Seorang pria berusia 22 tahun dating ke RSGMP UNSOED dengan keluhan gusi
bawah belakang sakit dan sedang bengkak. Sakit sudah dirasakan sudah lama dan sering
kambuhan, seminggu terakhir mengeluh sakit kembali. Pemeriksaan objektif gusi belakang
bengkak, terlihat mahkota klinis gigi 38 sebagian terpendam miring kea rah mesial.
Pemeriksaan radiografi terlihat gambaran gigi 38 kearah mesio oklusal dan tidak mengalami
kelainan periapikal. Diagnosa gigi 38 impaksi klas IA. Rencana Perawatan odontektomi
dengan teknik separasi tanpa pembukaan flap.
PEMBAHASAN
A. IMPAKSI
1. Definisi
Gigi impaksi adalah gagalnya erupsi gigi pada posisi fungsional normal,
berhubungan dengan kekurangan ruang (pada arkus dental), obstruksi oleh gigi lain
atau berkembang dalam posisi yang abnormal. Gigi impaksi dapat berupa impaksi
seluruhnya yaitu ketika gigi seluruhnya ditutupi oleh haringan lunak dan sebagian
atau sepenuhnya ditutupi oleh tulang alveolus, atau impaksi sebagian, ketika gigi
gagal untuk erupsi ke pisisi fungsional normalnya. Gigi impaksi paling banyak terjadi
pada gigi bungsu atau molar ketiga (Rahayu, 2014).
2. Proses Pembentukan Gigi Bungsu
Proses pembentukan gigi bungsu diawali sebelum usia 12 tahun dan
pertumbuhannya berakhir pada usia sekitar 25 tahun. Pada usia tersebut gigi bungsu
akan terbentuk sempurna. Secara garis besar pertumbuhan gigi bungsu berlangsung
pada usia 12 tahun sebagian mahkita benih gigi bungsu mulai terbentuk, lalu pada
usia 14 tahun mahkita gigi sudah terbentuk lengkap, selanjutnya pada usia 17 tahun
mahkota gigi dan akar gigi mulai terbentuk sebagian hingga usia 25 tahun mahkota
dan akar gigi terbentuk sempurna. Dalam proses pertumbuhan gigi ke dalam rongga
mulut, benih gigi akan menembus tulang alveolar dan mukosa gingiva diatas benih
gigi. Hal itu terjadi akibat dorongan kea rah permukaan karena pertumbuhan/
pertambahan panjang akar disertai retraks operculum atau gingiva yang semula
menutupinya (Rahayu, 2012).
3. Etiologi
a. Penyebab lokal:
1) Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.
2) Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.
Gambar 2 : Klaifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell dan Gregory
Sumber : Monaco G, 2004
kedua. Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial
untuk tempat erupsi Molar ketiga.
b) Klas II: Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang
tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal gigi
lebih besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah
distal M
c) Klas III: Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula akses yang sulit.
Pada klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus
2) Berdasarkan jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi, dapat dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar
kedua disebelahnya. Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas
dan rahang bawah :
a) Posisi A: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan
oklusal gigi molar kedua tetangga (Pedersen, 2012). Mahkota Molar ketiga
yang impaksi berada pada atau di atas garis oklusal (Balaji, 2009).
b) Posisi B: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical
dan bidang oklusal gigi molar kedua tetangga (Balaji, 2009). Mahkota Molar
ketiga di bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua
(Pedersen, 2012).
c) Posisis C: Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal
gigi molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila (Balaji,
2009). Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal (Pedersen,
2012)
a) Posisi A : permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau sedikit lebih
tinggi dari gigi molar kedua.
b) Posisi B : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada pertengahan
mahkota gigi molar kedua atau sama tinggi dari garis servikal
c) Posisi C : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah garis
servikal molar kedua.
4) Posisinya berdasarkan jarak antara molar kedua rahang bawah dan batas
anterior ramus mandibular
a) Klas I : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibular
cukup lebar mesiodistal molar tiga bawah
b) Klas II : jarak antara distal molar dua bawah dengan ramus mandibular
lebih kecil dari lebar mesiodistal molar tiga bawah
c) Klas III : gigi molar tiga bawah terletak di dalam ramus mandibular
c. Klasifikasi Winter
Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga mandibular
berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar kedua
mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda seperti
impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular, bukoangular,
dan linguoangular (Balaji, 2009). Quek et al mengajukan sebuah sistem klasifikasi
menggunakan protractor
ortodontik.
angulasi
Gambar 4 : Klasifikasi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Archer dan Kruger (1
mesioangular, 2 distoangular, 3 vertical, 4 horizontal, 5 buccoangular, 6
linguoangular, 7 inverted)
Sumber : Fragiskos D, 2007
1) Mesioangular
2) Distoangular
3) Horisontal
4) Vertikal
B. ODONTEKTOMI
1. Definisi
Definisi odontektomi menurut Pederson (2012) yaitu pengeluaran satu atau
beberapa gigi secara bedah dengan cara membuka flap mukoperiostal, kemudian
dilakukan pengambilan tulang yang menghalangi dengan tatah atau bur. Odontektomi
adalah pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat bertumbuh atau bertumbuh
sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan cara
pencabutan tang biasa (forceps technique) melainkan diawali dengan pembuatan flap
mukoperiostal, diikuti dengan pengambilan tulang yang meghalangi pengeluaran gigi
tersebut.
2. Indikasi
7
untuk mengambil fragmen atau ujung akar gigi molar atau premolar kedua atas
melalui alveolus dengan tekanan elevator yang berlebihan ke arah superior.
4) Cedera jaringan lunak
Cedera jaeingan lunak yang paling umum adalah lecet atau luka sobek dan luka
bakar atau abrasi. Lecet sering terjadi akibat retraksi berlebihan dari flap yang
kurang besar. Sobeknya mukosa sering terjadi pada tempat yang tak diharapkan
yaitu pada tepi tulang atau pada tempat penyambungan tepi-tepi flap. Komplikasi
ini bisa dihindari dengan mebuat flap yang lebih besar dan menggunakan retrkasi
yang ringan saja. Luka bakar atau abrasi terjadi akibat dari tertekannya bibir yang
dalam keadaan teranastesi oleh pegangan handpiece. Luka bakar labial bisa diatasi
dengan aplikasi salep antibiotik atau steroid.
5) Empisema subkutan
Sering terjadi pada regio maksila dan disebabkan oleh adanya udara yang masuk,
bisa berasal dari udara yang keluar dari handpiece.
6) Cedera saraf
Saraf yang sering cedera selama pencabutan dan pembedahan gigi adalah divisi
ketiga dari nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior sangat dekat dengan regio
apikal gigi molar ketiga dan kadang molar kedua.
5.
pemcabutan
atau
pembedahan
gig.
Penekanan
oklusal
dengan
10
c. Edema
Edema meruoakan kelanjutan normal dari setiap pemcabutan dan pembedahan
gigi, serta merupakan rekasi normal dari jaringan terhadap cidera. Usaha-usaha
untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fifik (penekanan) dan obatobatan.
d. Reaksi terhadap obat
Reaksi akibat obat-obatan yang relatif sering terjadi segera setelah operasi adalah
mual muntah karena menelan analgesik narkotik atau non-narkotik. Keadaan ini
dapat mengakibatkan siklus emesis atau perdarahan. Muntah dapat mengungkit
bekuan darah dan perdarahan akan timbul pada saat pasien menelan darah, yang
akan mengakibatkan emesis.
6. Komplikasi beberapa saat setelah pembedahan
a. Alveolitis
Komplikasi yang paling sering adalah dry socket atau alveolitis. Biasanya dimulai
pada hari ke 3-5 sesudah operasi. Keluhan utamanya adalah rasa sakit yang sangat
hebat. Pada pemeriksaan terlihat alveolar yang terbuka , terselimuti kotoran dan
dikelilingi berbagai tingkatan peradangan dari gingiva. Etiologi dari alveolitis ini
adalah hilangnya bekuan darah akibat lisis. Penatalaksanaannya diirigasi dengan
larutan saline yang hangat dan kuretase.
b. Infeksi
Pencegahan infeksi didasarkan atas potensi penyebaran infeksi. Pencabutan suatu
gigi yang melibatkan proses infeksi akut, yaitu perikoronitis atau abses bisa
mengganggu proses pembedahan. Terapi antibiotik yang sesuai (kadar penisilin
terapetik dalam darah dicapai 1 jam sesudah pemberian secara oral) dan apabila
diindikasikan, insisi dan drainase digunakan untuk mengontrol keadaan akut.
Apabila akan segera dilakukan pembedahan, pemberian anastesi lokal diberikan 1
jam setelah pemberian antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi. Pencabutan
gigi tertentu yang mengalami sepsis lokal baik yang sudah dirawat atau belum,
11
misalnya deposit kalkulus yang banyak dan gingivitis akut atau kronis sebaiknya
dihindari. Profilaksis sebelum pencabutan (skaling) yang dilakukan 2-3 hari
sebelum pencabutan gigi merupakan cara efektif untuk mengurangi kontaminasi
lokal.
7. Pencabutan molar ketiga impaksi
Pada pencabutan molar ketiga impaksi terdapat beberapa hal secara umum yang
harus diperhatikan, yaitu:
a. Sedasi
Persyaratan pertama keberhasilan pembedahan adalah pasien relaks dengan
anestesi yang efektif. Pada kasus dilakukan anestesi blok mandibula, dengan
menganestesi nervus alveolaris inferior, nervus lingualis, dan nervus bukalis longus
menggunakan teknik fisher (Purwanto dan Juwono, 2012). Bahan anestesi yang
digunakan adalah pehacain yang tiap ml berisi lidokain HCL 20 mg dan adrenalin
0,0125 mg (Mims, 2014).
b. Desain flap
Flap yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi tambahan, direflesikan
dari leher m1 dan m2 tetapi dengan perluasan lateral kearah m3. Aspek lingual
perlu dihindari untuk mencegah cedera pada nervus lingualis (Pederson, 2012).
c. Pengambilan tulang
Teknik ini digunakan apabila impaksi gigi m3 terhalang oleh tulang alveolar.
Pengambilan tulang menggunakan bur dan irigasi menggunakan saline. Teknik
yang biasa dilakukan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal untuk
melindung crista obliqua eksterna tetapi tetap memiliki jalan masuk yang cukup
(Pederson, 2012).
d. Pemotongan terencana
Dasar pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan
untuk mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar (Pederson,
2012).
e. Tindakan pasca pencabutan
12
13
8. Medikasi
Kontrol rasa sakit pasca bedah diperlukan beberapa obat, operator diharuskan
meresepkan obat analgesik yang poten untuk setiap pasien (Pederson, 2012).
Analgesik non steroid anti inflamasi dapat diberikan pada pasien sebagai contoh yaitu
asam mefenamat, ibuprofen, asetaminopen,kalium diklofenak, natrium diklofenak,
dll. Analgesik ini dapat diberikan untuk sekitar 3-4 hari dan hanya dikonsumsi bila
nyeri saja. Kontrol pembengkakan pasca pembedahan beberapa operator juga
memberikan 8 mg dexamethasone sebelum pembedahan karena memberikan efek anti
inflamasi yang lama pasca bedah (Rahayu, 2014).
antibiotik yang dipilih merupakan spektrum luas yaitu amoxicilin yang diresepkan
untuk 5 hari dan diinstruksikan kepada pasien untuk menghabiskan konsumsi obat
antibiotik.
15
Daftar Pustaka
16