Anda di halaman 1dari 36

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

Tanggal lahir
Jenis Kelamin
Alamat
Nomor RM

Tanggal MRS

Ny. R
:

05-09-1974

Perempuan

Dsn. Bantimurung Simbang

RJ /2014
:

18 09 2014
(07.30 WITA)

II.

SUBJEKTIF
Anamnesis
KU

: Luka pada jempol kaki kanan

AT

: Luka dialami sejak 2 minggu sebelum masuk


rumah sakit. Luka terjadi karena tertusuk benda kecil
dan tajam. Namun pasien menghiraukannya hingga
lama-kelamaan

menimbulkan

luka

yang

tidak

kunjung sembuh. Disertai bengkak, tidak ada nyeri,


kemerahan, berbau dan nanah. Pasien merasakan
nyeri

apabila luka ditekan. Nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk dan disertai rasa panas. Demam ada


sejak kaki mulai sakit, hilang timbul dan demam
turun dengan minum obat Paracetamol. Tidak ada
batuk dan lendir, tidak ada sesak,tidak ada nyeri
dada. Tidak ada mual, tidak ada muntah. Nyeri ulu
hati tidak ada. Riwayat penurunan berat badan 10
kg dalam 1 tahun ini. Nafsu makan cukup dan pasien
sering merasakan haus. Buang air kecil : Normal
sesuai kebiasaan, frekuensi 4-5 kali sehari, dan
mengeluh sering terbangun malam untuk kencing,
warna kuning. Buang air besar: Normal sesuai
kebiasaan, terakhir kemarin.
1

RPS: Riwayat DM positif namun tidak berobat secara


teratur. Riwayat hipertensi ada namun tidak berobat
teratur.
Tidak

ada

riwayat

penyakit

yang

sama

dalam

keluarga.
Tidak ada riwayat merokok maupun minum alkohol.
Riwayat penyakit jantung, gondok, asam urat dan
penyakit ginjal disangkal.
III.

OBJEKTIF
A. Keadaan Umum

:sakit

sedang/gizi

baik/composmentis
B. Tanda Vital dan Antropometri
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi
: 72 x/menit, reguler
c. Pernapasan
: 18 x/menit,

Tipe :

Thorakoabdominal
d. Suhu
: 36, 8 C
e. BB
: 50 kg
f. TB
: 154 cm
g. IMT
: 21,09 Kg/m (normal)
C. Pemeriksaan Fisis
Kepala
o Ekspresi
: normal
o Simetris muka
: simetris kiri=kanan
o Deformitas : o Rambut
: hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
o Eksoftalmus/enoftalmus
: -/o Gerakan
: dalam batas normal
o Tekanan bola mata
: tidak diperiksa
o Kelopak mata
: dalam batas normal
o Konjunctiva
: anemis -/o Kornea
: jernih

o
o
o

o
o

o
o
o
o
o
o

o
o
o
o
o
o

Sklera
: ikterus -/Telinga
Pendengaran
: dalam batas normal
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
Mulut
Bibir : kering (-)
Gigi : normal, caries (-)
Gusi : normal, perdarahan (-)
Lidah : kotor (-)
Tonsil : T1-T1 hiperemis (-)
Faring
: hiperemis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS
: R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Dada
Inspeksi
:
Bentuk
: Normochest,
pergerakan napas simetri s, kiri

sama

dengan kanan.
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada
: tidak ada kelainan

Paru
o Palpasi
Sela iga
: kiri=kanan
Fremittus raba : vocal fremitus kiri

sama

dengan kanan,
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor : (-)
o Perkusi
Paru kiri
: sonor
Paru kanan
: sonor
Batas paru hepar
: ICS VI Anterior Dextra

Auskultasi
Bunyi pernapasan
Bunyi tambahan

: vesikuler,
: RhRh-

Wh-

WhRh - Rh- WhRh- Rh -

WhWh-

Wh
o
o
o
o

Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bising (-)

o
o
o

Perut
Inspeksi
: cembung, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi
: NT (-), MT (-)
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: tidak teraba
o Perkusi
: timpani (+)

Punggung / paru belakang


Inspeksi : Gerakan napas simetris kiri dan

kanan.
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Perkusi :
Batas paru belakang kanan : setinggi
vertebra Th.X
Batas paru belakang kiri

: setinggi

vertebra Th.XI
Nyeri ketok
: (-)
Auskultasi
: BP : vesikuler,
BT : Rh -/-,

Wh -/Alat Kelamin
: tidak diperiksa
Anus dan rektum : tidak diperiksa
Ekstremitas
: Tampak lesi pada digiti 1
pedis dekstra dengan ukuran 2 x 2 cm Hiperemis (+),
pus(+)

warna

putih
4

kekuningan,

jaringan

nekrosis(-),edema (+), hangat(+), nyeri tekan(+),


bau (+) kelihatan sel-sel kulit robek. Pulsasi a.dorsalis
pedis(+). Edema (+/-)
IV.

ASSESSMENT

Kaki diabetic dextra Wagner IV


DM tipe 2
HT grade I (berdasarkan kriteria JNC VII)

Hasil pemeriksaan darah tgl 18-09-2015


JENIS PEMERIKSAAN
DARAH RUTIN
8-1-2015

KIMIA DARAH
18-09-2015

HASIL

NILAI

23,7 x 10 /L
3,22 x 106/L
12,7
37,7
512,000

RUJUKAN
4-10 x103/L
4-6 x 106/L
12-16 g/dl
37-48
150-400

MCV
MCH
MCHC
GDS

83 fL
27,1
32,8 g/dl
564 mg/dl

103/L
80-97 fL
26,5-33,5 pg
31,5-35,0 g/dl
80-140 mg/dl

SGOT
SGPT
UREUM
CREATININE

40
18
31 l
0,9 l

<38
<41
10-50 l
L
(<1,3)

KOLESTEROL

148 mg/dl

(<1,1)
<200 mg/dl

WBC
RBC
HGB
HCT
PLT

TOTAL
FOTO

PEDIS

DEXTRA

Tampak dekstruksi phalang distal digiti I pedis

dextra dengan kortex menipis


Celah sendi pedis yang tervisualisasi dalam

batas normal
Mineralisasi tulang dalam batas normal
Soft tissue sekitarnya swelling

AP/LATERAL
21-09-2015

KESAN :

Destruksi tulang phalang distal digiti I pedis dextra


curiga osteomyelitis

D. Penatalaksanaan Awal
Diet DM 1700 kcal/hari
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2gr/24jam/iv
Injeksi Ciprofloxacin 0,2 gr/12jam/intravena
Injeksi Metronidazole 0,5gr/8jam/iv
injeksi insulin
o Novorapid 8-8-8 IU/SC
o Lantus 0-0-10 IV/SC
Rawat luka pagi
Amlodipine 10 mg 1-0-0

E. Rencana Pemeriksaan
-

GDP
Foto pedis AP/lateral

Follow Up
TANGGAL

PERJALANAN PENYAKIT

INSTRUKSI
DOKTER

21-

Perawatan hari ke 1-3

23/8/15

S:

T
130/80

Diet

1700kkal/hari
injeksi

Luka di jempol kaki dextra, pus


(+) bau (+), bengkak (+)

ceftriaxone

O : SS/GC/CM

DM

mmHg

Kepala

: Anemis (-), ikterus (-)

gr/24

N = 88 x/i

Leher

: MT(-), NT (-)

P = 24 x/i,

Thorax

jam/intravena
injeksi

VF-simetris.

BP-

ciprofloxacin

S = 36.7 vesikuler . Rh
C

gr/12jam/intrave

-/-, Wh -/- ,
Cor

: BJ I/II murni regular

Abdomen

Peristaltik (+), kesan

0,5

H/L ttb. Ascites (-)


pedis -

dekstra, pus (+), darah


A.dorsalis

pedis

(+) nyeri tekan (+)

24/09/15
T

1. Kaki diabetik dextra wagner IV


2. DM tipe 2 non obese
3. Hipertensi on treatment
Perawatan hari ke-4

= S:

150/80

(bila demam)
Novorapid 8-8-8

unit/SC
Lantus

unit/SC
-amlodipine

O : SS/GC/CM

N = 80 x/i

Kepala

: Anemis (-), ikterus (-)

P = 22 x/i,

Leher

: MT(-), NT (-)

Diet

1700kkal/hari
injeksi
ceftriaxone

mmHg

S = 36.6 Thorax

VF-simetris.

Abdomen

Peristaltik (+), kesan

DM

jam/intravena
Amlodipine
10

mg 1-0-0
Amlodipine

-/-, Wh -/- ,
: BJ I/II murni regular

gr/24

BP-

vesikuler . Rh
Cor

0-0-10

mg/24 jam/oral

Luka di kaki kanan, pus (+) bau


(+), bengkak (+)

jam/oral

GDS: 564 mg/dl


A:

na
paracetamol 500
mg/8

(+) foetor (-) eritema (+)


pulsasi

gram/8

jam/8jam/intrave

Ekstremitas : Luka berbalut perban


plantar

na
injeksi
metronidazole

normal

regio

0,2

mg 1-0-0
-

injeksi
metronidazole

10

normal

0,5
H/L ttb. Ascites (-)

jam/8jam/intrave

Ekstremitas : Luka berbalut perban


regio

plantar

pedis

(+) foetor (-) eritema (+)


A.dorsalis

pedis -

(+) nyeri tekan (+)


A:
1.

Kaki

diabetik

dextra

wagner IV
2. DM tipe 2 non obese
3. Hipertensi on treatment

na
paracetamol 500
mg/8

dekstra, pus (+), darah


pulsasi

gram/8

jam/oral

(bila demam)
rawat luka
Novorapid 8-8-8

unit/SC
levemir

unit/SC
-amlodipine

mg/24 jam/oral
Monitor:
Rawat luka/hari

0-0-10
5

25/09/15
T

Perawatan hari ke-5

= S : Luka di kaki kanan, pus (+) bau

150/80

(+), bengkak (+)

mmHg

O : SS/GC/CM

N = 80 x/i

Kepala

: Anemis (-), ikterus (-)

P = 22 x/i

Leher

: MT(-), NT (-)

S= 36,6

Thorax

VF

Diet

1700kkal/hari
injeksi
ceftriaxone

simetris, BP: -

jam/intravena
injeksi
ciprofloxacin

Rh -/-, Wh -/- ,
:

0,2

gr/12jam/intrave

: BJ I/II murni regular

Abdomen

gr/24

vesikuler .
Cor

DM

Peristaltik (+), kesan

na
injeksi
metronidazole

normal

0,5

H/L ttb, ascites (-)

jam/8jam/intrave

Ekstremitas : Luka berbalut perban


regio

plantar

pedis

dekstra, pus (+), darah


A.dorsalis

(+) nyeri tekan (+)

pedis -

Edema dorsum pedis


+/GDP: 158mg/dl

jam/oral

(bila demam)
rawat luka
Novorapid 8-8-8

unit/SC
lantus

unitr/SC
-amlodipine

A.
1. Kaki diabetik dextra wagner
IV
2. DM tipe 2 non obese
3. Hipertensi on treatment

na
paracetamol 500
mg/8

(+) foetor (-) eritema (+)


pulsasi

gram/8

0-0-10
5

mg/24 jam/oral
Monitor:
GDP
Rawat luka/hari
Planning: Konsul
Bedah

RESUME

10

Ny. R 56 tahun datang dengan luka pada jempol kaki kanan


sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Luka terjadi
karena

tertusuk

benda

kecil

dan

tajam.

Namun

pasien

menghiraukannya hingga lama-kelamaan menimbulkan luka


yang tidak kunjung sembuh disertai ada bengkak, tidak ada
nyeri, kemerahan, berbau dan pus. Riwayat penurunan berat
badan

10 kg dalam 1 tahun ini. Nafsu makan cukup dan

pasien sering merasakan haus. Riwayat DM dan berobat tidak


tratur. Riwayat hipertensi ada namun tidak berobat teratur.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit
sedang, gizi baik, dan composmentis. Tanda-tanda vital : Tekanan
darah = 140/80 mmHg; nadi = 72x/i reguler; pernapasan = 18
x/i, dan suhu tubuh = 36,8 oC axiler. Pada ekstremitas tepatnya
pada jempol kaki dekstra dengan ukuran 2 x 2 cm. Hiperemis
(+), pada dasar luka terdapat pus warna putih kekuningan,
jaringan nekrosis(+),edema dorsum pedis (+), hangat(+), nyeri
tekan(+), bau (+), kelihatan sel-sel kulit robek. Pulsasi a.dorsalis
pedis(+). Dari hasil laboratorium ditemukan WBC 23,7 /mm3, Hb
12,7 gr/dl, GDS 564 mg/dl. Pada foto pedis sinistra AP/lateral
didapatkan gambaran destruksi : Destruksi tulang phalang distal digiti I
pedis dextra curiga osteomyelitis.
Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
maka pasien didiagnosis sebagai Kaki diabetik dextra wagner V,
DM tipe 2 non obese, dan Hipertensi grade I (JNC 7).

11

DISKUSI
Pasien ini masuk rumah sakit dengan keluhan luka pada
telapak kaki kanan. Dialami sejak 2 minggu yang lalu, Luka
terjadi karena tertusuk benda kecil dan tajam. Namun pasien
menghiraukannya hingga lama-kelamaan menimbulkan luka
yang tidak kunjung sembuh disertai ada bengkak, tidak ada
nyeri, kemerahan, berbau dan pus.
Pada pemeriksaan status gizi IMT pasien tersebut 21,09
kg/m2 yang digolongkan dalam kategori normal. Dari hasil
anamnesis didapatkan riwayat DM dan hipertensi namun tidak
berobat teratur. Dari pernyataan tersebut alur pikir menjadi
terarah pada kaki diabetik. Kaki diabetik terutama terjadi pada
penderita DM yang telah menderita 6 bulan atau lebih, terutama
bila

kadar

glukosa

darah

tidak

terkendali,

Sebab

akan

mengakibatkan komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler


sehingga mengalami makroangiopati mikroangiopati yang
berkembang
mengakibatkan

menjadi

vaskulopati

menurunnya

dan

sirkulasi

neuropati

darah

dan

yang
adanya

robekan / luka pada kaki yang terinfeksi.


Hasil pemeriksan fisik yang bermakna yaitu pada bagian
ekstremitas bawah. Didapati lesi pada phalang I dekstra dengan
ukuran 2 x 2 cm Hiperemis (+), pus(+) warna putih kekuningan,
jaringan nekrosis(-),edema (-), hangat(+), nyeri tekan(+), bau (-)
kelihatan sel-sel kulit robek. Pulsasi a.dorsalis pedis(+). Edema
(+/-)

12

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperglikemia.


Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, dapat kita simpulkan bahwa Ny. R didiagnosis dengan
Kaki Diabetik Wegner IV dan DM Tipe 2 Non Obese.
Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini
merupakan salah satu gejala dari komplikasi kronik DM yaitu
vaskulopati berupa tidak ratanya permukaan lapisan dalam arteri
sehingga

aliran

lamellar

berubah

menjadi

turbulen

yang

berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium


lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat, dan bila aliran
kolateral tidak cukup maka akan terjadi iskemia dan bahkan
gangren yang luas. Pada awal muncul luka, pasien tidak
mengetahui penyebab luka dan tidak merasakan ada gangguan
hingga pasien tersebut melihatnya. Hal ini menunjukkan adanya
gejala neuropati yang biasanya terjadi pada penderita DM.
Neuropati pada pasien penderita DM diakibatkan oleh karena
adanya gangguan jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa)
yang selanjutnya akan menimbulkan gangguan pada sel saraf
dan menyebabkan hilangnya akson sehingga kecepatan konduksi
motorik akan berkurang.
Prinsip

penatalaksanaan

yang

diberikan

utamanya

bertujuan untuk mencegah infeksi lebih lanjut pada kaki,


mengontrol kadar gula darah, mengatasi hipoalbuminemia dan
hiponatremia. Untuk kaki diabetiknya diberikan triple drugs
combination yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik
spectrum luas yang dapat mencegah berkembangnya bakteri
gram

positif,

gram

negatif

maupun

anaerob,

pemberian

kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai pengobatan awal


sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang

13

dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki


diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan
lingkungan kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan
memperlambat sembuhnya luka. Selain itu juga dilakukan
penanganan debridement dan rawat luka.
Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan GDS 568
mg/dl dan GDP 306 mg/dL yang mengindikasikan gula darah
pasien belum terkontrol. Untuk memenuhi kebutuhan insulin
basal dapat digunakan insulin kerja menengah (intermediateacting

insulin

)atau

kerja

panjang

(long-acting

insulin

sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah


makan) digunakan insulin kerja cepat (short-acting insulin )atau
insulin kerja sangat cepat (rapid atau ultra-rapid acting insulin).
Selain dari pemberian terapi farmakologis diatas,pasien
juga memerlukan terapi non farmakologik berupa edukasi agar
komplikasi-komplikasi lain dari DM dapat dicegah dan agar
pasien dapat memahami pentingnya keteraturan mengonsumsi
obat

dan

pengontrolan

gula

darah.

Hal

lain

yang

perlu

diperhatikan adalah menjaga ketat kadar glukosa darah pasien


dengan pemantauan berkala dan dengan menjaga asupan
makan.
Perawatan kaki diabetes yang teratur akan mencegah atau
mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki diabetes.Oleh
karena itu selain antibiotik dan insulin, hal penting yang juga
harus diperhatikan adalah perawatan luka pada kaki diabetik.
Pasien juga perlu diberitahu untuk menjaga kebersihan kaki,
Memakai pelembab agar kulit tidak kering, memakai alat
pelindung kaki saat berjalan dan memeriksa keadaan kaki setiap
hari agar tidak menambah luka baru.

14

TINJAUAN PUSTAKA
A PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan
metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin, atau
keduanya.1

15

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar ada tidaknya gejala


khas DM (poliuria, polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan kadar
glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara :
1 A1C 6,5 %
2 Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0
mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
3 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL
(11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
4 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1
mmol/L). TTGO menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan ke dalam air.2
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua
tingkat

sel

dan

semua

tingkatan

anatomik.

Manifestasi

komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular


(retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan
kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung
koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM
dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat
mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan
infeksi

kaki,

yang

kemudian

dapat

berkembang

menjadi

ulkus/gangren diabetik.1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi
pada kaki yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama
yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan
kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi
vaskuler, serta infek rsi.

Penderita kaki diabetik yang masuk

16

rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak


dirasakan oleh penderita.3
B EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM
yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering
mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun penyandang
DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik berakhir dengan
kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak
terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat untuk
mendalami masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat
mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok. Sebagai
tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak
terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah
peliknya masalah kaki diabetik.1
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik
masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan
penyandang

DM

selalu

menyangkut

kaki

diabetik.

Angka

kematian dan angka amputasi masih sangat besar, masingmasing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk.
Sebanyak

14,3%

akan

meninggal

dalam

setahun

pasca

amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca


amputasi.1
C ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki
diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi
menjadi:3

17

Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap
trauma seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler,
jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom. Faktor yang
meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik,

neuropati

sensorik,

limited

joint

mobility,

dan

komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka


Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.

D PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati
sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan
berbagai perubahan pada kulit

dan otot, yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada


telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya
ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi
mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah
yang

kurang

juga

akan

lebih

pengelolaan kaki diabetik.1,4

18

lanjut

menambah rumitnya

1 Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi
ketidakrataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran
lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat pada
mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral
tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang
luas.3
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai
bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling
awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri
akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri
femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri
digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai
menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat

19

berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit


diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi.3
Perubahan
penebalan

viskositas

membrana

darah

basalis

dan

serta

fungsi

trombosit,

penurunan

produksi

prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent)


akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia
organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut
saraf perifernya.2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati
berupa disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara
lain:5

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik


dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan
mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan
DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan
intravaskular

prostaglandin.
Hiperglikemia

akibat

gangguan

meningkatkan

keseimbangan

aktivasi

PKC

NO

dan

intraselular

sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang

akan menghambat produksi NO.


Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel
endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan

terjadi neovaskularisasi.
Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol
(DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan
meningkatkan

aktivitas

PKC.

Baik

DAG

maupun

PKC

berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.


Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif.
Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk

20

terjadinya

stres

oksidatif

dan

peningkatan

oxidized

lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized


LDL)

yang

lebih

peningkatan

bersifat

kadar

asam

aterogenik.
lemak

Di

bebas

samping
dan

itu

keadaan

hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan

protein.
Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik
dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan
beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan
penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti
pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs)

dan penurunan sintesis heparin sulfat.


Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi
koagulasi

dengan

disfungsi

endotel,

namun

aktivasi

koagulasi yang berulang dapat menyebabkan stimulasi yang


berlebihan

dari

sel-sel

endotel

sehingga

akan

terjadi

disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang
berlangsung secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik
yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium sebagai
berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III.
resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.3
2 Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan
yang erat dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik
pada fase awal menyerang saraf halus terutama di ujungujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di
mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang
saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan

21

dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang


lebih dulu terkena.3
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah
dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini
bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah
ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan
iskemia dan bahkan gangren.3
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol
(glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada
jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati.
Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu
kegiatan

metabolik

sel-sel

Schwann

dan

menyebabkan

hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang


pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri,
parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan
gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat
menyerang

saraf-saraf

perifer

(mononeuropati

dan

polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom.


Terserangnya
nokturnal,

sistem

saraf

keterlambatan

gastroparesis,

hipotensi

otonom

dapat

pengosongan
postural,

dan

disertai

diare

lambung

dengan

impotensi.

Pasien

dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark


miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan
respons

katekolamin

terhadap

hipoglikemia

menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.6


a Neuropati motorik

22

dan

tidak

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otototot intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan
keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di
bawah

dermis

hingga

terjadi

kekakuan

periartikuler.

Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi


menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki,
perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru
pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk
kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi
infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya
gangren.3
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat
neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan:3
1 Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas,
merah dan bengkak.
2 Terjadi

disolusi,

fragmentasi,

dan

fraktur

pada

persendian tarsometatarsal.
3 Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4 Timbul ulserasi plantaris pedis.
b Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita
kehilangan

daya

kewaspadaan

proteksi

kaki

terhadap

rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki


ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan
refleks

untuk

meningkatkan

reaksi

pertahanan

dan

menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan


dengan

cara

mengubah

posisi

kaki

untuk

mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls

23

akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian


respon dikirim melalui saraf motorik.3
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati
perifer

saraf

sensorik

(karena

gangguan

pengantaran

impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari


adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan
adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya
baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus
yang

sudah

tahap

lanjut

dan

dapat

membahayakan

keselamatan pasien.3
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat
terjadi pada pasien DM, seperti:3
1 Tekanan

rendah

tetapi

terus

menerus

dan

berkelanjutan (luka pada tumit karena lama berbaring,


dekubitus).
2 Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk
jarum/paku).
3 Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas
pada kaki).
c Neuropati otonom
Pada

kaki diabetik

gangguan saraf

otonom yang

berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik.


Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran
darah,

produksi

keringat

berkurang

atau

tidak

ada,

hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.3


Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat
berkurang terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit
penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah
sehingga

memudahkan

infeksi

lalu

selanjutnya

timbul

selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati


24

otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa


sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat
pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas
sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus.3
3 Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat
menyebar melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi
menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki
maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik
klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi
plantar pedis.

Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat

kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan


dapat

mengenai

tulang.

Akibatnya

terjadi

osteomielitis

sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita


diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram
positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.3
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta
mudah

terbentuk

gangren

yang

selanjutnya

merupakan

ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari kasus


ulkus/gangren
munculnya

diabetes

lingkungan

akan
gula

mengalami
darah

yang

infeksi

akibat

subur

untuk

berkembangnya bakteri patogen.3


Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan
jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan
disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol,
homon pertumbuhan, dan glukagon) yang

menyebabkan

meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah


juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan
sistem

imunologi.

Sebagaimana
25

diketahui,

dalam

melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari


glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan
bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa
ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi
ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami
kekurangan insulin.3

E KLASIFIKASI
1 Klasifikasi

Edmonds

(Kings

College

London, 2004-2005)1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
2 Klasifikasi Liverpool1
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi
3 Klasifikasi Wagner1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
26

Hospital,

Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi


Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

4 Klasifikasi Texas1
Stadi
um

Tingkat
0
Tanpa

1
Luka

2
Luka

tukak atau superfisial,


A

pasca

3
Luka

sampai

sampai

tidak sampai tendon

tukak, kulit tendon atau atau kapsul


intak/utuh
kapsul sendi sendi
----------------------------Dengan

tulang/sen
di

Infeksi------------------------------------------------------Dengan

Iskemia----------------------------------------------Dengan

Infeksi

dan

Iskemia-------------------5 Klasifikasi PEDIS (International Working Group of


Diabetic Foot, 2003)1

Impaired

None

Perfusion

PAD + but not critical

3
Size/Extent in mm2
Tissue
1

Critical limb ischemia

Loss/Depth

Superficial full thickness, not deeper

than dermis
Deep ulcer, below dermis, involving

subcutaneous

structures,

fascia,

muscle, or tendon
All

subsequent

layers

of

the

foot

involved including bone and or joint


27

Infection

No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous

tissue only
Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s).

No systemic sign(s) of inflammatory


response
Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability

Impaired

Hypotension, azotemia
Absent

Sensation

Present

F PENATALAKSANAAN
1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki
diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah
timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM
baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna
risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin
timbul.

Penggolongan

kaki

diabetik

berdasarkan

risiko

terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:1


1 Sensasi normal tanpa deformitas
2 Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar
tinggi
3 Insensitivitas tanpa deformitas
4 Iskemia tanpa deformitas
5 Kombinasi/complicated
a Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

28

Pengelolaan

kaki

diabetik

terutama

ditujukan

untuk

pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan


risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai
dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus
karena faktor mekanik akan dapat dicegah.1
Penyuluhan diperlukan untuk semua
tersebut.

Untuk

kaki

yang

insensitif,

kategori

alas

kaki

risiko
perlu

diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif


tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus
mengenai

alas

penyebaran

kaki

tekanan

yang
pada

dipakai,
kaki.

untuk

Untuk

meratakan

kasus

dengan

permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar


untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang
complicated,

akan

dibahas

lebih

lanjut

pada

upaya

pencegahan sekunder.1
2 Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani
dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal
dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus
dikelola bersama.
a Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan
weight-bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang
mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap
timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing

dapat

dilakukan

antara

lain

dengan

removable cast walker, total contant casting, temporary


shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts,
maupun cradled insoles.1
29

Berbagai
mengurangi

cara

surgikal

tekanan

juga

pada

dapat

luka,

dipakai

seperti

untuk

dekompresi

ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah


(misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head
resection,

Achilles

tendon

lengthening,

dan

partial

pasien

datang

calcanectomy).1
b Wound control
Perawatan

luka

sejak

pertama

kali

merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti.


Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi
ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu
mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh,
dengan

demikian

akan

sangat

mengurangi

produksi

cairan/pus dari ulkus/gangren.1


Berbagai

terapi

topical

dapat

dimanfaatkan

untuk

mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai


pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai
bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara
debridement

non

surgikal

dapat

dimanfaatkan

untuk

mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti


preparat enzim.1
Selama
penyembuhan

proses
luka

inflamasi
tidak

akan

masih
beranjak

ada,

proses

pada

proses

selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk


menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula
dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat
ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki
diabetik.1

30

c Microbiological control (infection control)


Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara
berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang
dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan
kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian
tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya
didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram
positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka
yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,
mencakup

kuman

Gram

positif

dan

negatif

(misalnya

golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang


bermanfaat

terhadap

kuman

anaerob

(misalnya

metronidazol).1
d Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat
kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi
dapat

dikerjakan

sesuai

keadaan

dan

kondisi

pasien.

Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali


melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior,
arteri

poplitea,

dan

arteri

femoralis,

serta

pengukuran

tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai


fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh
darah

dengan

cara

noninvasif

maupun

invasif

dan

semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle


pressure,

toe

pressure,

TcPO2,

Doppler serta arteriografi.1

31

dan

pemeriksaan

echo

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat


dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer
dari sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko1
Stop merokok
Memperbaiki

faktor

risiko

terkait

aterosklerosis

(hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia)


Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain
(jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain
sebagainya

yang

jelas

dikatakan

bermanfaat,

akan

bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM;


tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk
menganjurkan

pemakaian

obat

secara

rutin

guna

memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki


penyandang DM.1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi
dapat

dianjurkan.

diperlukan

Sebelum

pemeriksaan

tindakan

angiografi

untuk

revaskularisasi,
mendapatkan

gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1


Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah
pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan
untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan
akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.1

32

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi


daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan
ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka
tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan.1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat
untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka
pada

kaki

diabetik

sebagai

terapi

adjuvant.

Walaupun

demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi


hiperbarik

secara

rutin

pada

pengelolaan

umum

kaki

diabetik.1
e Metabolic control
Pengolahan DM dimulai dengan pengaturan makanan
dan latihan jasmani selama beebrapa waktu (2-4 minggu).
Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau injeksi insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat
diindikasikan secara tunggal atau kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolic berat, misalnya
ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat diberikan secara
segera.1
Seperti halnya penatalaksanaan DM, kontrol glukosa
harian (GDS premeal dan GDP) sangat penting untuk
mengamati

efektifitas

terapi

yang

diberikan.

American

diabetes association membuat guideline tentang algoritma


terapi pasien DM sebagai berikut :1,2

33

Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin


untuk menormalisasi kadar glukosa darah, dimulai dari dosis
kecil dan perlahan-lahan dinaikkan hingga mencapai kadar
glukosa

darah

yang

disarankan.

Status

nutrisi

harus

diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi yang


adekuat dapat mempercepat proses penyembuhan luka1.
Secara umum, kebutuhan insulin dapat diperkirakan
sebagai berikut:8

34

Educational Control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan

kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM


dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan
akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan
yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1
G PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan
infeksi pada kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati
arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik
hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.

Faktor kedua

adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan


bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas
arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien
tidak sampai ke tempat infeksi.3
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang
ikut berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji
menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi
juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang
rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai
diabetes

mellitus

dan

pencegahan

komplikasinya

serta

kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes


mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki
keterkaitan

dengan

rendahnya

mempermudah terjadinya infeksi.3

35

respon

imun

sehingga

DAFTAR PUSTAKA
1 Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta: FKUI, 2010: h. 1961-6.
2 American Diabetes Association. Standards of Medical Care in
Diabetes. Diabetes Care, Volume 34, Supplement 1.2011.
3 Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah
Kedokteran Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
4 Katsilambros,. Atlas of the diabetic foot. John Wiley & Sons
Ltd. 2003
5 Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2010: h.
1937-9.
6 Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes
Mellitus. Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta:
EGC, 2006: h. 1259-74.
7 Cheng dan Zinman. Tim Konsensus Insulin: Petunjuk Praktis
Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus. 2005: h.12

36

Anda mungkin juga menyukai