Anda di halaman 1dari 45

Pemicu 3 Etika

Winda - 405080076

Visum et repertum

Jenis Visum
1. Untuk Orang Hidup
Visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena
kekerasan, keracunan, perkosaan, dan psikiatri.
Dibedakan atas :
a. VeR sementara :
- diberikan pd korban yg msh dirawat
-VeR yg diterbitkan belum ada kesimpulan karena
menunggu observasi lebih lanjut.
b. VeR lanjutan :
- Merupakan lanjutan dari VeR sementara, dibuat
setelah korban sembuh/meninggal.
- Tgl & No. VeR sementara dicantumkan.
- Telah ada kesimpulannya setelah diobservasi

Jenis Visum
c. Visum Langsung :
- Langsung diberikan stlh pmriksaan
Korban
2. Visum Jenasah :
a. Visum dengan pemeriksaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar &
dalam

Macam-Macam Visum et
Repertum
Visum et Repertum TKP
Hubungan sebab akibat luka yang
ditemukan pada tubuh korban.
Saat kematian korban.
Barang bukti yang ditemukan.
Cara kematian korban jika mungkin.

Visum et Repertum Jenazah.

Visum et Repertum Korban Hidup


Dibuat setelah pemeriksaan selesai, korban tidak
perlu dirawat lebih lanjut atau meninggal.
Visum et Repetum sementara, dibuat setelah
pemeriksaan selesai, korban masih perlu
mendapat perawatan lebih lanjut.
Visum et Repertum lanjutan dibuat bila:
Setelah selesai perawatan korban sembuh.
Setelah mendapat perawatan, korban meninggal.
Perawatan belum selesai, korban pindah RS atau
dokter lain.
Perawatan belum selesai, korban pulang paksa atau
melarikan diri

Visum et Repertum Jenazah Penggalian.


Visum et Repertum barang bukti.

SUSUNAN dan BENTUK


Visum Et Repertum
Visum et repertum terdiri dari 5
bagian:
Kata Pro justitia
Bagian Pendahuluan
Bagian Pemberitaan
Bagian Kesimpulan
Bagian Penutup

Sudut Kiri Atas : Pro Justica (arti : untuk


pengadilan)
Pendahuluan :

Identitas pemohon Visum Et Repertum


Identitas dokter yang memeriksa
Tempat dilakukan pemeriksaan
Tanggal dan jam pemeriksaan
Identitas korban
Keterangan lain seperti kapan dan dimana
korban dirawat, kapan meninggal, cara dan
sebab kematian korban.

Pemberitaan :
Hasil pemeriksaan luar termasuk
identitas korban
Hasil pemeriksaan dalam, membuka
rongga tengkorak, dada dan perut serta
organ dalam, rongga mulut dan leher
Pemeriksaan penunjang jika diperlukan
seperti konsultasi dengan ahli lain :
Pemeriksaan PA, Toksikologi, Balistik,
Serologi, Immunologi, Enzimatologis,
Trace Evidence

Kesimpulan :
Identitas jenazah
Kelainan yang terdapat pada tubuh
korban, baik pemeriksaan luar maupun
dalam
Hubungan kausal dan kelainan yang
didapati pada pemeriksaan (penyebab
luka, persentuhan dengan benda tajam)
Sebab dan saat kematian/klasifikasi luka

Penutup
Dicantumkan kalimat :
Demikianlah Visum Et Repertum ini dibuat
dengan mengingat sumpah

Diakhiri dengan tanda tangan dan nama


lengkap dokter.

Tata Cara Permohonan


Visum et Repertum
Pasal 133 ayat (2) KUHAP :
Permintaan Keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat atau pemeriksaan bedah mayat
Surat Permintaan Visum et Repertum (SPVR) harus
dibuat dengan menggunakan format sesuai
dengan jenis kasus yang sedang ditangani.
SPVR harus ditanda tangani oleh penyidik yang
syarat kepangkatan dan pengangkatannya diatur
dalam BAB II pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP)
nomor 27 tahun 1983.

Korban yang meninggal dunia harus


diantar oleh seorang anggota POLRI
dengan membawa SPVR.
Korban yang meninggal dunia harus
diberi label sesuai dengan peraturan
yang tercantum didalam pasal 133 ayat
(3) KUHAP
Sebaiknya penyidik yang meminta
Visum et Repertum mengikuti jalannya
pemeriksaan bedah jenazah.

Prosedur permintaan VetR


korban hidup
Permintaan harus secara tertulis, tdk
dibenarkan secara lisan / telepon / via
pos.
Korban adalah BB, maka permintaan
VetR harus diserahkan sendiri oleh
polisi bersama-sama korban/tersangka.
Tidak dibenarkan permintaan V et R ttg
sesuatu peristiwa yang telah lampau,
mengingat rahasia kedokteran
(Instruksin Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).

Prosedur permintaan VetR korban


mati
(mayat)

Permintaan harus diajukan secara


tertulis, tidak dibenarkan melalui
telepon, lisan atau pos.
Mayat diantar bersama-sama SPVR
oleh polisi ke Bgn Ilmu Kedokteran
Forensik.
Mayat harus diikatkan label yang
memuat Identitas mayat ( KUHAP psl
133 ayat 3).

Pemeriksaan luar
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang
biasanya diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting
pada tali pengikat, simpan bersama berkas
pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label
selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit,
untuk identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada
pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi
(ada tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi
(ada tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat.
Catat tali pengikatnya bila ada.

4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti


mulai dari yang dikenakan di atas sampai di
bawah, dari yang terluar sampai terdalam.
Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model
pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila
ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau
robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis,
bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.

7. Mencatat perubahan tanatologi :


i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan
intensitas lebam.
ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada
beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme
kadaverik.
iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal
dan dicatat juga suhu ruangan pada saat tersebut.
iv. Pembusukan
v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin,
bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status
gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak,
striae albicantes pada dinding perut.

9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk


penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan
parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada
tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan
sifat dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh
rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut
sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala
yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam
kantungan yang telah ditandai sesuai tempat
pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau
tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir
kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah
yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan.
Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau
patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan
lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada


daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi
geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk
jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan
letak, pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas
pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa
secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang
pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada
wanita dicatat keadaan selaput darah dan komisura
posterior, periksa sekret liang sanggama.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan
adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain

16. Perlu diperhatikan kemungkinan


terdapatnya tanda perbendungan, ikterus,
sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak
lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka
harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu
perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll.
Dalam luka diukur dan panjang luka diukur
setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka
dilukis dengan mengambil beberapa patokan,
antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang,
garis mendatar melalui kedua puting susu,
dan garis mendatar melalui pusat.

Pemeriksaan dalam
Lambung
Lambung dibuka dengan gunting pada
curvatura mayor. Perhatikan isi
lambung, simpan dalam botol atau
kantung plastik bila isi lambung
tersebut diperlukan untuk pemeriksaan
toksikologik atau laboratorium.
Selaput lendir lambung diperiksa
terhadap kemungkinan adanya erosi,
ulserasi, perdarahan/resapan darah

Kelenjar suprarenalis
Anak ginjal kanan terletak di bagian
mediokranial dari kutub atas ginjal kanan,
berada antara permukaan belakang hati dan
permukaan bawah diafragma. Bentuk seperti
trapesium.
Anak ginjal kiri terletak di bagian mediokranial
kiri kutub atas ginjal kiri, terletak antara
pancreas dan diafragma. Bentuk seperti bulan
sabit tipis.

Limpa
Limpa normal, permukaanya keriput,
warna ungu, perabaan lunak kenyal.
Buatlah irisan penampang limpa,
limpa normal mempunyai gambaran
jelas, berwarna coklat merah dan bila
di kikis dengan punggung pisau,
akan ikut jaringan penampang limpa.

Pankreas
Pankreas terletak di bawah lambung,
dan pemotongannya mulai dari
duodenum hingga limpa.
Normalnya permukaan limpa
berbelah-belah,warna kelabu agak
kekuningan, perabaan kenyal.

Ginjal
Ginjal diliputi oleh jaringan lemak (capsula
adiposa renis). Dengan melakukan pengirisan
di bagian lateral, ginjal dapat dibebaskan.
Perhatikan adanya kelainan berupa resapan
darah, luka-luka, atau kista-kista retensi. Irisan
pada ginjal dibuat dari lateral ke medial,
usahakan tepat di bidang tengah sehingga
penampang akan melewati pelvis renis.
Perhatikan gambaran korteks dan medulla
ginjal. Perhatikan juga pelvis renis akan
kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda
peradangan, nanah, dsb.

Usus halus
Usus halus dapat diperiksa di awal,
atau di akhir. Usus halus tidak selalu
harus di buka, hanya bila ada
indikasi tertentu.
Walaupun tidak harus dibuka tetap
harus dikeluarkan.

Otak
Pemeriksaan otak dapat kita lakukan pertama
kali, bila kita mencurigai telah terjadi
perdarahan pada daerah otak. Pemeriksaan
pada otak, khususnya arteri yang membentuk
sirkulus willisi dan vena-vena vertebra adalah
penting, khususnya dalam pemeriksaan kasuskasus aneurisma berry.
Perhatikan permukaan luar otak, apakah
terdapat perdarahan, atau laserasi. Pisahkan
otak kecil dan otak besar. Otak kecil kemudian
dipisahkan juga dari batang otak

VISUM ET REPERTUM
DENGAN KASUS
PEMERKOSAAN

Pembuatan VeR
Harus ada permintaan tertulis dari penyidik
yang berwenang dan korban harus diantar
polisi.
Buat visum berdasarkan keadaan yang
didapatkan pada tubuh korban saat surat
permintaan VeR diterima dokter.
Hasil pemeriksaan korban yang diperiksa
datang atas inisiatif sendiri, bukan atas
permintaan polisi, tidak dapat dijadikan VeR,
tetapi hanya sebatas surat keterangan.
Untuk membuat VeR, korban harus datang
dengan polisi yang membawa surat permintaan
VeR. VeR dibuat berdasarkan keadaan yang
ditemukan saat permintaan diajukan.

Anamnesis
Tanyakan apakah pasien telah mandi, membersihkan diri,
mengganti pakaian, atau minum obat-obatan sejak kejadian
tersebut. Secara keseluruhan data yang didapat harus
meliputi:
1. Identitas: umur, tanggal dan tempat lahir, status
perkawinan.
2. Riwayat medis.
3. Riwayat ginekologi; termasuk riwayat menstruasi (menars,
lama, jumlah, siklus, keteraturan, nyeri), metode
kontrasepsi, riwayat penyakit menular seksual, riwayat
penyakit radang panggul, koitus terakhir, dst.
4. Riwayat obstetri; cara melahirkan, graviditas, dan paritas.
5. Tempat, tanggal dan jam terjadinya perkosaan.
6. Deskripsi kejadian dengan kata-kata pasien sendiri
Perlu ditanyakan apakah korban pingsan dan apa sebabnya,
apakah karena korban ketakutan hingga pingsan atau
korban dibuat pingsan dengan obat tidur atau obat bius
yang diberi pelaku.

MENJELASKAN KEJAHATAN
SEKSUAL

Undang-Undang yang terkait


Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahuinya
bahwa pasal 27 BW berlaku padanya;
1b. Seorang wanita telah kawin yang melakukan zina, padahal
diketahuinya bahwa pasal 27 BW berlaku padanya;
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
2b. Seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan
pasal 27 BW berlaku baginya;
(2) Tidak dilakukan penuntutan, melainkan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo
tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat
tidur karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang
pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum
putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Pasal 285 barangsiapa dengan kekerasan atau


ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam
karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 286 Barang siapa bersetubuh dengan seorang
wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di
luar perkawinan, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum
lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan,
kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas
tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal
291 dan pasal 294.

Pasal 288
(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan
seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya
harus didugunya bahwa yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan
mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat,
dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan
tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
Pasal 291
(1)Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 2
87, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat,
dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun;
(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 2
86, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematisn
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.

Pasal 293
(1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan,
atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum
dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum
kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap
dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah
masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya,
anak angkatnya, anak di bawah pengawannya yang belum dewasa,
atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya,
pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama:
1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang
penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya,
2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam
penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pen- didikan, rumah
piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke
dalamnya.

Kewajiban dokter dalam


pengadilan
Pasal 133 KUHAP
ayat (1) yang menegaskan dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya. selanjutnya dalam
ayat (2) Permintaan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.

pasal 183 Undang-Undang nomor 8


tahun 1981 dinyatakan: Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang
melakukannya.
Alat bukti yang sah menurut pasal 184
ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun
1981 adalah : Keterangan saksi,
Keterangan ahli, Surat, Petunjuk,
dan Keterangan terdakwa.

Dokter forensik yang menerima


permintaan dari kepolisian untuk
melakukan pemeriksaan dan menjadi
keterangan ahli dalam perkara.
Kesaksian ahli diberikan dalam
bentuk laporan hasil autopsi
(Laporan Visum et Repertum) dan
jika perlu kesaksian ahli di
pengadilan.

Dokter forensik hanya diperkenankan untuk


mengemukakan isi VER kepada majelis hakim
dalam sidang pengadilan apabila ia dipanggil
oleh pengadilan sebagai saksi ahli (kedokteran
forensik). Hal ini sedikit banyak berkaitan juga
dengan sumpah dokter yang diucapkannya
sewaktu dilantik sebagai dokter untuk menjaga
kerahasiaan dalam profesinya maupun korban
yang sudah meninggal sebagai benda bukti
Dokter forensik tidak pernah berkewajiban
ataupun perlu merasa berkewajiban membuka
rahasia mengenai suatu kasus, tetapi ia
berkewajiban melaporkan dengan sejujurjujurnya atas sumpah jabatan bahwa ia akan
melaporkan dalam VER semua hal yang dilihat
dan ditemukan pada jenazah yang diperiksanya

Dokter forensik tidak diperkenankan


memberikan informasi apa pun kepada
pihak lain (misalnya media massa
kecuali dalam sidang pengadilan)
karena tetap saja dokter forensik adalah
seorang dokter yang pernah
mengucapkan sumpah dokter dan
sesuai sumpah dokter, ia harus
menyimpan rahasia kedokteran (dalam
hal ini termasuk apa yang dilihat dan
ditemukannya dalam pemeriksaan
forensik)

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP) Pasal 133-134,
pihak kepolisian adalah yang berwenang
menentukan jenis pemeriksaan apa yang harus
dilakukan terhadap mayat dan meminta dokter
forensik untuk melaksanakannya melalui Surat
Permintaan Visum et Repertum.
Oleh karena itu dokter forensik dan rumah sakit
tidak dapat menolak permintaan dari kepolisian
hanya berdasarkan keberatan dari pihak keluarga.
Kepolisian memang memiliki kewajiban untuk
memberitahukan perlunya autopsi dan memberi
penjelasan sejelas-jelasnya kepada keluarga. Jika
keluarga merasa keberatan dan kepolisian
menganggap autopsi tidak diperlukan maka akan
dibuat Surat Pencabutan Permintaan Visum et
Repertum. Namun demikian, jika kepolisian
menganggap perlu dan tidak dapat dihindari lagi,
autopsi tetap dilakukan meskipun ada keberatan
dari keluarga

Anda mungkin juga menyukai