauh mungkin yang
dapat silakukan. Pendarahan yang terjadi diatasi menggunakan artery forceps.

2.5. Enukleasi
b. Prolaps bola mata dapat terjadi selama pembedahan. The dinding bola mata
ditahan dengan swab gauze dan ditekan selama 5 menit untuk menghentikan
pendarahan.
c. Semestinya luka dinutup dalam dua lapisan. Satu lapis kapsul tenon dan lapis
kedua adalah konjungtiva yang dijahit menggunakan absorsable sutures
d. Salep antibiotik digunakan sebelum dilakukan bebat tekan pada mata
2.3.3

Eksenterasi

2.3.3.1 Definisi
Merupakan tindakan pengangkatan seluruh orbita, termasuk bola mata, jaringan lunak
orbita, serta kelopak mata dan adnexa mata (AAO, 2012)
2.3.3.2 Indikasi
Indikasi pembedahan eksenterasi adalah adanya penyakit keganasan di rongga orbita
atau menyebaran dari tumor lain yang mengenai orbita (Wedih Z, 2008)
2.3.3.3 Prosedur Pembedahan
a. Pembedahan harus dilakukan dengan anastesi umum dan dilakukan endotrakeal
intubasi.
b. Sebuah sayatan dibuat sampai ke tulang orbita, sepanjang garis tepi orbital akan
ada perdarahan yang cukup besar.

Pendarahan dapat diperkecil dengan

Menyuntikan adrenalin kedalam jaringan sebelum operasi. Tekanan pada tepi luka
akan mengontrol perdarahan ini kemudian diikat dengan menggunakan artery
forceps.

c. Insisi dilakukan di periostium sepanjang tepi orbita sampai ke apex. Kemudian


periosteum dipisahkan dari tulang melewati apeks orbital. Periosteum sangat erat
melekat pada tulang di tepi orbita, dan sulit untuk memisahkannya dari tulang,
tetapi lebih jauh ke belakang orbita lebih mudah untuk dipisahkan dari periosteum
Yang perlu diperhatikan selama insisi adalah dinding orbital medial yang tipis.
Diseksi dilakukan sejauh mungkin sampai ke apeks dari jaringan orbita. Pada
apeks orbital kemudian dibagi dengan menggunakan gunting melengkung atau
scalpel blade. Pada tahap ini akan banyak terjadi pendarahan, untuk
menanggulanginya dilakukan bebat tekan selama lebih kurang 5 menit. Jika
perdarahan masih berlanjut tekanan dengan kompres panas mungkin dapat
mengendalikannya. Namun kompres panas juga harus dihindari karena
menyebabkan thrombosis, vasokontriksi di dalam tulang dan akan menunda
penyembuhan.

Gambar 2.5 Eksenterasi


d. Setelah dilakukan eksenterasi, Orbita dapat dibiarkan tanpa diberikan skin graft
sehingga akan terjadi granulasi dan kulit berangsur akan menutupinya. Namun dapat
juga ditempelkan skin graft pada bekas pembedahan.

Graft biasanya kan

mempercepat terjadinya re-epitelisasi.


e. Modifikasi dari eksentereasi dapat dilakukan untuk mempertahankan bentuk mata.
Kelopak mata dapat ditinggalkan untuk menutupi tulang-tulang orbita yang terbuka.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1.

Identitas Penderita
Nama

: Ny. H

Usia

: 59 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Pacar Kembang, Surabaya

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Status Pernikahan

: Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 16 November 2015


No. DMK
3.2.

: 12.24.07.25

Data Dasar
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada mata sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada mata sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu.
Awalnya pasien mengeluh mata sebelah kiri nrocoh diikuti oleh adanya kotoran pada
mata kiri. Lima hari kemudian kemudian, pasien merasa mata kiri cekot-cekot dan
bengkak pada kedua kelopak mata kiri. Nyeri cekot-cekot pada mata kiri pasien
dirasakan makin lama makin memberat dan mereda setelah pasien mendapatkan obat
nyeri dari dokter umum. Pasien juga mengeluh nyeri kepala disebelah kiri yang makin
lama makin memberat sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien tidak memiliki riwayat sakit kencing manis dan darah tinggi.
b. Pasien memiliki riwayat penyakit thalassemia sejak 14 tahun yang lalu, rutin
mendaparkan transfusi darah setiap 3-4 minggu sekali.
c. Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata kanannya 2 tahun yang
lalu dan mendapatkan lensa tanam
d. Pasien 1 tahun yang lalu didiagnosa mata kiri mengalami katarak, dan
penglihatannya menurun perlahan hingga tidak dapat melihat sejak 6 bulan
yang lalu.
e. Pasien pernah menjalani operasi tulang belakang sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Psikososial
Pasien tidak bekerja, sehari-hari di rumah.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit / keluhan yang sama.
Riwayat Kacamata
Pasien tidak menggunakan kacamata.
3.3.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Baik

Tekanan darah

: 120/70 mmHg, posisi tidur, lengan kanan

Nadi

: 72 x/menit, regular, kuat angkat

RR

: 18 x/menit regular

Status generalis
K/L

: a/i/c/d (-), pKGB (-)

Thorax

: simetris (+), retraksi (-)


Cor S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo sonor/sonor, vesikuler/vesikuler
Rhonki -/- ; wheezing -/-

Abdomen

: flat, BU (+), Normal

Extrimitas

: akral hangat kering merah; edema (-)

Status Lokalis Mata


VOD : 5/40 cc S -2.505/75
VOS

: Light perception -

TOD : normal palpasi


TOS

: soft palpasi

Pemeriksaan segmen anterior


Kanan
edema - spasme -

Palpebra

Kiri
edema + spasme -

hiperemi -, sekret -

Konjungtiva

hiperemi +, sekret
defek di sklera inferior

jernih +
dalam+
radier +,

atropi -,

Kornea
Bilik Mata Depan
Iris

+
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi

Pupil

Sulit dievaluasi

Lensa

Sulit dievaluasi

iridodonesis bulat +, isokor, RC +,


diameter 3 mm,
phacodenesis IOL +
Pemeriksaan segmen posterior

FDOD: Fundus reflex +, Papil N. II + , batas tegas +, warna normal, retina jernih
FDOS: sulit dievaluasi

Gambar mata kiri dengan edema


palpebra, hiperemi konjungtiva

Gambar USG mata kiri

Gambar USG mata kanan

Tampak echogenic lession berbentuk


partikel dan membran dengan moderate
to hight reflectivity pada seluruh kavitas
vitreous disertai dengan penebalan RCS
komplek
Kesimpulan: OS suatu proses infamasi
intraokuler dd endofthalmitis

Hasil Pemeriksaan Scrapping


- PMN: banyak
- MN : sedikit
- Kuman : -

3.4

Problem List
Temporary Problem List

Pasien berusia 59 tahun

Nyeri pada mata kiri sejak 1 bulan yang lalu

Kelopak mata kiri terasa bengkak

Mata kiri nrocoh dan sering mengeluarkan kotoran

Riwayat didiagnosa katarak pada mata kiri

Riwayat thalassemia dengan transfusi rutin tiap 3-4 minggu

Riwayat operasi tulang belakang 1 bulan yang lalu

Visus mata kiri menurun ( LP -)

Pemeriksaan segmen anterior OS: konjungtiva hiperemi, bercak putih pada


limbus, defek pada sklera inferior

Permanent Problem List


OD Pseudofakia
OS Endoftalmitis + Katarak komplikata
Thalasemia
3.5

Planning
Diagnosis: pemeriksaan gula darah, darah lengkap, faal hemostasis, kimia klinik, foto
polos thorax.
Terapi:
-

Pro OS eviserasi dengan General Anestesi


Inj. Metrinidazole 3x500 mg IV
Inj. Cefotaxim 3x1 gram
Na Diclofenac 2x50 mg
Cloramphenicol eye oinment 4 dd I OS

Monitoring: Keluhan, vital sign, visus, segmen anterior

Edukasi:

Menjelaskan kepada pasienmengenai penyakit endofthalmitis

merupakan

keadaan adanya infeksi pada bola mata yang dapat disebabkan karena adanya
penyakit yang mendasari maupun penyebaran infeksi.

