Anda di halaman 1dari 27

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK


PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER

KELOMPOK
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA

: B-10
: SITI NURDIANTI
: NORA SAPUTRI
: MUHAMMAD ISKANDAR
SELVI ALFRIDA
NEVY ULFAH HANAWATI
NISRINA NURUL INSANI
RIZKA RIFIANDINI
SHABRINA ARDELIA ANANTA
SITI AISYAH
ZULFIKAR CAESAR NARENDRA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2015/2016

( 1102014253 )
( 1102014197 )
( 1102010183 )
( 1102013266 )
( 1102014192 )
( 1102014196 )
( 1102014231 )
( 1102014244 )
( 1102014250 )
( 1102014294 )

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
SKENARIO ........................................................................................................................3
KATA-KATA SULIT ........................................................................................................4
PERTANYAAN..................................................................................................................5
JAWABAN .........................................................................................................................6
HIPOTESIS ........................................................................................................................7
SASARAN BELAJAR .......................................................................................................8
Definisi limfadenopati ................................................................................................9
Klasifikasi limfadenopati............................................................................................9
Etiologi limfadenopati ..............................................................................................10
Epidemiologi limfadenopati .....................................................................................13
Patofisiologi limfadenopati ......................................................................................14
Manifestasi klinis limfadenopati ..............................................................................15
Diagnosis dan Diagnosis banding limfadenopati .....................................................17
Komplikasi limfadenopati ........................................................................................22
Tatalaksana limfadenopati ........................................................................................23
Pencegahan limfadenopati ........................................................................................26
Prognosis limfadenopati ...........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................27

SKENARIO

PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER


Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan terdapat
benjolan pada leher kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan semakin lama
bertambah besar. Keluhan disertai dengan demam terutama malam hari, berat badan menurun
dan nyeri pada benjolan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening di regiocolli
dextra, satu buah, konsistensi sedikit keras, ukuran 3x3 cm, tidak ada tanda inflamasi dan
nyeri tekan. Ditemukan juga pembengkakan kelenjar getah bening di kedua inguinal masingmasing satu buah, ukuran 1x1 cm, konsistensi sedikit keras, tidak ada tanda inflamasi dan
nyeri tekan.
Dokter meminta pasien untuk melakukan biopsi kelenjar getah bening untuk
menegakkan diagnosis dan pasien menyetujuinya.

KATA SULIT

Biopsi

: Mengambil sepotong jaringan yang masih dalam keadaan


hidup.

Region colli dextra

: Daerah leher sebelah kanan dimana terletak kelenjar getah


bening, sering terjadi pembengkakan.

Inguinal

: Lipatatan/pangkal paha.

PERTANYAAN

1. Mengapa demam terjadi pada malam hari?


2. Mengapa terdapat benjolan yang nyeri tetapi tidak terdapat nyeri?
3. Mengapa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening?
4. Mengapa terdapat benjolan di leher?
5. Mengapa konsistensi benjolan tersebut keras?
6. Mengapa berat badan menurun?
7. Mengapa benjolan tersebut semakin lama semakin besar?
8. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
9. Apa diagnosis kasus tersebut?
10. Mengapa kelenjar getah bening yang diserang pertama kali di leher?

JAWABAN

1. Karena aktivitas bakteri meningkat di malam hari, maka tubuh mengkompensasi


dengan cara menaikkan suhu tubuh.
2. Karena pembengkakan yang sudah menekan syaraf.
3. Karena ada infeksi, keganasan, dan pasca vaksinasi.
4. Karena meningkatnya produksi limfosit di kelenjar getah bening leher.
5. Karena adanya penumpukan limfosit yang mati saat memakan bakteri ( fagositosis ).
6. Karena nutrisi makanan diambil untuk melawan infeksi dengan meningkatkan
produksi limfosit.
7. Karena pembentukan limfosit yang terus menerus.
8. - Biopsi
- Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan lab : hitung darah lengkap, LED, aspirasi & trefin sumsum tulang,
LDH.
- Radiologi : foto sinar X torax, CT torax, abdomen, dada, panggul dan MRI.
9. Limfadenopati.
10. Tergantung port d entry infeksi. Karena sirkulasi kerja imunnya lebih dulu ke baggian
atas.

