2.1Definisi
Ulkus kornea adalah terjadinya diskontiniutas pada permukaan epitel kornea normal yang
berhubungan dengan terjadinya nekrosis jaringan kornea sekitarnya. Patologis itu ditandai
dengan adanya edema dan infiltrasi seluler. (AK Khurana, 2007)
2.2Etiologi
Ulkus biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,
pseudomonas, atau pneumokokus), jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba,
selain itu ulkus kornea disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan penyakit kolagen
vaskuler. Kekurangan vitamin A atau protein, mata kering (karena kelopak mata tidak
menutup secara sempurna dan melembabkan kornea). Faktor resiko terbentuknya antara lain
adalah cedera mata, ada benda asing di mata, dan iritasi akibat lensa kontak. (J Oliver, 2005)
Penyebab ulkus kornea antara lain sebagai berikut :
1. Infeksi bakteri
Bakteri yang sering menyebabkan ulkus kornea adalah Streptokokus alfa hemolitik,
Stafilokokus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeroginosa, Nocardia asteroids,
Alcaligenes sp, Streptokokus anaerobic, Streptokokus beta hemolitik, Enterobakter hafniae,
Proteus sp, Stafilokokus epidermidis, infeksi campuran Erogenes dan Stafilokokus aureus.
2. Infeksi jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies
mikosis fungoides.
3. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan
ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
4. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
5. Endotelium
Endotelium adalah selapis sel yang tidak mempunyai daya regenerasi sehingga jika
mengalami kerusakan (misalnya pada waktu operasi mata atau tekanan intraokuler
tinggi) dapat menimbulkan kekeruhan yang berat dan permanen.
Endotelium janin mulai terlihat bersamaan dengan epitelium tetapi berasal dari krista
neural. Pada usia bayi dua tahun, diameter kornea sudah sama dengan kornea dewasa,
tetapi dengan kurvatura yang lebih datar.(C James, 2011)
2.4 Fisiologi Kornea
1. Sifat Transparan Kornea
Sifat transparansi kornea tergantung pada keadaan berikut:
- Struktur histologis yang teratur
- Avaskuler
- Deturgescence (dehidrasi relatif), hal ini oleh karena:
a. Barrier oleh epitelium dan endotelium
b. Penguapan oleh epitelium
c. Pompa aktif bikarbonat oleh endotelium
Epitelium bersifat fat-soluble, stroma bersifat water-soluble. Akibatnya, obat
mata, baru dapat menembus kornea jika mempunyai 2 fase (bi-phasic), yaitu fase fatsoluble dan fase water-soluble.
Endotelium merupakan relatif permeabel. Aliran pasif air dan nutrisi dari aqueous
yang ditarik melewati kedalam stroma (stromal swelling pressure). Untuk mencegah
overload (edema) dan menjaga transparansi kornea, endotelium memompa Na+ keluar
kembali dalam aqueous dengan aktif Na+ K+ ATPase, bersama dengan pergerakan pasif
air.
2. Refraksi
Kornea bertindak sebagai lensa cekung ganda menyumbang dari 70% dari total
daya Dioptric mata. Radius kelengkungan permukaan anterior adalah 7.68 mm,
permukaan posterior adalah 6.8 mm. Kornea merupakan permukaan elastis yang kuat.
Bentuknya dijaga oleh kekakuan struktural dan tekanan intraokular.
3. Nutrisi Kornea
Nutrisi kornea diperoleh dari:
- Limbus
- Humor akuos
- Tear film (lapisan air mata)
- Atmosfer (khusus oksigen)
4. Persarafan
lamela stroma superficial maka akan terbentuk sikatrik yang disebut nebula. Apabila
ulkus melibatkan hingga lebih dari sepertiga stroma akan membentuk makuladan
leukoma.(AK Khurana, 2007)
Gejala Objektif
1. Edema palpebral
2. Kemosis pada konjuntiva dan hiperemi konjungtiva
Dimulai dari adanya erosi pada epitel kornea yang berhubungan dengan greyish-white
infiltrat, lalu semakin meluas sampai lapisan stroma dan terjadi pembengkakan stroma. (AK
Khurana, 2007)
2.7 Ulkus Kornea Dengan Hypopion
Dua faktor utama yang menyebabkan rentan terjadinya ulkus kornea dengan
hypopion. Semakin tinggi virulensi dari organisme penyebab infeksi dan resistensi
dari jaringan. Oleh karena itu, ulkus kornea dengan hypopyon jauh lebih banyak
ditemukan pada umur yang lebih tua.
Mekanisme terjadinya hypopyon yaitu dimana saat ulkus kornea sudah
menyebabkan iritis. Ketika iritis semakin memburuk, leukosit yang terdapat pada
pembuluh darah akan tertarik ke bawah ruang anterior dan membentuk hypopion.
Oleh karena itu, perlu dicatata bahwa hypopion adalah steril yang terbentuk dari selsel polimorfonuklear, bukan karena invasi dari organisme penyebab. Setelah proses
ulseratif dihentikan maka dengan sendirihnya hypopion akan diserap.
8. Pada pewarnaan akan tampak defek epitel pada kornea yang dilihat dengan
cobalt blue light
9. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH).
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa. (AK Khurana, 2007)
2.9 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik. (S Ilyas, 2004)
1. Penatalaksanaan medikamentosa
a. Antibiotik topikal
Terapi inisial (sebelum didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas)
hendaknya diberikan antibiotik spektrum luas. Dianjurkan tetes mata
gentamycin (14 mg/ml) atau tobramycin (14mg/ml) bersama dengan
cephazoline (50mg/ml), setiap setengah hingga satu jam untuk
beberapa hari pertama kemudian dikurangi menjadi per dua jam .
Setelah respon yang diinginkan tercapai, tetes mata dapat diganti
dengan Ciprofloxacin (0.3%), Ofloxacin (0.3%), atau Gatifloxacin
(0.3%).
b. Antibiotik sistemik
Biasanya tidak diperlukan. Akan tetapi, cephalosporine dan
aminoglycoside atau oral ciprofloxacin (750 mg dua kali sehari) dapat
diberikan pada kasus berat dengan perforasi atau jika sklera ikut
terkena.
c. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1) Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal