Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

2.1Definisi
Ulkus kornea adalah terjadinya diskontiniutas pada permukaan epitel kornea normal yang
berhubungan dengan terjadinya nekrosis jaringan kornea sekitarnya. Patologis itu ditandai
dengan adanya edema dan infiltrasi seluler. (AK Khurana, 2007)

2.2Etiologi
Ulkus biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,
pseudomonas, atau pneumokokus), jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba,
selain itu ulkus kornea disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan penyakit kolagen
vaskuler. Kekurangan vitamin A atau protein, mata kering (karena kelopak mata tidak
menutup secara sempurna dan melembabkan kornea). Faktor resiko terbentuknya antara lain
adalah cedera mata, ada benda asing di mata, dan iritasi akibat lensa kontak. (J Oliver, 2005)
Penyebab ulkus kornea antara lain sebagai berikut :
1. Infeksi bakteri
Bakteri yang sering menyebabkan ulkus kornea adalah Streptokokus alfa hemolitik,
Stafilokokus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeroginosa, Nocardia asteroids,
Alcaligenes sp, Streptokokus anaerobic, Streptokokus beta hemolitik, Enterobakter hafniae,
Proteus sp, Stafilokokus epidermidis, infeksi campuran Erogenes dan Stafilokokus aureus.
2. Infeksi jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies
mikosis fungoides.
3. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan
ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
4. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

5. Lagophtalmus akibat parese N. VII dan N.III


6. Trauma yang merusak epitel kornea
7. Idiopatik , misal ulkus Mooren (AK Khurana, 2007)
2.3 Anatomi Kornea
Kornea merupakan membran yang transparan berbentuk bulat dan melekat pada
limbus di sklera. Fungsi kornea sebagai pelindung mata dan sebagai jendela bagi sinar yang
masuk ke dalam mata, sampai ke retina. Kornea merupakan batas depan dari bola mata.
Kornea memiliki permukaan anterior berbentuk elips dengan diameter horizontal
11,7mm dan vertikal 10,6mm pada dewasa. Tebal kornea di sentral 0,54mm, di perifer
0,65mm. dan memiliki power 43 Dipotri. (C James, 2005)
Secara histologis, kornea terdiri atas 5 lapisan, dari anterior ke posterior:

Gambar 2.1 Lapisan kornea


1. Epitelium
Epitelium berbentuk deretan sel kubus, makin keluar makin pipih, terdiri dari 5-6
lapisan yang menyumbang sekitar 10% dari ketebalan kornea dewasa dan mempunyai daya
regenerasi yang sangat besar. Epitelium berasal dari ektodermal. Regenerasi epitel dilakukan
dalam waktu 5-7 hari. Sel-sel superficial selalu mengelupas (pada saat mata berkedip)
kedalam lapisan air mata., bercampur dengan sel yang telah mati. Sel-sel pengganti epitel
berasal dari Limbal Stem Cell (LSC=SC) seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Sel-sel pada lapisan epitel


2. Membran Bowman
Membran bowman adalah suatu membran a-seluler, jernih dan dianggap sebagai
modifikasi dari stroma. Membran ini mulai terlihat pada usia 4 bulan (100mm). Lapisan ini
juga berasal dari ektodermal. Lapisan ini tidak dapat regenerasi dan dengan demikian
penyembuhan menjadi jaringan parut.
3. Stroma Kornea
Stroma kornea terdiri atas selaput kolagen yang tersusun rapi, diameter serabut satu
mikro meter, terletak diantara proteoglikan dan sel keratosit. Stroma kornea adalah bagian
paling tebal (90% dari tebal seluruh kornea atau sekitar 80% dari ketebalan kornea menurut
oxford handbook of ophtalmology). Komponen utamanya adalah air (75%). Dari berat
kering, 70% adalah kolagen (tipe I, IV, V, VI), dan sisanya adalah zat proteogylcan dasar
(chrondroitin sulfat dan keratan sulfat). Pada janin, stroma mulai terlihat bersamaan dengan
bowman, tetapi berasal dari krista neural (neural crest). Stroma berasal dari mesodermal.
4. Membran Descemet
Membran descemet adalah suatu membran jernih, elastis dan merupakan suatu
membran basal dari endotelium. Descemet sangat sulit ditembus oleh mikroorganisme.
Descemet mulai terlihat pada janin 13 minggu (75mm) dan berasal dari krista neural.
Descemet berasal dari mesodermal dan tidak mampu untuk regenerasi.