Menjelaskan kepada pasien mengenai terapi yang akan diberikan pada pasien
yaitu operasi eviserasi, yaitu mengangkat bola mata kiri pasien dengan
meninggalkan sebagian jaringan mata serta otot mata.

Menjelaskan kepada pasien tujuan operasi eviserasi yaitu untuk mencegah


penyebaran infeksi dari bola mata pasien ke organ vital lainnya, serta untuk
menghilangkan keluhan nyeri pada mata yang dirasakan pasien.

Menjelaskan kepada mengenai pasien proses operasi bahwa selama operasi


pasien akan diberi obat sedatif dengan anestesi umum.

Menjelaskan kepada pasien komplikasi operasi yaitu dapat terjadi perdarahan


maupun infeksi serta kemungkinan terjadi atrofi pada jaringan mata yang
tersisa.

Menjelaskan kepada pasien setelah operasi pasien masih akan menjalani


serangkaian perawatan di rumah sakit seperti pemberian antibiotik dan
antinyeri serta memberi penjelasan pentingnya kontrol rutin untuk perawatan
luka operasi.

BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
Endoftalmitis merupakan keradangan pada seluruh jaringan intraokular, yang
mengenai dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sclera dan kapsula

tenon. Predisposisi endoftalmitis dapat berasal dari endogen yang berhubungan dengan
sistem imun yang terganggu maupun eksogen yang berhubungan dengan

paparan

mikroorganisme. Gejala umum endoftalmitis adalah nyeri pada mata, penurunan penglihatan,
mata merah, rasa silau, kelopak mata bengkak. Salah satu penanganan endoftalmitis adalah
dengan tindakan eviserasi.

Daftar Pustaka
American Academy of Ophthalmology.2012. Orbit, eyelid and Lacrimal System Section7
Ilyas, S. 2002. Ilmu penyakit mata edisi 2 (p 113-116). Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Barry, Peter et al. 2007. ESCRS Guidelines on Prevention, Investigation, and Management of
Post-Operative

Endophthalmitis.

Vienna:

ESCRS.

Diambil

http://www.escrs.org/vienna2011/programme/handouts/ic-100/ic-100_barry_handout.pdf

dari:

Chaudry, A.N., Flynn. H.W.2000. Ocular Trauma Principles and Practice


Ilyas, S.H.2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Ilyas, S.H., Mailangkay.T.H.2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter dan Mahasiswa
Kedokteran Edisi ke-2, Jakarta. Jakarta: CV. Sagung Seto
Miller, J.W. 2007. Endopthalmitis

diunduh tanggal 18 November 2011 dari

www.emedicine.com
Ojaimi, Elvis et al. Endophthalmitis, Prevention and Treatment. Canada: University of
Toronto, Vitreoretinal Department, St Michaels Hospital. 19; p265-284. Diambil dari:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/42704.pdf
Sadiq, Mohammad Ali et al. 2015. Endogenous Endophthalmitis: Diagnosis, Management,
and Prognosis. Journal of Ophthalmic Inflammation and Infection 5:32 DOI 10.1186/s12348015-0063-y. Diambil dari: http://www.joii-journal.com/content/pdf/s12348-015-0063-y.pdf
Vaughan, D.G.2002. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika
Wadih zein MD. 2008. Evisceration, Enucleation, and Exenteration.

Anda mungkin juga menyukai