PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
c. M. Spinchter pupilae
d. M. Spinchter papillae
ujung bebas iris membentuk pupil
Penampang sagital
a. Endotel
b. Kripte
c. Stroma
B. CORPUS CILIARIS
Salah satu fungsi dari corpus ciliaris adalah menghasilkan humor aquous. Processus
ciliaris terdiri atas 70 lipatan yang merupakan tempat melekat dari zonula zinni (lig.
Suspensorium) dan terdiri atas dua lapisan endotel : lapisan endotel dalam
menghasilkan humor aquous sedangkan lapisan endotel luar menghasilkan pigmen.
C. COROID
Adalah lapisan yang berada diantara sklera dan retina (mulai dari ora serata
sampai dengan N.II). Koroid merupakan lapisan gelap kecoklatan yang mengandung
banyak pigmen dan pembuluh darah (berada pada bagian vaskulosa). Pembuluh
darah koroid memberikan nutrisi kepada retina (1/3 bagian luar), korpus vitreus, dan
lensa. Penampang dari luar ke dalam koroid adalah:
3. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
2.2 Endoftalmitis
2.2.1 Definisi
Endoftalmitis merupakan suatu reaksi inflamasi yang timbul akibat adanya
kolonisasi bakteri, jamur atau parasit pada intraokular. Hal ini dapat terjadi secara
eksogen (post-operative, post-trauma) akibat penyebaran mikroorganisme dari
permukaan mata, luka terbuka, lensa intraokular (IOL), benda asing intra okular,
peralatan yang terkontaminasi, maupun endogen seperti sepsis (Barry, 2007).
Endoftalmitis dapat menyebakan hilangnya kemampuan visual secara permanen
hingga kehilangan bola mata. Reaksi ini dapat timbul akibat respon imun terhadap
suatu antigen maupun dari suatu infeksi (Ojaimi).
Endoftalmitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu endogen dan eksogen.
Endoftalmitis endogen berasal dari penyebaran secara hematogen pada kondisi
bakteremia maupun akibat jamur. Hal ini seringkali didapatkan pada pasien dengan
imunosupresi, penggunaan obat secara intravena, emakaian kateter urine dalam
jangka panjang, maupu infeksi. Endoftalmitis eksogen berasal dari infeksi intraokular
yang disebabkan masuknya organisme dari lingkungan luar. Hal ini dapat timbul ada
pasien dengan kondisi post-trauma dan post-operasi. Pada endoftalmitis postoperative akut dapat terjadi pada beberapa operasi nvasif mata seperti operasi katarak,
glaukoma, kornea, strabismus, dan vitrektomi. Hal ini berhunungan dengan adanya
perforasi, penanaman material, dan penyebaran dari patogen eksternal (Ojaimi).
2.2.2 Patofisologi
Kejadian, tingkat keparahan, dan gejala klinis endoftalmitis bergantung dari
rute terjadinya infeksi. Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh virulensi dan jumlah
mikroba patogen, imunitas pasien, serta waktu pemeriksaan (Barry, 2007).
Pada mikrobial endoftalmitis, terdapat tiga fase infeksi: fase inkubasi, fase
akselerasi, dan fase destruktif. Fase inkubasi, belum menampakkan gejala klinis yang
signifikan dan terjadi selama 16-18 jam. Inokulasi bakteri intraokular selanjutnya
menembus barrier aquoeus dengan eksudasi fibrin dan infiltrasi seluler dengan
granulosit netrofil. Fase inkubasi utamanya ditentukan oleh jenis bakteri patogen
(contoh, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selama 10 menit,
Propionibacterium sp. >5 jam) dan karakteristik tertentu dari bakteri patogen seperti
produksi toksin (Barry, 2007).