5. Endotelium

Endotelium adalah selapis sel yang tidak mempunyai daya regenerasi sehingga jika
mengalami kerusakan (misalnya pada waktu operasi mata atau tekanan intraokuler
tinggi) dapat menimbulkan kekeruhan yang berat dan permanen.
Endotelium janin mulai terlihat bersamaan dengan epitelium tetapi berasal dari krista
neural. Pada usia bayi dua tahun, diameter kornea sudah sama dengan kornea dewasa,
tetapi dengan kurvatura yang lebih datar.(C James, 2011)
2.4 Fisiologi Kornea
1. Sifat Transparan Kornea
Sifat transparansi kornea tergantung pada keadaan berikut:
- Struktur histologis yang teratur
- Avaskuler
- Deturgescence (dehidrasi relatif), hal ini oleh karena:
a. Barrier oleh epitelium dan endotelium
b. Penguapan oleh epitelium
c. Pompa aktif bikarbonat oleh endotelium
Epitelium bersifat fat-soluble, stroma bersifat water-soluble. Akibatnya, obat
mata, baru dapat menembus kornea jika mempunyai 2 fase (bi-phasic), yaitu fase fatsoluble dan fase water-soluble.
Endotelium merupakan relatif permeabel. Aliran pasif air dan nutrisi dari aqueous
yang ditarik melewati kedalam stroma (stromal swelling pressure). Untuk mencegah
overload (edema) dan menjaga transparansi kornea, endotelium memompa Na+ keluar
kembali dalam aqueous dengan aktif Na+ K+ ATPase, bersama dengan pergerakan pasif
air.
2. Refraksi
Kornea bertindak sebagai lensa cekung ganda menyumbang dari 70% dari total
daya Dioptric mata. Radius kelengkungan permukaan anterior adalah 7.68 mm,
permukaan posterior adalah 6.8 mm. Kornea merupakan permukaan elastis yang kuat.
Bentuknya dijaga oleh kekakuan struktural dan tekanan intraokular.
3. Nutrisi Kornea
Nutrisi kornea diperoleh dari:
- Limbus
- Humor akuos
- Tear film (lapisan air mata)
- Atmosfer (khusus oksigen)
4. Persarafan

Saraf nyeri kornea merupakan cabang dari Nervus V (Trigeminus) cabang 1


(Oftalmikus), yang bersifat sensorik yang membentuk pleksus perikorneal dan berakhir
dengan pleksus diantara epitelium. (C James, 2011)
2.5 Patogenesis Ulkus Kornea
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil.
Patologi ulkus kornea tanpa perforasi dibagi dalam 4 Fase :
1. Fase Infiltrasi Progresif
Karakteristik dari tingkat ini aialah infiltrasi sel sel PMN dan atau limfosit ke
dalam epitel dari sirkulasi perifer. Selanjutnya dapat terjadi nekrosis dari jaringan yang
terlibat bergantung virulensi agen dan pertahanan tubuh host.
2. Fase Ulserasi Aktif
Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrois dan pengelupasan epitel, membran
Bowman, dan stroma yang terlibat. Selama fase ulserasi aktif terjadi hiperemia yang
mengakibatkan akumulasi eksudat purulen di kornea. Jika organisme penyebab
virulensinya tinggi atau pertahanan tubuh host lemah akan terjadi penetrasi yang lebih
dalam selama fase ulserasi aktif.
3. Fase Regresi
Regresi ditimbulkan oleh sistem pertahanan natural (antibodi humoral dan
pertahanan seluler) dan terapi yang memperbesar respon host normal. Garis batas yang
merupakan kumpulan leukosit mulai timbul di sekitar ulkus, lekosit ini menetralisir
bahkan memfagosit organisme debris seluler. Proses ini disertai vaskularisasi superfisial
yang yang meningkatkan respon imun humoral dan seluler. Ulkus mulai menyembuh dan
epitel mulai tumbuh dari tepi ulkus.
4. Fase Sikatrisasi
Pada fase ini penyembuhan berlanjut dengn epitelisasi progresif yang membentuk
sebuah penutup permanen. Di bawah epitel baru terbentuk jaringan fibrosa yang sebagain
berasal dari fibroblas kornea dan sebagian lagi berasal dari sel endotel pembuluh darah
baru. Stroma menebal dan mendorong permukaan epitel ke anterior. Derajat sikatrik
bervariasi, jika ulkus sangat superfisial dan hanya melibatkan epitel maka akan
menyembuh sempurna tanpa bekas. Jika ulkus melibatkan memran Bowman dan sedikit

lamela stroma superficial maka akan terbentuk sikatrik yang disebut nebula. Apabila
ulkus melibatkan hingga lebih dari sepertiga stroma akan membentuk makuladan
leukoma.(AK Khurana, 2007)

Gambar 2.3 Fase ulkus kornea


Ulkus kornea terdiri dari 3 bentuk :
(A) Ulkus yang terlokalisir dan membaik ;
(B) Ulkus yang menembus seluruh lapisan kornea dan terjadi perforasi ;
(C) Menyebar dengan cepat di seluruh lapisan kornea dan menjadi jaringan mati
Kejadian patologis yang terjadi pada ulkus kornea dari masing masing bentuk :
[A] Patologi ulkus kornea terlokalisir
1. Tahap infiltrasi progresif.
Tahap ini ditandai dengan adanya infiltrasi polimorfonuklear
dan / atau limfosit ke epitel dari sirkulasi perifer dan juga adanya sel serupa yang berasal dari
stroma jika jaringan ini juga rusak. Selanjutnya nekrosis dari
jaringan mungkin dapat terjadi, tergantung pada
virulensi agen penyebab dan mekanisme pertahanan.
2. Tahap ulserasi aktif.
Selama tahap ini, akan terjadi hiperemi jaringan circumcorneal

Terjadi juga hambatan vaskular dari


iris dan korpus ciliaris yang akan menyebabkan eksudasi ke
ruang anterior dan menimbulkan hypopion.
[B] Patologi ulkus kornea yang terjadi perforasi
Perforasi ulkus kornea dapat terjadi ketika proses ulseratif sudah mencapai lapisan
membran Descemet yang akan membuat lapisan membrane Descemet terdorong ke luar yang
biasa disebut Descemetocele. Pada tahap ini, setiap aktifitas yang membuat tekanan
intraokuler meningkat seperti batuk, bersin, mengejan untuk bangku dll akan memperparah
ulkus kornea.

Gambar 2.4 Descematocele


[C] Patologi dari ulkus kornea nekrotik dan pembentukan staphyloma anterior
Ketika agen infeksi memiliki virulensi yang tinggi, dan pertahanan tubuh sedang
menurun, ulkus kornea dapat menyebabkan jaringan nekrotik pada seluruh lapisan kornea dan
juga akan terjadi prolapse dari iris. Iris akan inflamasi dan eksudat yang dihasilkan dari ulkus
kornea akan memblok pupil. Kornea akan terjadi sikatrik yang dinamakan staphyloma
anterior. (AK Khurana, 2007)
2.6 Maniifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung pada virulensi suatu mikroorganisme, toksin yang
dihasilkan, serta respon pertahanan dari host.
Secara garis besar ulkus kornea bermanifestasi :
1. Ulkus kornea tanpa hypopion
2. Ulkus kornea dengan hypopion

Secara umum, gejala dan tanda yang dapat ditemukan yaitu:


Gejala subjektif
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri dan terdapat sensasi adanya benda asing


Merasa air mata keluar terus menerus, atau nrocoh (epifora)
Silau (fotofobia)
Sulit untuk membuka mata (Blepharospasme)
Terjadi penurunan tajam penglihatan
Merah seluruh mata

Gejala Objektif
1. Edema palpebral
2. Kemosis pada konjuntiva dan hiperemi konjungtiva
Dimulai dari adanya erosi pada epitel kornea yang berhubungan dengan greyish-white
infiltrat, lalu semakin meluas sampai lapisan stroma dan terjadi pembengkakan stroma. (AK
Khurana, 2007)
2.7 Ulkus Kornea Dengan Hypopion
Dua faktor utama yang menyebabkan rentan terjadinya ulkus kornea dengan
hypopion. Semakin tinggi virulensi dari organisme penyebab infeksi dan resistensi
dari jaringan. Oleh karena itu, ulkus kornea dengan hypopyon jauh lebih banyak
ditemukan pada umur yang lebih tua.
Mekanisme terjadinya hypopyon yaitu dimana saat ulkus kornea sudah
menyebabkan iritis. Ketika iritis semakin memburuk, leukosit yang terdapat pada
pembuluh darah akan tertarik ke bawah ruang anterior dan membentuk hypopion.
Oleh karena itu, perlu dicatata bahwa hypopion adalah steril yang terbentuk dari selsel polimorfonuklear, bukan karena invasi dari organisme penyebab. Setelah proses
ulseratif dihentikan maka dengan sendirihnya hypopion akan diserap.

Gambar 2.5 Ulkus kornea dengan hypopion


2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi
khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
1. Ketajaman penglihatan
2. Tes refraksi
3. Tes air mata
4. Pemeriksaan slit-lamp
5. Keratometri (pengukuran kornea)
6. Respon reflek pupil
7. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

8. Pada pewarnaan akan tampak defek epitel pada kornea yang dilihat dengan
cobalt blue light
9. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH).
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa. (AK Khurana, 2007)
2.9 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik. (S Ilyas, 2004)
1. Penatalaksanaan medikamentosa
a. Antibiotik topikal
Terapi inisial (sebelum didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas)
hendaknya diberikan antibiotik spektrum luas. Dianjurkan tetes mata
gentamycin (14 mg/ml) atau tobramycin (14mg/ml) bersama dengan
cephazoline (50mg/ml), setiap setengah hingga satu jam untuk
beberapa hari pertama kemudian dikurangi menjadi per dua jam .
Setelah respon yang diinginkan tercapai, tetes mata dapat diganti
dengan Ciprofloxacin (0.3%), Ofloxacin (0.3%), atau Gatifloxacin
(0.3%).
b. Antibiotik sistemik
Biasanya tidak diperlukan. Akan tetapi, cephalosporine dan
aminoglycoside atau oral ciprofloxacin (750 mg dua kali sehari) dapat
diberikan pada kasus berat dengan perforasi atau jika sklera ikut
terkena.
c. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1) Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal

amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,


Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2) Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3) Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4) Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
d. Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.Untuk herpes simplex diberikan pengobatan interferon
inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya.
e. Obat Siklopegik
Dianjurkan salep mata atau tetes mata atropin 1% untuk
mengurangi nyeri karena spasme siliar dan untuk mencegah
pembentukan sinekia posterior karena iridosiklitis sekunder. Atropin
juga meningkatkan suplai darah ke uvea anterior dengan
mengembalikan tekanan di arteri siliaris anterior sehingga membawa
lebih banyak antibodi di aqueous humour, juga mengurangi eksudat
dengan menurunkan permeabilitas vaskular dan hiperemi. Siklopegik
lain yang dapat digunakan ialah tetes mata homatropin 2%.
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu. Efek kerja atropine :
1) Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
2) Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
3) Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya
M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang
telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru.
f. Obat analgesik sistemik dan anti inflamasi
Paracetamol and ibuprofen dapat menghilangkan rasa sakit dan

mengurangi edem.4 Atau dapat pula diberikan tetes mata pantokain


atau tetrakain.
g. Vitamin
Vitamins (A, B-complex dan C) membantu mempercepat
penyembuhan ulkus.
h. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang
tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi
jangan sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini
diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas
sembuh.
i. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati
sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan
baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat
lain harus segera dihilangkan.
2. Penatalaksanaan non medikamentosa
a. Konsumsi makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan
yang sehat.
b. Penggunaan kaca mata gelaap untuk mengurangi fotofobia.
c. Sebaiknya mata yang sakit tidak dibebat.(AK Khurana, 2007)
3. Penatalaksanaan Bedah
a. Kauterisasi
1) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat
2) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter
atau termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya
yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus
sampai berwarna keputih-putihan.(S Ilyas, 2004)
b. Debridement mekanik
Debridement mekanik dilakukan untuk menghilangkan material
nekrosis dengan mengerok dasar ulkus dengan spatula dengan bantuan
anestesi lokal. Debridement ini dapat mempercepat penyembuhan.
c. Flap Konjungtiva
Cornea ditutup dengan flap konjungtiva sebagian atau seluruhnya
unyuk menyokong jaringan yang lemah.(AK Khurana, 2007)
d. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu


penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1) Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas
penderita
2) Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3) Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia. (J Oliver,
2005)
2.10 Komplikasi Ulkus Kornea
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
1. Komplikasi paling serius ialah perforasi kornea dengan
infeksi sekunder
2. Perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
3. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat
singkat Prolaps iris
4. Sikatrik kornea
5. Katarak sekunder
6. Glaukoma sekunder ( F Lopez, 2010)

Olver, J dan Cassidy, L. 2005. Ophthalmology at A Glance. Massachusetts :


Blackwell Science.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta :FKUI.

Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New


Delhi : New Age International Ltd.
Lopez, Fernando H Murillo. 2010. Corneal ulcer
http://emedicine.medscape.com/article/1195680-overview diakses
18 november 2015

Anda mungkin juga menyukai