KELOMPOK
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA
: B-10
: SITI NURDIANTI
: NORA SAPUTRI
: MUHAMMAD ISKANDAR
SELVI ALFRIDA
NEVY ULFAH HANAWATI
NISRINA NURUL INSANI
RIZKA RIFIANDINI
SHABRINA ARDELIA ANANTA
SITI AISYAH
ZULFIKAR CAESAR NARENDRA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2015/2016
( 1102014253 )
( 1102014197 )
( 1102010183 )
( 1102013266 )
( 1102014192 )
( 1102014196 )
( 1102014231 )
( 1102014244 )
( 1102014250 )
( 1102014294 )
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
SKENARIO ........................................................................................................................3
KATA-KATA SULIT ........................................................................................................4
PERTANYAAN..................................................................................................................5
JAWABAN .........................................................................................................................6
HIPOTESIS ........................................................................................................................7
SASARAN BELAJAR .......................................................................................................8
Definisi limfadenopati ................................................................................................9
Klasifikasi limfadenopati............................................................................................9
Etiologi limfadenopati ..............................................................................................10
Epidemiologi limfadenopati .....................................................................................13
Patofisiologi limfadenopati ......................................................................................14
Manifestasi klinis limfadenopati ..............................................................................15
Diagnosis dan Diagnosis banding limfadenopati .....................................................17
Komplikasi limfadenopati ........................................................................................22
Tatalaksana limfadenopati ........................................................................................23
Pencegahan limfadenopati ........................................................................................26
Prognosis limfadenopati ...........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................27
SKENARIO
KATA SULIT
Biopsi
Inguinal
: Lipatatan/pangkal paha.
PERTANYAAN
JAWABAN
HIPOTESIS
SASARAN BELAJAR
LI.1
LI.1
Malignancies (keganasan)
Infections (infeksi)
Autoimmune disorders (kelainan autoimun)
Miscellaneous and unusual conditions (lain-laindan kondisi tak-lazim)
Iatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik).
10
INFEKSI
-Infeksi Virus
Infeksi HIV paling sering menyebabkan limfdenopati servikaslis yang
merupakan salah satu gejala umum dari infeksi primer HIV. Infeksi primer
atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa
hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit
kepala dan sering kali penyakit ini dianggap flu.
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari
darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan
menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus
HIV berada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk limfa,
lapisan usus dan otak.
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat menggandung
immunoblas yang sangat banyak. Pada beberap kasus juga terdapat sel-sel
imatur yang banyak. Pada fase deplesi , pada aspirat sedikit dijumpai sel
folikel, immunoblas dan trigle body macrophage, tetapi banyak dijumpai selsel plasma.
11
KEGANASAN
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu
limfoma membutuhkan tidakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe
limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan
kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang menoton
dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar dan tidak
berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan
ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang
limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang
besar dengan dua inti atau multinucleated dengan sitoplasma yang banyak dan
pucat.
12
Penyakit Lainnya
Salah satu yang gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit
Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan
Sisestemic lupus erithematosus (SLE).
Penyakit Kawasaki, disebut juga sindrom kelenjar getah bening
mukokutaneus, merupakan vaskulitis yang paling sering didapatkan pada
anak. Etiologinya tidak diketahui. Biasanya bersifat swasirna
(selflimiting)dengan manifestasi inflamasi lain yang berlangsung kurang lebih
12 hari. Dapat terjadi komplikasi berupa aneurisma arteri koroner,
kardiomiopati, gagal jantung,infark miokard, aritmia, dan oklusi arteri perifer.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat demam >5 hari dengan minimal 4
dari 5 gejala berikut:
Injeksi konjungtiva bulbar bilateral
Perubahan membran mukosa oral (fi sura dan kemerahan pada bibir, faring,
strawberry tongue)
Perubahan pada ekstremitas (eritema telapak tangan dan kaki, edema tangan
dan kaki pada fase akut, dan deskuamasi periungual pada fase konvalesen)
Ruam polimorfi k
Limfadenopati servikal (minimal 1 kelenjar dengan diameter >1,5 cm).
Obat-Obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obat seperti fenitoin dan
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin.
Imunisasi
Juga dilaporkan dapat menyebablan limfadenopati di daerah leher, seperti
setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
14
Karakteristik
Diagnostik
Biopsi kelenjar
- Leukemia
- Neoplasma kulit
Pemeriksaan
hematologi, aspirasi
sumsum tulang
Biopsi lesi
- Sarkoma Kaposi
Biopsi lesi
- Metastasis
Biopsi
Kultur
darah,
serologi
Diagnosis
klinis,
biopsi
Antibodi CMV, PCR
Infeksi
- Bruselosis
- Cat-scratch disease
- CMV
- Faringitis
- Rubela
HIV RNA
Diagnosis klinis, titer
Demam, eksudat orofaringeal
MIF
Pemeriksaan
hematologi,
Ruam karakteristik, demam
Monospot,
Demam,
keringat
malam, serologi EBV
15
- Tuberkulosis
- Tularemia
- Demam tifoid
- Sifilis
- Hepatitis virus
hemoptisis,riwayat kontak
Demam, ulkus pada tempat
gigitan
Demam, konstipasi, diare, sakit
kepala, nyeri perut, rose spot
Ruam, ulkus tanpa nyeri
Demam, mual, muntah, diare,
ikterus
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
penurunan berat badan
Kultur tenggorokan
Serologi
PPD, kultur sputum,
foto toraks
Kultur
darah,
serologi
Kultur darah, kultur
sumsum tulang
Rapid plasma reagin
Autoimun
- Lupus eritematosus Artitis simetris, kaku pada pagi
sistemik
hari, demam
- Artritis reumatoid
Klinis, ANA,ds
gangguan DNA, LED,
hematologi
Klinis,
radiologi,
- Sindrom Sjogren
Demam, konjungtivitis,
faktor
reumatoid,
strawberryTongue
LED,Hematologi
EMG, kreatin kinase
Lain-lain/kondisi takserum, biopsi otot
lazim
- Penyakit Kawasaki
Perubahan
kulit,
dispnea,
adenopati
Hilar
Uji Schimmer, biopsi
- Sarkoidosis
Demam, urtikaria, fatigue
bibir,
LED,Hematologi
Iatrogenik
Kriteria klinis
- Serum sickness
Limfadenopati asimptomatik
- Dermatomiositis
- Obat
Keratokonjungtivitis,
ginjal, vaskulitis
kadar
Penghentian obat
16
17
18
Diagnosis Banding
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya pada kelenjar limfe
dan limpa. Penyakit ini adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai
pada dewasa muda, terutama pria muda. Penyakit Hodgkin merupakan gangguan
klonal yang berasal dari satu sel abnormal. Populasi sel abnormal tampak
diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang dari sel T atau monosit. (Corwin,
2009)
Walaupun tumor yang berasal dari sel T juga ditemukan (jarang), sekarang
disepakati bahwa, pada sebagian besar kasus limfoma Hodgkin adalah neoplasma
sel B pusat germinativum yang mengalami transformasi. Prognosis setelah
radioterapi dan kemoterapi agresif untuk pasien dengan penyakit ini, termasuk
mereka yang mengidap penyakit diseminata (stadium III dan IV), umumnya sangat
baik. (Kumar, 2007)
Tipe dan stadium
Telah dikenali empat jenis utama penyakit Hodgkin. Tipe nodular sklerosis dan
selularitas campuran terjadi pada 80% kasus. Stadiumnya sama dengan NHL.
Sistem Ann Arbor atau variasinya banyak digunakan.8
Sistem penentuan stadium Ann Arbor:
Stadium I
: suatu daerah nodus tunggal atau lokasi ekstranodus tunggal
Stadium II
: dua atau lebih daerah nodus atau lokasi ekstranodus dengan
keterlibatan nodus regional (IIE) pada satu sisi diafragma
19
Stadium III
: pembesaran limfatik pada kedua sisi diafragma.
Stadium IV
: keterlibatan hati atau sumsum tulang atau keterlibatan yang
luas pada daerah ekstralimfatik
A: menandakan tidak adanya keringat malam, >10% penurunan berat badan
atau demam.
B: menandakan adanya satu atau lebih dari gejala-gejala tersebut.
Klasifikasi limfoma Hodgkin berdasarkan WHO (2008)
Gambaran klinis:
Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri, terutama di daerah leher dan di
bawah lengan
Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
Penurunan berat badan pada dtadium penyakit(Corwin, 2009)
2. Limfoma maligna non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin biasanya terjadi pada individu yang lebih lanjut dan
biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut dari limfoma Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin tidak terbatas pada satu kelompok kelenjar limfe seperti
limfoma Hodgkin, tetapi lebih menyebar luas melalui organ limfoid, termasuk
kelenjar limfe, hati, limpa, dan sumsum tulang.
Penyebab limfoma non-Hodgkin masih belum jelas, tetapi infeksi virus,
termasuk infeksi HIV, tampaknya bertanggung jawab pada beberapa kasus.
Secara keseluruhan, limfoma non-Hodgkin memiliki prognosis yang lebih buruk
dari limfoma Hodgkin. (Corwin, 2009)
Gambaran klinis:
3. Limfadenitis tuberkulosis
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau
getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila
peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula
(Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya
paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin
yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan
istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009).
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo
Actinomyceales. Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis
lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m dan tidak berspora. M. tuberculosis
merupakan bakteri tahan asam dan mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau
karbol fuksin (Kumar, 2004).
20
Gambaran klinis:
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
tunggal maupun multipel.
Benjolan biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan
minggu sampai bulan, paling sering berlokasi di regio servikalis posterior
dan yang lebih jarang di regio supraklavikular
Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, fatigue
dan keringat malam.
4. Limfadenitis kronik non spesifik
Merupakan radang kronis dari kelenjar limfe yang sering terjadi sekunder
terhadap suatu radang menahun ditempat lain. Misalnya radang kronis di tonsil
akan berakibat limfadenitis di kelenjar limfe leher. Limfadenitis kronik
nonspesifik itu sendiri dapat terjadi karena:
Infeksi virus: yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagianatas
sepertiRinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,Respiratory Syncytial
Virus, Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Infeksi
bakteri:
peradangan
KGB
(limfadenitis)
dapat
disebabkanStreptokokus betahemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.
Bakteri anaerob bila berhubungandengan caries dentis dan penyakit gusi,
radang apendiks atau abses tubo-ovarian.
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma jugadapatmenyebabkan limfadenopati.
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah
penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen,
penyakit Cat -scratch, penyakit Castleman, Rhematoid arthritis dan Sistetmic
lupus erithematosus (SLE).
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati
dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.
Obat-obatan
lainnyaseperti
allupurinol,atenolol, captopril,carbamazepine,cephalosporin,emas,hidralazine
, penicillin,pirimetamine,quinidine,sulfonamida, sulindac.
Makroskopik :
1.
2.
3.
4.
Mikroskopik :
1. Gambaran jaringan kelenjar limfe dengan sentrum germinativum
membesar dan aktif mengandung limfosit-limfosit muda yang menunjukkan
mitosis atau proliferasiselretikulum yang sering mengandung kuman atau
debris seluler yang telah difagositosis
2. Penambahan sel retikulum dan limfosit dalam sinus disebut sinus catarrh.
3. Fibrosis diantara jaringan limfoid.
21
22
Golongan
Sediaan
NsRTI
Kapsul 30 mg & 40 mg
Lamivudin
NsRTI
Nevirapin
NsRTI
Zidovudin
NsRTI
Didanosin
NsRTI
Efavirenz
Nelfinavir
NNRTI
PI
Dosis
>60 kg : 2x40 mg
<60 kg : 2x30 mg
Tablet 150 mg larutan. 2x150 mg
Oral 10 mg/ml
<50 kg : 2mg/kg, 2x/hari
Tablet 200 mg
1x200 mg selama 14 hari,
dilanjutkan 2x200 mg
Kapsul 100 mg
2x300 mg, atau 2x250 mg
(dosis alternative)
Tablet kunyah 100 mg
>60 kg : 2x200 mg / 1x400
mg
<60 kg : 2x125 mg / 1x250
mg
Kapsul 200 mg
1x600 mg , malam
Tablet 250 mg
2x1250 mg
23
Terapi farmakologis
Memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru.
Menurut panduan WHO, regimen pengobatan TB terdiri atas 2 fase, yaitu fase
awal dan fase lanjutan. Regimen ini ditulis dengan kode baku sebagai berikut:
angka di depan satu fase menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut
dalam bulan. Huruf menunjukkan obat dan angka di belakang/di samping bawah
huruf menunjukkan frekuensi pemberian obat per minggu. Kalau tidak ada
angka di belakang/ di samping bawah huruf, menunjukkan pemberian obat
setiap hari/minggu. Di mana huruf R artinya Rifampisin, huruf H artinya
isoniazid, huruf Z artinya pirazinamid dan huruf E artinya Etambutol.
(Gunawan, 2007)
Berdasarkan beberapa pedoman pengobatan TB, terdapat perbedaan pemberian
regimen. Pedoman internasional dan nasional menurut WHO memasukan
limfadenitis TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6
bulan dengan regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE.
American Thoracic society (ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6
bulan sampai 9 bulan, sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
mengklasifikasikan limfadenitis TB kedalam TB di luar paru dengan paduan
obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and
Campbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam
regimen 2RHE/7RH.
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
a. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua
(dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
- Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid atau isonikotinil
hidrazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.
- Bakteriostatik, yaitu etambutol.
b. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs)
Terdiri dari asam paraaminosalisilat (PAS), ethionamid, sikloserin,
kanamisin dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga
lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip--prinsip yang dipakai adalah: Menghindari penggunaan monoterapi.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
4. Limfadenitis kronik non spesifik
Penatalaksanaan yang spesifik pada limfadenitis tidak ada. Limfadenitis dapat
terjadi setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang disebabkan
oleh bakteri seperti Streptococcus atau Staphylococcus. Terkadang juga dapat
disebabkan oleh infeksi seperti tuberculosis atau cat scratch disease (Bartonella).
Oleh karena itu, untuk mengatasi limfadenitis adalah dengan mengeliminasi
penyebab utama infeksi yang menyebabkan limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotik, penderita limfadenitis mungkin
mengalami pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis
25
spesifik, misalnya oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau
biakan untuk menetapkan diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
-
26
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made.2006.Hematologi Klinik Ringkas.Jakarta : EGC
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician.
2002;66:2103-10.
Chisholm-Burns,Marie A., Wells,Barbara G., Schwinghammer,Terry L., Malone, Patrick M.,
Kolesar, Jill M., Rotschafer, John C., Dipiro, Joseph T., 2008, Pharmacotherapy: Principles
and Practice, The McGraw-Hill Companies, USA, 1371-1383
Faraghta,A.2013.Referat Stase Anak Pendekatan Klinis Limfadenopati.Jakarta:FK UIN
Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician.
1998;58:1315.
Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet]. 2010 Sep [cited
2011 Jan 27].
Hoffbrand, A.V, Moss.2013.Kapita Selekta Hematologi Ed 6.Jakarta : EGC
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selektakedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta:Media Aes-culapius FKUI, 1999
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius
medicastore.com/penyakit/195/Limfadenitis
Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa:
Erlangga
Moore SW, Schneider JW, Schaaf HS. Diagnostic aspects of cervical lymphadenopathy in
children in the developing world: a study of 1,877 surgical specimens. Pediatr Surg Int. Jun
2003;19(4):240-4.
Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis. Pediatrics in Review
(21);12.2000
Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2007
Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga. Jakrta: EGC
Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta.
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008
Sukandar, Elin Y., dkk, 2011, ISO FARMAKTERAPI 2, Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia,
Jakarta.
27