HIPOTESIS

Adanya infeksi, keganasan, dan pasca vaksinasi dapat menyebabkan pembengkakan


kelenjar getah bening karena meningkatnya produksi limfosit, keadaan ini disebut
limfadenopati yang secara klinis dapat dilihat dengan adanya benjolan di regio colli dextra
dan inguinal, untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan biopsi, pemeriksaan darah,
pemeriksaan laboratorium lengkap dan radiologi.

SASARAN BELAJAR

LI.1

Memahami Dan Menjelaskan Limfadenopati


LO.1.1 Definisi Limfadenopati
LO.1.2 Klasifikasi Limfadenopati
LO.1.3 EtiologiLimfadenopati
LO.1.4 Epidemiologi Limfadenopati
LO.1.5 Patofisiologi Limfadenopati
LO.1.6 Manifestasi klinis Limfadenopati
LO.1.7 Diagnosis dan Diagnosis banding Limfadenopati
LO.1.8 Komplikasi Limfadenopati
LO.1.9 Tatalaksana Limfadenopati
LO.1.10 PencegahanLimfadenopati
LO.1.11 PrognosisLimfadenopati

LI.1

Memahami Dan Menjelaskan Limfadenopati

LO.1.1 Definisi Limfadenopati


Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliaka, atau popliteal dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebihbesar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.
Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar limfe dan terjadi sebagai respon
terhadap berbagai infeksi, inflamasi dan proses keganasan. Limfadenopati generalisata
adalah pembesaran dua atau lebih kelompok kelenjar limfe di area yang tidak
berdekatan, sedangkan limfadenopati reional melibatkan hanya satu kelompk kelnejar
limfe.
LO.1.2 Klasifikasi Limfadenopati
Berdasarkan luas limfadenopati:
1. Generalisata: Limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah limfadenopati pada
beberapa kelenjar getah bening yang bertahan lama. PGL adalah gejala khusus
infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Odha dan sering disebabkan oleh
infeksi HIV sendiri.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sbb:
a) Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening,
b) Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1cm dalam setiap
kelompok,
c) Berlangsung lebih dari satu bulan & Tidak ada infeksi lain yang
menyebabkannya
d) Pembengkakan kelenjar getah bening ini bersifat tidak sakit, simetris (kiri-kanan
sama), dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah
rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk kunci paha.
e) Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak
berwarna merah.
Limfadenopati generalisata sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata.
Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata
dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium
lanjut.
2. Lokalisata: Limfadenopati pada 1 regio.
a. Limfadenopati kepala dan leher
b. Limfadenopati aksila, epitrochlear
c. Limfadenopati inguinal

Berdasarkan tempat limfadenopati :


a) Limfadenopati epitroklear
Selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan,
limfoma,sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.
b) Limfadenopati aksila
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas.
Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila
anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer.
c) Limfadenopati supraklavikula
Mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Limfadenopati supraklavikula
kanan berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus.
Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan
keganasan abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium,
prostat).
d) Limfadenopati inguinal
Sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama yang
bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi merupakan
penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva,
limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.
e) Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata.
Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata
dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat
stadium lanjut. Limfadenopati sumber keganasan primer yang mungkin
bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.
LO.1.3 Etiologi Limfadenopati
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-keadaan
tersebut dapat diingat dengan mnemonik MIAMI:

Malignancies (keganasan)
Infections (infeksi)
Autoimmune disorders (kelainan autoimun)
Miscellaneous and unusual conditions (lain-laindan kondisi tak-lazim)
Iatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik).

10

INFEKSI
-Infeksi Virus
Infeksi HIV paling sering menyebabkan limfdenopati servikaslis yang
merupakan salah satu gejala umum dari infeksi primer HIV. Infeksi primer
atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa
hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit
kepala dan sering kali penyakit ini dianggap flu.
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari
darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan
menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus
HIV berada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk limfa,
lapisan usus dan otak.
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat menggandung
immunoblas yang sangat banyak. Pada beberap kasus juga terdapat sel-sel
imatur yang banyak. Pada fase deplesi , pada aspirat sedikit dijumpai sel
folikel, immunoblas dan trigle body macrophage, tetapi banyak dijumpai selsel plasma.
11

Limfadenopati generalisata yang persisten (persisten generalized


lymphadenophaty/PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB
yang berjauhan, simestris dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus
infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh HIV-nya itu sendiri.
PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan
jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga
kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga spenomegali.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut :
Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm
dalam setiap kelompok
Berlangsung lebih dari satu bulan
Tidak ada infeksi lain menyebabkannya
Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan
kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang
bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya
kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna
merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah
ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini berukuran
sebesar kacang polong sampai sebesar buah anggur.

KEGANASAN
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu
limfoma membutuhkan tidakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe
limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan
kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang menoton
dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar dan tidak
berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan
ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang
limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang
besar dengan dua inti atau multinucleated dengan sitoplasma yang banyak dan
pucat.

12

Penyakit Lainnya
Salah satu yang gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit
Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan
Sisestemic lupus erithematosus (SLE).
Penyakit Kawasaki, disebut juga sindrom kelenjar getah bening
mukokutaneus, merupakan vaskulitis yang paling sering didapatkan pada
anak. Etiologinya tidak diketahui. Biasanya bersifat swasirna
(selflimiting)dengan manifestasi inflamasi lain yang berlangsung kurang lebih
12 hari. Dapat terjadi komplikasi berupa aneurisma arteri koroner,
kardiomiopati, gagal jantung,infark miokard, aritmia, dan oklusi arteri perifer.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat demam >5 hari dengan minimal 4
dari 5 gejala berikut:
Injeksi konjungtiva bulbar bilateral
Perubahan membran mukosa oral (fi sura dan kemerahan pada bibir, faring,
strawberry tongue)
Perubahan pada ekstremitas (eritema telapak tangan dan kaki, edema tangan
dan kaki pada fase akut, dan deskuamasi periungual pada fase konvalesen)
Ruam polimorfi k
Limfadenopati servikal (minimal 1 kelenjar dengan diameter >1,5 cm).

Obat-Obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obat seperti fenitoin dan
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin.

Imunisasi
Juga dilaporkan dapat menyebablan limfadenopati di daerah leher, seperti
setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.

LO.1.4 Epidemiologi Limfadenopati


Pembesaran KGB di leher sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 38% sampai
45% pada anak normal memiliki KGB daerah leher yang teraba. Belanda terdapat
2556 kasus limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk ke spesialis,
3,2% membutuhkan biopsy dan 1,1% mengalami keganasan. Pasien usia >40 tahun
dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan memiliki resiko keganasan 4%
dibandingkan resiko keganasan 0,4% bila ditemukan pada pasien <40 tahun.
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45%
pada anaknormal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah
salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak
dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus. 1,15 Studi yang
dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus ataupun bakteri merupakan
penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV)
merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran
13

pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi


Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus. 16 Dari studi yang dilakukan di
Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya.
Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan
biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun
memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati
usia
LO.1.5 Patofisiologi Limfadenopati
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem
vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran
limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya
bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi
kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa
dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil
agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian
memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang
bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan
cara yang sama.
Bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan
karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan
mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan
primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang
menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang
dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak
menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe
mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price,
1995; 39 - 40).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya
hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati
sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe
dianjurkan. (Harrison, 1999; 372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur
mame diamdil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan,
lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan
untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari, 2000; 240 ). Anestesi umum
menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan
setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih
biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan
tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).

14

LO.1.6 Manifestasi klinis Limfadenopati


Limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan
tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada
jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik,
dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison, 1999;
370).
Tanda-tanda penyerta (sign):
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik merah
pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput
pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas
berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada
infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan
kepada infeksi epstein barr virus.
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak.
Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa
mengarahkan kepada leukemia.
Penyebab
Keganasan
- Limfoma

Karakteristik

Diagnostik
Biopsi kelenjar

- Leukemia

Demam, keringat malam,


penurunan berat badan,
asimptomatik
Memar, splenomegali

- Neoplasma kulit

Lesi kulit karakteristik

Pemeriksaan
hematologi, aspirasi
sumsum tulang
Biopsi lesi

- Sarkoma Kaposi

Lesi kulit karakteristik

Biopsi lesi

- Metastasis

Bervariasi tergantung tumor


primer

Biopsi

Demam, menggigil, malaise


Demam,
menggigil,
atau
asimptomatik
Hepatitis,
pneumonitis,
asimptomatik,
infl uenza-like illness
Nyeri, promiskuitas seksual
Demam, malaise, splenomegali

Kultur
darah,
serologi
Diagnosis
klinis,
biopsi
Antibodi CMV, PCR

Infeksi
- Bruselosis
- Cat-scratch disease
- CMV

- HIV, infeksi primer


- Limfogranuloma
venereum
- Mononukleosis

- Faringitis
- Rubela

HIV RNA
Diagnosis klinis, titer
Demam, eksudat orofaringeal
MIF
Pemeriksaan
hematologi,
Ruam karakteristik, demam
Monospot,
Demam,
keringat
malam, serologi EBV
15

- Tuberkulosis
- Tularemia
- Demam tifoid
- Sifilis
- Hepatitis virus

hemoptisis,riwayat kontak
Demam, ulkus pada tempat
gigitan
Demam, konstipasi, diare, sakit
kepala, nyeri perut, rose spot
Ruam, ulkus tanpa nyeri
Demam, mual, muntah, diare,
ikterus
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
penurunan berat badan

Kultur tenggorokan
Serologi
PPD, kultur sputum,
foto toraks
Kultur
darah,
serologi
Kultur darah, kultur
sumsum tulang
Rapid plasma reagin

Autoimun
- Lupus eritematosus Artitis simetris, kaku pada pagi
sistemik
hari, demam
- Artritis reumatoid

Perubahan kulit, kelemahan otot


Proksimal

Serologi hepatitis, uji


fungsi hati

Klinis, ANA,ds
gangguan DNA, LED,
hematologi
Klinis,
radiologi,
- Sindrom Sjogren
Demam, konjungtivitis,
faktor
reumatoid,
strawberryTongue
LED,Hematologi
EMG, kreatin kinase
Lain-lain/kondisi takserum, biopsi otot
lazim
- Penyakit Kawasaki
Perubahan
kulit,
dispnea,
adenopati
Hilar
Uji Schimmer, biopsi
- Sarkoidosis
Demam, urtikaria, fatigue
bibir,
LED,Hematologi
Iatrogenik
Kriteria klinis
- Serum sickness
Limfadenopati asimptomatik
- Dermatomiositis

- Obat

Keratokonjungtivitis,
ginjal, vaskulitis

ACE serum, foto


toraks, biopsi paru/
kelenjar hilus
Klinis,
komplemen

kadar

Penghentian obat

16

LO.1.7 Diagnosis dan Diagnosis banding Limfadenopati


Anamnesis :
Lokasi, gejala penyerta, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat, pekerjaan.
Pemeriksaan fisik :
a) Ukuranya normal jika diameter < 0.5cm, jika > 1.5cm abnormal
b) Nyeri tekan umumnya akibat peradangan atau proses perdarahan.
c) Konsistensi nya jika keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada Limfoma, jika lunak mengarah kapada Infeksi,
Fluktuatif mengarah kepada Abses.
Pemeriksaan penunjang :
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran,
bentuk, dan gambaran mikronodular.
2. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan
operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah
bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 % dan
spesifisitas 95 %. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi
indikasi untuk dilaksanakan biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.
3. Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang
membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk
memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.
4. CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar
tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda.
Sebelum mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui IV di
pembuluh darah Anda agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat
mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda.
Dokter dapat menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis

17

18

Diagnosis Banding
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya pada kelenjar limfe
dan limpa. Penyakit ini adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai
pada dewasa muda, terutama pria muda. Penyakit Hodgkin merupakan gangguan
klonal yang berasal dari satu sel abnormal. Populasi sel abnormal tampak
diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang dari sel T atau monosit. (Corwin,
2009)
Walaupun tumor yang berasal dari sel T juga ditemukan (jarang), sekarang
disepakati bahwa, pada sebagian besar kasus limfoma Hodgkin adalah neoplasma
sel B pusat germinativum yang mengalami transformasi. Prognosis setelah
radioterapi dan kemoterapi agresif untuk pasien dengan penyakit ini, termasuk
mereka yang mengidap penyakit diseminata (stadium III dan IV), umumnya sangat
baik. (Kumar, 2007)
Tipe dan stadium
Telah dikenali empat jenis utama penyakit Hodgkin. Tipe nodular sklerosis dan
selularitas campuran terjadi pada 80% kasus. Stadiumnya sama dengan NHL.
Sistem Ann Arbor atau variasinya banyak digunakan.8
Sistem penentuan stadium Ann Arbor:
Stadium I
: suatu daerah nodus tunggal atau lokasi ekstranodus tunggal
Stadium II
: dua atau lebih daerah nodus atau lokasi ekstranodus dengan
keterlibatan nodus regional (IIE) pada satu sisi diafragma
19

Stadium III
: pembesaran limfatik pada kedua sisi diafragma.
Stadium IV
: keterlibatan hati atau sumsum tulang atau keterlibatan yang
luas pada daerah ekstralimfatik
A: menandakan tidak adanya keringat malam, >10% penurunan berat badan
atau demam.
B: menandakan adanya satu atau lebih dari gejala-gejala tersebut.
Klasifikasi limfoma Hodgkin berdasarkan WHO (2008)
Gambaran klinis:
Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri, terutama di daerah leher dan di
bawah lengan
Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
Penurunan berat badan pada dtadium penyakit(Corwin, 2009)
2. Limfoma maligna non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin biasanya terjadi pada individu yang lebih lanjut dan
biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut dari limfoma Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin tidak terbatas pada satu kelompok kelenjar limfe seperti
limfoma Hodgkin, tetapi lebih menyebar luas melalui organ limfoid, termasuk
kelenjar limfe, hati, limpa, dan sumsum tulang.
Penyebab limfoma non-Hodgkin masih belum jelas, tetapi infeksi virus,
termasuk infeksi HIV, tampaknya bertanggung jawab pada beberapa kasus.
Secara keseluruhan, limfoma non-Hodgkin memiliki prognosis yang lebih buruk
dari limfoma Hodgkin. (Corwin, 2009)
Gambaran klinis:

Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri


Splenomegali
Dapat timbul komplikasi saluran cerna
Demam, keletihan
Penurunan berat badan
Nyeri punggung dan leher disertai hiper-refleksia(Corwin, 2009)

3. Limfadenitis tuberkulosis
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau
getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila
peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula
(Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya
paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin
yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan
istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009).
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo
Actinomyceales. Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis
lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m dan tidak berspora. M. tuberculosis
merupakan bakteri tahan asam dan mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau
karbol fuksin (Kumar, 2004).

20

Gambaran klinis:
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
tunggal maupun multipel.
Benjolan biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan
minggu sampai bulan, paling sering berlokasi di regio servikalis posterior
dan yang lebih jarang di regio supraklavikular
Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, fatigue
dan keringat malam.
4. Limfadenitis kronik non spesifik
Merupakan radang kronis dari kelenjar limfe yang sering terjadi sekunder
terhadap suatu radang menahun ditempat lain. Misalnya radang kronis di tonsil
akan berakibat limfadenitis di kelenjar limfe leher. Limfadenitis kronik
nonspesifik itu sendiri dapat terjadi karena:
Infeksi virus: yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagianatas
sepertiRinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,Respiratory Syncytial
Virus, Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Infeksi
bakteri:
peradangan
KGB
(limfadenitis)
dapat
disebabkanStreptokokus betahemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.
Bakteri anaerob bila berhubungandengan caries dentis dan penyakit gusi,
radang apendiks atau abses tubo-ovarian.
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma jugadapatmenyebabkan limfadenopati.
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah
penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen,
penyakit Cat -scratch, penyakit Castleman, Rhematoid arthritis dan Sistetmic
lupus erithematosus (SLE).
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati
dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.
Obat-obatan
lainnyaseperti
allupurinol,atenolol, captopril,carbamazepine,cephalosporin,emas,hidralazine
, penicillin,pirimetamine,quinidine,sulfonamida, sulindac.
Makroskopik :
1.
2.
3.
4.

Kelenjar limfe membesar


Dapat digerakan dari jaringan sekitar
Berkapsul
Konsistensi keras, terutama jika ada fibrosis

Mikroskopik :
1. Gambaran jaringan kelenjar limfe dengan sentrum germinativum
membesar dan aktif mengandung limfosit-limfosit muda yang menunjukkan
mitosis atau proliferasiselretikulum yang sering mengandung kuman atau
debris seluler yang telah difagositosis
2. Penambahan sel retikulum dan limfosit dalam sinus disebut sinus catarrh.
3. Fibrosis diantara jaringan limfoid.
21

4. Kapsul dari nodus limfatikus bisa mengalami periadenitisakan tampak tebal


denganinfiltrasi sel-sel radang kronis.
5. AcuteLymphoblasticLeukemia
Leukemialimfoblastik akut(ALL) adalahganas(klonal) penyakitsumsum tulangdi
manaprekursorlimfoidawalberkembang
biak
danmenggantikan
selselhematopoietiknormalsumsum. ALLadalah jenis yang palingumum
kankerdanleukemiapada anak-anakdi Amerika Serikat.
Etiologi :
Sedikit yang diketahui tentangetiologileukemialimfoblastik akut(ALL) pada
orang
dewasadibandingkandenganleukemiamyelogenousakut(AML).
Kebanyakanorang dewasadenganALLtidak memiliki faktor risikodiidentifikasi.
Meskipun
sebagian
besarleukemiaterjadisetelah
terpaparradiasiAMLdaripadaALL, peningkatan prevalensi ALL tercatat
dalamselamat daribom atom Hiroshimatetapi tidakpada mereka yangselamat
daribom atomNagasaki.
Pasienjarangmemiliki
gangguanyghematologi(AHD)
seperti
sindrommyelodysplastic(MDS) yang berkembangke ALL. Namun,kebanyakan
pasiendenganMDSyang
berkembanguntukleukemia
akutmengembangkanAMLdaripada
ALL.
Semakin,
kasusALLdengankelainankromosomBand11q23setelah
pengobatandengantopoisomeraseIIinhibitoruntuk keganasanlaintelah dijelaskan.
Namun,kebanyakan pasien yangmengembangkanleukemia akutsekundersetelah
kemoterapiuntuk kankerlainmengembangkanAMLdaripadaALL.
LO.1.8 Komplikasi Limfadenopati
Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.
Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah
putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang
mengisi ronggatersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika
suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun
dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah
kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah
bening dan aliran darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.

22

Sepsis (septikemia atau keracunan darah)


Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya
namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri).
Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat /
keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak
nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar
secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan penyakit yang erat
hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap individual.
LO.1.9 Tatalaksana Limfadenopati
Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri, walaupun
pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi KGB oleh
bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari
pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap
antibiotic golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan
500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali
sehari.
Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka diberikan obat
anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mycobacterium selain
tuberculosis maka memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila
pembedahan tidak memungkinkan atau tidak maksimal diberikan antibiotic golongan
makrolida dan anti-mycobacterium
Digolongkan atas 2 kelompok :
1. Obat Lini 1 : Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, Streptomisin dan pirazinamid.
2. Obat Lini 1 :Fluorokuinolon, Sikloserin, Etionamid, Amikasin, Kanamisin,
kepreomisin.
Obat ARV yang beredar di Indonesia:
Nama
generik
Stavudin

Golongan

Sediaan

NsRTI

Kapsul 30 mg & 40 mg

Lamivudin

NsRTI

Nevirapin

NsRTI

Zidovudin

NsRTI

Didanosin

NsRTI

Efavirenz
Nelfinavir

NNRTI
PI

Dosis

>60 kg : 2x40 mg
<60 kg : 2x30 mg
Tablet 150 mg larutan. 2x150 mg
Oral 10 mg/ml
<50 kg : 2mg/kg, 2x/hari
Tablet 200 mg
1x200 mg selama 14 hari,
dilanjutkan 2x200 mg
Kapsul 100 mg
2x300 mg, atau 2x250 mg
(dosis alternative)
Tablet kunyah 100 mg
>60 kg : 2x200 mg / 1x400
mg
<60 kg : 2x125 mg / 1x250
mg
Kapsul 200 mg
1x600 mg , malam
Tablet 250 mg
2x1250 mg

23

Rekomendasi terapi ARV untuk pasien koinfeksi HIV/TB :


Regimen terapi ARV lini Regimen pilihan terapi Pilihan
pertama / lini kedua
ARV saat muncul TB
Terapi ARV lini pertama 2 NRTI + EFV
Lanjutkan
dengan
2
NNRTI + EFV
2 NRTI + NVP
Ganti NVP ke EVP atau
ganti ke regimen 3 NRTI
atau lanjutkan dengan 2
NRTI + NVP
Terapi ARV lini kedua
2NRTI + PI
Ganti ke atau lanjutkan
(bila
sudah
mulai)
regimen
yang
berisi
LPV/r dengan dosis ganda
Penatalaksanaan menurut penyakit :
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Kemoterapi dengan multiobat
Terapi radiasi
Transplantasi sumsum tulang
Terapi berdasarkan target biologis, seperti penggunaan reseptor spesifik
antibodi, penghambat jalur antiapoptotik, dan induksi sitotoksitas spesifik, dapat
ditoleransi dengan lebih baik oleh pasien dan memiliki komplikasi jangka
panjang yang lebih sedikit.
(Corwin, 2009)
2. Limfoma maligna non-Hodgkin
Kemoterapi yang agresif digunakan untuk penyakit tahap lanjut
Kemotrapi konservatif mungkin digunakan untuk pertumbuhan limfoma yang
lambat
Radioterapi
Pembedahan untuk mengangkat tumor yang berukuran besar
Pada praktik mutakhir, kombinasi obat yang diketahui sebagai CHOP
(siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin dan prednison) ditambah radioterapi
adjuvant telah digunakan. Untuk pasien yang berusia kurang dari 61 tahun yang
menderita limfoma sel-B luas yang terlokalisasi, regimen intensif dengan
kombinasi obat lainnya. ACVBP (doksorubisin, siklofosfamid, vindesin,
bleomisin, prednison) tampak lebih kuat dari CHOP.
(Corwin, 2009)
3. Limfadenitis tuberkulosis
Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan
Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang utama, karena
pembedahan tidak memberikan keuntungan tambahan dibandingkan terapi
farmakologis biasa. Namun pembedahan dapat dipertimbangkan seperti
prosedur dibawah ini:
- Biopsy eksisional: Limfadenitis yang disebabkan oleh atypical mycobacteria
bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi.
- Aspirasi
- Insisi dan drainase
24