Pada kasus infeksi primer terjadi di bagian posterior dari bola mata, reaksi
inflamasi pada bagian anterior mata dapat lebih dulu timbul. Hal ini juga dipengauhi
oleh sistem imun sesifik dengan makrofag dan limfosit di kavitas vitreus. Kurang
lebih tiga hari setelah infeksi intraokular, antibodi spesifik patogen dapat terdeteksi
yang berhubungan dengan eliminasi patogen dengan opsonisasi dan fagositosis dalam
waktu 10 hari (Barry, 2007).
Hal ini dapat menghasilkan hasil negatif pada kultur laboratorium namun
terjadi reaksi inflamasi yang berat pada mata. Mediator inflamasi dari infiltrasi sel,
terutama sitokin dapat menyebabkan efek destruksi, retinal injury, dan proliferasi
vitreoretinal yang disebut fase dekstruktif (Barry, 2007).
Pada endoftalmitis endogen, prosesnya diawali oleh penyebaran infeksi primer
yang mendasari, baik bakteri, jamur maupun parasit.
menyebar ke mata melalui jaringan vaskular pada segmen posterior mata. Mata kanan
lebih berisiko karena terdapat hubungan langsung dengan arteri karotis kanan.
Penyebaran langsung dari fokus infeksi juga dapat terjadi pada kasus infeksi sistem
saraf pusat melalui nervus optikus. Berbeda dengan endoftalmitis akibat post-operasi
dan post trauma, dimana kerusakan jaringan diakibatkan oleh produksi toksin dari
organisme, pada endoftalmitis endogen, kerusakan jaringan terjadi karena septik
embolus yang masuk di vaskular segmen posterior dan bertindak sebagai sebuah
nidus untuk diseminasi dari organisme ke dalam jaringan yang bersangkutan setelah
menembus blood-ocular barrier. Hal ini menyebabkan proliferasi mikroba dan reaksi
inflamasi pada jaringan yang terkena (Sadiq, 2015).
2.2.3 Etiologi
Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang
disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau auto
imun (non infeksi). Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat (Ilyas,
2006):
1. Endogen Endoftalmitis: terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun parasit
dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara hematogen ataupun
akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis
2. Eksogen Endoftalmitis : dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi
sekunder / komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka
bola mata, reaksi terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata. Bakteri
gram positive menyebabkan 56-90% dari seluruh kasus endoftalmitis (Ilyas,
2002). Beberapa kuman penyebabnya adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus, dan spesies Streptococcus. Bakteri gram negatif seperti
pseudomonas, Escherichia coli dan Enterococcus dapat ditemukan dari trauma
tembus bola mata (Ilyas, 2006).
3. Endoftalmitis fakoanafilaktik: merupakan endoftalmitis unilakteral ataupun
bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa terhadap lensa yang
mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan suatu penyakit
autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak
mengenali jaringan lensa yang tidak terletak di dalam kapsul. Pada tubuh
terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang
akan menimbulkan gejala endoftalmitis fakoanafilaktik
2.2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif yang
didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.2.4.1 Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah (Vaughan, 2002):
a. Fotofobia
b. Nyeri pada bola mata
c. Penurunan tajam penglihatan
d. Nyeri kepala
e. Mata terasa bengkak
f. Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita perlu
di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah
diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang
rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan endoftalmitis
endogen akibat penyebarannya secara hematogen adalah meningitis, endokorditis,
infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan pielonefritis untuk endoftalmitis
fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya riwayat segala subjektif katarak
yang diderita pasien sebelumnya (Ilyas, 2006).
2.2.4.2 Objektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang
terkena dan derajat infeksi/peradangan (Miller, 2007). Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat
ditemukan dapat berupa (Ilyas, 2006) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.
b. Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik, yang
digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.
c. Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah
pada mata dan mencegah terjadinya sinekia.
d. Tindakan Vitrektomi
Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi
mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang
dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara
ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu pengobatan
ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses inflamasi yang
terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat.
Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai pemberian
antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik yang diduga
secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui. Pada endoftalmitis yang
disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara intraviteral merupakan langkah
pertama yang diambil. Pemberian antibiotik dilakukan secepatnya bila dugaan
endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang sesuai segera diberikan, bila hasil kultur
sudah ada. Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa antibiotik yang bekerja
terhadapa membran set, seperti golongan penicilin, Cephalosporin dengan antibiotik
yang dapat menghambat sintesa protein dengan reseptor ribosomal, seperti golongan
Chloramphenicol, Aminoglycosida (Ilyas, 2006)..
Terapi steroid pada penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi yang
disertai eksudet dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini penting untuk
endoftalmitis, karena dasar dari endoftalmitis adalah inflamasi, dimana prognosis
visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang terus berlanjut. Sampai saat ini pemberian
kortikosteroid pada endoftalmitis masih kontroversi walaupun sudah banyak penelitian
menunjukkan
hasil
yang
memuaskan
dari
pemberian
Dexamethason dalam
menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan
kerusakan luas pada mata . Dexamethason dapat diberikan secara intravitreal dengan
dosis 400ug dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis (Ilyas, 2006).
Pemberian Sikloplegik dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi
aliran darah pada mata, mencegah dan melepas sineksia serta mengistirahatkan iris dan
benda siliar yang sedang mengalami infeksi. Pada kasus yang berat dapat dilakukan
Vitrektomi Pars Plana, yang bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk
toksin dan enzim proteolitiknya yang berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi
antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang potensial
menimbulkan ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreous (Ilyas, 2002).
2.2.9 Prognosis
Endoftalmitis endogen lebih buruk daripada endoftalmitis eksogen. Karena
berhubungan dengan tipe organisme yang berhubungan (tingkat virulensi, organisme,
daya tahan tubuh penderita dan keterlambatan diagnosis). Endoftalmitis yang diterapi
dengan vitrektomi 74% pasien mendapatkan perbaikan visus sampai 6/30.
2.3
Enukleasi
2.3.2.1 Defenisi
Pengankatan keseluruhan isi bola mata termasuk nervus optikus (AAO, 2012)
2.5. Enukleasi
b. Prolaps bola mata dapat terjadi selama pembedahan. The dinding bola mata
ditahan dengan swab gauze dan ditekan selama 5 menit untuk menghentikan
pendarahan.
c. Semestinya luka dinutup dalam dua lapisan. Satu lapis kapsul tenon dan lapis
kedua adalah konjungtiva yang dijahit menggunakan absorsable sutures
d. Salep antibiotik digunakan sebelum dilakukan bebat tekan pada mata
2.3.3
Eksenterasi
2.3.3.1 Definisi
Merupakan tindakan pengangkatan seluruh orbita, termasuk bola mata, jaringan lunak
orbita, serta kelopak mata dan adnexa mata (AAO, 2012)
2.3.3.2 Indikasi
Indikasi pembedahan eksenterasi adalah adanya penyakit keganasan di rongga orbita
atau menyebaran dari tumor lain yang mengenai orbita (Wedih Z, 2008)
2.3.3.3 Prosedur Pembedahan
a. Pembedahan harus dilakukan dengan anastesi umum dan dilakukan endotrakeal
intubasi.
b. Sebuah sayatan dibuat sampai ke tulang orbita, sepanjang garis tepi orbital akan
ada perdarahan yang cukup besar.
Menyuntikan adrenalin kedalam jaringan sebelum operasi. Tekanan pada tepi luka
akan mengontrol perdarahan ini kemudian diikat dengan menggunakan artery
forceps.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Identitas Penderita
Nama
: Ny. H
Usia
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Status Pernikahan
: Menikah
: 12.24.07.25
Data Dasar
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada mata sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada mata sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu.
