BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
STATUS PASIEN
2.1. IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Umur
: 53 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Status perkawinan
: Menikah
Tanggal MRS
: 28 Mei 2015
Tanggal KRS
: 31 Mei 2015
2.2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Penurunan Kesadaran
Keluhan tambahan
(-)
Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke RSHM dibawa oleh keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran,
hal ini dialami pasien 30 menit SMRS setelah terjatuh dari mengendarai sepeda motor.
Muntah (+), isi makanan dan minuman bercampur darah (+) dan keluar darah dari hidung dan
telinga.
Riwayat penyakit terdahulu
(-)
Riwayat penyakit pada keluarga
(-)
: Hipertensi (+)
Traktus Respiratorius
: Sesak (-)
Traktus Urogenitalis
: Kateter (+)
Penyakit Terdahulu
Faktor Familier
Lain-lain
: Tidak ada
ANAMNESIS SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan: Normal
Imunisasi
: Tidak jelas
Pekerjaan
: IRT
: Menikah
: 150/90 mmHg
: 98 x/i
Frekuensi Nafas
: 18 x/i
Temperatur
: 36oC
: DBN
: DBN
Persendian
: DBN
: Medial
Pergerakan
: SDN
: SDN
: SDN
Kelenjar Parotis
: SDN
Desah
: Tidak ada
Dan lain-lain
: Tidak ada
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: simetris, datar
: soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
: timpani
: peristaltik (+) normal
GENITALIA
Toucher
: Koma
Bentuk
: Asimetris
Fontanella
: Tertutup keras
Palpasi
: Ada benjolan
Perkusi
Auskultasi
: DBN
Transiluminasi
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Tanda Lasegue
: (-)
Tanda Brudzinski I
: (-)
Tanda Brudzinski II
: (-)
: (+)
Sakit Kepala
: (-)
Kejang
: (-)
Normosmia
SDN
SDN
Anosmia
SDN
SDN
Parosmia
SDN
SDN
Hiposmia
SDN
SDN
NERVUS II
Visus
Lapangan Pandang
TDP
Normal
SDN
SDN
Menyempit
Hemianopsia
Scotoma
Refleks Ancaman
Fundus Oculi
(+) mengedip
TDP
Oculi Dextra (OD)
(+) mengedip
TDP
Oculi Sinistra (OS)
SDN
SDN
Nistagmus
Pupil
Lebar
3 mm
3 mm
Bentuk
bulat reguler
bulat reguler
Rima Palpebra
Deviasi Konjugate
Strabismus
NERVUS V
Kanan
Motorik
Kekuatan gigitan
: SDN
: SDN
Sensorik
Kulit
: SDN
Selaput lendir
:+
Refleks kornea
Kiri
Langsung
Tidak Langsung
Refleks Masseter
: SDN
Refleks Bersin
: SDN
NERVUS VII
Kanan
Kiri
Motorik
Mimik
Kerut kening
SDN
SDN
Menutup mata
Meniup sekuatnya
SDN
SDN
Memperlihatkan gigi
SDN
SDN
Tertawa
SDN
SDN
NERVUS VIII
Kanan
Kiri
Auditorius
Pendengaran
SDN
SDN
Test Rinne
TDP
TDP
Test Weber
TDP
TDP
Test Schwabach
TDP
TDP
Vestibularis
Nistagmus
SDN
SDN
Reaksi Kalori
Vertigo:
Tinnitus
SDN
:
NERVUS IX, X
Pallatum mole
: SDN
Uvula
: SDN
Disfagia
: SDN
SDN
SDN
SDN
Disartria
: SDN
Disfonia
: SDN
Refleks Muntah
: SDN
: SDN
NERVUS XI
Mengangkat bahu
: SDN
Tremor
:-
Atrofi
:-
Fasikulasi
:-
REFLEKS
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Biceps
Triceps
Radioperiost
APR
KPR
Strumple
Babinski
Oppenheim
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Refleks Patologis
Hoffman Tromner
Klonus Lutut
Klonus Kaki
Refleks Primitif
:-
KOORDINASI
Lenggang
: SDN
Bicara
: (-)
Menulis
: TDP
Percobaan Apraksia
: TDP
Mimik
: (+)
Test telunjuk-telunjuk
: TDP
Tes Telunjuk-hidung
: TDP
Diadokhinesia
: TDP
Tes tumit-lutut
: TDP
Tes Romberg
: TDP
VEGETATIF
Vasomotorik
: DBN
Sudomotorik
: DBN
Pilo-erektor
: DBN
Miksi
: DBN
Defekasi
: BAB (-)
: DBN
VERTEBRA
Bentuk
Normal
: DBN
Scoliosis
: (-)
Hiperlordosis
: (-)
Pergerakan
Leher
: SDN
10
Pinggang
: SDN
: normotrofi
Tonus
: normotonus
Kekuatan Otot
:
ESD: SDN
ESS: SDN
SDN
SDN
EID: SDN
EIS: SDN
SDN
SDN
Tremor
:-
Khorea
:-
Ballismus
:-
Mioklonus
:-
Ateotsis
:-
Distonia
:-
Spasme
:-
Tic
:-
Dan lain-lain
:-
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Propioseptif
Sterognosis
Grafestesia
: SDN
: SDN
: SDN
11
Cross Laseque
: SDN
Tes Lhermitte
: SDN
Test Naffziger
: SDN
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia
:-
Disartria
:-
Tremor
:-
Nistagmus
:-
Fenomena Rebound
:-
:-
GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor
:-
Rigiditas
:-
Bradikinesia
:-
Dan lain-lain
:-
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif
: Koma
Ingatan Baru
: SDN
Ingatan Lama
: SDN
Orientasi
Diri
: SDN
Tempat
: SDN
Waktu
: SDN
Situasi
: SDN
Intelegensia
: SDN
Daya Pertimbangan
: SDN
Reaksi Emosi
: SDN
Afasia
Represif
: SDN
12
Ekspresif
Apraksia
: SDN
: SDN
Agnosia
Agnosia visual
:-
Agnosia jari-jari
:-
Akalkulia
:-
Disorientasi Kanan-Kiri
:-
KESIMPULAN
KU
: Penurunan kesadaran
hal ini dialami pasien 30 menit SMRS setelah terjatuh dari mengendarai sepeda motor.
Muntah (+), isi makanan dan minuman bercampur darah (+) dan keluar darah dari hidung dan
telinga.
Riwayat penyakit terdahulu
tidak ada, disangkal
: 150/90 mmHg
Nadi
: 98 x/i
Frekuensi Nafas
: 18 x/i
Temperatur
: 36oC
STATUS NEUROLOGI
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
13
B/T
: ++/++
++/++
APR/KPR
: ++/++
++/++
Refleks Patologis
Kanan
Kiri
Babinski
Oppenheim
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Hoffman Tromner :
Klonus Lutut
Klonus Kaki
Refleks Primitif
: -
:+
Sakit Kepala
:-
Kejang
:-
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk
:-
Tanda Kernig
:-
Tanda Lasegue
:-
Tanda Brudzinski I
:-
Tanda Brudzinski II
:-
Kekuatan Otot
:
ESD: SDN
ESS: SDN
SDN
SDN
EID: SDN
EIS: SDN
SDN
SDN
14
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Hemoglobin
*15
g/dl
12 - 16
Hitung eritrosit
*4.5
106 /L
3.9 5.6
Hitung Leukosit
*9.000
/L
4000 11.000
Hematokrit
*39.3
36 - 47
Hitung Trombosit
*290.000
/L
150.000 450.000
MCV
84
fl
80 - 96
MCH
*26.4
pg
27 - 31
MCHC
31,5
30 - 34
Eosinofil
1-3
Basofil
0-1
N. Stab
*0
2-6
N. Seg
*82
53 - 75
Limfosit
*18
20 - 45
Monosit
4-8
*82
0 20
*120
mg/dl
< 140
Ureum
*34
mg/dl
20 - 40
Kreatinin
*1.30
mg/dl
0.6 1.1
A.Hematologi
Darah Rutin
Index Eritrosit
B. Kimia Klinik
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu
Fungsi Ginjal
15
As.Urat
mg/dl
<7
2.8. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS FUNGSIONAL: Koma
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Trauma
DIAGNOSIS ANATOMIK : ICH (Intra Cerebral Hemorage)
DIAGNOSIS KERJA
2.9. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Functionam
: malam
: malam
: malam
Diagnosis
Head Injury e.c.
O: Koma
Trauma GCS 8
Penatalaksanaan
Pasang ETT
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone
1gr/12 jam
Inj. Citicholin 250
mg/8 jam
Inj. Ditranex 1amp/8
jam
Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Inj. Ozid 1amp/12
jam
Inj ketorolac 1amp/8
jam
16
NIII,IV,VI : Dolls eye phenomenon (+)
jam
Inj. Fenitoin 1amp/8
jam
S: Penurunan Kesadaran
O: Koma
Injury (ICH
Frontotemporalis
HR: 98 x/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone
1gr/12 jam
Inj. Citicholin 250
mg/8 jam
Inj. Ditranex 1amp/8
jam
Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Inj. Ozid 1amp/12
jam
Inj. Ketorolac
1amp/8 jam
Inj. Manitol 100 cc/6
jam
Inj. Fenitoin 1amp/8
mengikuti mesin
Temp: afebris
TIK : +
Rangsang meningeal: N. Kranialis
NI : SDN
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3 mm
NIII,IV,VI : Dolls eye phenomenon (+)
NV : refleks kornea (+)
jam
17
NVII : sudut mulut simetris
NVIII : tes kalori (+)
NIX,X : gag refleks (+)
NXI : SDN
NXII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis
B/T: ++/++
APR/KPR: ++/++
Refleks Patologis
H/T: -/Babinski: -/Kekuatan motorik
ESD: SDN
SDN
EID: SDN
SDN
ESS: SDN
SDN
EIS: SDN
SDN
18
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala
baik secra langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer
maupun permanen.1
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepla adalah suatu oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
3.2.
Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Depkes RI tahun 2007 cedera kepala mempunyai urutan
ke-7 pada 10 penyakit penyabab kematian terbanyak pada pasien rawat inap di rumah
sakit dengan CFR 2,94% dan pada tahun 2008 menempati urutan ke-6 dengan CFR
2,99%.3 Menurut penelitian Junanadar Siahaan (2000) di RS Santa Elisabeth Medan,
proporsi penderita trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun
(23,8%).4
Menurut CDC (2002-2006), jatuh merupakan faktor yang mempengaruhi paling
besar untuk terjadinya trauma kapitis dengan proporsi 35,2% kemudian kecelakaan lalu
lintas sebesar 17,3%, dipukul sebesar 16,5%, serangan sebesar 10% dan lain-lain
sebesar 21%.5 Pada anak kurang dari 4 tahun cedera kepala sering disebabkan oleh
jatuh dai meja, kursi, tangga, tempat tidur dan lain-lain. Sedangkan pada anak yang
lebih besar sering disebabkan oleh mengendarai sepeda atau kecelakaan lalu lintas.6
3.3.
19
Resiko terjadinya trauma kepala18adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini
disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh oleh alkohol,
narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggung jawab. 17 Menurut, dua
kelompok umur mengalami resiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4
tahun dan 15 sampai 19 tahun.8
c. Environtment
Penyebab terbanyak terjadinya trauma kapitis adalah kecelakaan lalu lintas.
Determinan yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas yaitu: (1) Tidak
tersedianya rambu-rambu lalu lintas, (2) Panjang jalan yang tersedia tidak
menampung banyaknya kendaraan sehingga kemacetan terjadi dimana-mana dan
memacu terjadinya kecelakaan, (3) Pengerjaan jalanan atau jalan yang fisiknya
kurang memadai seperti berlubang-lubang dapat memacu terjadinya kecelakaan,
(4) Adanya kabut, hujan, jalan licin juga membawa resiko kejadian kecelakaan
lalu lintas yang lebih besar.4
Beberapa faktor resiko lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya cedera
kepala adalah:10
Berpenghasilan rendah
Belum menikah
Anggota kelompok etnis minoritas
Penduduk kota
Riwayat penyalahgunaan zat-zat psikotropika, alkohol
Individu yang telah menderita cedera kepala sebelumnya
3.4.
Etiologi
Trauma kapitis ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak)
baik pejalan kaki maupun pengendara motor atau mobil. Selain itu, trauma kapitis juga
terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru), dan lain-lain.11
Apapun penyebab cedera kepala ada dua hal pokok yang selalu mempengaruhi,
yaitu massa benda dan kecepatannya. Faktor-faktor lain yang turut berpengaruh adalah
luas permukaan benda penyebab, tempat terjadinya pukulan, pergerakan kepala, umur,
dan jenis kelamin. Penyebab trauma kapitis dapat dibedakan berdasarkan jenis
kekerasan sebagai berikut:12
20
d.
deformitas yang terjasi pada tulang dan peluru, dan jalannya peluru pada otak.
Trauma kapitis oleh karena gerakan mendadak
Walaupun tidak ada kekerasan langsung pada kepala, cedera dapat terjadi
oleh karena gerakan kepala yang mendadak, gerakan ini dapat merupakan suatu
percepatan, perlambatan atau perputaran. Akibat adanya gerakan kepala yang
mendadak, otak yang relatif lebih berat dan tengkorak akan tertinggal dari
gerakan tengkorak, akibatnya terjadiperegangan antara otak dan duramater.
Kerusakan yang terjadi terutama pada pembulu darah otak dan jaringan otak.
Contoh trauma kapitis karena gerakan mendadak, trauma yang terjadi pada saat
berolahraga.
3.5. Patofisiologi
Beberapa mekanisme yang timbul terjadinya trauma kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak
ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya kuat searah dengan
gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan
dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba
terhenti gerakannya. Rotasi adalaha apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya
mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.13
21
Berat ringannya cedera otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis
tergantung pada besar dan kekuatan benturan, arah dan tempat benturan, serta sifat dan
keadaan kepala sewaktu menerima benturan. Sehubungan dengan berbagai aspek
benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa: lesi bentur (coup), lesi
antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak
peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media), dan lesi kontra
(counter coup).14 Berdasarkan hal tersebut cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan
primer dan sekunder.
a. Kerusakan Primer
Kerusakan primer adalah kerusakan otak yang timbulapada saat cedera,
sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformitas jaringan.
Kerusakan ini dapat bersifat lokal maupun difus. Kerusakan fokal merupakn
kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung kepada
mekanisme trauma yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah suatu keadaan
patologis penderita koma (penderita yang tidak sadar sejak benturan kepala dan
tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran Space Occupying Lesion
(SOL) pada CT-Scan atau MRI.15
b. Kerusakan Sekunder
Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi
dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan
otak, Tekanan Tinggi Intakranial (TTIK), hidrosefalus dan infeksi.15
3.6.
Ada
klasifikasi
Klasifikasi
beberapa
trauma
jenis
kapitis,
tetapi dengan beberapa pertimbangan dari berbagai aspek. Klasifikasi trauma kapitis
berdasarkan bagian neurologi dan berdasarkan klinis.
22
dari 10 menit
Pasien mengeluh pusing, sakit kepala, ada muntah, ada
amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologis.
gerak
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
Dirawat di RS setidaknya 48 jam
23
24
kejadian)
Foto rontgen: garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan
d. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara
duramater dan arakhnoid. Hematoma ini timbul karena adanya sobekan
pada bridging veins. CT Scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan)
diantara duramater dan arakhnoid, umumnya karena robekan dar bridging
veins dan tampak seperti bulan sabit.18
e. Hematoma intraserebral
Hematoma intraserebral terjadi bersama dengan kontusio sehingga
secara umum lebih buruk baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang
mengancam terjadinya herniasi oleh bekuan darah di tengah otak disertai
edema lokal yang hebat biasanya berprognosis buruk daripada hematoma
epidural yang dioperasi. Pada suatu hematoma intraserebral, seorang
penderita yang setelah mengalami trauma kapitis akan memperlihatkan
gejala: hemiplegi, papil oedem (pembengkakan pada mata) serta gejalagejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, dan arteriografi
karotis dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi
kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak
normal.18
f. Fraktura kranii
Pada setiap penderita dengan trauma kapitis sebaiknya diperiksa
secara rutin dengan foto rontgen kepala terutama untuk melihat ada
tidaknya fraktur pada tulang tengkorak. Penderita dengan trauma kapitis
sebaiknya dipalpitasi dengan teliti untuk mengetahui ada tidaknya suatu
hematoma karena dibawah hematoma mungkin tersembunyi suatu garis
25
fraktur. Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi), bagian yang
patah juga menonjol ke dalam rongga tegkorak.11 Biasanya fraktur kepala
berbeda dengan fraktur tulang di tulang panjang. Disini tidak diperlukan
fiksasi maupun reposisi-fiksasi karena kedudukan selalu baik, kecuali bila
terjadi fraktur impresi pada kalvarium yang harus ditangani agak cepat
(sebelum 8 minggu) karena potensial menyebabkan epilepsi pasca trauma.
Juga fraktur basis kranii memerlukan perawatan lama karena selalu bersama
kontusio serebral yang berat dan kadang-kadang ada likuor (otore:
perdarahan pada telinga atau rinore: perdarahan pada hidung) yang apabila
ditunggu 4 minggu tidak menutup secra spontan, memerlukan operasi
penutupan kebocoran dura.16
g. Post-concussion Syndrome
Pada Post-concussios Syndrome secara umum terdapat gejala-gejala
psikiatrik-neurastenik-hipokhondrik seperti palpitasi, konsentrasi menurun,
demensia ringan, mudah tersinggung, gangguan seksual, hiperhidrosis,
gangguan psikologik (termasuk premorbid personality) dan sosio-ekonomi
(pekerjaan, tingkat pendidikan, lingkungan dan keuangan). Pada umunya
sindrom pascatrauma jarang disebabkan oleh satu faktor saja. Ketiga faktor
tersebut dapat berkombinasi sehingga menimbulkan msalah yang
kompleks.16
3.7.
Penatalaksanaan
3.7.1.Konsensus Penangulangan di IGD
Penanggulangan Trauma Kapitis Akut
Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis (ringan,
sedang, berat) berdasarkan urutan:
a. Primary Survey, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien, sbb:
A=Airway (jalan napas)
Bebaskan jalan napas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah,
gigi yang patah, muntahan dsb. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai
adanya fraktur tulang leher).
26
B=Breathing (pernapasan)
Pastikan pernapasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola napas, dan
pernapasan dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan
kiri (simetris). Bila ada gangguan pernapasan, cari penyebab apakah ada
gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau perifer (otot pernapasan
atau paru-paru). Bila perlu, berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
dengan target saturasi O2 > 92%.
C=Circulation (sirkulasi)
Pertahankan Tekanan Darah Sistolik > 90 mmHg. Pasang sulur IV. Berikan
cairan IV drip NaCl 0,9% atau RL. Hindari cairan hipotonis. Bila perlu
berikan obat vasopresor dan atau inotropik. Konsultasikan ke spesialis
bedah saraf berdasarkan indikasi operasi.
D=Disability (untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dengan
pemeriksaan cepat status umum dan neurologi)
- Vital sign
- GCS
- Pupil
- Pemeriksaan neurologi cepat : hemiparesis, refleks patologis
- Luka-luka
- Anamnesa: AMPLE (Allergies, Medications, Past Illnesses, Last
Meal, Even/Environtment related to the injury)
b. Secondary Survey, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah
kondisi pasien stabil.
E=Laboratorium
Darah: Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum, kreatinin,
GDS, analisa gas darah dan elektrolit.
Urin: perdarahan +/Radiologi:
- Foto polos kepala, posisi AP, Lateral, Tangensial
- CT scan otak
- Foto lain sesuai indikasi (foto servikal)
F=Manajemen terapi
-
27
Perawatan luka
Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama
48 jam. Bila selama dirumah terjadi hal-hal seperti berikut:
Pasien cenderung mengantuk
Sakit kepala yang semakin berat
Muntah proyektil
Pasien harus segera dikembalikan ke rumah sakit.
Atasi komplikasi
28
29
Mechanism
Energy failure
Cell swelling
Acidosis
Free radical
Lipid peroxidation
Calcium damage
Neurotransmitter
Neuroprotective Method
Hypothermia
Barbiturates
Diuretics
THAM
Superoxide dismutase
Steroids, amino steroids
Endomethacin
Calcium antagonist
Antagonist to glutamate
Tujuan utama dari pengobatan pada cedera kepala adalah menghilangkan atau
meninimalkan kelainan sekunder, karena itu pengendalian klinis dan penanggulanganya
sangat penting. Adanya jarak walaupun singkat antara proses primer dan sekunder
harus digunakan sebaik mungkin, waktu tersebut dinamakan jendela terapi.
3.8.
Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan kepada orangorang yang belum terkena faktor resiko yaitu berupa safety facilities: koridor
(sidewalk), jembatan penyebrangan (over head bridge), rambu jalanan (traffic
signal) dan peraturan (law enforcement).
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu, upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi yang
diranvang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya trauma11,
seperti:
tidak mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan atau alkohol
penggunaan helm, sabuk pengaman (seat belt)
pengendalian/pembatasan kecepatan kendaraan
membuat lingkungan yang lebih aman bagi manula dan anak-anak, seperti:
meningkatkan penerangan seluruh rumah, lantai tidak licin, membuat
pegangan pada kedua sisi tangga.
30
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimlakan bertanya trauma yang terjadi. 19
Pada pencegahan sekunder dilakukan diagnosis yang berupa anamnesis,
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis.20
d. Pencegahan Tersier
Pencegan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi trauma
kepitis yang lebih berat atau kematian.21 Pencegahan tersier dapat dilakukan
dengan melakukan rehabilitasi yang tepat, pemberian pendidikan kesehatan
sekaligus konseling yang bertujuan untuk mengubah perilaku (terutama perilaku
berlalu lintas) dan gaya hidup penderita. Rehabilitasi adalah bagian penting dari
proses pemulihan penderita trauma kapitis. Tujuan rehabilitasi setetlah gtrauma
kapitis yaitu untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk melaksanakan
fungsinya didalam keluarga dan didalam masyarakat.
Contoh dari rehabilitasi yaitu peningkatan kemampuan penderita untuk
berjalan dan membantu penderita yang cacat akibat trauma kapitis untuk
beradaptasi dengan lingkungannya dengan cara memodifikasi lingkungan tempat
tinggal sehingga penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah.
Terpai kejiwaan juga diberikan kepada penderita yang mengalami gangguan
psikologis, selain itu dukungan keluarga juga membantu proses penyembuhan
psikis penderita.8
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan teori, penurunan kesadaran yang dialami pasien adalah karena trauma
kapitis. Pasien ini adalah pasien yang didiagnosis
31
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen, yang di
sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak) baik pejalan kaki maupun pengendara
motor atau mobil. Selain itu, trauma kapitis juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka
tembus peluru), dan lain-lain.
32
Pada laporan kasus kali ini, pasien mengalami Head Injury ICH Frontotemporalis
dekstra dan sinistra. Secara umum, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan terhadap kasus
ini disesuaikan dengan teori.