Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma
kranioserebral = traumatic brain injury nerupakan trauma mekanik terhadap kepala
baik secraa langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer
maupun permanen.1
Statistik negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapitis
mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang
tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33%
kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Orang-orang yang
mati karena kecelakaan 40% sampai 50% meninggal sebelum mereka tiba di rumah
sakit. Dari mereka yang dimasukkan rumah sakit dalam keadaan masih hidup 40%
meninggal dalam 1 hari dan 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan.2

BAB 2
STATUS PASIEN

2.1. IDENTITAS
Nama

: Ny. S

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Sei Ntis Dusun XV Percut Sei Tuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Status perkawinan

: Menikah

Tanggal MRS

: 28 Mei 2015

Tanggal KRS

: 31 Mei 2015

2.2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Penurunan Kesadaran
Keluhan tambahan
(-)
Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke RSHM dibawa oleh keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran,
hal ini dialami pasien 30 menit SMRS setelah terjatuh dari mengendarai sepeda motor.
Muntah (+), isi makanan dan minuman bercampur darah (+) dan keluar darah dari hidung dan
telinga.
Riwayat penyakit terdahulu
(-)
Riwayat penyakit pada keluarga
(-)

Riwayat penggunaan Obat


(-)
ANAMNESIS TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius

: Hipertensi (+)

Traktus Respiratorius

: Sesak (-)

Traktus Urogenitalis

: Kateter (+)

Penyakit Terdahulu

: Tidak ada, disangkal

Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak ada, disangkal


ANAMNESIS KELUARGA
Faktor Herediter

: Tidak ada, disangkal

Faktor Familier

: Tidak ada, disangkal

Lain-lain

: Tidak ada

ANAMNESIS SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan: Normal
Imunisasi

: Tidak jelas

Pekerjaan

: IRT

Perkawinan dan Anak

: Menikah

2.3. PEMERIKSAAN JASMANI


PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah
Nadi

: 150/90 mmHg

: 98 x/i

Frekuensi Nafas

: 18 x/i

Temperatur

: 36oC

Kulit dan Selaput Lendir

: DBN

Kelenjar Getah Bening

: DBN

Persendian

: DBN

KEPALA DAN LEHER


Bentuk dan Posisi

: Medial

Pergerakan

: SDN

Kelainan Panca Indera

: SDN

Rongga mulut dan Gigi

: SDN

Kelenjar Parotis

: SDN

Desah

: Tidak ada

Dan lain-lain

: Tidak ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN


Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: simetris kanan = kiri


: stem fremitus SDN
: sonor di kedua lapangan paru
: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis tidak teraba
: batas atas jantung ICS II, batas kanan linea sternalis kanan ICS IV, batas kiri

linea midclavicularis ICS IV


Auskultasi
: HR 98 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: simetris, datar
: soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
: timpani
: peristaltik (+) normal

GENITALIA
Toucher

: Tidak dilakukan pemeriksaan

2.4. STATUS NEUROLOGI


SENSORIUM
KRANIUM

: Koma

Bentuk

: Asimetris

Fontanella

: Tertutup keras

Palpasi

: Ada benjolan

Perkusi

: DBN, cracked pot sign (-)

Auskultasi

: DBN

Transiluminasi

: tidak dilakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk

: (-)

Tanda Kernig

: (-)

Tanda Lasegue

: (-)

Tanda Brudzinski I

: (-)

Tanda Brudzinski II

: (-)

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL


Muntah

: (+)

Sakit Kepala

: (-)

Kejang

: (-)

2.5. NERVUS KRANIALIS


NERVUS I

Meatus Nasi Dextra

Meastus Nasi Sinistra

Normosmia

SDN

SDN

Anosmia

SDN

SDN

Parosmia

SDN

SDN

Hiposmia

SDN

SDN

NERVUS II
Visus
Lapangan Pandang

Oculi Dextra (OD)


:

TDP

Oculi Sinistra (OS)


TDP

Normal

SDN

SDN

Menyempit

Hemianopsia

Scotoma

Refleks Ancaman

Fundus Oculi

NERVUS III, IV, VI

(+) mengedip
TDP
Oculi Dextra (OD)

(+) mengedip
TDP
Oculi Sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata

SDN

SDN

Nistagmus

Pupil

Lebar

3 mm

3 mm

Bentuk

bulat reguler

bulat reguler

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya tak langsung :

Rima Palpebra

Deviasi Konjugate

Fenomena Dolls Eye :

Strabismus

NERVUS V

Kanan

Motorik

Membuka dan Menutup Mulut

Palpasi otot masseter & temporalis : SDN

Kekuatan gigitan

: SDN

: SDN

Sensorik

Kulit

: SDN

Selaput lendir

:+

Refleks kornea

Kiri

Langsung

Tidak Langsung

Refleks Masseter

: SDN

Refleks Bersin

: SDN

NERVUS VII

Kanan

Kiri

Motorik

Mimik

Kerut kening

SDN

SDN

Menutup mata

Meniup sekuatnya

SDN

SDN

Memperlihatkan gigi

SDN

SDN

Tertawa

SDN

SDN

NERVUS VIII

Kanan

Kiri

Auditorius

Pendengaran

SDN

SDN

Test Rinne

TDP

TDP

Test Weber

TDP

TDP

Test Schwabach

TDP

TDP

Vestibularis

Nistagmus

SDN

SDN

Reaksi Kalori

Vertigo:

Tinnitus

SDN
:

NERVUS IX, X
Pallatum mole

: SDN

Uvula

: SDN

Disfagia

: SDN

SDN
SDN

SDN

Disartria

: SDN

Disfonia

: SDN

Refleks Muntah

: SDN

Pengecapan 1/3 belakang

: SDN

NERVUS XI
Mengangkat bahu

: SDN

Fungsi otot sternokleidomastoideus: SDN


NERVUS XII
Lidah

Tremor

:-

Atrofi

:-

Fasikulasi

:-

Ujung lidah sewaktu istirahat: Medial


Ujung lidah sewaktu dijulurkan: SDN

REFLEKS
Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

Triceps

Radioperiost

APR

KPR

Strumple

Babinski

Oppenheim

Chaddock

Gordon

Schaeffer

Refleks Patologis

Hoffman Tromner

Klonus Lutut

Klonus Kaki

Refleks Primitif

:-

KOORDINASI
Lenggang

: SDN

Bicara

: (-)

Menulis

: TDP

Percobaan Apraksia

: TDP

Mimik

: (+)

Test telunjuk-telunjuk

: TDP

Tes Telunjuk-hidung

: TDP

Diadokhinesia

: TDP

Tes tumit-lutut

: TDP

Tes Romberg

: TDP

VEGETATIF
Vasomotorik

: DBN

Sudomotorik

: DBN

Pilo-erektor

: DBN

Miksi

: DBN

Defekasi

: BAB (-)

Potensi dan Libido

: DBN

VERTEBRA

Bentuk
Normal

: DBN

Scoliosis

: (-)

Hiperlordosis

: (-)

Pergerakan
Leher

: SDN

10

Pinggang

: SDN

2.6. SISTEM MOTORIK


Trofi

: normotrofi

Tonus

: normotonus

Kekuatan Otot

:
ESD: SDN

ESS: SDN

SDN

SDN

EID: SDN

EIS: SDN

SDN

SDN

SDN, kesan lateralisasi (-)


Gerakan Spontan Abnormal

Tremor

:-

Khorea

:-

Ballismus

:-

Mioklonus

:-

Ateotsis

:-

Distonia

:-

Spasme

:-

Tic

:-

Dan lain-lain

:-

TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif

: nyeri (+), raba (+), suhu (+)

Propioseptif

: gerak (+), posisi (+)

Fungsi kortikal untuk sensibilatas

Sterognosis

Pengenalan 2 titik : SDN

Grafestesia

: SDN

: SDN

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque

: SDN

11

Cross Laseque

: SDN

Tes Lhermitte

: SDN

Test Naffziger

: SDN

GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia

:-

Disartria

:-

Tremor

:-

Nistagmus

:-

Fenomena Rebound

:-

Vertigo: Dan lain-lain

:-

GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor

:-

Rigiditas

:-

Bradikinesia

:-

Dan lain-lain

:-

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif

: Koma

Ingatan Baru

: SDN

Ingatan Lama

: SDN

Orientasi

Diri

: SDN

Tempat

: SDN

Waktu

: SDN

Situasi

: SDN

Intelegensia

: SDN

Daya Pertimbangan

: SDN

Reaksi Emosi

: SDN

Afasia

Represif

: SDN

12

Ekspresif

Apraksia

: SDN
: SDN

Agnosia

Agnosia visual

:-

Agnosia jari-jari

:-

Akalkulia

:-

Disorientasi Kanan-Kiri

:-

KESIMPULAN
KU

: Penurunan kesadaran

: Os datang ke RSHM dibawa oleh keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran,

hal ini dialami pasien 30 menit SMRS setelah terjatuh dari mengendarai sepeda motor.
Muntah (+), isi makanan dan minuman bercampur darah (+) dan keluar darah dari hidung dan
telinga.
Riwayat penyakit terdahulu
tidak ada, disangkal

Riwayat penyakit pada keluarga


tidak ada, disangkal
Riwayat penggunaan Obat
tidak ada, disangkal
STATUS PRESENTS
Tekanan Darah

: 150/90 mmHg

Nadi

: 98 x/i

Frekuensi Nafas

: 18 x/i

Temperatur

: 36oC

STATUS NEUROLOGI
Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

13

B/T

: ++/++

++/++

APR/KPR

: ++/++

++/++

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinski

Oppenheim

Chaddock

Gordon

Schaeffer

Hoffman Tromner :

Klonus Lutut

Klonus Kaki

Refleks Primitif

: -

Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah

:+

Sakit Kepala

:-

Kejang

:-

Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk

:-

Tanda Kernig

:-

Tanda Lasegue

:-

Tanda Brudzinski I

:-

Tanda Brudzinski II

:-

Kekuatan Otot

:
ESD: SDN

ESS: SDN

SDN

SDN

EID: SDN

EIS: SDN

SDN

SDN

14

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (29 Mei 2015)
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

Hemoglobin

*15

g/dl

12 - 16

Hitung eritrosit

*4.5

106 /L

3.9 5.6

Hitung Leukosit

*9.000

/L

4000 11.000

Hematokrit

*39.3

36 - 47

Hitung Trombosit

*290.000

/L

150.000 450.000

MCV

84

fl

80 - 96

MCH

*26.4

pg

27 - 31

MCHC

31,5

30 - 34

Eosinofil

1-3

Basofil

0-1

N. Stab

*0

2-6

N. Seg

*82

53 - 75

Limfosit

*18

20 - 45

Monosit

4-8

Laju endap darah

*82

0 20

*120

mg/dl

< 140

Ureum

*34

mg/dl

20 - 40

Kreatinin

*1.30

mg/dl

0.6 1.1

A.Hematologi
Darah Rutin

Index Eritrosit

Hitung Jenis Leukosit

B. Kimia Klinik
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu
Fungsi Ginjal

15

As.Urat

mg/dl

<7

CT scan kepala 29 Mei 2015


Tampak soft tissue swelling didaerah temporoparietalis kiri ICH dengan edema
perifokal di frontotemporalis kanan dan kiri

2.8. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS FUNGSIONAL: Koma
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Trauma
DIAGNOSIS ANATOMIK : ICH (Intra Cerebral Hemorage)
DIAGNOSIS KERJA

: Cedera Kepala Berat

2.9. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Functionam

: malam
: malam
: malam

Follow Up Tanggal 29-30 Mei 2015


Tanggal
29/5/2015

Pemeriksaan (VS, Neurologi)


S: Penurunan Kesadaran

Diagnosis
Head Injury e.c.

O: Koma

Trauma GCS 8

Penatalaksanaan
Pasang ETT
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone

1gr/12 jam
Inj. Citicholin 250

mg/8 jam
Inj. Ditranex 1amp/8

jam
Inj. Ranitidin

1amp/12 jam
Inj. Ozid 1amp/12

jam
Inj ketorolac 1amp/8

TD: 150/90 mmHg


HR: 98 x/i
RR: 18 x/i
Temp: 36oC
TIK : +
Rangsang meningeal: N. Kranialis
NI : SDN
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3 mm

jam

16
NIII,IV,VI : Dolls eye phenomenon (+)

Inj. Manitol 100 cc/6

jam
Inj. Fenitoin 1amp/8

NV : refleks kornea (+)


NVII : sudut mulut simetris

jam

NVIII : tes kalori (+)


NIX,X : gag refleks (+)
NXI : SDN
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis
B/T: ++/++
APR/KPR: ++/++
Refleks Patologis
H/T: -/Babinski: -/Kekuatan motorik
ESD: SDN
SDN
EID: SDN
SDN
ESS: SDN
SDN
EIS: SDN
SDN
30/5/2015

S: Penurunan Kesadaran

Koma e.c. Head

O: Koma

Injury (ICH

TD: 130/70 mmHg

Frontotemporalis

HR: 98 x/i

kanan dan kiri)

RR: terpasang ventilator dan napas

IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone

1gr/12 jam
Inj. Citicholin 250

mg/8 jam
Inj. Ditranex 1amp/8

jam
Inj. Ranitidin

1amp/12 jam
Inj. Ozid 1amp/12

jam
Inj. Ketorolac

1amp/8 jam
Inj. Manitol 100 cc/6

jam
Inj. Fenitoin 1amp/8

mengikuti mesin
Temp: afebris
TIK : +
Rangsang meningeal: N. Kranialis
NI : SDN
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3 mm
NIII,IV,VI : Dolls eye phenomenon (+)
NV : refleks kornea (+)

jam

17
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : tes kalori (+)
NIX,X : gag refleks (+)
NXI : SDN
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis
B/T: ++/++
APR/KPR: ++/++
Refleks Patologis
H/T: -/Babinski: -/Kekuatan motorik
ESD: SDN
SDN
EID: SDN
SDN
ESS: SDN
SDN
EIS: SDN
SDN

18

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala
baik secra langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer
maupun permanen.1
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepla adalah suatu oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
3.2.

Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Depkes RI tahun 2007 cedera kepala mempunyai urutan
ke-7 pada 10 penyakit penyabab kematian terbanyak pada pasien rawat inap di rumah
sakit dengan CFR 2,94% dan pada tahun 2008 menempati urutan ke-6 dengan CFR
2,99%.3 Menurut penelitian Junanadar Siahaan (2000) di RS Santa Elisabeth Medan,
proporsi penderita trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun
(23,8%).4
Menurut CDC (2002-2006), jatuh merupakan faktor yang mempengaruhi paling
besar untuk terjadinya trauma kapitis dengan proporsi 35,2% kemudian kecelakaan lalu
lintas sebesar 17,3%, dipukul sebesar 16,5%, serangan sebesar 10% dan lain-lain
sebesar 21%.5 Pada anak kurang dari 4 tahun cedera kepala sering disebabkan oleh
jatuh dai meja, kursi, tangga, tempat tidur dan lain-lain. Sedangkan pada anak yang
lebih besar sering disebabkan oleh mengendarai sepeda atau kecelakaan lalu lintas.6

3.3.

Karakteristik pada Penderita Trauma Kapitis


a. Jenis Kelamin
Pada pasien secara keseluruhan, laki-laki dua kali lebih banyak mengalami
trauma kepala dari pada perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan
hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena
terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kepala adalah

19

3,4:1.7 Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung


mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak dari pada perempuan.8
b. Umur

Resiko terjadinya trauma kepala18adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini

disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh oleh alkohol,
narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggung jawab. 17 Menurut, dua
kelompok umur mengalami resiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4
tahun dan 15 sampai 19 tahun.8
c. Environtment
Penyebab terbanyak terjadinya trauma kapitis adalah kecelakaan lalu lintas.
Determinan yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas yaitu: (1) Tidak
tersedianya rambu-rambu lalu lintas, (2) Panjang jalan yang tersedia tidak
menampung banyaknya kendaraan sehingga kemacetan terjadi dimana-mana dan
memacu terjadinya kecelakaan, (3) Pengerjaan jalanan atau jalan yang fisiknya
kurang memadai seperti berlubang-lubang dapat memacu terjadinya kecelakaan,
(4) Adanya kabut, hujan, jalan licin juga membawa resiko kejadian kecelakaan
lalu lintas yang lebih besar.4
Beberapa faktor resiko lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya cedera
kepala adalah:10
Berpenghasilan rendah
Belum menikah
Anggota kelompok etnis minoritas
Penduduk kota
Riwayat penyalahgunaan zat-zat psikotropika, alkohol
Individu yang telah menderita cedera kepala sebelumnya

3.4.

Etiologi
Trauma kapitis ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak)
baik pejalan kaki maupun pengendara motor atau mobil. Selain itu, trauma kapitis juga
terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru), dan lain-lain.11
Apapun penyebab cedera kepala ada dua hal pokok yang selalu mempengaruhi,
yaitu massa benda dan kecepatannya. Faktor-faktor lain yang turut berpengaruh adalah
luas permukaan benda penyebab, tempat terjadinya pukulan, pergerakan kepala, umur,
dan jenis kelamin. Penyebab trauma kapitis dapat dibedakan berdasarkan jenis
kekerasan sebagai berikut:12

20

a. Trauma kapitis oleh karena kekerasan tumpul


Kekerasan tumpul pada kepala mempunyai frekuensi yang sering terjadi,
biasanya oleh karena kecelakaan lalu lintas, pembunuhan dan juga pada kasus
bunuh diri walaupun hal ini jarang terjadi. Akibat yang ditimbulkan bervariasi,
pada keadaan ringan hanya menimbulkan memar pada kulit kepala atau robekan
kulit kepala. Bila kekerasan yang terjadi lebih berat maka dapat terjadi fraktur
tulang tengkorak, yang biasanya diikuti oleh kelainan pada jaringan otak dan
meningen.
b. Trauma kapitis oleh karena kekerasan tajam
Hal ini cukup banyak terjadi, cedera yang ditimbulkan dapat berupa luka
terbuka yang terbatas pada kulit kepala atau pada kasus pembacokan luka tersebut
c.

dapat merusak tulang dan mencederai otak.


Trauma kapitis akibat tembakan
Tebakan yang diarahkan ke kepala dapat mengakibatkan kerusakan yang
hebat pada kepala dan berakibat fatal. Kerusakan yang ditimbulkan oleh
tembakan dikepala tergantung dari kaliber dan jenis peluru, jarak tembakan,

d.

deformitas yang terjasi pada tulang dan peluru, dan jalannya peluru pada otak.
Trauma kapitis oleh karena gerakan mendadak
Walaupun tidak ada kekerasan langsung pada kepala, cedera dapat terjadi
oleh karena gerakan kepala yang mendadak, gerakan ini dapat merupakan suatu
percepatan, perlambatan atau perputaran. Akibat adanya gerakan kepala yang
mendadak, otak yang relatif lebih berat dan tengkorak akan tertinggal dari
gerakan tengkorak, akibatnya terjadiperegangan antara otak dan duramater.
Kerusakan yang terjadi terutama pada pembulu darah otak dan jaringan otak.
Contoh trauma kapitis karena gerakan mendadak, trauma yang terjadi pada saat
berolahraga.
3.5. Patofisiologi
Beberapa mekanisme yang timbul terjadinya trauma kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak
ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya kuat searah dengan
gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan
dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba
terhenti gerakannya. Rotasi adalaha apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya
mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.13

21

Berat ringannya cedera otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis
tergantung pada besar dan kekuatan benturan, arah dan tempat benturan, serta sifat dan
keadaan kepala sewaktu menerima benturan. Sehubungan dengan berbagai aspek
benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa: lesi bentur (coup), lesi
antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak
peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media), dan lesi kontra
(counter coup).14 Berdasarkan hal tersebut cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan
primer dan sekunder.
a. Kerusakan Primer
Kerusakan primer adalah kerusakan otak yang timbulapada saat cedera,
sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformitas jaringan.
Kerusakan ini dapat bersifat lokal maupun difus. Kerusakan fokal merupakn
kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung kepada
mekanisme trauma yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah suatu keadaan
patologis penderita koma (penderita yang tidak sadar sejak benturan kepala dan
tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran Space Occupying Lesion
(SOL) pada CT-Scan atau MRI.15

b. Kerusakan Sekunder
Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi
dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan
otak, Tekanan Tinggi Intakranial (TTIK), hidrosefalus dan infeksi.15

3.6.
Ada
klasifikasi

Klasifikasi
beberapa
trauma

jenis
kapitis,

tetapi dengan beberapa pertimbangan dari berbagai aspek. Klasifikasi trauma kapitis
berdasarkan bagian neurologi dan berdasarkan klinis.

22

3.6.1. Trauma Kapitis Berdasarkan Bagian Neurologi1


a. Patologi
Komotio serebri
Kontusio serebri
Laserasio serebri
b. Lokasi lesi
Lesi difus
Lesi kerusakan vaskuler otak
Lesi fokal
Kontusio dan laserasi serebri
Hematoma intrakranial:
o Hematoma Ekstradural
o Hematoma Subdural
o Hematoma Intraparenkim:
- Hematoma subarakhnoid
- Hematoma intraserebral
- Hematoma intraserebellar
c. Derajat kesadaran berdasarkan GCS
CKR (Cedera Kepala Ringan)
GCS > 13
Tidak terdapat kelainan pada CT-Scan otak
Tidak memerlukan tindakan operasi
Lama dirawat di RS < 48 jam
- Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih
-

dari 10 menit
Pasien mengeluh pusing, sakit kepala, ada muntah, ada
amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologis.

d. CKS (Cedera Kepala Sedang)


GCS 9-13
Ditemukan kelainan pada CT Scan otak
Ada pingsan lebih dari 10 menit
Ada sakit kepala, muntah, kejang, dan amnesia retrograd
Pada pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan anggota

gerak
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
Dirawat di RS setidaknya 48 jam

e. CKB (Cedera Kepala Berat)


Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, GCS <9
Gejala serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
Terjadinya penurunan kesadaran secara progresif

23

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas

3.6.2. Trauma Kapitis Berdasarkan Klinis


a. Komotio serebri (gegar otak)
Komotio serebri adalah suatu keadaan dimana si penderita setelah
mendapat trauma kapitis mengalami kesadaran yang menurun sejenak
(tidak lebih dari 10 menit). Kemudian si penderita dengan cepat siuman
kembali tanpa mengalami suatu kelainan neurologis.
Gejala-gejala yang dapat dilihat adalah16:
Penderita tidak sadar sejenak (10 menit)
Wajahnya pucat
Kadang-kadang disertai muntah
Nadi agak lambat: 60-70/menit
Tensi dan suhu normal atau sedikit menurun
Setelah sadar kembali mungkin tampak ada amnesia retrogad
Tidak ada Post-Traumatik Amnesia (PTA)
b. Kontusio serebri (memar otak)
Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma
kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan interstitial (perdarahan yang
terjadi diantara bagian-bagian atau sela-sela jaringan) nyata pada jaringan
otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan
gangguan neuroligis yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya
kontinuitas jaringan maka disebut laserasio serebri.13
c. Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah perdarahan yang terjadi diantara tabula
interna dan duramater. Perdarahan epidural terjadi pada 1-3% kasus trauma
kapitis. Paerdarahan ini terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria
meningea media, robeknya sinus venosus duramater, dan robeknya arteria
diploika.
Gejala-gejala yang dapat dijumpai yaitu17:

Adanya suatu lucid interval yang berarti bahwa diantara waktu


terjadinya trauma kapitis dan waktu terjadinya koma terdapat waktu
dimana kesadaran penderita adalah baik. Jenis-jenis lucid interval:
Akut : lucid interval 0-5 hari
Subakut: lucid interval 5 hari sampai beberapa minggu

24

Kronik : lucid interval >3 bulan


Kesadaran makin menurun
Babinski (+) kontralateral lesi
Syndrome Weber, yaitu midriasis (pupil mengecil) disisi ipsilateral

dan hemiplegi disisi kontralateral dari garis fraktur


Funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam

kejadian)
Foto rontgen: garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan

arteri meningea media atau salah satu cabangnya.


CT Scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak
dan duramater, umumnya daerah temporal dan tampak bikonveks

d. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara
duramater dan arakhnoid. Hematoma ini timbul karena adanya sobekan
pada bridging veins. CT Scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan)
diantara duramater dan arakhnoid, umumnya karena robekan dar bridging
veins dan tampak seperti bulan sabit.18
e. Hematoma intraserebral
Hematoma intraserebral terjadi bersama dengan kontusio sehingga
secara umum lebih buruk baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang
mengancam terjadinya herniasi oleh bekuan darah di tengah otak disertai
edema lokal yang hebat biasanya berprognosis buruk daripada hematoma
epidural yang dioperasi. Pada suatu hematoma intraserebral, seorang
penderita yang setelah mengalami trauma kapitis akan memperlihatkan
gejala: hemiplegi, papil oedem (pembengkakan pada mata) serta gejalagejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, dan arteriografi
karotis dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi
kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak
normal.18
f. Fraktura kranii
Pada setiap penderita dengan trauma kapitis sebaiknya diperiksa
secara rutin dengan foto rontgen kepala terutama untuk melihat ada
tidaknya fraktur pada tulang tengkorak. Penderita dengan trauma kapitis
sebaiknya dipalpitasi dengan teliti untuk mengetahui ada tidaknya suatu
hematoma karena dibawah hematoma mungkin tersembunyi suatu garis

25

fraktur. Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi), bagian yang
patah juga menonjol ke dalam rongga tegkorak.11 Biasanya fraktur kepala
berbeda dengan fraktur tulang di tulang panjang. Disini tidak diperlukan
fiksasi maupun reposisi-fiksasi karena kedudukan selalu baik, kecuali bila
terjadi fraktur impresi pada kalvarium yang harus ditangani agak cepat
(sebelum 8 minggu) karena potensial menyebabkan epilepsi pasca trauma.
Juga fraktur basis kranii memerlukan perawatan lama karena selalu bersama
kontusio serebral yang berat dan kadang-kadang ada likuor (otore:
perdarahan pada telinga atau rinore: perdarahan pada hidung) yang apabila
ditunggu 4 minggu tidak menutup secra spontan, memerlukan operasi
penutupan kebocoran dura.16
g. Post-concussion Syndrome
Pada Post-concussios Syndrome secara umum terdapat gejala-gejala
psikiatrik-neurastenik-hipokhondrik seperti palpitasi, konsentrasi menurun,
demensia ringan, mudah tersinggung, gangguan seksual, hiperhidrosis,
gangguan psikologik (termasuk premorbid personality) dan sosio-ekonomi
(pekerjaan, tingkat pendidikan, lingkungan dan keuangan). Pada umunya
sindrom pascatrauma jarang disebabkan oleh satu faktor saja. Ketiga faktor
tersebut dapat berkombinasi sehingga menimbulkan msalah yang
kompleks.16

3.7.

Penatalaksanaan
3.7.1.Konsensus Penangulangan di IGD
Penanggulangan Trauma Kapitis Akut
Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis (ringan,
sedang, berat) berdasarkan urutan:
a. Primary Survey, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien, sbb:
A=Airway (jalan napas)
Bebaskan jalan napas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah,
gigi yang patah, muntahan dsb. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai
adanya fraktur tulang leher).

26

B=Breathing (pernapasan)
Pastikan pernapasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola napas, dan
pernapasan dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan
kiri (simetris). Bila ada gangguan pernapasan, cari penyebab apakah ada
gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau perifer (otot pernapasan
atau paru-paru). Bila perlu, berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
dengan target saturasi O2 > 92%.
C=Circulation (sirkulasi)
Pertahankan Tekanan Darah Sistolik > 90 mmHg. Pasang sulur IV. Berikan
cairan IV drip NaCl 0,9% atau RL. Hindari cairan hipotonis. Bila perlu
berikan obat vasopresor dan atau inotropik. Konsultasikan ke spesialis
bedah saraf berdasarkan indikasi operasi.
D=Disability (untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dengan
pemeriksaan cepat status umum dan neurologi)
- Vital sign
- GCS
- Pupil
- Pemeriksaan neurologi cepat : hemiparesis, refleks patologis
- Luka-luka
- Anamnesa: AMPLE (Allergies, Medications, Past Illnesses, Last
Meal, Even/Environtment related to the injury)
b. Secondary Survey, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah
kondisi pasien stabil.
E=Laboratorium
Darah: Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum, kreatinin,
GDS, analisa gas darah dan elektrolit.
Urin: perdarahan +/Radiologi:
- Foto polos kepala, posisi AP, Lateral, Tangensial
- CT scan otak
- Foto lain sesuai indikasi (foto servikal)
F=Manajemen terapi
-

Siapkan untuk operasi untuk pasien yang memiliki indikasi


Siapkan untuk masuk ruang rawat
Penanganan luka
Pemberian terapi obat-obatan sesuai kebutuhan

Kasus Ringan (Simple Head Injury)


- Pemeriksaan status umum dan neurologi

27

Perawatan luka
Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama
48 jam. Bila selama dirumah terjadi hal-hal seperti berikut:
Pasien cenderung mengantuk
Sakit kepala yang semakin berat
Muntah proyektil
Pasien harus segera dikembalikan ke rumah sakit.

Pasien perlu dirawat apabila ada hal-hal berikut:


Ada gangguan orientasi (waktu, tempat)
Sakit kepala dan muntah
Tidak ada yang mengawasi dirumah
Letak rumah jauh atau sulit untuk kembali ke RS

3.7.2.Konsensus Di Ruang Rawat


a. Kritikal (GCS 3-4)
Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ICU (bila fasilitas
tersedia)
b. Trauma Kapitis Sedang dan Berat (GCS 5-12)
- Lanjutkan penanganan ABC
- Pantau tanda vital, pupil, GCS, gerakan ekstremitas, sampai pasien
sadar (pantau dilakukan tiap 4 jam dan lama pantauan sampai GCS
mencapai 15)
Cegah terjadinya hipotensi. Batasi cairan untuk mengurangi edema
otak yang dapat membahayakan pasien, terutama pada pasien yang
mengalami banyak kehilangan darah. Dijaga jangan sampai terjadi
kondisi sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik <90 mmHg
Suhu > 38C
Frekuensi nafas > 20 x/menit
-

Cegah kemungkinan terjadinya peningkatan TIK< dengan cara:


Head Up 30
Bila perlu berikan manitol 20% (hati-hati kontraindikasi)
Berikan analgetik, dan sedasi jangka pendek jika perlu

Atasi komplikasi

28

Kejang: profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah


immediate and early seizure pada kasus resiko tinggi.
Infeksi akibat fraktur basis kranii / fraktur terbuka: berikan
antibiotik selama 10-14 hari
Perdarahan lambung
Demam
DIC
-

Pemberian cairan dan nutrisi adekuat


Roboransia, neuroprotektan, nootropik sesuai indikasi

c. Trauma Kapitis ringan


- Dirawat 2 x 24 jam
- Head up 30
- Obat-obatan simptomatis seperti analgetik, anti emetik, dan lai-lain
sesuai indikasi dan kebutuhan

3.7.3.Konsensus Neurorotasi dan Neurorehabilitasi


a. Evaluasi defisit neurologi
- Parese nervi kranialis
- Parese motorik
- Gangguan sensoris
- Gangguan otonom
- Koordinasi
- Neurobehavior (kognitif dan emosi)
TOAG (Tes Orientasi dan Amnesia Galveston)
MMSE (Minimental State Examination) dilakukan setelah nilai
TOAG > 75, dilakukan diruangan, bilan ada penurunan nilai
-

<30 dikirim ke divisi neurobehavior


Status mental neuro lengkap

b. Membuat program restorasi berdasarkan acuan buku sesuai dengan defisit


yang didapatkan
c. Membuat discharge planning
d. Mengirim pasien ke pusat rehabilitasi

Target utama dan cara dari neuroproteksi

29
Mechanism
Energy failure
Cell swelling
Acidosis
Free radical
Lipid peroxidation
Calcium damage
Neurotransmitter

Neuroprotective Method
Hypothermia
Barbiturates
Diuretics
THAM
Superoxide dismutase
Steroids, amino steroids
Endomethacin
Calcium antagonist
Antagonist to glutamate

Tujuan utama dari pengobatan pada cedera kepala adalah menghilangkan atau
meninimalkan kelainan sekunder, karena itu pengendalian klinis dan penanggulanganya
sangat penting. Adanya jarak walaupun singkat antara proses primer dan sekunder
harus digunakan sebaik mungkin, waktu tersebut dinamakan jendela terapi.

3.8.

Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan kepada orangorang yang belum terkena faktor resiko yaitu berupa safety facilities: koridor
(sidewalk), jembatan penyebrangan (over head bridge), rambu jalanan (traffic
signal) dan peraturan (law enforcement).
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu, upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi yang
diranvang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya trauma11,
seperti:
tidak mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan atau alkohol
penggunaan helm, sabuk pengaman (seat belt)
pengendalian/pembatasan kecepatan kendaraan
membuat lingkungan yang lebih aman bagi manula dan anak-anak, seperti:
meningkatkan penerangan seluruh rumah, lantai tidak licin, membuat
pegangan pada kedua sisi tangga.

30

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimlakan bertanya trauma yang terjadi. 19
Pada pencegahan sekunder dilakukan diagnosis yang berupa anamnesis,
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis.20
d. Pencegahan Tersier
Pencegan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi trauma
kepitis yang lebih berat atau kematian.21 Pencegahan tersier dapat dilakukan
dengan melakukan rehabilitasi yang tepat, pemberian pendidikan kesehatan
sekaligus konseling yang bertujuan untuk mengubah perilaku (terutama perilaku
berlalu lintas) dan gaya hidup penderita. Rehabilitasi adalah bagian penting dari
proses pemulihan penderita trauma kapitis. Tujuan rehabilitasi setetlah gtrauma
kapitis yaitu untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk melaksanakan
fungsinya didalam keluarga dan didalam masyarakat.
Contoh dari rehabilitasi yaitu peningkatan kemampuan penderita untuk
berjalan dan membantu penderita yang cacat akibat trauma kapitis untuk
beradaptasi dengan lingkungannya dengan cara memodifikasi lingkungan tempat
tinggal sehingga penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah.
Terpai kejiwaan juga diberikan kepada penderita yang mengalami gangguan
psikologis, selain itu dukungan keluarga juga membantu proses penyembuhan
psikis penderita.8

BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan teori, penurunan kesadaran yang dialami pasien adalah karena trauma
kapitis. Pasien ini adalah pasien yang didiagnosis

Koma e.c. Head Injury ICH

Frontotemporalis dekstra dan sinistra. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan adanya


penurunan kesadaran yang dialami pasien 30 menit SMRS yang disebabkan karena terjatuh
dari sepeda motor. Dijumpai adanya muntah darah yang bercampur dengan makanan,
keluarnya darah dari hidung dan telinga kiri, serta pada pemeriksaan penunjang CT Scan
menunjukkan adanya soft tissue swelling didaerah temporoparietalis kiri ICH dengan edema
perifokal di frontotemporalis kanan dan kiri. Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 53
tahun dan pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

31

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran


yaitu koma dan pada kepala belakang kiri didapatkan luka robek dengan ukuran 1 x 0,5 cm.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan adanya tekanan darah yang tinggi yaitu 150/90
mmHg. Pada pemeriksaan status neurologis tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada penatalaksanaan awal, pasien diberikan terapi ABCDE dan di dapatkan A=Clear
B= Spontan, RR:18x/i C=Pols 70%, T/V: cukup, Akral : hangat, TD: 150/90 mmHg D=GCS
10 (E:3 V:2 M:5) E = T: 36 C dan pada luka robek di kepala bagian belakang kiri dilakukan
hecting sebanyak 4 jahitan. Penatalaksanaan medikamentosa, pasien diberikan O2 3
liter/menit, IVFD RL 20 gtt/i, Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam, Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam, Inj.
Ceftriakson 1 gr/12 jam, Inj. Bralin 250 mg/8jam, Inj. Manitol 100 cc/6 jam, Inj. Ozid 1 gr/12
jam. Ketorolac injeksi merupakan obat anti inflamasi non-steroid, ranitidin injeksi diberikan
untuk mengurangi sekresi asam lambung untuk melindungi mucosa lambung dari efek
samping NSAID, ceftriakson diberikan sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi,
bralin diberikan untuk pasien dengan gangguan kesadaran akibat cedera kepala, manitol
diberikan untuk menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui
sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis
pemberiannya harus dihentikan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pengobatan yang dapat
diberikan pada pasien Head Injury adalah obat yang telah di sebutkan diatas. Tetapi pada
pasien ini tidak mengalami perbaikan selama di rawat di Rumah Sakit dan keadaan umum
pasien semakin hari semakin menurun.

BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen, yang di
sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak) baik pejalan kaki maupun pengendara
motor atau mobil. Selain itu, trauma kapitis juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka
tembus peluru), dan lain-lain.

32

Pada laporan kasus kali ini, pasien mengalami Head Injury ICH Frontotemporalis
dekstra dan sinistra. Secara umum, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan terhadap kasus
ini disesuaikan dengan teori.

Anda mungkin juga menyukai