Anda di halaman 1dari 3

Indikasi Pemeriksaan Penunjang (DPL, USG FAST, CT scan)

Di bawah ini adalah algoritma diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan trauma
abdomen menurut American College of Surgeon (Feliciano 2003).

1. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


Meskipun bersifat invasif, insiden komplikasi DPL hanya < 1 %. Pada mulanya DPL
menjadi baku standar penentuan apakah pasien perlu menjalani prosedur pembedahan. Namun
terdapat beberapa kekurangan dari prosedur ini. la tidak dapat menentukan sumber perdarahan
dan tidak bisa mengenali adanya ruptur diafragma. Dari pengamatan didapatkan 30-40% pasien
tidak memerlukan terapi operatif. Sementara itu jika DPL dilakukan kurang dari 4 jam setelah
kejadian, dapat menghasilkan negatif palsu karena sekuesterisasi leukosit. Kerugian DPL yang
lain adalah ketidakmampuannya untuk menilai retroperitoneum, kurang sensitif untuk pasien
dengan pembedahan abdomen
sebelumnya (karena adanya adhesi, abdomen bisa terbagi
dalam beberapa kompartemen sehingga ada yang tidak bisa
terjangkau
caimn
bilasan),

dan
relatif dikontraindikasikan untuk wanita hamil. Karena kekurangan ini dan adanya metode
diagnosis non invasif yang lebih sensitif dan spesifik, penggunaan DPL mulai berkurang.
Sekarang DPL terutama digunakan untuk menentukan adanya perdarahan intra abdomen pada
pasien multitrauma yang tidak stabil, juga mendiagnosis cedera pada usus
USG Abdomen

Gambar : Posisi probe USG pada FAST

Dewasa ini USG digunakan menggantikan DPL, karena secara cepat bisa
mengidentifikasi adanya hemoperitoneum sebagai penyebab hipovolemia pada pasien yang tidak
stabil. Bila nilainya positif merupakan indikasi laparotomi segera. Pada pasien yang stabil
dengan status neurologis normal, USG dapat digunakan untuk menentukan pasien mana yang
perlu menjalani CT scan. Jika USG normal, pasien diobservasi, sementara jika menunjukkan
cairan intraabdomen, pasien perlu menjalani CT scan untuk mengidentifikasi organ yang cedera
sebagai somber cairan. USG saat ini memiliki resolusi yang lebih tinggi dan mempermudah ahli
bedah dalam menggunakannya, sehingga USG dapat sebagai modalitas skrining untuk
melakukan CT pada trauma tumpul abdomen

5. CT Scan
Multidetector Computed Tomography (MDCT) dengan kontras intravena merupakan
standard baku emas sebagai modalitas diagnosis trauma abdomen dengan cairan bebas intra
abdominal (terdeteksi dengan FAST) dengan pasien stabil. CT bersifat non invasif, mampu
menspesifikasikan somber darah intraabdomen, mengevaluasi retroperitoneum dan cedera spinal
serta pelvis pada saat bersamaan. Kerugian CT dalam diagnosis cedera intraabdomen meliputi: 1.
perlu memberi kontras intravena (0.1 % insiden reaksi, kejadian berkurang dengan kontras non
ionik yang lebih mahal); 2. sensitivitas rendah untuk retroperitoneal dan diafragma, 3. perlu
transpor pasien ke unit radiologis dan membutuhkan waktu serta biaya yang tinggi untulc
pemindaian dan 4. hanya bisa clilakukan pada kasus dengan hemodinamik stabil.
MDCT dengan kontras intravena mempunyai banyak keuanggulan: 1. mampu mendeteksi
kerusakan hati, limpa dan ginjal dengan sensitivitas mencapai 90-100%, 2. mampu mendeteksi
perdarahan aktif ( ekstravasasi kontras) adanya pseudoaneurisma, dan arteriovenous fistula
traumatic serta lokalisasi defeknya, 3. Mampu memberikan infonnasi untuk prioritas
pengelolaannya bilamana ditemukan cedera ganda. Adanya perdarahan aktif merupakan indikasi
untuk segera dilakukan embolisasi atau laparatomi. Angioembolisasi memberikan keberhasilan
menghentikan perdarahan sampai 95% kasus.

Penggunaan CT rutin diperlukan untuk populasi pasien tertentu, terutama mereka dengan
trauma abdomen disertai cedera ekstra abdomen, minum etanol, dan pemeriksaan fisik yang
tidak dapat dipastikan. Sebuah studi menyimpulkan pemeriksaan fisik tanda peritonitis, dibantu
oleh CT dengan kontras intravena saja, cukup untuk mendiagnosis cedera usus

Sumber Pustaka

Feliciano DV, GS Rozycki. Evaluation of abdominal trauma. American College of Surgeons 2003.

Anda mungkin juga menyukai