Awalnya pasien mengeluh mata sebelah kiri nrocoh diikuti oleh adanya kotoran pada
mata kiri. Lima hari kemudian kemudian, pasien merasa mata kiri cekot-cekot dan
bengkak pada kedua kelopak mata kiri. Nyeri cekot-cekot pada mata kiri pasien
dirasakan makin lama makin memberat dan mereda setelah pasien mendapatkan obat
nyeri dari dokter umum. Pasien juga mengeluh nyeri kepala disebelah kiri yang makin
lama makin memberat sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien tidak memiliki riwayat sakit kencing manis dan darah tinggi.
b. Pasien memiliki riwayat penyakit thalassemia sejak 14 tahun yang lalu, rutin
mendaparkan transfusi darah setiap 3-4 minggu sekali.
c. Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata kanannya 2 tahun yang
lalu dan mendapatkan lensa tanam
d. Pasien 1 tahun yang lalu didiagnosa mata kiri mengalami katarak, dan
penglihatannya menurun perlahan hingga tidak dapat melihat sejak 6 bulan
yang lalu.
e. Pasien pernah menjalani operasi tulang belakang sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Psikososial
Pasien tidak bekerja, sehari-hari di rumah.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit / keluhan yang sama.
Riwayat Kacamata
Pasien tidak menggunakan kacamata.
3.3.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Baik
Tekanan darah
Nadi
RR
: 18 x/menit regular
Status generalis
K/L
Thorax
Abdomen
Extrimitas
: Light perception -
: soft palpasi
Palpebra
Kiri
edema + spasme -
hiperemi -, sekret -
Konjungtiva
hiperemi +, sekret
defek di sklera inferior
jernih +
dalam+
radier +,
atropi -,
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
+
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Pupil
Sulit dievaluasi
Lensa
Sulit dievaluasi
FDOD: Fundus reflex +, Papil N. II + , batas tegas +, warna normal, retina jernih
FDOS: sulit dievaluasi
3.4
Problem List
Temporary Problem List
Planning
Diagnosis: pemeriksaan gula darah, darah lengkap, faal hemostasis, kimia klinik, foto
polos thorax.
Terapi:
-
Edukasi:
merupakan
keadaan adanya infeksi pada bola mata yang dapat disebabkan karena adanya
penyakit yang mendasari maupun penyebaran infeksi.
Menjelaskan kepada pasien mengenai terapi yang akan diberikan pada pasien
yaitu operasi eviserasi, yaitu mengangkat bola mata kiri pasien dengan
meninggalkan sebagian jaringan mata serta otot mata.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
Endoftalmitis merupakan keradangan pada seluruh jaringan intraokular, yang
mengenai dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sclera dan kapsula
tenon. Predisposisi endoftalmitis dapat berasal dari endogen yang berhubungan dengan
sistem imun yang terganggu maupun eksogen yang berhubungan dengan
paparan
mikroorganisme. Gejala umum endoftalmitis adalah nyeri pada mata, penurunan penglihatan,
mata merah, rasa silau, kelopak mata bengkak. Salah satu penanganan endoftalmitis adalah
dengan tindakan eviserasi.
Daftar Pustaka
American Academy of Ophthalmology.2012. Orbit, eyelid and Lacrimal System Section7
Ilyas, S. 2002. Ilmu penyakit mata edisi 2 (p 113-116). Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Barry, Peter et al. 2007. ESCRS Guidelines on Prevention, Investigation, and Management of
Post-Operative
Endophthalmitis.
Vienna:
ESCRS.
Diambil
http://www.escrs.org/vienna2011/programme/handouts/ic-100/ic-100_barry_handout.pdf
dari:
www.emedicine.com
Ojaimi, Elvis et al. Endophthalmitis, Prevention and Treatment. Canada: University of
Toronto, Vitreoretinal Department, St Michaels Hospital. 19; p265-284. Diambil dari:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/42704.pdf
Sadiq, Mohammad Ali et al. 2015. Endogenous Endophthalmitis: Diagnosis, Management,
and Prognosis. Journal of Ophthalmic Inflammation and Infection 5:32 DOI 10.1186/s12348015-0063-y. Diambil dari: http://www.joii-journal.com/content/pdf/s12348-015-0063-y.pdf
Vaughan, D.G.2002. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika
Wadih zein MD. 2008. Evisceration, Enucleation, and Exenteration.