Terapi farmakologis
Memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru.
Menurut panduan WHO, regimen pengobatan TB terdiri atas 2 fase, yaitu fase
awal dan fase lanjutan. Regimen ini ditulis dengan kode baku sebagai berikut:
angka di depan satu fase menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut
dalam bulan. Huruf menunjukkan obat dan angka di belakang/di samping bawah
huruf menunjukkan frekuensi pemberian obat per minggu. Kalau tidak ada
angka di belakang/ di samping bawah huruf, menunjukkan pemberian obat
setiap hari/minggu. Di mana huruf R artinya Rifampisin, huruf H artinya
isoniazid, huruf Z artinya pirazinamid dan huruf E artinya Etambutol.
(Gunawan, 2007)
Berdasarkan beberapa pedoman pengobatan TB, terdapat perbedaan pemberian
regimen. Pedoman internasional dan nasional menurut WHO memasukan
limfadenitis TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6
bulan dengan regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE.
American Thoracic society (ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6
bulan sampai 9 bulan, sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
mengklasifikasikan limfadenitis TB kedalam TB di luar paru dengan paduan
obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and
Campbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam
regimen 2RHE/7RH.
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
a. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua
(dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
- Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid atau isonikotinil
hidrazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.
- Bakteriostatik, yaitu etambutol.
b. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs)
Terdiri dari asam paraaminosalisilat (PAS), ethionamid, sikloserin,
kanamisin dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga
lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip--prinsip yang dipakai adalah: Menghindari penggunaan monoterapi.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
4. Limfadenitis kronik non spesifik
Penatalaksanaan yang spesifik pada limfadenitis tidak ada. Limfadenitis dapat
terjadi setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang disebabkan
oleh bakteri seperti Streptococcus atau Staphylococcus. Terkadang juga dapat
disebabkan oleh infeksi seperti tuberculosis atau cat scratch disease (Bartonella).
Oleh karena itu, untuk mengatasi limfadenitis adalah dengan mengeliminasi
penyebab utama infeksi yang menyebabkan limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotik, penderita limfadenitis mungkin
mengalami pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis
25

spesifik, misalnya oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau
biakan untuk menetapkan diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
-

Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri


Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan

Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi bakteri,


biasanya diberikan antibiotic per-oral (melalui mulut) atau intravena (melalui
pembuluh darah). Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening
yang terkena bisa dikompres hangat.
Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa
sakit akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak
lagi terasa lunak pada perabaan. Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus
dan sembuh sendiri, walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan.
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10
hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat
kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penicillin dapat
diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau
erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.
LO.1.10 Pencegahan Limfadenopati
Kehadiran penyakit limfadenopati ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan.
Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri dan lainnya.
Memastikan semua makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan higenis,
menjaga kebersihan badan dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara
teratur serta menjaga kebersihan tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa
dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Selain itu, melakukan gaya hidup sehat juga
dirasa perlu guna menjaga diri jauh dari penyakit ini.
LO.1.11 Prognosis Limfadenopati
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik. Dalam
kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun,
dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk
pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi.
Penderita dengan limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses,
selulitis, atau keracunan darah (septikemia), yang kadang-kadang fatal.

26

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made.2006.Hematologi Klinik Ringkas.Jakarta : EGC
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician.
2002;66:2103-10.
Chisholm-Burns,Marie A., Wells,Barbara G., Schwinghammer,Terry L., Malone, Patrick M.,
Kolesar, Jill M., Rotschafer, John C., Dipiro, Joseph T., 2008, Pharmacotherapy: Principles
and Practice, The McGraw-Hill Companies, USA, 1371-1383
Faraghta,A.2013.Referat Stase Anak Pendekatan Klinis Limfadenopati.Jakarta:FK UIN
Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician.
1998;58:1315.
Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet]. 2010 Sep [cited
2011 Jan 27].
Hoffbrand, A.V, Moss.2013.Kapita Selekta Hematologi Ed 6.Jakarta : EGC
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selektakedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta:Media Aes-culapius FKUI, 1999
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius
medicastore.com/penyakit/195/Limfadenitis
Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa:
Erlangga
Moore SW, Schneider JW, Schaaf HS. Diagnostic aspects of cervical lymphadenopathy in
children in the developing world: a study of 1,877 surgical specimens. Pediatr Surg Int. Jun
2003;19(4):240-4.
Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis. Pediatrics in Review
(21);12.2000
Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2007
Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga. Jakrta: EGC
Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta.
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008
Sukandar, Elin Y., dkk, 2011, ISO FARMAKTERAPI 2, Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia,
Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai